Thursday, November 30, 2017

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BAHASA ANAK USIA DINI MELALUI MEDIA GAMBAR





A. PENDAHULUAN
Sebagaimana anak yang baru lahir (baby) mau tidak mau harus melalui proses belajar bahasa setahap demi setahap yang dipelajari dari orang sekelilingnya yaitu misalnya; ibu, bapak, saudara-saudaranya, nenek-neneknya, yang di dalam rumah. Yang menarik perhatian kita adalah, mengapa anak kita mudah menerima “kata-kata baru” bila mendengar dari orang sekelilingnya? Karena pada dasarnya anak kecil itu belum mempunyai konsep bahasa, tetapi yang ada padanya baru berbentuk “potensi”, yang mana potensi itu akan punya potensi, jika orang disekelilingnya mau menggunakan. Potensi itulah yang disebut “fithrah”.
Perbedaannya dengan orang dewasa atau anak remaja yang belajar bahasa ialah, baik orang dewasa atau anak remaja itu sudah mempunyai pengalaman dan konsep bahasa lain, misalnya bahasa ibu atau bahasa nasional. Pada saat inilah mereka akan menghadapi problem untuk mempelajari bahasa asing, karena bahasa asing mempunyai bunyi (suara) yang berbeda, kosa kata yang berbeda, tata kalimat yang berbeda, dan lain-lain.
Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat atau gerak dengan menggunakan kata-kata, kalimat bunyi, lambang dan gambar. Menurut Miller (dalam Wahyudin dan Agustin, 2010: 15) bahasa adalah suatu urutan kata-kata, bahasa juga dapat digunakan untuk menyampaikan informasi mengenai tempat yang berbeda atau waktu yang berbeda.
Pada usia 3-6 tahun kemampuan berbahasa anak akan berkembang sejalan dengan rasa ingin tahu serta sikap antusias yang tinggi, sehingga timbul pertanyaan-pertanyaan dari anak dengan kemampuan bahasanya. Antara usia 4 dan 5 tahun, kalimat anak sudah terdiri dari empat sampai lima kata. Antara 5 dan 6 tahun, kalimat anak sudah terdiri dari enam sampai delapan kata. Mereka juga sudah dapat menjelaskan arti kata-kata sederhana, mengetahui lawan kata. Mereka dapat menggunakan kata penghubung, kata depan dan kata sandang. Pada masa akhir usia prasekolah anak umumnya sudah mampu berkata-kata sederhana, cara bicara mereka telah lancar, dapat dimengerti dan cukup mengikuti tata bahasa walaupun masih melakukan kesalahan berbahasa.
Jadi barang siapa ingin mempelajari bahasa asing berarti harus sadar dengan seluruh daya upaya untuk membentuk kebiasaan baru, sedangkan pada saat mempelajari bahasa ibu (bahasa nasional) proses itu berjalan tanpa sadar. Pada saat ini pula anak akan berusaha mengkaitkan dan membuat persamaan dan perbedaan antara bahasa ibu (bahasa nasional) dan bahasa asing yang sedang dipelajarinya.
Ketika memasuki taman kanak-kanak sudah menguasai hampir semua kaidah dasar gramatikal bahasanya. Dia sudah dapat membuat kalimat berita, kalimat tanya, dan sejumlah konstruksi lain. Hanya dia masih mendapat kesulitan dalam membuat kalimat pasif. Pada masa akhir usia prasekolah anak umumnya sudah mampu berkata-kata sederhana dan berbahasa sederhana, cara bicara mereka sudah lancar, dapat dimengerti dan cukup mengikuti tata bahasa walaupun masih melakukan kesalahan berbahasa (Wahyudin dan Agustin, 2010:16).

B. PEMBAHASAN
1. Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini
Pelajaran bahasa pada umumnya ditujukan pada keterampilan berbicara atau keterampilan menggunakan bahasa lisan. Kemampuan berbicara adalah kemampuan berkomunikasi secara langsung dalam bentuk percakapan atau berdialog. Latihan-latihan bercakap-cakap (diskusi, dialog) serta latihan membuat laporan lisan, dapat juga menambah keterampilan berbicara. Persoalan yang tidak kurang pentingnya agar anak terampil berbicara, adalah latihan-latihan keberanian berbicara.
Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak, dan pada masa itulah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari. Berbicara sudah barang tentu berhubungan erat dengan perkembangan kosa kata yang diperoleh sang anak, melalui kegiatan menyimak dan membaca (Tarigan, 2008:3).
Kemahiran berbicara merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa yang ingin dicapai dalam pembelajaran bahasa. Berbicara merupakan sarana utama untuk membina saling pengertian, komunikasi timbal-balik, dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Kegiatan berbicara di dalam kelas bahasa mempunyai aspek komunikasi dua arah, yakni antara pembicara dengan pendengarnya secara timbal balik. Dengan demikian latihan berbicara harus terlebih dahulu didasari oleh:
a.         Kemampuan mendengarkan
b.        Kemampuan mengucapkan
c.         Penguasaan (relatif) kosa kata yang diungkapkan yang memungkinkan anak dapat mengkomunikasikan maksud/fikirannya.
Oleh karena itu dapat dikatakan, bahwa latihan berbicara ini merupakan kelanjutan dari latihan menyimak/mendengar yang di dalam kegiatannya juga terdapat latihan mengucapkan. Kegiatan berbicara ini sebenarnya merupakan kegiatan yang menarik dan ‘ramai’ dalam kelas bahasa. Akan tetapi sering terjadi sebaliknya, kegiatan berbicara sering tidak menarik, tidak merangsang partisipasi siswa, suasana menjadi kaku dan akhirnya macet.
Ini terjadi mungkin karena penguasaan kosa kata dan pola kalimat oleh anak masih sangat terbatas. Namun demikian, kunci keberhasilan kegiatan tersebut sebenarnya ada pada guru. Apabila guru dapat secara tepat memilih topik pembicaraan sesuai dengan tingkat kemampuan anak, dan memiliki kreativitas dalam mengembangkan model-model pembelajaran berbicara yang banyak sekali variasinya, tentu kemacetan tidak akan terjadi.
Faktor lain yang penting dalam menghidupkan kegiatan berbicara ialah keberanian anak dan perasaan tidak takut salah. Oleh karena itu guru harus dapat memberikan dorongan kepada anak agar berani berbicara kendatipun dengan resiko salah. Kepada anak hendaknya ditekankan bahwa takut salah adalah kesalahan yang paling besar.
Adapun tahapan-tahapan latihan berbicara adalah sebagai berikut:
Pada tahap-tahap permulaan, latihan berbicara dapat dikatakan serupa dengan latihan menyimak. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, dalam latihan menyimak ada tahap mendengarkan dan menirukan. Latihan mendengarkan dan menirukan ini merupakan gabungan antara latihan dasar untuk kemahiran menyimak dan kemahiran berbicara.
Namun harus disadari bahwa tujuan akhir dari keduanya berbeda. Tujuan akhir latihan menyimak adalah kemampuan memahami apa yang disimak. Sedangkan tujuan akhir latihan pengucapan adalah kemampuan ekspresi, yaitu menggunakan ide/pikiran/pesan kepada orang lain. Keduanya merupakan syarat mutlak bagi sebuah komunikasi lisan yang efektif secara timbal-balik.
Berikut ini ada beberapa model latihan berbicara:
1) Latihan asosiasi dan identifikasi
Latihan ini terutama dimaksud untuk melatih spontanitas anak dan kecepatannya dalam mengindentifikasi dan mengasosiasikan makna ujaran yang didengarnya.
3) Latihan percakapan
Latihan percakapan ini terutama mengambil topik tentang kehidupan sehari-hari atau kegiatan-kegiatan yang dekat dengan kehidupan anak.
4) Bercerita
Berbicara mungkin salah satu hal yang menyenangkan. Tapi bagi yang mendapat tugas bercerita, kadangkala merupakan siksaan karena tidak punya gambaran apa yang akan diceritakan. Oleh karena itu guru hendaknya membantu anak dalam menemukan topik cerita.
5) Diskusi
Hendaknya dalam pemilihan topik diskusi dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a)        Disesuaikan dengan kemampuan anak.
b)        Disesuaikan dengan minat dan selera anak.
c)        Topik hendaknya bersifat umum dan popular.
d)       Dalam menentukan topik, sebaiknya anak diajak serta untuk merangsang keterlibatan mereka dalam kegiatan berbicara.
6) Wawancara
7) Drama
8) Berpidato
Untuk membantu perkembangan bahasa anak, atau kemampuan berkomunikasi maka orang tua dan guru Taman Kanak-kanak seyogianya memfasilitasi, memberi kemudahan, atau peluang kepada anak dengan sebaik-baiknya. Berbagai peluang itu diantaranya sebagai berikut:
a.       Bertutur kata yang baik dengan anak
b.      Mau mendengarkan pembicaraan anak
c.       Menjawab pertanyaan anak (jangan meremehkannya)
d.      Mengajak berdialog dalam hal-hal sederhana, seperti memelihara kebersihan rumah, sekolah, dan memelihara kesehatan diri.
e.       Di Taman Kanak-kanak, anak dibiasakan untuk bertanya, mengekspresikan keinginannya, menghafal, dan melantunkan lagu dan puisi. (Yusuf,  2005:170).

2.       Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar, dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media. Menurut Heinich, Molenda, Russell, Smaldino, (dalam Daryanto, 2011:4) media pembelajaran adalah media-media yang membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan pembelajaran atau mengandung maksud-maksud pembelajaran.
Gagne dan Briggs (dalam Arsyad, 2011:4) mengemukakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari antara lain buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer.
Media pembelajaran didefinisikan Gagne dan Raiser (Sumantri, 1999:176) sebagai alat-alat fisik dimana pesan-pesan instruksional dikomunikasikan. Dari beberapa batasan di atas, dapat disimpulkan bahwa media adalah semua alat atau benda yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar, dengan maksud untuk menyampaikan pesan pembelajaran dari guru kepada peserta didik, yang bertujuan agar proses interaksi komunikasi antara guru kepada peserta didik berlangsung sehingga memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran.
Media  pembelajaran, menurut Gerlach dan Ely (dalam Asyhar, 2011:7-8), memiliki cakupan yang sangat luas, yaitu termasuk manusia, materi atau kajian yang membangun suatu kondisi yang membuat peserta didik mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. Media pembelajaran mencakup semua sumber yang diperlukan untuk melakukan komunikasi dalam pembelajaran.
Berdasarkan hal tersebut, media harus bermanfaat sebagai berikut.
  1. Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.
  2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga, dan daya indra.
  3. Menimbulkan gairah belajar, berinteraksi secara langsung antara peserta didik dan sumber belajar.
  4. Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori, dan kinestetiknya.
  5. Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman, dan menimbulkan persepsi yang sama.
  6. Proses pembelajaran mengandung lima komponen komunikasi, yaitu guru (komunikator), bahan pembelajaran, media pembelajaran, peserta didik (komunikan), dan tujuan pembelajaran. Jadi, media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran) sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan peserta didik dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran (Daryanto, 2011:4-5).
Dalam situs edu-articles.com, media diklasifikasikan menjadi media visual, media audio, dan media audio visual.

a.         Media visual
Secara garis besar, unsur-unsur yang terdapat pada media visual terdiri dari garis, bentuk, warna dan tekstur. Garis tidak lain merupakan kumpulan dari titik-titik misalnya garis horizontal, vertikal, lengkung, dan lain-lain. Bentuk adalah sebuah konsepsi simbol yang dibangun atas garis-garis atau gabungan garis dengan konsep lainnya (Asyhar, 2011:53).
Media visual dapat memperlancar pemahaman (misalnya melalui elaborasi struktur dan organisasi) dan memperkuat ingatan. Visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata. Agar menjadi efektif, visual sebaiknya ditempatkan pada konteks yang bermakna dan siswa harus berinteraksi dengan visual (image) itu untuk meyakinkan terjadinya proses informasi (Arsyad, 2011:91).
Gambar merupakan media visual yang paling banyak digunakan. Gambar merupakan hasil lukisan yang menggambarkan orang, tempat, dan benda dalam berbagai variasi. Gambar secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu sketsa, lukisan dan foto. Sketsa biasa disebut juga sebagai gambar garis, yakni gambar sederhana atau draft kasar yang melukiskan bagian pokok suatu objek tanpa detail. Lukisan adalah gambar hasil representasi simbolis dan artistik seseorang tentang suatu obyek atau situasi. Foto adalah hasil pemotretan atau photografi menggunakan kamera foto (Asyhar, 2011:58).   
b.        Media Audio
Audio berasal dari kata audible, yang artinya suara yang dapat didengarkan secara wajar oleh telinga manusia. Kemampuan mendengar manusia berada pada daerah frekuensi antara 20 sampai 20.000 hertz. Di luar itu, manusia tidak mampu lagi mendengarkannya (Daryanto, 2011:37).
Kaitannya dengan audio sebagai media pembelajaran maka suara-suara ataupun bunyi direkam dengan menggunakan alat perekam suara, kemudian diperdengarkan kembali kepada peserta didik dengan menggunakan sebuah alat pemutar. Jika suara atau bunyi tadi diperdengarkan ke peserta didik melalui pemancar radio maka media tersebut dikatakan sebagai radio.

c.         Media Audio Visual
Media ini  dapat menampilkan unsur gambar (visual) dan suara (audio) secara bersamaan pada saat mengkomunikasikan pesan atau informasi. Media audio visual terbagi dua macam yakni audio visual murni yaitu baik unsur suara maupun unsur gambar berasal dari satu sumber seperti video kaset dan audio visual tidak murni yaitu unsur suara dan unsur gambarnya berasal dari sumber yang berbeda. Misalnya film bingkai suara yang unsur gambarnya berasal dari slide proyektor dan unsur suaranya berasal dari tape recorder (Asyhar, 2011:73).
Media gambar visual adalah media yang berupa gambar cetak diam yang pembuatannya melalui proses pencetakan yang bertujuan membantu memperjelas objek materi yang dibahas dalam pembelajaran.  Media gambar menyajikan fakta, ide atau gagasan melalui kata-kata, kalimat, angka-angka, dan simbol atau gambar grafis yang biasa digunakan untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide dan mengilustrasikan fakta-fakta sehingga menarik dan diingat orang. Gagne mengungkapkan bahwa media yang berupa berbagai jenis komponen dalam lingkungan pendidikan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar (AECT,1977).
Gambar pada dasarnya membantu mendorong para peserta didik dan dapat membangkitkan minatnya pada pelajaran. Membantu mereka dalam kemampuan berbahasa, kegiatan seni, dan pernyataan kreatif dalam bercerita, dramatisasi, bacaan, penulisan, melukis dan menggambar serta membantu mereka menafsirkan dan mengingat-ingat isi materi bacaan dari buku teks (Sadiman, 1984:14).

C. KESIMPULAN
   Pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu cara yang tepat untuk dapat menstimulasi, memelihara, dan mengingat serta meningkatkan terciptanya proses kognitif dari setiap individu yang belajar. Kegiatan belajar mengajar yang bisa dikatakan efektif, adanya hubungan timbal balik serta interaksi antara pendidik dan peserta didik. Pendidik juga dituntut agar dapat mewujudkan ide suatu pembelajaran atau metode yang efektif bagi peserta didiknya sehingga siswa dapat mencerna dan mengingat dengan cepat “Short-Term Memory” kemudian menyimpan informasi yang diterima agar suatu saat dapat digunakan kembali. Perpaduan antara kedua hubungan tersebut akan mendukung terciptanya proses pembelajaran yang efektif sehingga dapat tercapai tujuan pembelajaran secara baik dan optimal.
Bagi pendidikan di TK terdapat beberapa prinsip pembelajaran yang harus diperhatikan, yaitu belajar dari hal yang konkrit dan dapat dilihat langsung, bersifat pengenalan, seimbang antara kegiatan fisik dan mental, berhubungan sebab dan akibat, sesuai dengan tingkat perkembangan anak, sesuai kebutuhan individual, mengembangkan kecerdasan, sesuai langgam belajar anak, kontekstual dan multikonteks, terpadu/integratif menggunakan esensi bermain dan belajar kecakapan hidup.
           
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, A. (2004). Media Pembelajaran.Jakarta:Raja GrafindoPersada

Asyhar, R. (2011). Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada Press.

Daryanto. (2011). Media Pembelajaran. Bandung: Satu Nusa

Dhieni, Nurbiana. (2007). Metoda Pengembangan Bahasa. Jakarta: Universitas Terbuka

Indarto, Kuss (1999). Sketsa Di Tanah Mer(d)eka Kumpulan Karikatur. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Munadi. (2013). Media Pembelajaran. Bandung: GP Press

Sadiman, A.S., dan Rahardjito. (2003). Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: Pustekkom Dikbud dan PT. Raja Grafindo Persada dalam rangka ECD Project (USAID).

Wahyudin, U. dan Agustin, M. (2011). Penilaian Perkembangan Anak Usia Dini. Bandung: Refika Aditama

Yusuf, S. (2005). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya


No comments:

Post a Comment

Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive