Sunday, May 27, 2018

Penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas


Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu kontruktivisme (contructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat belajar ( learning community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection), dan penilaian yang sebenarnya ( Authecnic assessment). Sebuah dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan ke tujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya. Dan untuk melaksanakan hal itu tidak sulit. CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.
Penerapan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar Mukhan (2001:2) menjabarkan langkahnya adalah sebagai berikut :
1.      Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya!
2.      Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topic!
3.      Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya!
4.      Ciptakan masyarakat  belajar (belajar dengan kelompok-kelompok)!
5.      Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran!
6.      Lakukan refleksi di akhir pertemuan!
7.      Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara!
Berikut penulis uraikan tujuh komponen pembelajaran CTL atau kontekstual

1.        Konstrukivisme (Constructivisme)
Konstrukivisme (Constructivisme) merupakan landasnan berfikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas ( sempit), dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.
Dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransfokasikan suatu informasi komplek ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu milik mereka sendiri.
Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjasi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru.
Landasan berfikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum objektivis, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan konstruktivis, strategi memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu tugas guru adalah  memfasilitasi proses tersebut dengan :
(1)   Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa,
(2)   Memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan
(3)   Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar. Pengetahuan tumbuh berkembang melalui pengalaman. Pemahaman berkembang semakin kuat apabila selalu diuji dengan pengalaman baru.
Menurut Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya yang masing-masing berisi informasi bermakna berbeda-beda. Pengalaman sama bagi beberapa orang akan dimaknai berbeda-beda oleh masing-masing individu dan disimpan dalam kotak yang berbeda. Setiap pengalaman baru dihubungkan dengan kotak-kotak (struktur pengetahuan) dalam otak manusia tersebut. Struktur pengetahuan  dikembangkan dalam otak manusia melalui dua cara, yaitu asimilasi atau akomodasi. Asimilasi maksudnya struktur pengetahuan baru dibuat atau dibangun atas dasar struktur pengetahuan yang sudah ada. Akomodasi maksudnuya struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk menampung dan menyesuaikan denga hadirnya pengalaman baru.
Lalu bagaimanakah penerapannya di kelas? Bagaimana cara merealisasikannya pada kelas-kelas di sekolah kita. Pada umumnya kita juga sudah menerapkan filosofi ini dalam pembelajaran sehari-hari yaitu ketika kita merancang pembelajaran dalam bentuk siswa bekerja, praktek mengerjakan sesuatu, berlatih secara fisik, menulis karangan, mendemonstrasikan, menciptakan ide, dan sebagainya. Mari kita kembangkan cara-cara tersebut lebih banyak dan lebih banyak lagi.
Siklus inquiry: observasi (observation), bertanya (Questioning), mengajukan dugaan (Hyphothesis), pengumpul data ( Data Gathering), penyimpulan (Conclution).
2.        Menemukan ( Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang  kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya.topik mengenal adanya dua jenis binatang  melata, sudah seharusnya ditemukan sendiri oleh siswa, bukan menurut buku.
Adapun siklus inquiry adalah sebagai berikut:
1.      Observasi (observation)
2.      Bertanya (Questioning)
3.      Mengajukan dugaan (Hyphothesis
4.      Pengumpul data ( Data Gathering)
5.      Penyimpulan (Conclution)
Apakah hanya pada pelajaran IPA inkuiri itu bisa diterapkan?
Jawabannya, tentu “ tidak”. Inkuirri dapat diterapkan pada semua bidang
Studi : bahasa Indonesia ( menemukan cara menulis paragraph deskripsi yang indah); IPS ( membuat sendiri bagan silsilah raja-raja Majapahit); PPKN (menemukan perilaku baik dan perilaku buruk sebagai warga Negara). Kata kunci dari strategi inkuiri adalah siswa menemukan sendiri.
Langkah-langkah kegiatan menemukan (inkuiri):
(1)   Merumuskan masalah (dalam mata pelajaran apapun)
a)      Bagaimanakah silsilah raja-raja Majapahit? (Sejarah)
b)      Bagaimanakah cara melukiskan suasana menikmati ikan bakar di tepi pantai kendari? (bahasa Indonesia)
c)      Ada berapa jenis tumbuhan menurut bentuk bijinya? ( biologi)
d)     Kota mana saja yang termasuk kota besar di Indonesia? (geografi)
(2)   Mengamati atau melakukan observasi
a)      Membaca buku atau sumber lain untuk mendapatkan informasi pendukung
b)      Mengamati clan mengumpulakan data sebanyak-banyaknya dari sumber atau objek yang diamati
(3)   Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel dan karya lainnya
a)      Siswa membuat peta kota-kota besar sendiri
b)      Siswa membuat paragraph deskripsi sendiri
c)      Siswa membuat bagan silsilah raja-raja Majapahit sendiri
d)     Siswa membuat penggolongan tumbuh-tumbuhan sendiri
e)      Siswa membuat essay atau usulan kepada pemerintah tentang berbagai masalah di daerahnya sendiri dan seterusnya.
(4)   Mengkomunikasikan atau menyajikan masalah karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audien lainnya
a)      Karya siswa disampaikan teman atau kepada orang banyak untuk mendapatkan masukan.
b)      Bertanya jawab dengan teman
c)      Memunculkan ide-ide baru
d)     Melakukan refleksi
e)      Menempelkan gambar atau karya tulis, peta dan sejenisnya di dinding kelas, dinding sekolah, majalah dinding sekolah, dan sebagainya.
3.        Bertanya ( Questioning )
Pengetahuan yang dimilliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Sebelum tahu kota Palu seseorang bertanya “ mana arah kota Palu?” queationing  ( bertanya ) merupakan strategi.
Bertanya  dipandang sebagai kegiatan guru mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa. Pada semua aktivitas belajar, queationing dapat diterapkan: antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara sisswa dengan guru, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan kelas, dan sebagainya. Utama pembelajaran yang berbasis CTL. Bertanya dalam pembelajaran di pandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan kegiatan penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi mengkonfirmasikan apa yang sudah ada diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk:
(1)   Menggali informasi baik administrasi maupun akademis
(2)   Mengecek pemahaman siswa
(3)   Membangkitkan respon kepada siswa
(4)   Mengetahui sejumlah keingintahuan siswa
(5)   Mengetahui hal-hal yang diketahui siswa
(6)   Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru
(7)   Untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa
Bagaimanakah penerapannya di kelas? Hampir pada semua aktivitas belajar, queationing dapat diterapkan: antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas, dan sebagainya. Aktivitas bertanya juga ditemukan ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan itu akan menumbuhkan dorongan untuk bertanya. Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu untuk melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar.
4.        Masyarakat belajar ( Learning Community )
Konsep learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Ketika seorang anak baru belajar meraut pensil dengan peraut elektronik, ia bertanya kepada temannya “ bagaimana caranya? Tolong bantuin, aku! ” lalu temannya yang  sudah biasa, meunnjukkan cara mengoperasikan alat itu. Maka, dua orang anak itu sudah membentuk masyarakat- belajar ( Learning Community ).
Motivasi belajar diperoleh dari sharing antar teman, antar kelompok, dan atara yang tahu ke yang belum tahu.di ruang ini, di kelas ini, di sekitar sini, juga orang-orang yang ada di luar sana, semua adalah anggota masyarakat-belajar.
Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberitahu yang belum tahu, yang cepat menangkap medorong tamannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul, dan seterusnya. Kelompok siswa biasa sangat bervariasi bentuknya, baik keanggotaan, jumlah bahkan biasa melibatkna siswa di kelas atasnya, atau guru melakukan kolaburasi dengan mendatangkan seorang ahli ke kelas. Misalnya tukang sablon, petani jagung, peternak susu, teknisi computer, tukang cat mobil, tukang reparasi kunci, dan sebagainya.
“ Masyarakat-belajar ”  bisa terjadi bila ada proses komunikasi dua arah “ seorang guru mengajari siswanya ” bukan contoh masyarakat-belajar karena komunikasi hanya terdiri satu arah, yaitu informasi hanya datang dari guru kea rah siswa,   tidak ada arus informasi yang perlu dipelajari guru yang datang dari arah siswa. Dalam contoh iniyang belajar hanya siswa bukan guru. Dalam masyarakat belajar, dua kelompok ( atau lebih ) yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar seseorang yang terlibatt dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi  yang diperlukan dari teman belajarnya.
Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi pabila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semua pihak mau saling mendengarkan, setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman, atau keterampilan yang perlu dipelajari.
Kalau setiap orang mau belajar dari orang lain. Maka setiap orang lain bisa menjadi sumber belajar, dan ini berarti setiap orang sangat kaya denga pengetahuan dan pengalaman. Metode pembelajaran dengan teknik “ learning community “ ini sangat membantu proses pembelajaran di kelas. Prakteknya dalam pembelajaran terwujud dalam
a)      Pembentukan kelompok kecil
b)      Pembentukan kelompok besar
c)      Mendatangkan ahli ke kelas ( tokoh, olahragawan, dokter, perawat, petani, pengurus organisasi, polisi, tukang kayu, dan sebagainya.)
d)     Bekerja dengan sekelas sederajat
e)      Bekerja kelompok dengan kelas di atasnya
f)       Bekerja dengan masyarakat
5.        Pemodelan ( modifikasi )
Komponen CTL selanjutnya adalah pemodelan. Maksudnya, dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa  mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olah raga, cntoh karya tulis, cara menghafal bahasa Inggris, dan sebagainya. Atau, guru memberi contoh dalam mengerjakan sesuatu dan begitu guru memberi model tentang bagaimana cara belajar.
Dalam pendekatan CTL guru bukan satu-satunya model. Sebagian guru memberi contoh tentang mengerjakan sesuatu, sebelum siswa melaksanakan tugas. Misalnya, cara menemukan kata kunci dalam bacaan. Dalam pembelajaran tersebut guru mendemontransikan cara membaca cepat tersebut, siswa mengamati guru membaca dan membolak balik teks. Gerak mata guru dalam menelusuri bacaan menjadi perhatian utama siswa. Dengan begitu siswa tahu bagaimana gerak mata efektif dalam melakukan scaning. Kata kunci yang di temukan guru di sampaikan kepada siswa sebagai hasil kegiatan pembelajaran menemukan kata kunci secara cepat. Secara sederhana, kegiatan itu di sebut pemodelan. Artinya. Ada model yang bisa di tiru dan di amati siswa, sebelum mereka berlatih menemukan kata kunci. Dalam kasus itu, guru menjadi model.

Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa.seorang siswa dapt ditunjuk untuk member ccontoh temannya cara melafalkan suatu kata. Jika kebetulan ada siswa yang perlu memenagkan lomba baca puisi atau memenangkan kontes berbahasa Inggris, siswa itu dapat ditunjuk untuk mendemonstrasikan keahliannya. Siswa contoh tersebut dikatakan sebagai model. Siswa lain dapat menggunakan model  tersebut sebagai standar kompetensi yang harus dicapainya. 

No comments:

Post a Comment

Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive