Thursday, November 30, 2017

PENINGKATAN MINAT BACA MELALUI PENERAPAN METODE BERMAIN DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA KARTU HURUF



A.    Pendahuluan
Kemampuan membaca anak usia dini relatif kurang karena pendidikan usia dini merupakan awal atau permulaan anak belajar membaca. Anak usia dini umumnya enggan untuk membaca sesuatu yang bersifat abstrak. Selain itu tuntunan orang tua yang menginginkan anak cepat bisa membaca. Ditambah lagi tuntutan dari SD yang mengadakan penerimaan siswa dengan menggunakan tes baca tulis. Guru memerlukan cara untuk menyelesaikan masalah tersebut. Salah satu cara yang dapat digunakan oleh guru adalah dengan menggunakan media yang dapat merangsang minat baca anak didik dalam membaca.
Dalam kehidupan anak, membaca memiliki peranan yang penting. Membaca dapat memperluas pengalaman anak, membuka pintu pengetahuan yang dihadapinya, memberikan hiburan dan kesenangan, serta membantu memecahkan masalah. Mengingat membaca merupakan salah satu aspek dalam kemampuan berbahasa yang baik dan sangat dibutuhkan oleh anak dalam bersosialisasi. Proses sosial bagi anak memiliki kedudukan yang penting dalam perkembangan anak.
Kemampuan membaca anak usia dini umumnya masih relatif kurang karena pendidikan usia dini merupakan awal atau permulaan anak belajar membaca. Sehingga, mengembangkan aspek kemampuan membaca sejak dini menjadi sangat penting untuk persiapan mereka secara akademis memasuki jenjang pendidikan selanjutnya.
Pelajaran membaca pada anak harus memperhatikan banyak sekali faktor diantaranya penyesuaian dengan kemampuan anak, minat anak dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar membaca. Banyak guru dan orang tua yang kurang dan bahkan belum menyadari pentingnya faktor tersebut, terutama metode yang efektif mengajarkan membaca  pada anak usia dini. Penggunaan metode yang salah bisa menyebabkan terganggunya perkembangan psikologis anak.
Sesuai dengan prinsip pembelajaran di PAUD yaitu “Belajar Sambil Bermain, Bermain Seraya Belajar”, maka pembelajaran membaca  di PAUD diberikan secara menyenangkan, dengan permainan-permainan yang menantang, serta menggunakan media yang menarik. Pembelajaran dengan permainan akan membuat anak merasa bahagia, gembira dan pembelajaran akan lebih mudah diingat anak. Pembelajaran di PAUD tidak bisa terlepas dari bermain, mengingat di usia ini merupakan masa bermain bagi anak.
Bermain adalah dunia anak pra sekolah dan menjadi hak setiap anak untuk bermain tanpa dibatasi oleh usia. Masa kanak-kanak sangat diperlukan untuk pertumbuhan fisik dan mental seorang anak seutuhnya. Bermain dapat menjelma dengan banyak cara yang tak terbatas perwujudannya, ada permainan yang relatif lebih lestari serta ada pula yang cepat hilang dan terlupakan. Melalui bermain, anak mendapat berbagai manfaat bagi perkembangan motorik, kecerdasan, sosial, dan emosional mereka. Semua aspek ini saling menunjang dan tidak dapat dipisahkan, bila salah satu aspek tidak diberi kesempatan untuk berkembang maka akan terjadi ketimpangan.
Salah satu permainan yang dapat diberikan pada anak TK adalah permainan bahasa. Permainan bahasa merupakan permainan untuk memperoleh kesenangan dan untuk melatih keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis). Sebuah permainan disebut permainan bahasa, apabila aktivitas mengandung kedua unsur kesenangan dan melatih keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, menulis).

