a.
Perkembangan fisik
Perkembangan fisik merupakan
dasar bagi kemajuan perkembangan berikutnya. Dengan meningkatnya pertumbuhan
tubuh, baik menyangkut ukuran berat dan tinggi, maupun kekuatannya memungkinkan
anak untuk dapat lebih mengembangkan keterampilan fisiknya, dan eksplorasi
terhadap lingkungannya dengan tanpa bantuan dari orangtuanya.
Proporsi tubuh berubah secara
dramatis, seperti pada usia tiga tahun, rata-rata tingginya sekitar 80-90 cm,
dan beratnya sekitar 10-13 kg, sedangkan pada usia lima tahun, tingginya sudah
mencapai 100-110 cm. Tulang kakinya tumbuh dengan cepat, namun pertumbuhan
tengkoraknya tidak secepat usia sebelumnya. Pertumbuhan tulang-tulangnya
semakin besar dan kuat. Pertumbuhan giginya semakin lengkap/komplit sehingga
dia sudah menyenangi makanan padat, seperti daging, sayuran, buah-buahan dan
kacang-kacangan.
Pertumbuhan otaknya pda usia
lima tahun sudah mencapai 75% dari ukuran orang dewasa dan 90% pada usia enam
tahun. Pada usia ini juga terjadinya pertumbuhan ”myelinization” (lapisan urat syaraf dalam otak yang terdiri dari
bahan penyekat berwarna putih, yaitu myelin) secara sempurna. Lapisan urat
syaraf ini membantu transmisi impul-impul syaraf secara cepat, yang
memungkinkan pengontrolan terhadap kegiatan-kegiatan motorik lebih seksama dan
efisien.
Di samping itu pada usia dini
banyak juga perubahan fisiologis lainnya seperti:
- pernapasan
menjadi lebih lambat dan mendalam
- denyut
jantung lebih lambat dan menetap.
Untuk perkembngan fisik anak
sangat diperlukan gizi yang cukup, baik protein (untuk membangun sel-sel
tubuh), vitamin dan mineral (untuk pertumbuhan struktur tubuh), dan carbohydrat (untuk energi). Kekurangan
gizi (malnutrisi) dapat mengakibatkan kecacatan tubuh, dan kelemahan mental.
Lebih jauh anak akan rentan (mudah terkena) penyakit atau infeksi, baik mata,
telinga, maupun sistem pernapasan. Mereka kurang memiliki kemampuan atau
kesiapan mental dan fisik.
Perkembangan fisik anak
ditandai dengan berkembangnya kemampuan atau keterampilan motorik, baik yang
kasar maupun yang lembut. Kemampuan motorik tersebut dapat dideskripsikan
sebagai berikut :
USIA
|
KEMAMPUAN MOTORIK KASAR
|
KEMAMPUAN MOTORIK LEMBUT/HALUS
|
3 - 4 tahun
4 – 6 tahun
|
1. Naik dan turun tangga
2. Meloncat dengan dua kaki
3. Melempar bola
1. Meloncat
2. Mengendarai sepeda anak
3. Menangkap bola
4. Bermain olah raga
|
1. Menggunakan krayon
2. Menggunakan benda/alat
3. Meniru bentuk (meniru
Gerakan orang lain)
1. Menggunakan Pensil
2. Menggambar
3. Memotong dengan gunting
4. Menulis huruf cetak
|
Dalam rangka membantu
perkembangan fisik anak maka guru Taman Kanak-Kanak seyogyianya memberikan
bimbingan kepada mereka agar memiliki kesadaran akan kemampuan sensorisnya, dan
juga memiliki sikap yang positif terhadap dirinya. Bimbingan guru berkaitan
dengan perkembangan aspek-aspek berikut :
- Pengenalan/pengetahuan
akan namanya dan bagian-bagian tubuhnya.
- Kemampuan
untuk mengidentifikasi fungsi-fungsi tubuh.
- Pemahaman
bahwa walaupun setiap individu berbeda dalam penampilannya, seperti
perbedaaan dalam warna kulit, warna rambut dan mata namun semua orang
memiliki kesamaan karakteristik fisik yang sama.
b.
Perkembangan kognitif (intelektual)
Menurut Piaget perkembangan kognitif pada usia ini berada pada periode preoperational, yaitu tahapan dimana
anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis. Yang dimaksud dengan
operasi adalah kegiatan-kegiatan yang diselesaikan secara mental dan fisik.
Periode ini ditandai dengan berkembangnya representasi atau “symbolic function” yaitu kemampuan
menggunakan sesuatu untuk merepresentasikan (mewakili) sesuatu yang lain dengan
menggunakan simbol (kata-kata, gesture/bahasa gerak, dan tanda).
Melalui kemampuan di atas, anak mampu berimajinasi atau berkreasi tentang
berbagai hal. Dia dapat menggunakan kata-kata, peristiwa dan benda untuk
melambangkan yang lainnya. Anak usia 4 tahun mungkin dapat menggunakan kata
”kapal terbang”, sebagai tanda tentang kapal terbang, atau menggunakan benda
”kapal terbang” untuk melambangkan sebuah kapal terbang yang sebenarnya.
Meskipun berpikir melalui simbol ini dipandang lebih maju dari berpikir
periode sensorimotor, namun kemampuan berpikir ini masih mengalami
keterbatasan. Keterbatasan yang
menandai, atau yang menjadi karakteristik periode preoperasional ini adalah
sebagai berikut :
- Egosentrisme,yang
maksudnya bukan ”selfishness”
(egois) atau arogan (sombong), namun merujuk kepada (1) diferensiasi diri,
lingkungan orang lain yang tidak sempurna, dan (2) kencenderungan untuk
mempersepsi, memahami dan menafsirkan sesuatu berdasarkan sudut pandang
sendiri. Salah satu implikasinya, anak tidak dapat memahami persepsi
konseptual orang lain.
- Kaku
dalam berpikir. Salah satu karakteristik berpikir preoperasional adalah
kaku (frozen). Salah satu contohnya, berpikir itu bersifat centration (memusat), yaitu kecenderungan
berpikir atas dasar satu dimensi, baik mengenai objek atau peristiwa, dan
tidak menolak dimensi-dimensi lainnya.
- Semilogical reasoning. Anak-anak mencoba untuk menjelaskan
peristiwa-peristiwa alam yang misterius, yang dialaminya dalam kehidupan
sehari-hari. Salah satu pemecahannya dalam menjelaskan yaitu dianalogikan
dengan tingkah laku manusia.
c.
Perkembangan emosi
Pada usia 4 tahun, anak sudah mulai menyadari akunya, bahwa akunya
(dirinya) berbeda dengan bukan Aku (orang lain atau benda). Kesadaran ini
diperoleh dari pengalamannya, bahwa tidak setiap keinginannya dipenuhi oleh
orang lain atau benda lain. Dia menyadari bahwa keinginannya berhadapan dengan
keinginan orang lain sehingga orang lain tidak selamanya memenuhi keinginannya.
Bersamaan dengan itu, berkembang
pula perasaan harga diri yang menuntut pengakuan dari lingkungannya. Jika
lingkungannya (terutama orangtuanya) tidak mengakui harga diri anak, seperti
memperlakukan anak secara keras, atau kurang menyayanginya, maka pada diri anak
akan berkembang sikap-sikap (a) keras kepala/menentang, atau (b) menyerah
menjadi penurut yang diliputi rasa harga diri kurang dengan sifat pemalu.
Beberapa emosi yang berkembang
pada masa anak yaitu sebagai berikut :
1) Takut, yaitu perasaan terancam oleh suatu
objek yang dianggap membahayakan. Rasa takut terhadap sesuatu berlangsung
melalui tahapan :
a) mula-mula tidak takut, karena anak belum sanggup melihat kemungkinan
bahaya yang terdapat dalam objek
b) timbul rasa takut setelah
mengenal adanya bahaya dan
c) rasa
takut bisa hilang kembali setelah mengetahui cara-cara menghindar dari bahaya.
2)
Cemas, yaitu
perasaan takut yang bersifat khayalan, yang tidak ada objeknya. Kecemasan ini
muncul mungkin dari situasi-situasi yang dikhayalkan, berdasarkan pengalaman
yang diperoleh baik perlakuan orangtua, buku-buku bacaan/komik, radio, atau
film.
3)
Marah, yaitu merupakan perasaan tidak senang atau benci
baik terhadap orang lain, diri sendiri,
atau objek tertentu, yang diwujudkan dalam bentuk verbal (kata-kata
kasar/makian/sumpah serapah), atau nonverbal (seperti mencubit, memukul,
menampar, menendang dan merusak). Perasaan marah ini merupakan reaksi terhadap
situasi frustasi yang dialaminya.
4)
Cemburu, yaitu perasaan tidak senang terhadap orang
lain yang dipandang telah merebut kasih sayang dari seseorang yang telah
mencurahkan kasih sayang kepadanya. Sumber yang menimbulkan rasa cemburu selalu
bersifat situasi sosial, hubungan dengan orang lain. Perasaan cemburu ini
diikuti dengan ketegangan, yang biasanya dapat diredakan dengan reaksi-reaksi:
a) agresif atau permusuhan
terhadap saingan;
b) regresif
yaitu perilaku kekanak-kanakan, seperti mengompol, atau mengisap jempol,
c) sikap tidak peduli dan
d) menjauhkan diri dari saingan.
d.
Perkembangan sosial
Pada usia prasekolah perkembangan anak sudah nampak jelas, karena mereka
sudah mulai aktif berhubungan dengan teman sebayanya. Tanda-tanda perkembangan
sosial pada tahap ini adalah :
1)
Anak mulai mengetahui aturan-aturan baik di lingkungan
keluarga maupun dalam lingkungan bermain
2) Sedikit demi sedikit anak sudah mulai
tunduk pada peraturan
3) Anak mulai menyadari hak atau kepentingan
orang lain
4) Anak mulai dapat bermain bersama-sama
anak-anak lain atau teman sebaya
Perkembangan sosial anak
sangat dipengaruhi oleh iklim sosiopsikologis keluarganya. Apabila di
lingkungan keluarga tercipta suasana yang harmonis, saling memperhatikan,
saling membantu (bekerja sama) dalam menyelesaikan tugas-tugas keluarga atatu
anggota keluarga, terjalin komunikasi antar anggota keluarga, dan konsisten
dalam melaksanakan aturan, maka anak akan memiliki kemampuan atau penyesuaian
sosial dalam hubungan dengan orang lain.
e.
Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa anak usia prasekolah, dapat diklasifikasikan ke dalam
dua tahap yaitu :
1. Masa ketiga
(2,0-2,6) yang bercirikan :
- Anak
sudah mulai bisa menyusun kalimat tunggal yang sempurna
- Anak
sudah mampu memahami tentang perbandingan, misalnya burung pipit lebih
kecil dari burung perkutut
- Anak
banyak menanyakan nama dan tempat : apa, dimana, dan dari mana
- Anak
sudah banyak menggunakan kata-kata yang berawalan dan yang berakhiran
2. Masa keempat (2,6-6,0) yang bercirikan :
- Anak
sudah dapat menggunakan kalimat majemuk beserta anak kalimatnya
- Tingkat
berpikir anak sudah lebih maju, anak banyak menanyakan soal waktu – sebab
akibat melalui pertanyaan-pertanyaan,kapan, kemana, mengapa, dan
bagaimana.
f.
Perkembangan moral
Pada masa ini, anak sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas terhadap
kelompok sosialnya (orangtua, saudara dan teman sebaya). Melalui pengalaman
berinteraksi dengan orang lain (orangtua, saudara dan teman sebaya) anak
belajar memahami tentang kegiatan atau perilaku mana yang
baik/boleh/diterima/disetujui atau buruk/tidak boleh/ditolak/tidak disetujui.
Berdasarkan pemahamannya itu, maka pada masa ini anak harus dilatih atau
dibiasakan mengenai bagaimana dia harus bertingkah laku (seperti mencuci tangan
sebelum makan, menggosok gigi sebelum tidur, dan membaca Basmallah sebelum makan).
g.
Perkembangan kepribadian
Masa ini lazim disebut masa
Trotzalter, periode perlawanan atau masa krisis pertama. Krisis ini terjadi
karena ada perubahan yang hebat dalam dirinya, yaitu dia mulai sadar akan
aku-nya, dia menyadari bahwa dirinya terpisah dari lingkungan atau orang lain,
dia suka menyebut nama dirinya apabila berbicara dengan orang lain. Dengan
kesadaran ini anak menemukan bahwa ada dua pihak yang berhadapan yaitu
(Aku-nya) dan orang lain (orangtua, saudara dan teman sebaya).
h.
Perkembangan kesadaran beragama
Kesadaran beragama pada usia ini ditandai dengan
ciri-ciri sebagai berikut :
- Sikap keagamaannya bersifat reseptif (menerima) meskipun banyak bertanya
- Pandangan
ketuhanannya bersifat anthropormorph
(dipersonifikasikan)
- Penghayatan
secara rohaniah masih superficial
(belum mendalam) meskipun mereka telah melakukan atau berpartisipasi dalam
berbagai kegiatan ritual.
- Hal
ketuhanan dipahamkan secara ideosyncritic
(menurut khayalan pribadinya) sesuai dengan taraf berpikirnya yang masih
bersifat egosentrik (memandang segala sesuatu dari sudut dirinya).
Pengetahuan
anak tentang agama terus berkembang berkat (1) mendengarkan ucapan-ucapan
orangtua; (2) melihat sikap dan perilaku orangtua dalam mengamalkan ibadah; dan
(3) pengalaman dan meniru ucapan dan perbuatan orangtuanya.
Sesuai
dengan perkembangan intelektualnya (berpikirnya) yang terungkap dalam kemampuan
berbahasa, yaitu sudah dapat membentuk kalimat, mengajukan pertanyaan dengan
kata-kata: apa, siapa, dimana, dari mana dan kemana, maka pada usia ini kepada
anak sudah dapat diajarkan syahadat, bacaan dan gerakan salat, do’a-do’a dan
Al-Qur’an.
Mengajarkan
salat pada usia ini dalam rangka memenuhi tuntunan Rasulullah, yaitu bahwa
orangtua harus menyuruh anaknya salat pada usia tujuh tahun, ”muruu auladakum bisholaat sab’usiniin”
(suruhlah anak-anakmu salat pada usia 7 tahun). Dengan demikian, mengajarkan
bacaan dan gerakan salat pada usia ini adalah dalam rangka mempersiapkan dia
untuk dapat melaksanakan salat pada usia tujuh tahun tersebut.
Adapun
doa-doa yang diajarkan: (1) doa sebelum makan dan sesudahnya; (2) doa berangkat
dari rumah; (3) doa tidur; (4) doa untuk orangtua; (5) doa
keselamatan/kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Di
samping mengajarkan hal-hal di atas, kepada anak pun diajarkan atau dilatihkan
tentang kebiasaan-kebiasaan melaksanakan akhlakul karimah seperti :
(1)
mengucapkan
salam
(2)
membacakan
basmallah pada saat akan mengerjakan sesuatu
(3)
membaca
hamdallah pada saat mendapatkan kenikmatan dan setelah mengerjakan sesuatu
(4)
menghormati
orang lain
(5)
memberi
shodaqoh
(6)
memelihara
kebersihan (kesehatan) baik diri sendiri maupun lingkungan (seperti mandi,
menggosok gigi, dan membuang sampah pada tempatnya).
Mengenai
pentingnya menanamkan nilai-nilai agama kepada anak usia ini, Zakiyah Darajat
(1970 : 111) mengemukakan bahwa umur Taman Kanak-Kanak adalah umur yang paling
subur untuk menanamkan kebiasaan – kebiasaan yang sesuai dengan ajaran agama,
melalui permainan dan perlakuan dari orangtua dan guru. Keyakinan dan
kepercayaan guru Taman Kanak-Kanak itu akan mewarnai pertumbuhan agama pada
anak.
No comments:
Post a Comment