Pengertian dari bermain, permainan dan mainan, kata
“main” ini pada awalnya belum mendapat perhatian khusus dari para ahli ilmu
jiwa. Pada dasarnya arti dari permainan dan mainan adalah sama yaitu objek dari
bermain, sedangkan pengertian dari bermain itu sendiri memiliki beragam arti,
jika ditelusuri lebih jauh, orang yang paling berjasa dalam meletakkan dasar
dalam bermain adalah seorang filusuf dari Yunani yang bernama Plato. Menurut
Plato anak-anak akan lebih mudah mempelajari aritmatika dengan cara membagikan
sejumlah apel pada anak-anak. Juga melalui pembagian alat-alat permainan
miniatur balok-balok kepada anak berusia tiga tahun yang pada akhirnya akan
mengantar pada anak tersebut menjadi seorang ahli bangunan. Sehingga Plato
berpendapat bahwa bermain sebagai kegiatan yang mempunyai nilai praktis,
artinya bermain digunakan sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan
tertentu pada anak. (Myke S Tedjasaputra, 1).
Setelah ditelaah lebih jauh, bahwa dalam bermain
tidaklah semudah dari kata “Bermain”. Para
ilmuwan menemukan beberapa pendapat mengenai bermain, pendapat-pendapat
tersebut yaitu:
Tabel.
2.1. Teori-teori klasik
Teori
|
Penggagas
|
Tujuan bermain
|
Surplus energi
|
Schiller / spencer
|
Mengeluarkan energi berlebih
|
Reaksi
|
Lazarus
|
Memulihkan tenaga
|
Rekapitulasi
|
G Stanley Hall
|
Memunculkan Instink Nenek Moyang
|
Praktis
|
Groos
|
Menyempurnakan Instink
|
Sumber : Johnson et al,(1999), hal 6.
Tabel. 2.2. Teori-Teori Modern
Teori
|
Peran Bermain Dalam Perkembangan Anak
|
Psikoanalitik
|
Mengatasi
pengalaman traumatic, coping terhadap frustasi
|
Kognitif-Piaget
|
Mempraktekan
dan melakukan konsolidasi konsep-konsep serta keterampilan yang telah
dipelajari sebelumnya
|
Kognitif-Vygotsky
|
Memajukan
berpikir abstrak; belajar dalam kaitan ZPD; pengaturan diri
|
Kognitif-Bruner/
Sutton-Smith
|
Memunculkan
fleksibilitas perilaku dan berpikir; imajinasi dan narasi
|
Singer
|
Mengatur kecepatan
stimulasi dari dalam dan dari luar
|
Arousal
Modulation
|
Tetap membuat
anak terjaga pada tingkat optimal dengan menambah stimulasi
|
Bateson
|
Memajukan
kemampuan untuk memahami berbagai tingkatan makna
|
Sumber : Johnson
et al, (1999), hal 9.
Teori-teori klasik:
1.
Surplus Energi mengandung pengertian bahwa dalam kegiatan bermain seperti
berlari, melompat dan bergulingan yang menjadi ciri khas bermain pada anak-anak
dan diumpamakan seperti sistem kerja air atau gas yang akan menekan kesegala
arah untuk menemukan penyaluran, tekanan akan lebih kuat jika volumenya sudah
melebihi daya tampung. Hal ini disamakan dengan kegiatan anak yang mempunyai
energi lebih, sehingga anak-anak sering melompat, berlari bahkan bergulingan.
Tetapi teori ini mendapat tentangan dari berbagai kalangan karena dalam
kenyataannya anak-anak akan cepat-cepat menyelesaikan tugasnya bila sudah
dijanjikan boleh bermain jika tugasnya telah selesai dikerjakan, dan bayi yang
sudah mengantuk seringkali tetap ingin bermain dengan mainannya, sehingga
terlihat jelas bahwa bermain bukan karena kelebihan energi.
2. Teori
reaksi mengandung pengertian bahwa bermain adalah sarana untuk memulihkan
tenaga, dengan melihat pada contoh orang dewasa yang suka bermain selepas
bekerja, seperti bermain catur dan sebagainya.
3. Dalam
teori Rekapitulasi seorang anak kecil yang baru lahir disamakan dengan semua
mahluk hidup anak yang mempunyai kebiasaan memanjat pohon dan berayun-ayun pada
dahan merupakan pencerminan dari kebiasaan monyet, anak yang suka berkemah, berperahu,
memancing dan berburu bersama merupakan cerminan dari masyarakat primitif.
4. Sedangkan
dalam teori Groos bahwa bermain sebagai sarana latihan dan mengelaborasikan
keterampilan yang diperlukan saat dewasa nanti. Seperti bayi berceloteh untuk
melatih otot-otot lidah yang digunakan untuk berbicara.
Sedangkan dalam teori-teori yang diikuti perkembangan
zaman sehingga membuat teori-teori ini mengandung unsur ilmiah, tidak hanya
sekedar bukti-bukti yang ditemukan atau kebiasaan-kebiasaan mahluk hidup,
adapun teori-teori tersebut mengandung pengertian:
1. Teori
Psikoanalisa, menurut pandangan Sigmuned Freud bahwa bermain sama dengan
fantasi atau lamunan, melalui bermain atau berfantasi seseorang dapat
memproyeksikan harapan-harapan maupun konflik pribadi, sebagai contoh setelah
mendapat hukuman fisik dari guru, anak dapat menyalurkan perasaan marahnya
dengan cara memukul boneka dan berfantasi seolah-olah boneka itu guru yang
telah menghukumnya. Jadi dalam hal ini Freud tidak mengemukakan bermain tetapi
memandang bermain sebagai cara yang digunakan anak untuk mengatasi masalah.
2. Teori
Kognitif yang dikemukakan oleh Jean Piaget mengenai perkembangan intelektual
anak, bahwa seorang anak menjalani tahapan perkembangan kognisi sampai akhirnya
proses berpikir anak menyamai proses berpikir orang dewasa. Menurut Jean Piaget
dalam proses belajar perlu adaptasi, yaitu adaptasi yang membutuhkan
keseimbangan asimilasi dan akomodasi, yang mengandung pengertian:
a. Asimilasi
yaitu proses penggabungan informasi baru yang ditemui dalam realitas dengan
struktur kognisi seseorang.
b. Akomodasi
adalah mengubah struktur kognisi seseorang untuk disesuaikan, diselaraskan
dengan atau meniru apa yang diamati dalam realitas.
3. Teori
Kognitif berdasarkan Lev Vygotsky yang meyakini bahwa bermain mempunyai peran
langsung terhadap perkembangan kognisi seorang anak, Vygotsky memandang anak
kecil tidak mampu berpikir abstrak karena bagi mereka Meaning (makna) dan objek
berbaur menjadi satu. Seperti contoh anak-anak bermain kuda-kudaan dengan
sepotong kayu tanpa melihat kuda itu sendiri. Dan akhirnya anak dapat berpikir
abstrak bahwa sepotong kayu tersebut adalah objek pengganti dari kuda.
Vygotsky membedakan dua tahapan perkembangan, yaitu:
a. Aktual
(Independence Performance)
b. Potensial
(Assisted Performance)
Vygotsky juga mengungkapkan ZPD (Zone Of Proximal Develovment) yaitu jarak antara tahap aktual dan
potensial. Potensi dalam ZPD adalah kondisi transisi dimana anak membutuhkan
bantuan khusus atau Secafolding (bantuan dari yang lebih ahli) untuk bisa
meraih apa yang ingin mereka capai, dalam bermain anak dapat menciptakan
secafolding sendiri baik dalam control diri, penggunaan bahasa, daya ingat,
dankerjasama dengan teman yang lain.
Misalnya seorang
anak yang rewel selalu menangis kalau disuruh tidur, tetapi dalam bermain
pura-pura dia akan ketempat tidur tanpa menangis.
4. Menurut
Jerome Brunner, Sutton Smith,dan Singer ketiganya mempunyai prinsip yang sama,
yaitu bahwa bermain adalah tahap permulaan daripengembangan kreativitas dan
fleksibilitas. Jadi dalam bermain anak-anak dapat menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
No comments:
Post a Comment