Sunday, November 26, 2017

Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Sengketa Wilayah di Laut Cina Selatan



Penyelesaian persoalan Laut Cina Selatan dengan kekuatan militer patut menjadi perhatian yang serius bagi Indonesia.Indonesia yang dihadapkan pada konstruksi sosial yang ada, perlu melakukan telaah terhadap berbagai langkah strategis terutama untuk mengkalkulasi potensi munculnya Cina sebagai ancaman utama bagi Asia Tenggara.Lebih jauh, fokus Indonesia yang menyadari bahwa instabilitas di kawasan berpeluang sebagai goncangan tersendiri bagi keutuhan internal ASEAN. Apabila keempat negara anggota ASEAN yang memiliki konflik klaim wilayah di kawasan Laut Cina Selatan tetap bersikukuh mempertahankan kepentingan masing-masing negara, maka eksistensi ASEAN sebagai organisasi regional Asia Tenggara akan dipertanyakan. Oleh karena itu, inisiasi Indonesia untuk mengambil langkah aktif dan reaktif terhadap konflik ini didukung oleh anggapan negara-negara lain bahwa Indonesia adalah pihak yang netral.Indonesia dilihat mampu memahami kerumitan konflik ini karena faktor geografis antara Indonesia-Laut Cina Selatan tidak terlampau jauh.                                                                          Menurut Yudha Kurniawan, saat spektrum politik global terpolarisasi menjadi dua blok, Indonesia perlu menegaskan posisinya sebagai sebuah negara yang pendukung perdamaian yang tidak memihak pada salah satu blok. Poin tersebut menjadi inti dari pola kebijakan luar negeri Indonesia, yakni politik luar negeri yang bebas aktif. Yudha Kurniawan mengatakan bahwa dalam implementasinya politik luar negeri Indonesia dilaksanakan melalui diplomasi yang kreatif, aktif dan antisipatif, tidak sekedar rutin dan reaktif, teguh dalam prinsip dan pendirian, serta rasional dan luwes dalam pendekatan. Akan tetapi, bersamaan dengan berakhirnya Perang Dingin membuat adanya perubahan yang cukup fundamental terhadap polarisasi kekuatan di dunia internasional. Spektrum politik global tidak lagi dihadapkan pada keberpihakan terhadap blok Barat ataupun Blok Timur, namun lebih dititikberatkan pada sejumlah isu yang sifatnya variatif dan multisentrik.                                                                                             Menanggapi fluktuasi dalam konstelasi politik global terkini, Indonesia berdiri sebagai negara yang masih mengedepankan politik bebas aktif dalam menyikap dinamika politik global. Dewasa ini, perjalanan dan peran politik luar negeri Indonesia dalam konteks global cukup menjadi perhatian.Partisipasi aktif Indonesia dalam berbagai persoalan-persoalan global dan regional mendapatkan berbagai apresiasi baik di dalam maupun di luar negeri. Salah satu bukti nyata keberhasilan Indonesia adalah dengan terciptanya Declaration on The Conduct of The Parties in the South China Sea pada tahun 2002, dianggap sebagai salah satu implementasi dari perspektif luar negeri Indonesia yang dikenal dengan “Doktrin Natalegawa” (Dynamic Equilibrium) atau keseimbangan dinamis. Yudha Kurniawan menambahkan bahwa doktrin tersebut merujuk pada suatu kondisi yang ditandai oleh hubungan antar negara yang mengedepankan kemitraan dan berlandaskan keyakinan bahwa sangat dimungkinkan dikembangkan suatu tatanan internasional yang baru yang bersifat win-win dan bukanzero-sum.                                                                                                                                                            Yudha Kurniawan menambahkan bahwa perspektif dynamic equilibrium memiliki dua termin penting.Dynamic merujuk pada dinamisme politik global. Dalam sebuah Rapat Kerja antara Kementerian Luar Negeri dengan Komisi 1 DPR RI pada bulan Juni 2011, Marty Natalegawa selaku Menteri Luar Negeri Indonesia memaknai dinamisme politik global sebagai sebuah hal yang selalu terjadi. Artinya, negara-negara di dalam politik global selalu mengalami perubahan baik dalam hal kekuasaan, kekuatan, maupun pengaruhnya. Dalam hal ini Marty percaya bahwa dinamisme adalah suatu keniscayaan atau “dynamism is a given”. Termin kedua adalah equilibrium atau keseimbangan.Keseimbangan merujuk dimana tidak ada kekuatan yang dominan yang berlandaskan tiga prinsip utama; common security, common stability, dancommon prosperity. Dengan doktrin tersebut, maka persoalan-persoalan politik dan keamanan global yang dihadapi oleh Indonesia akan dihadapi dengan tujuan keamanan, kestabilan dan kemakmuran bersama dengan mekanisme kerjasama. Jika mencari titik temu antara dua konsepsi diatas, maka baik kebijakan luar negeri bebas aktif dan Doktrin Natalegawa merupakan konsep yang sesuai dengan amanat Konstitusi Indonesia pada UUD RI 1945 khususnya alinea ke empat.

No comments:

Post a Comment

Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive