Pengertian anak
mandiri adalah anak yang mampu memenuhi kebutuhannya, baik berupa kebutuhan
naluri maupun kebutuhan fisik, oleh dirinya sendiri secara bertanggung jawab
tanpa bergantung pada orang lain. Bertanggung jawab dalam hal ini berarti
mengaitkan kebutuhannya dengan kebutuhan orang lain dalam lingkungannya yang
sama-sama harus dipenuhi.
Kemandirian sangat
erat terkait dengan anak sebagai individu yang mempunyai konsep diri,
penghargaan terhadap diri sendiri (self esteem), dan mengatur diri sendiri (self
regulation). Anak memahami tuntutan lingkungan terhadap dirinya, dan
menyesuaikan tingkah lakunya.
Secara umum
kemandirian bisa diukur melalui bagaimana anak bertingkah laku secara fisik.
Namun, tidak hanya itu, kemandirian juga bisa berwujud pada perilaku emosional
dan sosialnya. Contoh sederhana, anak usia 3-4 tahun yang sudah bisa
menggunakan alat makan, seharusnya bisa makan sendiri, ini adalah bentuk
kemandirian secara fisik. Anak yang bisa masuk ke kelas dengan nyaman karena
mampu mengontrol dirinya adalah bentuk kemandirian emosional. Contoh
kemandirian sosial yaitu apabila anak mampu berhubungan dengan orang lain
secara independen sebagai individu, dan tidak selalu hanya berinteraksi dengan
orang tua atau pengasuhnya.
Sebenarnya, sejak
usia dini naluri setiap anak sudah menunjukkan perilaku dasar mandiri.
Misalnya, pada saat masih bayi, mereka belajar untuk tengkurap, merangkak,
berdiri, dan berjalan sendiri. Dalam masa itu mereka berusaha sekuat tenaga
untuk bisa walaupun sering gagal dan menangis. Hal itu merupakan perilaku
adaptif sesuai dengan usia anak untuk menjadi manusia yang mandiri. Hanya saja,
sering kali lingkungan kurang tanggap dan kondusif terhadap proses menuju
kemandirian ini sehingga anak mendapat perlakuan yang salah. Misalnya, acap
kali orang tua merasa tidak tega atau kurang sabar melihat si kecil yang
berusaha menautkan tali sepatunya selama beberapa saat, namun belum juga
berhasil, lalu segera membantu menyelesaikan masalah tersebut. Tanpa disadari
bahwa sikap semacam ini menghentikan proses menuju kemandirian yang sedang
diperjuangkan sang anak. Akibatnya, anak akan terbiasa mencari orang tuanya
apabila menghadapi persoalan, dan mulai tergantung pada orang lain, untuk
hal-hal yang kecil sekalipun.
Anak-anak yang
tidak mandiri akan memberi pengaruh negatif terhadap perkembangan
kepribadiannya sendiri. Apabila hal ini tidak segera diatasi, anak akan
mengalami kesulitan pada perkembangan selanjutnya. Anak akan mengalami
kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Terlebih, anak yang
tidak mandiri juga akan menyusahkan orang lain.
Anak-anak yang
tidak mandiri cenderung tidak percaya diri dan tidak mampu mengambil keputusan
dengan baik. Sedangkan bentuk ketergantungan kepada orang lain dapat berupa;
misalnya mulai dari persiapan berangkat sekolah, ketika di lingkungan sekolah,
mengerjakan pekerjaan rumah, sampai dalam pola belajarnya. Dalam persiapan
berangkat sekolah, misalnya, anak selalu ingin dimandikan orang lain, dibantu
berpakaian, minta disuapi, disiapkan buku dan peralatan sekolah oleh orang
lain, termasuk harus selalu diantar ke sekolah. Ketika belajar di rumah, mereka
mungkin mau, asalkan semua dilayani; misalnya anak akan menyuruh orang lain
untuk mengambilkan pensil, buku, serutan dan sebagainya.
Beberapa hal umum
yang perlu dihindari agar proses menuju kemandirian anak dapat berlangsung
sesuai yang kita harapkan adalah:
Kekhawatiran
yang berlebihan terhadap anak. Saat
anak ingin memegang gelas, sendok, atau peralatan makan, sebenarnya sudah
menjadi petunjuk gejala mandiri. Sayangnya, orangtua atau pengasuh kadangkala
suka melarang anak melakukan hal tersebut. Banyak alasan atas larangan itu,
misalnya, karena khawatir benda yang dipegang anak akan jatuh. Tanpa disadari,
larangan itu justru menghambat kesempatan anak untuk belajar mandiri.
Overprotective. Tak sedikit orangtua yang takut bila
anaknya yang berusia batita melakukan hal-hal tertentu. Saat anak ingin
naik-turun tangga sendiri, kerap tidak diperbolehkan, bahkan langsung
digendong. Akibatnya, anak jadi penakut dan tak mampu mengontrol diri sendiri.
Tak ada salahnya memperbolehkan anak naik-turun tangga sendiri, tentunya dengan
diawasi dan dijaga oleh orangtua maupun pengasuhnya. Setiap anak mampu
mengukur, seberapa jauh ia dapat mengontrol diri sendiri. Saat berada di
ketinggian tertentu, anak mempunyai insting dasar untuk bertahan dan tidak
melompat. Biarkan anak melakukan hal yang diinginkannya, tetapi tetap harus
diawasi.
Kasih
sayang yang berlebihan. Apapun
keinginan anak dipenuhi dan dilayani. Curahan kasih sayang dengan menjadikan
anak sebagai tuan kecil dalam rumah merupakan penyebab anak menjadi tidak
mandiri dan manja. Tetapi, tidak ada kata terlambat untuk melatih anak menjadi
mandiri. Asalkan ada kesempatan bagi anak untuk menunjukkan perilaku mandirinya.
Hanya saja, akan semakin sulit manakala usia anak makin bertambah karena
sebelumnya anak selalu bergantung pada orangtua dan pengasuhnya. Anak akan
menuntut untuk terus dilayani, diperhatikan, hingga akhirnya sulit diubah.
(ans)
Salah satu penyebab anak takut ke kelompok bermain adalah
masalah kemandirian. Di rumah anak selalu mendapatkan apa yang
diinginkan dari orangtuanya dan segala kebutuhannya selalu dilayani oleh
orangtuanya, sedangkan di kelompok bermain, anak diajarkan untuk mandiri dan
melakukan segala sesuatunya sendiri dengan sedikit bantuan dari pendidik. Hal
ini dapat membuat anak menjadi tidak nyaman di kelompok bermain,karena ia
tidak begitu nyaman apabila mengerjakan pekerjaannya sendiri.
Kemandirian anak usia dini berbeda dengan kemandirian remaja
ataupun orang dewasa. Jika definisi mandiri untuk remaja dan orang dewasa
adalah kemampuan seseorang untuk bertanggung jawab atas apa yang dilakukan
tanpa membebani orang lain, sedangkan untuk anak usia dini adalah kemampuan
yang disesuaikan dengan tugas perkembangan. Adapun tugas-tugas
perkembangan untuk anak usia dini adalah belajar berjalan, belajar makan,
berlatih berbicara, koordinasi tubuh, kontak perasaan dengan lingkungan,
pembentukan pengertian, dan belajar moral. Apabila seorang anak usia dini telah
mampu melakukan tugas perkambangan, ia telah memenuhi syarat
kemandirian. Tetapi, untuk membentuk kemandirian anak usia dini itu
gampang-gampang susah. Hal ini tergantung dari orang tua anak dalam
memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan psikologis anak. Tentu saja ini
merupakan tugas orangtua untuk selalu mendampingi anaknya, sebab orangtua
adalah lingkungan yang paling dekat dan bersentuhan langsung dengan
anak. Peran orangtua atau lingkungan terhadap tumbuhnya kemandirian pada
anak sejak usia dini merupakan suatu hal yang penting. Hal ini mengingat bahwa
kemandirian pada anak tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Anak perlu
dukungan, seperti sikap positif dari orangtua dan latihan-latihan ketrampilan
menuju kemandiriannya.
Dalam menanamkan kemandirian pada anak, hindarilah perintah
dan ultimatum Karena dapat membuat anak selalu merasa berada di bawah
orangtua dan tidak mempunyai otoritas pribadi. Disiplin dan rasa
hormat tetap bisa dilatih tanpa Anda menjadi galak pada anak.
Mengarahkan, mengajar serta berdiskusi dengan anak akan lebih efektif daripada
memerintah, apalagi bila perintah tidak didasari dengan alasan yang jelas. Lama
kelamaan anak akan bergantung pada perintah atau larangan Anda dalam melakukan
segala sesuatu. Senantiasa katakan dan tunjukkan cinta, kasih sayang serta
dukungan pada balita secara konsisten, hal ini akan meningkatkan rasa percaya
dirinya. Dengan demikian dia akan lebih yakin pada dirinya, serta tidak ragu
untuk mencoba hal-hal yang baru.
Orangtua juga harus bersikap positif
pada anak, seperti: memuji, memberi semangat atau memberi pelukan hangat
sebagai bentuk dukungan terhadap usaha mandiri yang dilakukan anak. Adanya
penghargaan atas usaha anak untuk menjadi pribadi mandiri, terlepas dari apakah
pada saat itu ia berhasil atau tidak. Dengan tumbuhnya perasaan berharga, anak
akan memiliki kepercayaan diri yang sangat dibutuhkan dalam proses tumbuh
kembang selanjutnya. Betapapun kotornya anak pada saat ia mencoba makan
sendiri, betapapun tidak rapinya anak pada saat ia mencoba mandi sendiri,
betapapun lamanya waktu yang dibutuhkan anak untuk memakai kaus kaki dan
memilih sepatu atau baju yang tepat, hendaknya orangtua tetap sabar untuk tidak
bereaksi negatif terhadap anak, seperti mencela atau meremehkan anak. Apabila
orangtua/lingkungan bereaksi negatif atau tidak menghargai usaha anak untuk
mandiri, maka hal ini akan berdampak negatif pada diri anak, seperti anak bisa
tumbuh menjadi seorang yang penakut, tidak berani memikul tanggung jawab, tidak
termotivasi untuk mandiri dan cenderung memiliki kepercayaan diri yang rendah.
Selain itu, untuk menjadi pribadi
mandiri, seorang anak juga perlu mendapat kesempatan berlatih secara konsisten
mengerjakan sesuatu sendiri atau membiasakannya melakukan sendiri tugas-tugas
yang sesuai dengan tahapan usianya. Orangtua atau lingkungan tidak perlu bersikap terlalu cemas,
terlalu melindungi, terlalu membantu atau bahkan selalu mengambil alih
tugas-tugas yang seharusnya dilakukan anak, karena hal ini dapat menghambat
proses pencapaian kemandirian anak. Kesempatan untuk belajar mandiri dapat
diberikan orangtua atau lingkungan dengan memberikan kebebasan dan kepercayaan
pada anak untuk melakukan tugas-tugas perkembangannya. Namun demikian peran
orangtua atau lingkungan dalam mengawasi, membimbing, mengarahkan dan memberi
contoh teladan tetap sangat diperlukan, agar anak tetap berada dalam kondisi
atau situasi yang tidak membahayakan keselamatannya. Bagi anak-anak usia dini,
latihan kemandirian ini bisa dilakukan dengan cara melibatkan anak dalam
kegiatan praktis sehari-hari di rumah, seperti melatih anak mengambil air
minumnya sendiri, melatih anak untuk membersihkan kamar tidurnya sendiri,
melatih anak buang air kecil sendiri, melatih anak menyuap makanannya sendiri,
melatih anak untuk naik dan turun tangga sendiri, dan sebagainya.
Selain bersikap positif dan selalu mendukung anak, praktek
kemandirian juga perlu diajarkan kepada anak melalui materi ketrampilan
hidup dengan konsep-konsep sederhana. Seperti contoh: si anak diajarkan untuk
mengerti bahwa semua barang miliknya (sepatu, mainan, boneka, buku
cerita dll) diperoleh karena orangtua bekerja untuk mndapatkan
penghasilan supaya mampu membeli semua yang dia butuhkan. Karena itu,
perlu adanya sikap tegas terhadap anak bahwa tidak semua yang dia inginkan
harus dipenuhi pada saat itu juga. Perlu ada waktu menunggu atau
mengajarkan si anak untuk menabung terlebih dahulu sebelum membeli sesuatu.
Dengan konsep seperti itu, dalam diri anak akan tertanam nilai untuk menghargai
jerih payah orang tua sekaligus belajar menjadi pribadi mandiri. Materi yang
bersifat akademis bisa dikatakan sebagai salah satu dari sekian banyak mata
pelajaran yang harus dipelajari anak. Yang utama adalah ketrampilan anak untuk
menjadi seorang yang mandiri. Banyak manfaatnya jika pelajaran mengenai
kemandirian diberikan pada anak usia dini. Tidak hanya teori, melainkan
mengajak anak untuk mempraktekannya dengan konsep-konsep sederhana tanpa harus
menunggu lulus SMA atau lulus Perguruan Tinggi. Tentu hasilnya akan lebih
efektif dan maksimal jika hal itu diajarkan pada usia dini.
Semakin dini usia anak untuk berlatih
mandiri dalam melakukan tugas-tugas perkembangannya, diharapkan nilai-nilai
serta ketrampilan mandiri akan lebih mudah dikuasai dan dapat tertanam kuat
dalam diri anak. Untuk menjadi pribadi mandiri, memang diperlukan suatu proses
atau usaha yang dimulai dari melakukan tugas-tugas yang sederhana sampai
akhirnya dapat menguasai ketrampilan-ketrampilan yang lebih kompleks atau lebih
menantang, yang membutuhkan tingkat penguasaan motorik dan mental yang lebih
tinggi. Dalam proses untuk membantu anak menjadi pribadi mandiri itulah
diperlukan sikap bijaksana orangtua atau lingkungan agar anak dapat terus
termotivasi dalam meningkatkan kemandiriannya.
No comments:
Post a Comment