A. Pendahuluan
Kemampuan
membaca anak usia dini relatif kurang karena pendidikan usia dini merupakan
awal atau permulaan anak belajar membaca. Anak usia dini umumnya enggan untuk
membaca sesuatu yang bersifat abstrak. Selain itu tuntunan orang tua yang
menginginkan anak cepat bisa membaca. Ditambah lagi tuntutan dari SD yang
mengadakan penerimaan siswa dengan menggunakan tes baca tulis. Guru memerlukan
cara untuk menyelesaikan masalah tersebut. Salah satu cara yang dapat digunakan
oleh guru adalah dengan menggunakan media yang dapat merangsang minat baca anak
didik dalam membaca.
Dalam
kehidupan anak, membaca memiliki peranan yang penting. Membaca dapat memperluas
pengalaman anak, membuka pintu pengetahuan yang dihadapinya, memberikan hiburan
dan kesenangan, serta membantu memecahkan masalah. Mengingat membaca merupakan
salah satu aspek dalam kemampuan berbahasa yang baik dan sangat dibutuhkan oleh
anak dalam bersosialisasi. Proses sosial bagi anak memiliki kedudukan yang
penting dalam perkembangan anak.
Kemampuan
membaca anak usia dini umumnya masih relatif kurang karena pendidikan usia dini
merupakan awal atau permulaan anak belajar membaca. Sehingga, mengembangkan
aspek kemampuan membaca sejak dini menjadi sangat penting untuk persiapan
mereka secara akademis memasuki jenjang pendidikan selanjutnya.
Pelajaran membaca pada anak harus memperhatikan
banyak sekali faktor diantaranya penyesuaian dengan kemampuan anak, minat anak
dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar membaca. Banyak guru dan
orang tua yang kurang dan bahkan belum menyadari pentingnya faktor tersebut,
terutama metode yang efektif mengajarkan membaca pada anak usia dini. Penggunaan metode yang
salah bisa menyebabkan terganggunya perkembangan psikologis anak.
Sesuai dengan prinsip pembelajaran di PAUD yaitu
“Belajar Sambil Bermain, Bermain Seraya Belajar”, maka pembelajaran
membaca di PAUD diberikan secara
menyenangkan, dengan permainan-permainan yang menantang, serta menggunakan
media yang menarik. Pembelajaran dengan permainan akan membuat anak merasa
bahagia, gembira dan pembelajaran akan lebih mudah diingat anak. Pembelajaran
di PAUD tidak bisa terlepas dari bermain, mengingat di usia ini merupakan masa
bermain bagi anak.
Bermain adalah dunia anak pra sekolah dan menjadi
hak setiap anak untuk bermain tanpa dibatasi oleh usia. Masa kanak-kanak sangat
diperlukan untuk pertumbuhan fisik dan mental seorang anak seutuhnya. Bermain
dapat menjelma dengan banyak cara yang tak terbatas perwujudannya, ada
permainan yang relatif lebih lestari serta ada pula yang cepat hilang dan
terlupakan. Melalui bermain, anak mendapat berbagai manfaat bagi perkembangan
motorik, kecerdasan, sosial, dan emosional mereka. Semua aspek ini saling
menunjang dan tidak dapat dipisahkan, bila salah satu aspek tidak diberi
kesempatan untuk berkembang maka akan terjadi ketimpangan.
Salah satu permainan yang dapat diberikan pada anak
TK adalah permainan bahasa. Permainan bahasa merupakan permainan untuk
memperoleh kesenangan dan untuk melatih keterampilan berbahasa (menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis). Sebuah permainan disebut permainan bahasa,
apabila aktivitas mengandung kedua unsur kesenangan dan melatih keterampilan
berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, menulis).
B. Pembahasan
1. Hakikat
Pendidikan Anak Usia Dini
Menurut Sujiono (2009:7)
pendidikan pada anak usia dini pada dasarnya meliputi seluruh upaya dan
tindakan yang dilakukan oleh pendidik dan orang tua dalam proses perawatan,
pengasuhan, dan pendidikan pada anak dengan menciptakan aura dan lingkungan
dimana anak dapat mengeksplorasi pengalaman yang memberikan kesempatan
kepadanya untuk mengetahui dan memahami pengalaman belajar yang diperolehnya
dari lingkungan, melalui cara mengamati, meniru dan bereksperimen yang
berlangsung secara berulang-ulang dan melibatkan seluruh potensi dan kecerdasan
anak. Pendidikan anak usia dini pada dasarnya harus meliputi aspek keilmuan
yang menunjang kehidupan anak dan terkait dengan perkembangan anak.
Sedangkan menurut Suyadi
dan Ulfah (2013:17) Pendidikan anak usia dini pada hakikatnya ialah pendidikan
yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan
perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada pengembangan seluruh
aspek kepribadian anak. Oleh karena itu, PAUD memberi kesempatan kepada anak untuk
mengembangkan kepribadian dan potensi secara maksimal. Konsekuensinya, lembaga
PAUD perlu menyediakan berbagai kegiatan yang dapat mengembangkan berbagai
aspek perkembangan seperti kognitif, bahasa sosial, emosi, fisik dan motorik.
Pada masa ini, anak sudah
memiliki dasar tentang sikap moralitas terhadap kelompok sosialnya (orang tua,
saudara dan teman sebaya). Melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain
anak belajar memahami tentang kegiatan mana yang baik/boleh/diterima/disetujui
atau buruk/tidak boleh/ditolak/tidak disetujui. (Yusuf, 2005:175).
Peserta didik anak usia
dini adlaah anak yang berusia 0-6 tahun. Peserta didik anak usia dini ditinjau
dari aspek-aspek perkembangannya merupakan perentang perkembangan manusia
secara keseluruhan. Menurut Maxim ada beberapa karakteristik perkembangan anak
usia dini: (1) perkembangan fisik anak, ditandai dengan keaktifan anak untuk
melakukan berbagai kegiatan. Hal ini bermanfaat untuk pengembangan otot-otot
kecil maupun otot-otot besar, (2) perkembangan bahasa, ditandai dengan
kemampuan anak memahami pembicaraan orang lain dan mampu mengungkapkan
pikirannya dalam batas-batas tertentu, (3) perkembangan kognitif, ditunjukkan
dengan rasa ingin tahu anak terhadap lingkungan sekitarnya. Hal ini terlihat
dari seringnya anak menanyakan segala sesuatu yang dilihatnya, didengarnya, dan
dirasakannya, (4) bentuk permainan anak masih bersifat individu. Aktivitas
bermain dilakukan anak secara bersama dengan anak-anak lainnya (Asmawi,
2014:27).
Bermain adalah kegiatan yang anak-anak lakukan
sepanjang hari karena bagi anak bermain adalah hidup dan hidup adalah
permainan. Anak usia dini tidak membedakan antara bermain, belajar, dan
bekerja. Anak-anak umumnya sangat menikmati permainan dan akan terus melakukannya
di manapun mereka memiliki kesempatan. Piaget dalam Sujiono (2009:144)
mengatakan bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan berulang-ulang
dan menimbulkan kesenangan/ kepuasan bagi diri seseorang.
Bermain merupakan sarana mengubah kekuatan potensi
anak menjadi berbagai kemampuan dan kecakapan serta penyaluran energi yang baik
bagi perkembangan anak. Dalam bermain, para ahli memberikan pendapat dan
batasan-batasan yang berbeda, namun kebanyakan para ahli sepakat bahwa terdapat
karakteristik-karakteristik tertentu yang membedakan bermain dari tipe-tipe
perilaku anak bermain.
Menurut Catron dan Allen dalam Sujiono (2009:145)
pada dasarnya bermain memiliki tujuan utama yakni memelihara perkembangan atau
pertumbuhan optimal anak usia dini melalui pendekatan bermain yang kreatif,
interaktif dan terintegrasi dengan lingkungan bermain anak. Penekanan dari
bermain adalah perkembangan kreativitas dari anak-anak. Semua anak usia dini
memiliki potensi kreatif tetapi perkembangan kreativitas sangat individual dan
bervariasi antar anak yang satu dengan anak lainnya.
Melalui
bermain anak belajar mengendalikan diri sendiri, memahami kehidupan, memahami
dunianya. Jadi bermain merupakan cermin perkembangan anak. Bermain juga
merupakan tuntutan dan kebutuhan yang esensial bagi anak. Melalui bermain anak
akan dapat memuaskan tuntutan dan kebutuhan perkembangan dimensi motorik,
kognitif, kreativitas, bahasa, emosi, sosial, nilai, dan sikap hidup.
Dengan
kegiatan bermain anak dapat mengembangkan kreativitasnya, yaitu melakukan
kegiatan yang mengandung kelenturan; memanfaatkan imajinasi atau ekspresi diri;
kegiatan-kegiatan pemecahan masalah, mencari cara baru dan sebagainya. Melalui
kegiatan bermain anak juga dapat melatih kemampuan bahasanya dengan cara:
mendengarkan beraneka bunyi, mengucapkan suku kata atau kata, memperluas kosa
kata, berbicara sesuai dengan tata bahasa Indonesia, dan sebagainya.
3. Hakikat
Membaca
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta
dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh
penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut agar
kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan
sekilas dan makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini
tidak terpenuhi, pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan tertangkap
atau dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik (Hodgson
dalam Tarigan, 2008:7).
Menurut Anderson (dalam Tarigan, 2008:7) membaca
adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi (a recording and decoding process),
berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian (encoding). Sebuah aspek pembacaan sandi
(decoding) adalah menghubungkan
kata-kata tulis (written word) dengan
makna bahasa lisan (oral language meaning)
yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna.
Membaca
merupakan aktivitas kompleks yang mencakup fisik dan mental. Aktivitas mental
mencakup gerak mata dan ketajaman penglihatan. Aktivitas mental mencakup
ingatan dan pemahaman (Mulyono, 1999:200). Membaca merupakan aktivitas auditif
dan visual untuk memperoleh makna dari simbol berupa huruf atau kata. Aktivitas
ini meliputi dua proses, yaitu membaca teknis (decoding), dan proses pemahaman.
Membaca
teknis adalah proses pemahaman atas hubungan antara huruf (grafim) dengan bunyi
(morfim). Sedangkan pemahaman merupakan proses menangkap makna kata yang
tercetak (Yusuf, 2005:134). Menurut Arifin (ptk-masnur-muslich.blogspot.com)
mengemukakan bahwa “membaca adalah
kegiatan awal untuk mengenal simbol-simbol fonetis”.
4. Strategi Pelaksanaan
Pembelajaran Menggunakan Kartu Huruf
a.
Komponen-komponen Pembelajaran
1) Kartu
Huruf
Media
yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah kartu huruf yang terdiri dari
beberapa jenis. Ada kartu huruf yang menunjukkan huruf saja, ada kartu huruf
dengan gambar dan lain-lain.
2) Guru
Mengorganisir
dan memotivasi anak-anak untuk melakukan kegiatan yang telah direncanakan dan
melaksanakan kegiatannya.
3) Anak-anak
Anak-anak
dan guru berinteraksi dengan melakukan kegiatan dengan menggunakan media kartu
huruf. Anak-anak dan guru memberi respon dalam berbagai cara (fisik, bernyanyi,
menebak, dll)
b. Strategi Pengaturan Ruangan/Kelas
Agar
pembelajaran berlangsung optimal, maka perlu ditunjang oleh ruang belajar yang
menyenangkan sehingga perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Ruangan
selalu bersih
2) Pada
waktu mengikuti kegiatan pembelajaran dapat duduk di lantai beralas tikar atau
karpet.
3) Posisi
guru dekat dengan anak, Posisi anak
membentuk kelompok lingkaran.
4) Perabot
dalam ruangan supaya ditata dengan rapi agar mewujudkan rasa aman dan
menyenangkan.
5) Ruang
kelas berventilasi, sehingga memungkinkan terjadinya sirkulasi udara yang baik.
Udara yang bersih dibutuhkan bagi tubuh. Kekurangan oksigen akan berakibat
pusing, lemas, pernafasan terganggu.
6) Jagalah
agar suhu udara dalam ruangan tidak terlalu dingin atau panas. Suhu ideal dalam
belajar antara 18-230C. Jika tidak ada alat pengatur suhu dalam
ruangan, maka cara sederhana yang dianjurkan adalah bukalah semua jendela untuk
menjaga kestabilan ruangan.
7) Ruang
kelas cukup luas dan kalau bisa kedap suara agar tidak mengganggu kelas lain.
c. Pengorganisasian Anak
Didik
Kegiatan
pembelajaran menggunakan media kartu huruf dilaksanakan dalam bentuk klasikal,
artinya kegiatan yang dilakukan oleh seluruh anak dalam satu kelas, dalam satu
satuan waktu dengan kegiatan yang sama. Dalam kegiatan klasikal ini teknik yang
digunakan hendaknya komprehensif seperti bernyanyi, bercerita, menggerakkan
badan, mendemonstrasikan, menyimak, melakukan instruksi baik dari guru, dan
lain-lain.
C.
Kesimpulan
Penyebab rendahnya minat baca anak yaitu anak kurang
termotivasi dalam kegiatan pembelajaran. Kurangnya motivasi tersebut disebabkan
beberapa faktor salah satunya adalah kegiatan pembelajaran masih bersifat
konvensional dimana kegiatan pembelajaran masih terpusat pada guru. Hal ini
dapat dilihat dari guru kurang bervariasi, dimana media yang digunakan dalam
meningkatkan minat baca anak hanya terfokus pada buku latihan membaca dan
penggunaan papan tulis tanpa didukung media-media yang menarik sehingga membuat
anak merasa bosan dan jenuh dalam kegiatan pembelajaran.
Selain itu ada beberapa faktor lain yang
mempengaruhi minat baca anak. Seperti faktor lingkungan yang mencakup latar
belakang dan pengalaman anak di rumah serta sosial ekonomi keluarganya. Jika di
lingkungan keluarganya terutama orang tuanya kurang memberikan dorongan anak untuk
membaca, maka anak akan kurang minat bacanya. Faktor psikologis mencakup
motivasi dan minat serta kematangan sosial emosional dan penyesuaian diri anak
terhadap lingkungannya.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M. (1999).
Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Askara.
Asmawati. (2014).
Perencanaan Pembelajaran PAUD.
Bandung: Remaja Rosdakarya
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. (1996). Metode Khusus Pengembangan Kemampuan
Berbahasa, Jakarta.
Sukidin,
B., dan Suranto. (2003). Manajemen
Penelitian Tindakan Kelas, Surabaya: Insan Cendikia
Sujiono, Y. (2009). Konsep Pendidikan Anak Usia Dini.
Jakarta: Indeks
Suyadi, dan Ulfah. (2013). Konsep Dasar Paud. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Tarigan. (2008).
Membaca, Sebagai Suatu Keterampilan
Berbahasa. Bandung: Angkasa
Yusuf, S. (2005).
Psikologi Perkembangan Anak & Remaja.
Bandung:Remaja Rosdakarya
No comments:
Post a Comment