KEBAIKAN,
KEBAJIKAN, DAN KEBAHAGIAAN
A.
KEBAIKAN
1.
Tidak semua kebaikan merupakan kebaikan akhlak.
Suatu
tembakan yang “baik” dalam pembunuhan, dapat merupakan perbuatan
akhlak
yang buruk.
Secara
umum kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan dan
menjadi
tujuan manusia. Tingkah laku manusia adalah baik dan benar, jika
tingkah
laku tersebut menuju kesempurnaan manusia. Kebaikan disebut nilai
(value),
apabila kebaikan itu bagi seseorang menjadi yang konkrit.
2.
Manusia menentukan tingkah lakunya untuk tujuan dan memilih jalan yang
ditempuh.
Pertama
kali yang timbul dalam jiwa adalah tujuan itu, dalam pelaksanaannya
yang
pertama diperlukan adalah jalan-jalan itu. Jalan yang ditempuh
mendapatkan
nilai dari tujuan akhir.
Tujuan
harus ada, supaya manusia dapat menentukan tindakan pertama. Kalau
tidak,
manusia akan hidup secara serampangan. Tetapi bisa juga orang
mengatakan
hidup secara serampangan menjadi tujuan hidupnya. Akan tetapi
dengan
begitu manusia tidak akan sampai kepada kesempurnaan kebaikan selaras
dengan
derajat manusia.
Manusia
harus mempunyai tujuan akhir untuk arah hidupnya.
3.
Untuk tiap manusia, hanya terdapat satu tujuan akhir
Seluruh
manusia mempunyai sifat serupa dalam usaha hidupnya, yaitu menuntut
kesempurnaan.
Tujuan
akhir selamnya merupakan kebaikan tertinggi, baik manusia itu
mencarinya
dengan kesungguhan atau tidak. Tingkah laku atau perbuatan
menjadi
baik dalam arti akhlak, apabila membimbing manusia ke arah tujuan
akhir,
yaitu dengan melakukan perbuatan yang membuatnya baik sebagai
manusia.
(Apakah itu ?)
4.
Kesusilaan
a.
Kebaikan atau keburukan perbuatan manusia
Objektif
Subjektif
Batiniah
Lahiriah
-
Keadaan perseorangan tidak dipandang.
-
Keadaan perseorangan diperhitungkan.
-
Berasal dari dalam perbuatan sendiri (Kebatinan,
Instrinsik).
-
Berasal dari perintah atau larangan Hukum Positif
(Ekstrintik).
Persoalannya
: Apakah seluruh kesusilaan bersifat lahiriah dan menurut
tata
adab saja ataukah ada kesusilaan yang batiniah yaitu :
yang
terletak dalam perbuatan sendiri.
b.
Unsur-unsur yang menentukan kesusilaan
Ada
3 unsur :
1)
Perbuatan itu sendiri, yang dikehendaki pembuat ditinjau dari sudut
kesusilaan.
2)
Alasan (motif). Apa maksud yang dikehendaki pembuat dengan
perbuatannya.
Apa dorongan manusia melaksanakan perbuatannya.
3)
Keadaan, gejala tambahan yang berhubungan dengan perbuatan itu.
Seperti
: Siapa, Di mana, Apabila, Bagaimana, Dengan alat apa, Apa, dan
lain
sebagainya.
c.
Penggunaan Praktis
1)
Perbuatan yang dengan sendirinya jahat, tak dapat menjadi baik atau netral
karena
alasan atau keadaan. Biarpun mungkin taraf keburukannya dapat
berubah
sedikit, orang tak boleh berbuat jahat untuk mencapai kebaikan.
2)
Perbuatan yang baik, tumbuh dalam kebaikannya, karena kebaikan alasan
dan
keadaannya. Suatu alasan atau keadaan yang jahat sekali, telah cukup
untuk
menjahatkan perbuatan. Kalau kejahatan itu sedikit, maka kebaikan
perbuatannya
hanya akan dikurangi.
3)
Perbuatan netral memperoleh kesusilaannya, karena alasan dan
keadaannya.
Jika ada beberapa keadaan, baik dan jahat, sedang perbuatan
itu
sendiri ada baik dan jahat, sedang perbuatan itu sendiri ada baik atau
netral,
dipergunakan “Asas Akibat Rangkap”, yang tidak berlaku bagi
alasan
atau maksud, karna itu selamanya dikehendaki langsung.
d.
Dalam praktek, tak mungkin ada perbuatan kemanusiaan netral, sebabnya
perbuatan
itu setidak-tidaknya secara implisit mempunyai tujuan. Kesusilaan
tidak
semata-mata hanya tergantung pada maksud dan kemauan baik, orang
harus
menghendaki kebaikan. Perbuatan lahiriah, yang diperintahkan
kemauan
baik, didasari oleh kemauan perbuatan batiniah.
B.
KEBAJIKAN
1.
Kebiasaan (habit) merupakan kualitas kejiwaan, keadaan yang tetap, sehingga
memudahkan
pelaksanaan perbuatan.
Kebiasaan
disebut “kodrat yang kedua”. Ulangan perbuatan memperkuat
kebiasaan,
sedangkan meninggalkan suatu perbuatan atau melakukan perbuatan
yang
bertentangan akan melenyapkan kebiasaan.
Kebiasaan
dalam pengertian yang sebenarnya hanya ditemukan pada manusia,
karena
hanya manusia yang dapat dengan sengaja, bebas, mengarahkan
kegiatannya.
2.
Kebiasaan yang dari sudut kesusilaan baik dinamakan kebajikan (virtue),
sedangkan
yang jahat, buruk, dinamakan kejahatan (vice).
Kebajikan
adalah kebiasaan yang menyempurnakan manusia.
“Kebajikan
adalah pengetahuan, kejahatan ketidaktahuan. Tidak ada orang
berbuat
jahat dengan sukarela” (Socrates).
“Keinginan
manusia dapat menentang akal, dan akal tidak mempunyai kekuasaan
mutlak
atas keinginan, kecuali kekuasaan tidak langsung. Keinginan harus dilatih
untuk
tunduk kepada budi”. (Aristoteles).
3.
Kebajikan budi menyempurnakan akal menjadi alat yang baik untuk menerima
pengetahuan.
Bagi budi spekulatif kebajikan disebut pengertian, pengetahuan.
Bagi
budi praktis disebut kepandaian, kebijaksanaan.
Kebajikan
kesusilaan menyempurnakan keinginan, yaitu dengan cara tengah.
4.
Kebajikan pokok, adalah kebajikan susila yang terpenting, meliputi :
a)
Menuntut keputusan budi yag benar guna memilih alat-alat dengan tepat
untuk
tujuan yang bernilai (kebijaksanaan).
b)
Pengendalian keinginan kepada kepuasan badaniah (pertahanan/pengendalian
hawa
nafsu inderawi).
c)
Tidak menyingkir dari kesulitan (kekuatan).
d)
Memberikan hak kepada yang memilikinya (keadilan).
C.
KEBAHAGIAAN
1.
Kebahagiaan Subjektif
a)
Manusia merasa kosong, tak puas, gelisah, selama keinginannya tak
terpenuhi.
Kepuasan
yang sadar, yang dirasakan seseorang karena keinginannya
memiliki
kebaikan sudah terlaksana, disebut kebahagiaan. Ini merupakan
perasaan
khas berakal budi. Kebahagiaan sempurna terjadi, karena kebaikan
sempurna
dimiliki secara lengkap, sehingga memenuhi seluruh keinginan kita,
yang
tidak sempurna/berisi kekurangan.
b)
Seluruh manusia mencari kebahagian, karena tiap orang berusaha memenuhi
keinginannya.
Kebahagiaan merupakan dasar alasan, seluruh perbuatan
manusia.
Tetapi terdapat perbedaan tentang apa yang akan menjadi hal yang
memberikan
kebahagiaan.
Biarpun
seseorang memilih kejahatan, tetapi secara implisit ia memilihnya
untuk
mengurangi ketidakbahagiaan.
c)
Apakah kebahagiaan sempurna dapat dicapai ?
Kaum
Ateis, kalau konsekuen, harus mengatakan kebahagiaan sempurna itu
tidak
ada. Karena mereka semata-semata membatasi kehidupan pada duniawi
dan
mengingkari hal yang bersifat supra-natural.
Beberapa
jalan fikiran yang perlu dipertimbangkan, yang menganggap
kebahagiaan
sempurna itu dapat dicapai, adalah :
1)
Manusia mempunyai keinginan akan bahagia sempurna.
2)
Keinginan tersebut merupakan bawaan kodrat manusia, yang merupakan
dorongan
pada alam rohaniah yang bukan sekedat efek sampingan.
3)
Keinginan tersebut berasal dari sesuatu yang transenden.
4)
Sifat bawaan tersebut dimaksudkan untuk mencapai kesempurnaan yang
sesuai
dengan harkat manusia.
d)
Pada manusia terdapat pula keinginan yang berasal dari nafsu-serakahnya.
Sehingga
seringkali menutup keinginan menutup keinginan yang berasal dari
sanubarinya.
2.
Kebahagiaan Objektif
a)
Manusia berusaha melaksanakan dalam dirinya suasana kebahagiaan
(sempurna)
yang tetap. Ini tujuan subjektif bagi manusia.
Pertanyaan
: Apakah objek yang dapat memberikan kepada manusia suasana
kebahagiaan
sempurna ?. Apakah tujuan akhir manusia yang bersifat lahiriah
dan
objektif ?
Terdapat
berbagai aliran :
1)
Hedonisme
Kebahagiaan
adalah kepuasaan jasmani, yang dirasa lebih insentif dari
kepuasan
rohaniah.
2)
Epikurisme
Suasana
kebahagiaan, ketentraman jiwa, ketenangan batin, sebanyak
mungkin
menikmati, sedikit mungkin menderita. Oleh sebab itu harus
membatasi
keinginan, cita-cita yang baik adalah menghilangkan keinginan
yang
tak dapat dicapai.
3)
Utilitarisme
Kebahagiaan
adalah faedah bagi diri sendiri maupun masyarakat.
Jeremy
Bentham (1748-1832)
Bersifat
utilitaris kepada kependidikan umum, tetapi karena masih
mengingat
kepentingan individu sebagai anggota masyarakat-ukurannya
kuantitatif.
John
Stuart Mill (1806-1873)
Utilitarisme
telah mencapai perkembangan sepenuhnya yang bersifat
altruistik.
Tiap orang harus menolong untuk kebahagiaan tertinggi, bagi
manusia
banyak-ukurannya kualitatif.
4)
Stoisisme (Mazhab Cynika Antisthenes)
Kebahagiaan
adalah melepaskan diri dari tiap keinginan, kebutuhan,
kebiasaan,
atau ikatan. Kebahagiaan tidak terlepas pada hal tersebut.
Tidak
terletak dalam kepuasan, tetapi pada “orang merasa cukup dengan
dirinya
sendiri” (Sutarkeia) ini merupakan kebaikan dan kebajikan.
Terikat
pada pribadi sendiri itu, adalah sifat yang dihargai oleh Stoa,
intisari
manusia dianggap manifestasi Logos (budi). Semangat ini pertama
kali
berkembang tahun 300 Masehi di Athena.
5)
Evolusionisme
Tujun
akhir manusia sebagai evolusi ke arah puncak tertinggi yang belum
diketahui
bentuknya.
Evolusionisme
merupakan ajaran kemajuan, pertumbuhan, yang selalu
dilakukan
manusia, kendatipun tujuan terakhir tak dikenal.
Herbert
Spencer (1820-1903)
Menghubungkan
evolusionisme dengan Etika Utilitarianism.
Thomas
Hill Green (1836-1882)
F.H.
Bradley (1846-1924)
Pelaksanaan
diri seseorang hanya mungkin kalau dilakukan dalam
hubungannya
dengan seluruh kemanusiaan, yang merupakan manifestasi
dari
yang mutlak yang selalu tumbuh.
Jhon
Dewey (1859-1952)
Pemikiran
hanyalah alat untuk bertindak (Intrumentalism). Tujuan adalah
pragmatik
(yang berguna).
b)
Pandangan tentang objek kebahagiaan
Apakah
objek itu, sejajar, lebih rendah, atau lebih tinggi dari manusia ?
1)
Apa yang lebih rendah dari manusia, tergolong pada benda-benda yang tak
dapat
memenuhi seluruh kepuasan manusia. Berpengaruh pada sebagian
kecil
kehidupan manusia. Bahkan seringkali menimbulkan ketakutan dan
kesusahan
serta seluruhnya akan ditingkalkan, apabila kita mati.
Oleh
sebab itu kekayaan, kekuasaan, tidak mungkin dapat merupakan
tujuan
akhir manusia, ia hanya sebagai alat.
2)
Kebutuhan hidup jasmani, sebagai kesehatan; kekuatan, keindahan,
tergolong
ketidaksempurnaan. Selain itu jasmani merupakan bagian
manusia
yang merasakan banyak kekurangan, bahkan banyak binatang,
melebihi
manusia dalam sifat-sifat jasmaniahnya.
3)
Kebutuhan jiwa adalah pengetahuan untuk kebajikan. Kebutuhan mulia
itu
sangat diharuskan untuk kebahagiaan. Tetapi pengetahuan tidak
merupakan
tujuan itu sendiri. Pengetahuan itu dapat juga dipergunakan
untuk
kejahatan. Kebajikan itu semata-mata hanya jalan yang lurus, tepat
ke
arah kebaikan tertinggi. Bukan tujuan.
4)
Apakah kebahagiaan sempurna terletak pada kepuasan seluruh orang,
jasmani
dan rohani ? Kepuasan, kegembiraan, selalu merupakan kesukaan,
kegembiraan
tentang sesuatu. Kesukaan adalah gejala yang mengiringi
perbuatan
dan lebih merupakan daya tarik untuk menggerakkan ke arah
tujuan.
Pencapaian tujuan akhir akan membawa kesukaan tertinggi.
Di
dunia ini, tak semua kesukaan dapat dicapai, dan apa yang kita capai,
tak
bersifat tetap dan pada ujungnya berakhir dengan maut. Perbuatan
baikpun
seringkali mendapat salah faham dan kurang terima kasih.
5)
Pelaksanaan diri tidak pula membawa kebahagiaan sempurna, karena
manusia
yang berkembang selengkapnya tak juga seluruhnya merasa puas
pada
dirinya sendiri. Selain itu, pelaksanaan diri itu hanya terdiri dari
pengumpulan
kebutuhan, yang tersebut di atas, dalam keadaan tidak
sempurna
dan tidak tetap.
6)
Kebahagiaan sempurna harus dicari pada sesuatu yang ada di luar
manusia.
Oleh sebab itu objek satu-satunya yang dapat memberi
kebahagiaan
sempurna pada manusia dan dengan sendirinya merupakan
tujuan
akhir objektif manusia adalah Tuhan.
c)
Di atas merupakan pembuktian dengan cara mengeliminasi objek yang tidak
lengkap.
Bukti secara positif, dengan memperlihatkan bahwa hanya Tuhan
yang
dapat memenuhi seluruh keinginan manusia, hanya Tuhan yang dapay
memberi
kebahagiaan yang sempurna. Jika tidak ada Tuhan, kebahagiaan
sempurna
tidak mungkin, karena akal manusia menuju seluruh kebenaran, dan
keinginan
menuju ke seluruh kebaikan. Untuk pelaksanaan bahagia
sempurna,
Tuhan saja cukup, ia tak terbatas, sehingga meliputi seluruh
kesempurnaan
dan lagi dalam taraf yang tertinggi.
d)
Untuk pengertian yang benar orang harus memikirkan :
1)
Kebahagiaan sempurna tidak berarti kebahagiaan yang tidak terbatas,
objek
tak terhingga tidak dimiliki dengan cara yang tak terhingga.
2)
Kodrat akal manusia terbatas, kekuatannya setiap saat juga terbatas.
Tetapi
datangnya kekuatan akal selalu tak terbatas, dan tak dapat
terpenuhi
dengan baik. Hanya yang tak berhingga yang dapat
memenuhinya.
Dalam hidup di dunia ini pengetahuan kita masih gelap
dan
tidak tetap, sehingga kebahagiaan yang sempurna tidak tercapai.
Pengetahuan
yang semakin sempurna akan tumbuh persesuaian dengan
peraturan
Tuhan.
3)
Objek kebahagiaan yang tarafnya rendah turut serta mengalami
kebahagiaan
dari yang bertaraf lebih tinggi. Intisari kebahagiaan terdiri
dari
kepuasaan akal dan kepuasan kehendak karena memiliki Tuhan.
Kepuasan
lainnya hanya merupakan cabang kebahagiaan yang menambah
kebahagiaan pokok
No comments:
Post a Comment