A. PENDAHULUAN
Sebagaimana anak yang baru
lahir (baby) mau tidak mau harus
melalui proses belajar bahasa setahap demi setahap yang dipelajari dari orang
sekelilingnya yaitu misalnya; ibu, bapak, saudara-saudaranya, nenek-neneknya,
yang di dalam rumah. Yang menarik perhatian kita adalah, mengapa anak kita
mudah menerima “kata-kata baru” bila mendengar dari orang sekelilingnya? Karena
pada dasarnya anak kecil itu belum mempunyai konsep bahasa, tetapi yang ada
padanya baru berbentuk “potensi”, yang mana potensi itu akan punya potensi,
jika orang disekelilingnya mau menggunakan. Potensi itulah yang disebut “fithrah”.
Perbedaannya dengan orang
dewasa atau anak remaja yang belajar bahasa ialah, baik orang dewasa atau anak
remaja itu sudah mempunyai pengalaman dan konsep bahasa lain, misalnya bahasa
ibu atau bahasa nasional. Pada saat inilah mereka akan menghadapi problem untuk
mempelajari bahasa asing, karena bahasa asing mempunyai bunyi (suara) yang
berbeda, kosa kata yang berbeda, tata kalimat yang berbeda, dan lain-lain.
Bahasa merupakan sarana
berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk
berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan,
lisan, isyarat atau gerak dengan menggunakan kata-kata, kalimat bunyi, lambang
dan gambar. Menurut Miller (dalam Wahyudin dan Agustin, 2010: 15) bahasa adalah
suatu urutan kata-kata, bahasa juga dapat digunakan untuk menyampaikan
informasi mengenai tempat yang berbeda atau waktu yang berbeda.
Pada usia 3-6 tahun
kemampuan berbahasa anak akan berkembang sejalan dengan rasa ingin tahu serta
sikap antusias yang tinggi, sehingga timbul pertanyaan-pertanyaan dari anak
dengan kemampuan bahasanya. Antara usia 4 dan 5 tahun, kalimat anak sudah
terdiri dari empat sampai lima kata. Antara 5 dan 6 tahun, kalimat anak sudah
terdiri dari enam sampai delapan kata. Mereka juga sudah dapat menjelaskan arti
kata-kata sederhana, mengetahui lawan kata. Mereka dapat menggunakan kata
penghubung, kata depan dan kata sandang. Pada masa akhir usia prasekolah anak
umumnya sudah mampu berkata-kata sederhana, cara bicara mereka telah lancar,
dapat dimengerti dan cukup mengikuti tata bahasa walaupun masih melakukan
kesalahan berbahasa.
Jadi barang siapa ingin
mempelajari bahasa asing berarti harus sadar dengan seluruh daya upaya untuk
membentuk kebiasaan baru, sedangkan pada saat mempelajari bahasa ibu (bahasa
nasional) proses itu berjalan tanpa sadar. Pada saat ini pula anak akan
berusaha mengkaitkan dan membuat persamaan dan perbedaan antara bahasa ibu
(bahasa nasional) dan bahasa asing yang sedang dipelajarinya.
Ketika memasuki taman
kanak-kanak sudah menguasai hampir semua kaidah dasar gramatikal bahasanya. Dia
sudah dapat membuat kalimat berita, kalimat tanya, dan sejumlah konstruksi
lain. Hanya dia masih mendapat kesulitan dalam membuat kalimat pasif. Pada masa
akhir usia prasekolah anak umumnya sudah mampu berkata-kata sederhana dan
berbahasa sederhana, cara bicara mereka sudah lancar, dapat dimengerti dan
cukup mengikuti tata bahasa walaupun masih melakukan kesalahan berbahasa
(Wahyudin dan Agustin, 2010:16).
B. PEMBAHASAN
1.
Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini
Pelajaran bahasa pada
umumnya ditujukan pada keterampilan berbicara atau keterampilan menggunakan
bahasa lisan. Kemampuan berbicara adalah kemampuan berkomunikasi secara
langsung dalam bentuk percakapan atau berdialog. Latihan-latihan bercakap-cakap
(diskusi, dialog) serta latihan membuat laporan lisan, dapat juga menambah keterampilan
berbicara. Persoalan yang tidak kurang pentingnya agar anak terampil berbicara,
adalah latihan-latihan keberanian berbicara.
Berbicara adalah suatu
keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya
didahului oleh keterampilan menyimak, dan pada masa itulah kemampuan berbicara
atau berujar dipelajari. Berbicara sudah barang tentu berhubungan erat dengan
perkembangan kosa kata yang diperoleh sang anak, melalui kegiatan menyimak dan
membaca (Tarigan, 2008:3).
Kemahiran berbicara
merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa yang ingin dicapai dalam pembelajaran
bahasa. Berbicara merupakan sarana utama untuk membina saling pengertian,
komunikasi timbal-balik, dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Kegiatan
berbicara di dalam kelas bahasa mempunyai aspek komunikasi dua arah, yakni
antara pembicara dengan pendengarnya secara timbal balik. Dengan demikian
latihan berbicara harus terlebih dahulu didasari oleh:
a.
Kemampuan mendengarkan
b.
Kemampuan mengucapkan
c.
Penguasaan (relatif) kosa kata yang diungkapkan yang
memungkinkan anak dapat mengkomunikasikan maksud/fikirannya.
Oleh karena itu dapat
dikatakan, bahwa latihan berbicara ini merupakan kelanjutan dari latihan
menyimak/mendengar yang di dalam kegiatannya juga terdapat latihan mengucapkan.
Kegiatan berbicara ini sebenarnya merupakan kegiatan yang menarik dan ‘ramai’
dalam kelas bahasa. Akan tetapi sering terjadi sebaliknya, kegiatan berbicara
sering tidak menarik, tidak merangsang partisipasi siswa, suasana menjadi kaku
dan akhirnya macet.
Ini terjadi mungkin karena
penguasaan kosa kata dan pola kalimat oleh anak masih sangat terbatas. Namun
demikian, kunci keberhasilan kegiatan tersebut sebenarnya ada pada guru.
Apabila guru dapat secara tepat memilih topik pembicaraan sesuai dengan tingkat
kemampuan anak, dan memiliki kreativitas dalam mengembangkan model-model pembelajaran
berbicara yang banyak sekali variasinya, tentu kemacetan tidak akan terjadi.
Faktor lain yang penting
dalam menghidupkan kegiatan berbicara ialah keberanian anak dan perasaan tidak
takut salah. Oleh karena itu guru harus dapat memberikan dorongan kepada anak
agar berani berbicara kendatipun dengan resiko salah. Kepada anak hendaknya
ditekankan bahwa takut salah adalah kesalahan yang paling besar.
Adapun tahapan-tahapan
latihan berbicara adalah sebagai berikut:
Pada tahap-tahap
permulaan, latihan berbicara dapat dikatakan serupa dengan latihan menyimak.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, dalam latihan menyimak ada tahap
mendengarkan dan menirukan. Latihan mendengarkan dan menirukan ini merupakan gabungan
antara latihan dasar untuk kemahiran menyimak dan kemahiran berbicara.
Namun harus disadari bahwa
tujuan akhir dari keduanya berbeda. Tujuan akhir latihan menyimak adalah
kemampuan memahami apa yang disimak. Sedangkan tujuan akhir latihan pengucapan
adalah kemampuan ekspresi, yaitu menggunakan ide/pikiran/pesan kepada orang
lain. Keduanya merupakan syarat mutlak bagi sebuah komunikasi lisan yang
efektif secara timbal-balik.
Berikut ini ada beberapa
model latihan berbicara:
1) Latihan asosiasi dan identifikasi
Latihan ini terutama dimaksud untuk melatih
spontanitas anak dan kecepatannya dalam mengindentifikasi dan mengasosiasikan
makna ujaran yang didengarnya.
3) Latihan percakapan
Latihan percakapan ini terutama mengambil topik
tentang kehidupan sehari-hari atau kegiatan-kegiatan yang dekat dengan kehidupan
anak.
4) Bercerita
Berbicara mungkin salah satu hal yang menyenangkan.
Tapi bagi yang mendapat tugas bercerita, kadangkala merupakan siksaan karena
tidak punya gambaran apa yang akan diceritakan. Oleh karena itu guru hendaknya
membantu anak dalam menemukan topik cerita.
5) Diskusi
Hendaknya dalam pemilihan topik diskusi
dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a)
Disesuaikan dengan kemampuan anak.
b)
Disesuaikan dengan minat dan selera anak.
c)
Topik hendaknya bersifat umum dan popular.
d) Dalam
menentukan topik, sebaiknya anak diajak serta untuk merangsang keterlibatan
mereka dalam kegiatan berbicara.
6) Wawancara
7) Drama
8) Berpidato
Untuk membantu perkembangan
bahasa anak, atau kemampuan berkomunikasi maka orang tua dan guru Taman
Kanak-kanak seyogianya memfasilitasi, memberi kemudahan, atau peluang kepada
anak dengan sebaik-baiknya. Berbagai peluang itu diantaranya sebagai berikut:
a. Bertutur
kata yang baik dengan anak
b. Mau
mendengarkan pembicaraan anak
c. Menjawab
pertanyaan anak (jangan meremehkannya)
d. Mengajak
berdialog dalam hal-hal sederhana, seperti memelihara kebersihan rumah,
sekolah, dan memelihara kesehatan diri.
e. Di
Taman Kanak-kanak, anak dibiasakan untuk bertanya, mengekspresikan
keinginannya, menghafal, dan melantunkan lagu dan puisi. (Yusuf, 2005:170).
2. Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah
sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran
adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar, dan bahan ajar.
Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media.
Menurut Heinich, Molenda, Russell, Smaldino, (dalam Daryanto, 2011:4) media
pembelajaran adalah media-media yang membawa pesan-pesan atau informasi yang
bertujuan pembelajaran atau mengandung maksud-maksud pembelajaran.
Gagne dan Briggs (dalam
Arsyad, 2011:4) mengemukakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara
fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari
antara lain buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film,
slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer.
Media pembelajaran
didefinisikan Gagne dan Raiser (Sumantri, 1999:176) sebagai alat-alat fisik
dimana pesan-pesan instruksional dikomunikasikan. Dari beberapa batasan di
atas, dapat disimpulkan bahwa media adalah semua alat atau benda yang digunakan
dalam kegiatan belajar mengajar, dengan maksud untuk menyampaikan pesan pembelajaran
dari guru kepada peserta didik, yang bertujuan agar proses interaksi komunikasi
antara guru kepada peserta didik berlangsung sehingga memudahkan pencapaian
tujuan pembelajaran.
Media pembelajaran, menurut Gerlach dan Ely (dalam
Asyhar, 2011:7-8), memiliki cakupan yang sangat luas, yaitu termasuk manusia,
materi atau kajian yang membangun suatu kondisi yang membuat peserta didik
mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. Media pembelajaran
mencakup semua sumber yang diperlukan untuk melakukan komunikasi dalam
pembelajaran.
Berdasarkan hal tersebut,
media harus bermanfaat sebagai berikut.
- Memperjelas pesan agar
tidak terlalu verbalistis.
- Mengatasi keterbatasan
ruang, waktu, tenaga, dan daya indra.
- Menimbulkan gairah
belajar, berinteraksi secara langsung antara peserta didik dan sumber
belajar.
- Memungkinkan anak belajar
mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori, dan
kinestetiknya.
- Memberi rangsangan yang
sama, mempersamakan pengalaman, dan menimbulkan persepsi yang sama.
- Proses pembelajaran
mengandung lima komponen komunikasi, yaitu guru (komunikator), bahan
pembelajaran, media pembelajaran, peserta didik (komunikan), dan tujuan
pembelajaran. Jadi, media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran) sehingga dapat
merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan peserta didik dalam
kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran (Daryanto, 2011:4-5).
Dalam situs edu-articles.com,
media diklasifikasikan menjadi media visual, media audio, dan media audio
visual.
a.
Media visual
Secara garis besar,
unsur-unsur yang terdapat pada media visual terdiri dari garis, bentuk, warna
dan tekstur. Garis tidak lain merupakan kumpulan dari titik-titik misalnya
garis horizontal, vertikal, lengkung, dan lain-lain. Bentuk adalah sebuah
konsepsi simbol yang dibangun atas garis-garis atau gabungan garis dengan
konsep lainnya (Asyhar, 2011:53).
Media visual dapat
memperlancar pemahaman (misalnya melalui elaborasi struktur dan organisasi) dan
memperkuat ingatan. Visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat
memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata. Agar
menjadi efektif, visual sebaiknya ditempatkan pada konteks yang bermakna dan
siswa harus berinteraksi dengan visual (image) itu untuk meyakinkan terjadinya
proses informasi (Arsyad, 2011:91).
Gambar merupakan media
visual yang paling banyak digunakan. Gambar merupakan hasil lukisan yang
menggambarkan orang, tempat, dan benda dalam berbagai variasi. Gambar secara
garis besar dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu sketsa, lukisan dan foto.
Sketsa biasa disebut juga sebagai gambar garis, yakni gambar sederhana atau
draft kasar yang melukiskan bagian pokok suatu objek tanpa detail. Lukisan
adalah gambar hasil representasi simbolis dan artistik seseorang tentang suatu
obyek atau situasi. Foto adalah hasil pemotretan atau photografi menggunakan
kamera foto (Asyhar, 2011:58).
b.
Media Audio
Audio berasal dari kata audible, yang artinya suara yang dapat
didengarkan secara wajar oleh telinga manusia. Kemampuan mendengar manusia
berada pada daerah frekuensi antara 20 sampai 20.000 hertz. Di luar itu,
manusia tidak mampu lagi mendengarkannya (Daryanto, 2011:37).
Kaitannya dengan audio
sebagai media pembelajaran maka suara-suara ataupun bunyi direkam dengan
menggunakan alat perekam suara, kemudian diperdengarkan kembali kepada peserta
didik dengan menggunakan sebuah alat pemutar. Jika suara atau bunyi tadi
diperdengarkan ke peserta didik melalui pemancar radio maka media tersebut
dikatakan sebagai radio.
c.
Media Audio Visual
Media ini dapat menampilkan unsur gambar (visual) dan
suara (audio) secara bersamaan pada saat mengkomunikasikan pesan atau informasi.
Media audio visual terbagi dua macam yakni audio visual murni yaitu baik unsur
suara maupun unsur gambar berasal dari satu sumber seperti video kaset dan
audio visual tidak murni yaitu unsur suara dan unsur gambarnya berasal dari
sumber yang berbeda. Misalnya film bingkai suara yang unsur gambarnya berasal
dari slide proyektor dan unsur suaranya berasal dari tape recorder (Asyhar,
2011:73).
Media gambar visual adalah media yang berupa gambar cetak diam yang
pembuatannya melalui proses pencetakan yang bertujuan membantu memperjelas
objek materi yang dibahas dalam pembelajaran. Media gambar menyajikan
fakta, ide atau gagasan melalui kata-kata, kalimat, angka-angka, dan simbol
atau gambar grafis yang biasa digunakan untuk menarik perhatian, memperjelas
sajian ide dan mengilustrasikan fakta-fakta sehingga menarik dan diingat orang.
Gagne mengungkapkan bahwa media yang berupa berbagai jenis komponen dalam
lingkungan pendidikan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar
(AECT,1977).
Gambar pada dasarnya membantu
mendorong para peserta didik dan dapat membangkitkan minatnya pada pelajaran. Membantu
mereka dalam kemampuan berbahasa, kegiatan seni, dan
pernyataan kreatif dalam bercerita, dramatisasi, bacaan, penulisan, melukis dan
menggambar serta membantu mereka menafsirkan dan mengingat-ingat isi materi
bacaan dari buku teks (Sadiman, 1984:14).
C. KESIMPULAN
Pembelajaran
pada dasarnya merupakan suatu cara yang tepat untuk dapat menstimulasi,
memelihara, dan mengingat serta meningkatkan terciptanya proses kognitif dari
setiap individu yang belajar. Kegiatan belajar mengajar yang bisa dikatakan
efektif, adanya hubungan timbal balik serta interaksi antara pendidik dan
peserta didik. Pendidik juga dituntut agar dapat mewujudkan ide suatu
pembelajaran atau metode yang efektif bagi peserta didiknya sehingga siswa
dapat mencerna dan mengingat dengan cepat “Short-Term
Memory” kemudian menyimpan informasi yang diterima agar suatu saat dapat
digunakan kembali. Perpaduan antara kedua hubungan tersebut akan mendukung
terciptanya proses pembelajaran yang efektif sehingga dapat tercapai tujuan
pembelajaran secara baik dan optimal.
Bagi pendidikan di TK terdapat beberapa prinsip pembelajaran yang harus
diperhatikan, yaitu belajar dari hal yang konkrit dan dapat dilihat langsung,
bersifat pengenalan, seimbang antara kegiatan fisik dan mental, berhubungan
sebab dan akibat, sesuai dengan tingkat perkembangan anak, sesuai kebutuhan individual,
mengembangkan kecerdasan, sesuai langgam belajar anak, kontekstual dan
multikonteks, terpadu/integratif menggunakan esensi bermain dan belajar
kecakapan hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, A. (2004). Media Pembelajaran.Jakarta:Raja GrafindoPersada
Asyhar, R. (2011). Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada
Press.
Daryanto. (2011). Media Pembelajaran. Bandung: Satu Nusa
Dhieni, Nurbiana. (2007). Metoda Pengembangan Bahasa. Jakarta: Universitas Terbuka
Indarto, Kuss (1999). Sketsa Di Tanah Mer(d)eka Kumpulan Karikatur. Yogyakarta: Tiara
Wacana.
Munadi. (2013). Media
Pembelajaran. Bandung: GP Press
Sadiman, A.S., dan Rahardjito. (2003). Media Pendidikan:
Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: Pustekkom Dikbud dan
PT. Raja Grafindo Persada dalam rangka ECD Project (USAID).
Wahyudin, U. dan Agustin, M. (2011). Penilaian Perkembangan Anak Usia Dini. Bandung:
Refika Aditama
Yusuf, S. (2005). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: Remaja
Rosdakarya
No comments:
Post a Comment