B.     Pembahasan
1.      Hakikat Pendidikan Anak Usia Dini
Menurut Sujiono (2009:7) pendidikan pada anak usia dini pada dasarnya meliputi seluruh upaya dan tindakan yang dilakukan oleh pendidik dan orang tua dalam proses perawatan, pengasuhan, dan pendidikan pada anak dengan menciptakan aura dan lingkungan dimana anak dapat mengeksplorasi pengalaman yang memberikan kesempatan kepadanya untuk mengetahui dan memahami pengalaman belajar yang diperolehnya dari lingkungan, melalui cara mengamati, meniru dan bereksperimen yang berlangsung secara berulang-ulang dan melibatkan seluruh potensi dan kecerdasan anak. Pendidikan anak usia dini pada dasarnya harus meliputi aspek keilmuan yang menunjang kehidupan anak dan terkait dengan perkembangan anak.
Sedangkan menurut Suyadi dan Ulfah (2013:17) Pendidikan anak usia dini pada hakikatnya ialah pendidikan yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada pengembangan seluruh aspek kepribadian anak. Oleh karena itu, PAUD memberi kesempatan kepada anak untuk mengembangkan kepribadian dan potensi secara maksimal. Konsekuensinya, lembaga PAUD perlu menyediakan berbagai kegiatan yang dapat mengembangkan berbagai aspek perkembangan seperti kognitif, bahasa sosial, emosi, fisik dan motorik.
Pada masa ini, anak sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas terhadap kelompok sosialnya (orang tua, saudara dan teman sebaya). Melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain anak belajar memahami tentang kegiatan mana yang baik/boleh/diterima/disetujui atau buruk/tidak boleh/ditolak/tidak disetujui. (Yusuf, 2005:175).
Peserta didik anak usia dini adlaah anak yang berusia 0-6 tahun. Peserta didik anak usia dini ditinjau dari aspek-aspek perkembangannya merupakan perentang perkembangan manusia secara keseluruhan. Menurut Maxim ada beberapa karakteristik perkembangan anak usia dini: (1) perkembangan fisik anak, ditandai dengan keaktifan anak untuk melakukan berbagai kegiatan. Hal ini bermanfaat untuk pengembangan otot-otot kecil maupun otot-otot besar, (2) perkembangan bahasa, ditandai dengan kemampuan anak memahami pembicaraan orang lain dan mampu mengungkapkan pikirannya dalam batas-batas tertentu, (3) perkembangan kognitif, ditunjukkan dengan rasa ingin tahu anak terhadap lingkungan sekitarnya. Hal ini terlihat dari seringnya anak menanyakan segala sesuatu yang dilihatnya, didengarnya, dan dirasakannya, (4) bentuk permainan anak masih bersifat individu. Aktivitas bermain dilakukan anak secara bersama dengan anak-anak lainnya (Asmawi, 2014:27).
2.      KonsepBermain
Bermain adalah kegiatan yang anak-anak lakukan sepanjang hari karena bagi anak bermain adalah hidup dan hidup adalah permainan. Anak usia dini tidak membedakan antara bermain, belajar, dan bekerja. Anak-anak umumnya sangat menikmati permainan dan akan terus melakukannya di manapun mereka memiliki kesempatan. Piaget dalam Sujiono (2009:144) mengatakan bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan menimbulkan kesenangan/ kepuasan bagi diri seseorang.
Bermain merupakan sarana mengubah kekuatan potensi anak menjadi berbagai kemampuan dan kecakapan serta penyaluran energi yang baik bagi perkembangan anak. Dalam bermain, para ahli memberikan pendapat dan batasan-batasan yang berbeda, namun kebanyakan para ahli sepakat bahwa terdapat karakteristik-karakteristik tertentu yang membedakan bermain dari tipe-tipe perilaku anak bermain.
Menurut Catron dan Allen dalam Sujiono (2009:145) pada dasarnya bermain memiliki tujuan utama yakni memelihara perkembangan atau pertumbuhan optimal anak usia dini melalui pendekatan bermain yang kreatif, interaktif dan terintegrasi dengan lingkungan bermain anak. Penekanan dari bermain adalah perkembangan kreativitas dari anak-anak. Semua anak usia dini memiliki potensi kreatif tetapi perkembangan kreativitas sangat individual dan bervariasi antar anak yang satu dengan anak lainnya.
Melalui bermain anak belajar mengendalikan diri sendiri, memahami kehidupan, memahami dunianya. Jadi bermain merupakan cermin perkembangan anak. Bermain juga merupakan tuntutan dan kebutuhan yang esensial bagi anak. Melalui bermain anak akan dapat memuaskan tuntutan dan kebutuhan perkembangan dimensi motorik, kognitif, kreativitas, bahasa, emosi, sosial, nilai, dan sikap hidup.
Dengan kegiatan bermain anak dapat mengembangkan kreativitasnya, yaitu melakukan kegiatan yang mengandung kelenturan; memanfaatkan imajinasi atau ekspresi diri; kegiatan-kegiatan pemecahan masalah, mencari cara baru dan sebagainya. Melalui kegiatan bermain anak juga dapat melatih kemampuan bahasanya dengan cara: mendengarkan beraneka bunyi, mengucapkan suku kata atau kata, memperluas kosa kata, berbicara sesuai dengan tata bahasa Indonesia, dan sebagainya.
3.      Hakikat Membaca
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas dan makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik (Hodgson dalam Tarigan, 2008:7).
Menurut Anderson (dalam Tarigan, 2008:7) membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi (a recording and decoding process), berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian (encoding). Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna.
Membaca merupakan aktivitas kompleks yang mencakup fisik dan mental. Aktivitas mental mencakup gerak mata dan ketajaman penglihatan. Aktivitas mental mencakup ingatan dan pemahaman (Mulyono, 1999:200). Membaca merupakan aktivitas auditif dan visual untuk memperoleh makna dari simbol berupa huruf atau kata. Aktivitas ini meliputi dua proses, yaitu membaca teknis (decoding), dan proses pemahaman.
Membaca teknis adalah proses pemahaman atas hubungan antara huruf (grafim) dengan bunyi (morfim). Sedangkan pemahaman merupakan proses menangkap makna kata yang tercetak (Yusuf, 2005:134). Menurut Arifin (ptk-masnur-muslich.blogspot.com) mengemukakan bahwa “membaca  adalah kegiatan awal untuk mengenal simbol-simbol fonetis”.
4. Strategi Pelaksanaan Pembelajaran Menggunakan Kartu Huruf
a. Komponen-komponen Pembelajaran
1)   Kartu Huruf
Media yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah kartu huruf yang terdiri dari beberapa jenis. Ada kartu huruf yang menunjukkan huruf saja, ada kartu huruf dengan gambar dan lain-lain.
2)   Guru
Mengorganisir dan memotivasi anak-anak untuk melakukan kegiatan yang telah direncanakan dan melaksanakan kegiatannya.
3)   Anak-anak
Anak-anak dan guru berinteraksi dengan melakukan kegiatan dengan menggunakan media kartu huruf. Anak-anak dan guru memberi respon dalam berbagai cara (fisik, bernyanyi, menebak, dll)
b.  Strategi Pengaturan Ruangan/Kelas
        Agar pembelajaran berlangsung optimal, maka perlu ditunjang oleh ruang belajar yang menyenangkan sehingga perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1)   Ruangan selalu bersih
2)   Pada waktu mengikuti kegiatan pembelajaran dapat duduk di lantai beralas tikar atau karpet.
3)   Posisi guru dekat dengan anak,  Posisi anak membentuk kelompok lingkaran.
4)   Perabot dalam ruangan supaya ditata dengan rapi agar mewujudkan rasa aman dan menyenangkan.
5)   Ruang kelas berventilasi, sehingga memungkinkan terjadinya sirkulasi udara yang baik. Udara yang bersih dibutuhkan bagi tubuh. Kekurangan oksigen akan berakibat pusing, lemas, pernafasan terganggu.
6)   Jagalah agar suhu udara dalam ruangan tidak terlalu dingin atau panas. Suhu ideal dalam belajar antara 18-230C. Jika tidak ada alat pengatur suhu dalam ruangan, maka cara sederhana yang dianjurkan adalah bukalah semua jendela untuk menjaga kestabilan ruangan.
7)   Ruang kelas cukup luas dan kalau bisa kedap suara agar tidak mengganggu kelas lain.
c. Pengorganisasian Anak Didik
   Kegiatan pembelajaran menggunakan media kartu huruf dilaksanakan dalam bentuk klasikal, artinya kegiatan yang dilakukan oleh seluruh anak dalam satu kelas, dalam satu satuan waktu dengan kegiatan yang sama. Dalam kegiatan klasikal ini teknik yang digunakan hendaknya komprehensif seperti bernyanyi, bercerita, menggerakkan badan, mendemonstrasikan, menyimak, melakukan instruksi baik dari guru, dan lain-lain.

C.    Kesimpulan
Penyebab rendahnya minat baca anak yaitu anak kurang termotivasi dalam kegiatan pembelajaran. Kurangnya motivasi tersebut disebabkan beberapa faktor salah satunya adalah kegiatan pembelajaran masih bersifat konvensional dimana kegiatan pembelajaran masih terpusat pada guru. Hal ini dapat dilihat dari guru kurang bervariasi, dimana media yang digunakan dalam meningkatkan minat baca anak hanya terfokus pada buku latihan membaca dan penggunaan papan tulis tanpa didukung media-media yang menarik sehingga membuat anak merasa bosan dan jenuh dalam kegiatan pembelajaran.
Selain itu ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi minat baca anak. Seperti faktor lingkungan yang mencakup latar belakang dan pengalaman anak di rumah serta sosial ekonomi keluarganya. Jika di lingkungan keluarganya terutama orang tuanya kurang memberikan dorongan anak untuk membaca, maka anak akan kurang minat bacanya. Faktor psikologis mencakup motivasi dan minat serta kematangan sosial emosional dan penyesuaian diri anak terhadap lingkungannya.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M. (1999). Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Askara.

Asmawati. (2014). Perencanaan Pembelajaran PAUD. Bandung: Remaja Rosdakarya

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1996). Metode Khusus Pengembangan Kemampuan Berbahasa, Jakarta.

Sukidin, B., dan Suranto. (2003). Manajemen Penelitian Tindakan Kelas, Surabaya: Insan Cendikia

Sujiono, Y. (2009). Konsep Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks

Suyadi, dan Ulfah. (2013). Konsep Dasar Paud. Bandung: Remaja Rosdakarya

Tarigan. (2008). Membaca, Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa

Yusuf, S. (2005). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung:Remaja Rosdakarya





No comments:

Post a Comment

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive