Teori
Perkembangan
Menurut J.J Rousseau, pola
pendidikan harus disesuaikan dengan tahap perkembangan psikologis atau kejiwaan
anak. Rousseau yakin bahwa menjaga originalitas kealamiahan anak dapat
dimungkinkan dengan jalan mengontrol pendidikan dan lingkungan anak berdasarkan
pada analisis perbedaan tahap fisik dan psikologis sejak lahir hingga dewasa.
Menurutnya, momentum untuk belajar disediakan oleh pertumbuhan manusia secara
alami. “As we have seen he thought that momentum for learning was provided by
growth of the person (nature)”[3] Rousseau membagi tahap perkembangan manusia
ke dalam 5 tahap, dalam bukunya yang berjudul Emile, ou L’Education:
1.
Tahap Pertama: Infancy atau Masa Asuhan (0-2
tahun). Maka pada usia ini anak balita harus dipupuk sifat alaminya untuk
bergerak dan mencari perubahan dalam dunia sekitarnya. Anak juga perlu
dibantu untuk memanfaatkan kekuatan personal yang makin berkembang sehingga ia
semakin mampu mengendalikan kebebasannya.
2.
Tahap kedua: The Age of Nature (2-12 tahun).
Pada masa ini, anak perlu dilibatkan dalam sejumlah pengalaman yang melatih
kemampuan jasmaninya; mempertajam ketrampilan (skill), khususnya yang menyokong
pemenuhan kebutuhan hidupnya; mempertajam fungsi pancaindera; dan yang
membimbingnya untuk bertindak baik.
3.
Tahap ketiga: Pre-adolescence atau Pra-remaja
(12-15 tahun). Anak pada masa ini perlu dilibatkan dalam berbagai tugas
belajar yang berpusat pada penggunaan peralatan (tools) yang dipakai orang
untuk mencari rejeki; perkembangan kemampuan ratio atau akal (dimensi
intelektual), serta pertimbangan tindakan dan gagasan yang menolong anak
menentukan mana yang benar dan berharga.
4.
Tahap keempat: Puberty atau Pubertas (15-20).
Pada masa ini, anak (tepatnya remaja) didampingi untuk memahami dan mengerti
makna persahabatan dan cintakasih, memahami orang lain seperti diri sendiri,
mencari teman secara bijak, memeluk agama yang dapat dijelaskan dari segi alam,
terlibat dalam masyarakat, dan dapat membedakan kebudayaan yang memperkaya diri
ketimbang merusak moralnya..
Teori Kohlberg telah
menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral
dan berkembang secara bertahap yaitu: Penalaran prakovensional, konvensional,
dan pascakonvensional.
1) Tingkat Satu: Penalaran Prakonvesional
Penalaran prakonvensional adalah tingkat yang paling
rendah dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak
memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral, penalaran moral dikendalikan
oleh imbalan (hadiah) dan hukuman ekternal.
Contoh dalam dunia pendidikan: Peserta didik mau
belajar kalau mendapatkan hadiah uang.
2) Tingkat Dua: Penalaran Konvensional
Penalaran konvensional adalah tingkat kedua atau
tingkat menengah dari teori perkembangan moral Kohlberg. Seorang menaati
standar-standar (internal) tertentu, tetapi mereka tidak mentaati
standar-standar (internal) orang lain, seperti orangtua atau masyarakat.
Contoh: siswa di satu kesempatan mau belajar dengan
tekun karena kesadaran sendiri tetapi tidak mau menaati perintah orang tua yang
mengharuskan belajar dari pukul 19.00 sampai dengan pukul 21.00
3) Tahap Tiga: Penalaran Pascakonvensional
Penalaran pascakonvensional adalah tingkat tertinggi
dari teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, moralitas benar-benar
diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-standar orang lain.
Seorang mengenal tindakan moral alternatif, menjajaki
pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan
suatu kode moral pribadi.
Contoh : Anak dengan penuh kesadaran menaati tata
tertib sekolah baik diawasi atau tidak, ada sanksi atau tidak.
Empat Tahap Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Menurut Piaget
(1) tahap sensori motor (0–2 tahun),
Pada tahap sensori motor (0-2 tahun) seorang anak
akan belajar untuk menggunakan dan mengatur kegiatan fisik dan mental menjadi
rangkaian perbuatan yang bermakna. Pada tahap ini, pemahaman anak sangat
bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh dan alat-alat indera mereka.
(2) tahap pra-operasional (2–7 tahun),
Pada tahap pra-operasional (2-7 tahun), seorang anak
masih sangat dipengaruhi oleh hal-hal khusus yang didapat dari pengalaman
menggunakan indera, sehingga ia belum mampu untuk melihat hubungan-hubungan dan
menyimpulkan sesuatu secara konsisten.
(3) tahap operasional konkret (7–11
tahun),
Pada tahap operasional konkret (7-11 tahun), umumnya
anak sedang menempuh pendidikan di sekolah dasar. Di tahap ini, seorang anak
dapat membuat kesimpulan dari suatu situasi nyata atau dengan menggunakan benda
konkret, dan mampu mempertimbangkan dua aspek dari suatu situasi nyata secara
bersamasama (misalnya, antara bentuk dan ukuran).
(4) tahap operasional formal (11 tahun ke
atas).
Pada tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun),
kegiatan kognitif seseorang tidak mesti menggunakan benda nyata. Tahap ini
merupakan tahapan terakhir dalam perkembangan kognitif.
Karakteristik
Perkembangan Anak
Berdasarkan pendapat para ahli,
terdapat sejumlah karakteristik perkembangan pada anak usia dini. Karakteristik
yang akan diuraikan berikut meliputi; nilai moral dan agama, sosial-emosional,
kognitif, bahasa, Fisik-Motorik, dan seni.
1. Karakteristik Perkembangan Nilai Moral dan Agama
Anak
Kohlberg
mengemukakan bahwa perkembangan moral manusia berlangsung secara bertahap.
Masing-masing tahap terdiri atas dua level. Dimulai dengan tahap
prakonvensional anak mulai belajar moral dari inetraksinya dengan lingkungan.
Semua sumber moral diterima melalui pengalaman inderawi yang menyenangkan. Pada
tahap ini dimulai dengan level pertama, anak belajar moral berdasarkan
orientasi pada kepatuhan dan hukuman.
Anak
mampu melakukan perilaku keagamaan secara berurutan dan mulai belajar
membedakan perilaku baik dan buruk. Seiring dengan tahap berpikirnya, moralitas
anak berkembang dilandasi cara berpikir anak. Kemampuan moral anak ini dimiliki
anak ketika anak memasuki usia enam tahun.
2. Karakteristik Perkembangan Sosial Emosional Anak
Perkembangan
sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan
sosial anak dimulai dari sifat egosentrik, individual ke arah interaktif,
komunal. Anak memandang sesuatu dari sisi “aku”nya saja, mereka tidak mengerti
bahwa orang lain bisa berpandangan berbeda dengan dirinya.
Perkembangan
sosial meliputi dua aspek penting yaitu kompetensi sosial dan tanggung jawab
sosial. Kompetensi sosial menggambarkan kemampuan anak untuk beradaptasi dengan
lingkungan sosial secara efektif. Sedangkan tanggung jawab sosial ditunjukkan
oleh komitmen anak terhadap tugas-tugasnya, menghargai perbedaan individual,
memperhatikan lingkungannya, dan mampu menjalankan fungsinya sebagai warga
negara yang baik. Jenis-jenis emosi dasar yang dapat dikembangkan pada anak
usia dini adalah emosi gembira, marah, takut, dan sedih.
3. Karakteristi Perkembangan Kognitif Anak
Anak usia TK memiliki karakter
yang unik, mereka berfikir sesuai dengan apa yang dilihatnya, tetapi masih
melihat dan melakukan sesuatu sesuai dengan daya fantasinya, mereka suka meniru
apa yang dilakukan orang lain. Menurut Peaget, seorang pakar psikologi kognitif
dan psikologi anak, dapat disimpulkan 4 tahap perkembangan kognitif , yaitu:
a)
Tahap sensori motor, terjadi pada usia 0-2 tahun
b)
Tahap pra operasional, terjadi pada usia 2-7
tahun
c)
Tahap konkrit operasional, terjadi pada usia 7-11
tahun
d)
Tahap formal operasional, terjadi pada usia
11-15 tahun
Khusus untuk anak usia dini, tahapan perkembangan
yang paling bisa dilihat adalah tahap 1 dan 2. Terdapat dua bekal kapasitas
yang dibawa bayi sejak lahir.
Pertama, bekal kapasitas jasmani yang ditunj ukkan
dengan dua gerakan refleks, yakni: grasp reflex berupa gerakan otomatis untuk
menggenggam; dan rooting reflex berupa gerakan kepala dan mulut yang terjadi
secara otomatis jika setiap kali pipinya disentuh, kepalanya akan berbalik atau
bergerak ke arah datangnya rangsangan lalu mulutnya terbuka dan terus mencari
hingga ketemu puting susu ibu atau puting susu dot untuknya
Lalu, gerakan refleks ini terjadi pada usia 0 s/d 5
bulan serta belum memerlukan ranah kognitif sebab sel-sel otaknya be lum
berfungsi matang sebagai alat pengendali.
Kedua, bekal kapasitas sensori berlaku bersamaan
dengan berlakunya refleks-refleks motor tadi bahkan kadang lebih baik. Hal ini
terbukti dengan adanya kemampuan pengaturan nafas, penyedotan dan tanda-tanda respons
terhadap stimulus. Juga adanya kemampuan mereka untuk membedakan suara keras
dan kasar dengan suara lembut ibunya dari pada ayahnya dan orang lain.
Dengan demikian, tahap sensori motor yang berlangsung
pada usia 0-2 tahun merupakan bagian dari perkembangan kognitif yang tampak
dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi stimulasi sensorik. Anak
membentuk representasi mental, dapat meniru tindakan masa lalu orang lain, dan
merancang sarana baru untuk memecahkan masalah dengan menggabungkan secara mental
skema dengan pengetahuan yang diperolehnya. Inteligensi anak masih bersifat
primitif yakni didasarkan pada perilaku terbuka (tindakan konkret dan bukan
imajiner atau yang hanya dibayangkan saja). Hal ini amat pe nting karena
menjadi fondasi untuk tipe-tipe intelegensi tertentu yang ak an dimiliki anak
kelak. Lalu, pada usia 18-24 bulan muncul kemampuan untuk mengenal objek
permanen atau telah menjadi cakap dalam berpikir simbolik
Sedangkan usia 2-7 tahun, si anak berada dalam
periode perkembangan kognitif pra-operasional yakni usia di mana penguasaan
sempurna akan objek permanen dimiliki. Artinya, si anak memiliki kesadaran akan
eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada. Juga mengembangkan peniruan
yang tertunda seperti ketika ia melihat perilaku orang lain seperti saat orang
merespons barang, orang, keadaan dan kejadian yang dihadapi pada masa lalu
Di samping itu juga anak mulai mampu memahami sebuah
keadaan yang mengandung masalah, setelah berpikir sesaat, lalu menemukan reaksi
‘aha’ yaitu pemahaman atau ilham spontan untuk memecahkan masalah versi
anak-anak. Akan tetapi, si anak belum bisa memahami jika terjadi perbedaan
pandangan dengan orang lain
4. Karakteristik Perkembangan Bahasa Anak
Kemampuan berbahasa anak terjadi
secara bertahap seiring dengan perkembangan kognitif, sosial emosional, fisik
dan lain sebagainya. Perkembangan bahasa anak dimulai dengan menangis. Sefeldt
da Nita B mengemukakan bahwa perkembangan bahasa anak usia 4-6 tahun secara
umum adalah sebagai berikut:
(1)
Perkembangan bahasa terjadi sangat cepat
(2)
Pada usia 3 tahun anak berbicara monolog, dan
usia 4 tahun menguasai 90% phonetic dan sintaksis, tetapi masih sangat umum
(3)
Anak sudah terlibat dalam percakapan dengan anak
atau orang dewasa lainnya
(4)
Di awal usia 5 tahun, anak sudah memiliki
perbendaharaan kata sebanyak 2500 kata
(5)
Anak sering mengalami kesulitan mengucapkan
suara huruf l,r, sh
(6)
Anak sering salah mengerti tentang kata-kata dan
digunakan sebagai humor
(7)
Anak menjadi pembicara yang tidak putus-putus
5. Karakteristik Perkembangan Motorik Anak
Pertumbuhan fisik pada setiap anak
tidak selalu sama. Ada yang mengalami pertumbuhan secara cepat, ada pula yang
lambat. Pada masa kanak-kanak pertambahan tinggi dan pertambahan berat badan
relatif seimbang. Perkembangan motorik anak terdiri dari dua, ada yang kasar
dan ada yang halus.
Perkembangan motorik kasar seorang
anak pada usia 3 tahun adalah melakukan gerakan sederhana seperti berjingkrak,
melompat, berlari ke sana ke mari dan ini menunjukkan kebanggaan dan prestasi.
Sedangkan usia 4 tahun, si anak tetap melakukan gerakan yang sama, tetapi sudah
berani mengambil resiko seperti jika si anak dapat naik tangga dengan satu kaki
lalu dapat turun dengan cara yang sama dan memperhatikan waktupada setiap
langkah. Lalu, pada usia 5 tahun si anak lebih percaya diri dengan mencoba
untuk berlomba dengan teman sebayanya atau orang tuanya.
6. Karakteristik Perkembangan Seni Anak
Piaget
dan Inhelder mengemukakan bahwa anak usia 2-5 tahun berada pada tahap
preskematik. Pada tahap ini anak dapat memikirkan suatu obyek dan mulai
mempresentasikannya dalam tulisan cakar ayam, tetapi masih memiliki sifat dan
fungsi yang berubah-ubah.
Karakteristik
perkembangan kecerdasan visual-spatial pada anak antara lain sebagai berikut:
(1) anak
menikmati dan melewatkan waktu luangnya dengan membuat ilustrasi, sketsa,
menggambar dan melukis
(2) anak
menikmati membuat barang-barang sederhana seperti menggulung tisu
(3) anak
senang bermain teka-teki dengan puzzle, maze, dan teka-teki visual lainnya
(4) anak
melihat gambaran yang jelas ketika berpikir
(5) anak
berimajinasi dan memiliki imajinasi yang aktif
(6) anak
senang bermain dengan balok-balok
(7) anak
menikmati berlatih sendiri dan menyukai pakaian warna-warni, serta mudah
memahami peta, bagan, dan diagram.
Permasalahan
Perkembangan Anak
a.
Permasalahan Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik
dan Motorik Anak
b.
Permasalahan Perkembangan Kognitif Anak
c.
Permasalahan Perkembangan Berbahasa Anak
d.
Permasalahan Perkembangan Sosial-Emosional Anak
e.
Permasalahan Perkembangan Nilai Moral Agama Anak
No comments:
Post a Comment