Friday, May 11, 2018

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN POTENSI PESERTA DIDIK


Teori Perkembangan
Menurut J.J Rousseau, pola pendidikan harus disesuaikan dengan tahap perkembangan psikologis atau kejiwaan anak. Rousseau yakin bahwa menjaga originalitas kealamiahan anak dapat dimungkinkan dengan jalan mengontrol pendidikan dan lingkungan anak berdasarkan pada analisis perbedaan tahap fisik dan psikologis sejak lahir hingga dewasa. Menurutnya, momentum untuk belajar disediakan oleh pertumbuhan manusia secara alami. “As we have seen he thought that momentum for learning was provided by growth of the person (nature)”[3] Rousseau membagi tahap perkembangan manusia ke dalam 5 tahap, dalam  bukunya yang berjudul Emile, ou L’Education:
1.         Tahap Pertama: Infancy atau Masa Asuhan (0-2 tahun). Maka pada usia ini anak balita harus dipupuk sifat alaminya untuk bergerak dan mencari perubahan dalam dunia sekitarnya.  Anak juga perlu dibantu untuk memanfaatkan kekuatan personal yang makin berkembang sehingga ia semakin mampu mengendalikan kebebasannya.
2.         Tahap kedua: The Age of Nature (2-12 tahun). Pada masa ini, anak perlu dilibatkan dalam sejumlah pengalaman yang melatih kemampuan jasmaninya; mempertajam ketrampilan (skill), khususnya yang menyokong pemenuhan kebutuhan hidupnya; mempertajam fungsi pancaindera; dan yang membimbingnya untuk bertindak baik.
3.         Tahap ketiga: Pre-adolescence atau Pra-remaja (12-15 tahun).  Anak pada masa ini perlu dilibatkan dalam berbagai tugas belajar yang berpusat pada penggunaan peralatan (tools) yang dipakai orang untuk mencari rejeki; perkembangan kemampuan ratio atau akal (dimensi intelektual), serta pertimbangan tindakan dan gagasan yang menolong anak menentukan mana yang benar dan berharga.
4.         Tahap keempat: Puberty atau Pubertas (15-20). Pada masa ini, anak (tepatnya remaja) didampingi untuk memahami dan mengerti makna persahabatan dan cintakasih, memahami orang lain seperti diri sendiri, mencari teman secara bijak, memeluk agama yang dapat dijelaskan dari segi alam, terlibat dalam masyarakat, dan dapat membedakan kebudayaan yang memperkaya diri ketimbang merusak moralnya..
      Teori Kohlberg telah menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap yaitu: Penalaran prakovensional, konvensional, dan pascakonvensional.
1) Tingkat Satu: Penalaran Prakonvesional
Penalaran prakonvensional adalah tingkat yang paling rendah dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral, penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman ekternal.
Contoh dalam dunia pendidikan: Peserta didik mau belajar kalau mendapatkan hadiah uang.
2) Tingkat Dua: Penalaran Konvensional
Penalaran konvensional adalah tingkat kedua atau tingkat menengah dari teori perkembangan moral Kohlberg. Seorang menaati standar-standar (internal) tertentu, tetapi mereka tidak mentaati standar-standar (internal) orang lain, seperti orangtua atau masyarakat.
Contoh: siswa di satu kesempatan mau belajar dengan tekun karena kesadaran sendiri tetapi tidak mau menaati perintah orang tua yang mengharuskan belajar dari pukul 19.00 sampai dengan pukul 21.00
3) Tahap Tiga: Penalaran Pascakonvensional
Penalaran pascakonvensional adalah tingkat tertinggi dari teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-standar orang lain. Seorang mengenal tindakan moral alternatif, menjajaki
pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode moral pribadi.
Contoh : Anak dengan penuh kesadaran menaati tata tertib sekolah baik diawasi atau tidak, ada sanksi atau tidak.

Empat Tahap Perkembangan Kognitif Peserta Didik Menurut Piaget
(1)   tahap sensori motor (0–2 tahun),
Pada tahap sensori motor (0-2 tahun) seorang anak akan belajar untuk menggunakan dan mengatur kegiatan fisik dan mental menjadi rangkaian perbuatan yang bermakna. Pada tahap ini, pemahaman anak sangat bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh dan alat-alat indera mereka.
(2)   tahap pra-operasional (2–7 tahun),
Pada tahap pra-operasional (2-7 tahun), seorang anak masih sangat dipengaruhi oleh hal-hal khusus yang didapat dari pengalaman menggunakan indera, sehingga ia belum mampu untuk melihat hubungan-hubungan dan menyimpulkan sesuatu secara konsisten.
(3)   tahap operasional konkret (7–11 tahun),
Pada tahap operasional konkret (7-11 tahun), umumnya anak sedang menempuh pendidikan di sekolah dasar. Di tahap ini, seorang anak dapat membuat kesimpulan dari suatu situasi nyata atau dengan menggunakan benda konkret, dan mampu mempertimbangkan dua aspek dari suatu situasi nyata secara bersamasama (misalnya, antara bentuk dan ukuran).
 (4) tahap operasional formal (11 tahun ke atas).
Pada tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun), kegiatan kognitif seseorang tidak mesti menggunakan benda nyata. Tahap ini merupakan tahapan terakhir dalam perkembangan kognitif.

Karakteristik Perkembangan Anak
Berdasarkan pendapat para ahli, terdapat sejumlah karakteristik perkembangan pada anak usia dini. Karakteristik yang akan diuraikan berikut meliputi; nilai moral dan agama, sosial-emosional, kognitif, bahasa, Fisik-Motorik, dan seni.
1. Karakteristik Perkembangan Nilai Moral dan Agama Anak
            Kohlberg mengemukakan bahwa perkembangan moral manusia berlangsung secara bertahap. Masing-masing tahap terdiri atas dua level. Dimulai dengan tahap prakonvensional anak mulai belajar moral dari inetraksinya dengan lingkungan. Semua sumber moral diterima melalui pengalaman inderawi yang menyenangkan. Pada tahap ini dimulai dengan level pertama, anak belajar moral berdasarkan orientasi pada kepatuhan dan hukuman.
            Anak mampu melakukan perilaku keagamaan secara berurutan dan mulai belajar membedakan perilaku baik dan buruk. Seiring dengan tahap berpikirnya, moralitas anak berkembang dilandasi cara berpikir anak. Kemampuan moral anak ini dimiliki anak ketika anak memasuki usia enam tahun.
2. Karakteristik Perkembangan Sosial Emosional Anak
            Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial anak dimulai dari sifat egosentrik, individual ke arah interaktif, komunal. Anak memandang sesuatu dari sisi “aku”nya saja, mereka tidak mengerti bahwa orang lain bisa berpandangan berbeda dengan dirinya.
            Perkembangan sosial meliputi dua aspek penting yaitu kompetensi sosial dan tanggung jawab sosial. Kompetensi sosial menggambarkan kemampuan anak untuk beradaptasi dengan lingkungan sosial secara efektif. Sedangkan tanggung jawab sosial ditunjukkan oleh komitmen anak terhadap tugas-tugasnya, menghargai perbedaan individual, memperhatikan lingkungannya, dan mampu menjalankan fungsinya sebagai warga negara yang baik. Jenis-jenis emosi dasar yang dapat dikembangkan pada anak usia dini adalah emosi gembira, marah, takut, dan sedih.
3. Karakteristi Perkembangan Kognitif Anak
Anak usia TK memiliki karakter yang unik, mereka berfikir sesuai dengan apa yang dilihatnya, tetapi masih melihat dan melakukan sesuatu sesuai dengan daya fantasinya, mereka suka meniru apa yang dilakukan orang lain. Menurut Peaget, seorang pakar psikologi kognitif dan psikologi anak, dapat disimpulkan 4 tahap perkembangan kognitif , yaitu:
a)      Tahap sensori motor, terjadi pada usia 0-2 tahun
b)      Tahap pra operasional, terjadi pada usia 2-7 tahun
c)      Tahap konkrit operasional, terjadi pada usia 7-11 tahun
d)     Tahap formal operasional, terjadi pada usia 11-15 tahun
Khusus untuk anak usia dini, tahapan perkembangan yang paling bisa dilihat adalah tahap 1 dan 2. Terdapat dua bekal kapasitas yang dibawa bayi sejak lahir.
Pertama, bekal kapasitas jasmani yang ditunj ukkan dengan dua gerakan refleks, yakni: grasp reflex berupa gerakan otomatis untuk menggenggam; dan rooting reflex berupa gerakan kepala dan mulut yang terjadi secara otomatis jika setiap kali pipinya disentuh, kepalanya akan berbalik atau bergerak ke arah datangnya rangsangan lalu mulutnya terbuka dan terus mencari hingga ketemu puting susu ibu atau puting susu dot untuknya
Lalu, gerakan refleks ini terjadi pada usia 0 s/d 5 bulan serta belum memerlukan ranah kognitif sebab sel-sel otaknya be lum berfungsi matang sebagai alat pengendali.
Kedua, bekal kapasitas sensori berlaku bersamaan dengan berlakunya refleks-refleks motor tadi bahkan kadang lebih baik. Hal ini terbukti dengan adanya kemampuan pengaturan nafas, penyedotan dan tanda-tanda respons terhadap stimulus. Juga adanya kemampuan mereka untuk membedakan suara keras dan kasar dengan suara lembut ibunya dari pada ayahnya dan orang lain.
Dengan demikian, tahap sensori motor yang berlangsung pada usia 0-2 tahun merupakan bagian dari perkembangan kognitif yang tampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi stimulasi sensorik. Anak membentuk representasi mental, dapat meniru tindakan masa lalu orang lain, dan merancang sarana baru untuk memecahkan masalah dengan menggabungkan secara mental skema dengan pengetahuan yang diperolehnya. Inteligensi anak masih bersifat primitif yakni didasarkan pada perilaku terbuka (tindakan konkret dan bukan imajiner atau yang hanya dibayangkan saja). Hal ini amat pe nting karena menjadi fondasi untuk tipe-tipe intelegensi tertentu yang ak an dimiliki anak kelak. Lalu, pada usia 18-24 bulan muncul kemampuan untuk mengenal objek permanen atau telah menjadi cakap dalam berpikir simbolik 
Sedangkan usia 2-7 tahun, si anak berada dalam periode perkembangan kognitif pra-operasional yakni usia di mana penguasaan sempurna akan objek permanen dimiliki. Artinya, si anak memiliki kesadaran akan eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada. Juga mengembangkan peniruan yang tertunda seperti ketika ia melihat perilaku orang lain seperti saat orang merespons barang, orang, keadaan dan kejadian yang dihadapi pada masa lalu
Di samping itu juga anak mulai mampu memahami sebuah keadaan yang mengandung masalah, setelah berpikir sesaat, lalu menemukan reaksi ‘aha’ yaitu pemahaman atau ilham spontan untuk memecahkan masalah versi anak-anak. Akan tetapi, si anak belum bisa memahami jika terjadi perbedaan pandangan dengan orang lain
4. Karakteristik Perkembangan Bahasa Anak
Kemampuan berbahasa anak terjadi secara bertahap seiring dengan perkembangan kognitif, sosial emosional, fisik dan lain sebagainya. Perkembangan bahasa anak dimulai dengan menangis. Sefeldt da Nita B mengemukakan bahwa perkembangan bahasa anak usia 4-6 tahun secara umum adalah sebagai berikut:
(1)   Perkembangan bahasa terjadi sangat cepat
(2)   Pada usia 3 tahun anak berbicara monolog, dan usia 4 tahun menguasai 90% phonetic dan sintaksis, tetapi masih sangat umum
(3)   Anak sudah terlibat dalam percakapan dengan anak atau orang dewasa lainnya
(4)   Di awal usia 5 tahun, anak sudah memiliki perbendaharaan kata sebanyak 2500 kata
(5)   Anak sering mengalami kesulitan mengucapkan suara huruf l,r, sh
(6)   Anak sering salah mengerti tentang kata-kata dan digunakan sebagai humor
(7)   Anak menjadi pembicara yang tidak putus-putus

5. Karakteristik Perkembangan Motorik Anak
Pertumbuhan fisik pada setiap anak tidak selalu sama. Ada yang mengalami pertumbuhan secara cepat, ada pula yang lambat. Pada masa kanak-kanak pertambahan tinggi dan pertambahan berat badan relatif seimbang. Perkembangan motorik anak terdiri dari dua, ada yang kasar dan ada yang halus.
Perkembangan motorik kasar seorang anak pada usia 3 tahun adalah melakukan gerakan sederhana seperti berjingkrak, melompat, berlari ke sana ke mari dan ini menunjukkan kebanggaan dan prestasi. Sedangkan usia 4 tahun, si anak tetap melakukan gerakan yang sama, tetapi sudah berani mengambil resiko seperti jika si anak dapat naik tangga dengan satu kaki lalu dapat turun dengan cara yang sama dan memperhatikan waktupada setiap langkah. Lalu, pada usia 5 tahun si anak lebih percaya diri dengan mencoba untuk berlomba dengan teman sebayanya atau orang tuanya.


6. Karakteristik Perkembangan Seni Anak
            Piaget dan Inhelder mengemukakan bahwa anak usia 2-5 tahun berada pada tahap preskematik. Pada tahap ini anak dapat memikirkan suatu obyek dan mulai mempresentasikannya dalam tulisan cakar ayam, tetapi masih memiliki sifat dan fungsi yang berubah-ubah.
            Karakteristik perkembangan kecerdasan visual-spatial pada anak antara lain sebagai berikut:
(1)     anak menikmati dan melewatkan waktu luangnya dengan membuat ilustrasi, sketsa, menggambar dan melukis
(2)     anak menikmati membuat barang-barang sederhana seperti menggulung tisu
(3)     anak senang bermain teka-teki dengan puzzle, maze, dan teka-teki visual lainnya
(4)     anak melihat gambaran yang jelas ketika berpikir
(5)     anak berimajinasi dan memiliki imajinasi yang aktif
(6)     anak senang bermain dengan balok-balok
(7)     anak menikmati berlatih sendiri dan menyukai pakaian warna-warni, serta mudah memahami peta, bagan, dan diagram.

Permasalahan Perkembangan Anak
a.       Permasalahan Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik dan Motorik Anak
b.      Permasalahan Perkembangan Kognitif Anak
c.       Permasalahan Perkembangan Berbahasa Anak
d.      Permasalahan Perkembangan Sosial-Emosional Anak
e.       Permasalahan Perkembangan Nilai Moral Agama Anak  

No comments:

Post a Comment

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive