Friday, November 17, 2017

Pendidikan Dalam Keluarga


a.       Definisi Orang tua
"Orang tua" dimaksudkan sebagai subjek dalam keluarga yang memiliki fungsi dominan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi, perawatan, pendidikan (bimbingan) dan perlindungan. Kemudian "Keluarga" merupakan unit terkecil dalam kehidupan masyarakat dimana terjalin hubungan fungsional antar orangtua dan anak dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk kebutuhan akan bimbingan atau pendidikan agamanya.
Orang tua menurut Arifin[1]  adalah orang yang menjadi pendidik dan membina yang berada di lingkungan keluarga, sedangkan menurut kamus Indonesia orang tua dapat diartikan sebagai berikut: ayah ibu kandung, orang yang dianggap tua (cerdik, pandai, ahli dan sebagainya, orang yang dihormati (disegani) di kampung, tertua.[2] Orang tua di sini ialah ayah dan ibu yang membantu dan membimbing anak mereka sehingga semangat dalam belajarnya sehingga dapat mencapai suatu tujuan yang diinginkannya.
Orang tua adalah ayah dan/atau ibu seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial.[3] Menurut Sastrapraja[4], orang tua adalah ayah ibu kandung. Aly[5] berpendapat bahwa orang tua adalah orang dewasa pertama yang memikul tanggung jawab pendidikan, sebab secara resmi anak pada masa awal kehidupannya berada di tengah ibu dan ayahnya, dan dari merekalah anak mulai mengenal pendidikan.
Selanjutnya, Zakiah Daradjat[6] berpendapat bahwa orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Sedangkan Ahmad Tafsir[7] berpendapat bahwa orang tua adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap pendidikan anak didik.
b.      Definisi Pendidikan Dalam Keluarga

Kata pendidikan menurut etimologi berasal dari kata dasar “didik”. Dengan memberi awalan ”pe” dan akhiran “kan”, maka mengandung arti “perbuatan” (hal, cara, dan sebagainya).[8] Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu “paedagogie”, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan “education” yang berarti pengembangan atau bimbingan.[9] Makna pendidikan dapat dilihat dalam pengertian secara khusus dan pengertian secara luas. Dalam arti khusus, pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Selanjutnya para pakar ilmu pengetahuan mengemukakan beberapa definisi pendidikan sebagai berikut:

1.    Menurut Hoogeveld yang dikutip oleh Abu Ahmadi dan Nur Ubhiyati, mendidik adalah membantu anak supaya anak itu kelak cakap menyelesaikan tugas hidupnya atas tanggung jawab sendiri.

2.    Menurut S. Brojonegoro yang dikutip oleh Abu Ahmadi dan Nur Ubhiyati, mendidik berarti memberi tuntutan kepada manusia yang belum dewasa dalam pertumbuhan dan perkembangan, sampai tercapainya kedewasaan dalam arti rohani dan jasmani.[10]

Jadi, pendidikan dalam arti khusus hanya dibatasi sebagai usaha orang dewasa dalam membimbing anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Setelah anak menjadi dewasa dengan segala cirinya, maka pendidikan dianggap selesai. Pendidikan dalam arti khusus ini menggambarkan upaya pendidikan yang terpusat dalam lingkungan keluarga. Hal tersebut lebih jelas dikemukakan oleh Drijarkara, bahwa:
1.      Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tritunggal ayah-ibu-anak, di mana terjadi permanusiaan anak. Dia berproses untuk memanusiakan sendiri sebagai manusia purnawan.
2.      Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tritunggal, ayah-ibu-anak, di mana terjadi pembudayaan anak. Dia berproses untuk akhirnya bisa membudaya sendiri sebagai manusia purnawan.
3.      Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tritunggal, ayah-ibu-anak, di mana terjadi pelaksanaan nilai-nilai, dengan mana dia berproses untuk akhirnya bisa melaksanakan sendiri sebagai manusia purnawan.
Menurut Drijarkara, pendidikan secara prinsip adalah berlangsung dalam lingkungan keluarga. Pendidikan merupakan tanggung jawab orang tua, yaitu ayah dan ibu yang merupakan figur sentral dalam pendidikan. Ayah dan ibu bertanggung jawab untuk membantu memanusiakan, membudayakan, dan menanamkan nilai-nilai terhadap anak-anaknya. Bimbingan dan bantuan ayah dan ibu tersebut akan berakhir apabila sang anak menjadi dewasa, menjadi manusia sempurna atau manusia purnawan.[11]
Sedangkan pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, yang berlangsung sepanjang hayat. Henderson mengemukakan bahwa pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir. Warisan sosial merupakan bagian dari lingkungan masyarakat, merupakan alat bagi manusia untuk pengembangan manusia yang terbaik dan inteligen, untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Adapun istilah pendidikan dalam konteks Islam telah banyak dikenal dengan menggunakan term yang beragam, seperti at-Tarbiyah, at-Ta’lim dan at-Ta’dib. Setiap term tersebut mempunyai makna dan pemahaman yang berbeda, walaupun dalam hal-hal tertentu, kata-kata tersebut mempunyai kesamaan pengertian.[12] Pemakaian ketiga istilah tersebut, apalagi pengakajiannya dirujuk berdasarkan sumber pokok ajaran Islam (al-Qur’an dan al-Sunnah). Selain akan memberikan pemahaman yang luas tentang pengertian pendidikan Islam secara substansial, pengkajian melalui al-Qur’an dan al-Sunnah pun akan memberi makna filosofis tentang bagaimana sebenarnya hakikat dari pendidikan Islam tersebut. Dalam al-Qur’an Allah memberikan sedikit gambaran bahwa at-Tarbiyah mempunyai arti mengasuh, menanggung, memberi makan, mengembangkan, memelihara, membuat, membesarkan dan menjinakkan. Hanya saja dalam konteks al-Isra’ makna at-Tarbiyah sedikit lebih luas mencakup aspek jasmani dan rohani, sedangkan dalam surat asy-Syura hanya menyangkut aspek jasmani saja.
Dari pengertian-pengertian pendidikan di atas ada beberapa prinsip dasar tentang pendidikan yang akan dilaksanakan: Pertama, bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup. Usaha pendidikan sudah dimulai sejak manusia lahir dari kandungan ibunya, sampai tutup usia, sepanjang ia mampu untuk menerima pengaruh dan dapat mengembangkan dirinya. Suatu konsekuensi dari konsep pendidikan sepanjang hayat adalah, bahwa pendidikan tidak identik dengan persekolahan. Pendidikan akan berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Kedua, bahwa tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama semua manusia: tanggung jawab orang tua, tanggung jawab masyarakat, dan tanggung jawab pemerintah. Pemerintah tidak memonopoli segalanya. Bersama keluarga dan masyarakat, pemerintah berusaha semaksimal mungkin agar pendidikan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Ketiga, bagi manusia pendidikan merupakan suatu keharusan, karena dengan pendidikan manusia akan memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang, yang disebut manusia seluruhnya.[13]
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.[14]
Sedangkan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa “Keluarga”: ibu bapak dengan anak-anaknya, satuan kekerabatan yang sangat mendasar di masyarakat.[15] Keluarga merupakan sebuah institusi terkecil di dalam masyarakat yang berfungsi sebagai wahana untuk mewujudkan kehidupan yang tentram, aman, damai, dan sejahtera dalam suasana cinta dan kasih sayang diantara anggotanya.
Keluarga menurut Muhaimin adalah suatu kesatuan sosial terkecil yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk sosial yang memilki tempat tinggal dan ditandai oleh kerjasama ekonomi, berkembang mendidik, melindungi, merawat dan sebagainya.[16]
Sedangkan pengertian keluarga menurut Hasan Langulung adalah unit pertama dan istitusi pertama dalam masyarakat dimana hubungan-hubungan yang terdapat di dalamnya, sebagaian besar bersifat hubungan-hubungan langsung.[17] Dalam al-Qur’an juga dijumpai beberapa kata yang mengarah pada “keluarga”. Ahlul bait disebut keluarga rumah tangga Rasulullah SAW (al-Ahzab: 33) Wilayah kecil adalah ahlul bait dan wilayah meluas bisa dilihat dalam alur pembagian harta waris. Keluarga perlu dijaga (At-tahrim: 6), Keluarga adalah potensi menciptakan cinta dan kasih sayang. Menurut Abu Zahra bahwa institusi keluarga mencakup suami, isteri, anak-anak dan keturunan mereka, kakek, nenek, saudara-saudara kandung dan anak-anak mereka, dan mencakup pula saudara kakek, nenek, paman dan bibi serta anak mereka (sepupu).
Adapun pengertian keluarga dalam Islam adalah kesatuan masyarakat terkecil yang dibatasi oleh nasab (keturunan) yang hidup dalam suatu wilayah yang membentuk suatu struktur masyarakat sesuai syari’at Islam, atau dengan pengertian lain yaitu suatu tatanan dan struktur keluarga yang hidup dalam sebuah sistem berdasarkan agama Islam.[18] Pengertian ini dapat dibuktikan dengan melihat kehidupan sehari-hari umat Islam. Misalnya dalam hubungan waris terlihat bahwa hubungan keluarga dalam pengertian keturunan tidak terbatas hanya pada ayah ibu dan anak-anak saja, tetapi lebih jauh dari itu, dimana kakek, nenek, saudara ayah, saudara ibu, saudara kandung, saudara sepupu, anak dari anak, semuanya termasuk kedalam saudara atau keluarga yang mempunyai hak untuk mendapatkan waris.
Dari beberapa istilah diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian keluarga adalah sebuah institusi pendidikan yang utama dan bersifat kodrati. Sebagai komunitas masyarakat terkecil, keluarga memiliki arti penting dan strategis dalam pembangunan komunitas masyarakat yang lebih luas. Oleh karena itu, kehidupan keluarga yang harmonis perlu dibangun di atas dasar sistem interaksi yang kondusif sehingga pendidikan dapat berlangsung dengan baik.[19]
c. Tujuan pendidikan keluarga
Istilah “tujuan” atau “sasaran” atau “maksud” dalam bahasa Arab dinyatakan dengan ghayat atau ahdaf atau maqasid. Sedangkan dalam bahasa Inggris, istilah “tujuan” dinyatakan dengan “goal atau purpose” atau objective atau aim. Secara umum istilah-istilah itu mengandung pengertian yang sama yaitu perbuatan yang di arahkan kepada suatu tujuan tertentu, atau arah, maksud yang hendak dicapai melalui upaya atau aktifitas.[20]
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa yang menjadi tujuan pendidikan dalam keluarga, ialah “Anak dan anggota keluarga dapat tumbuh dan berkembang semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya untuk menjadi seseorang yang mandiri dalam masyarakatnya dan dapat menjadi insan produktif bagi dirinya sendiri dan lingkungannya itu. Kemudian setiap anggota keluarga berkembang menjadi orang dewasa yang mengerti tindak budaya bangsanya dan menjadi seorang yang bertaqwa sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.[21] Jadi, yang dimaksud dengan tujuan pendidikan keluarga adalah memelihara, melindungi anak sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Keluarga merupakan kesatuan hidup bersama yang utama dikenal oleh anak sehingga disebut lingkungan pendidikan utama. Proses pendidikan awal di mulai sejak dalam kandungan.
Latar belakang sosial ekonomi dan budaya keluarga, keharmonisan hubungan antar anggota keluarga, intensitas hubungan anak dengan orang tua akan sangat mempengaruhi sikap dan perilaku anak. Keberhasilan anak di sekolah secara empirik sangat dipengaruhi oleh besarnya dukungan orang tua dan keluarga dalam membimbing anak.[22]
d. Bentuk-bentuk pendidikan keluarga
Keluarga dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
1)        Keluarga inti, yang terdiri dari bapak, ibu dan anak-anak, atau hanya ibu atau bapak atau nenek dan kakek.
2)        Keluarga inti terbatas, yang terdiri dari ayah dan anak-anaknya, atau ibu dan anak-anaknya.
3)        Keluarga luas (extended family), yang cukup banyak ragamnya seperti rumah tangga nenek yang hidup dengan cucu yang masih sekolah, atau nenek dengan cucu yang telah kawin, sehingga isteri dan anak-anaknya hidup menumpang juga.[23]


Ada tiga jenis hubungan keluarga yaitu:
1)      Keluarga dekat (the close family), kerabat dekat yang terdiri atas individu yang terkait dalam keluarga melalui hubungan darah, adopsi, dan atau perkawinan, seperti suami isteri, orang tua, anak dan antar saudara (siblings).
2)      Kerabat jauh (discretionari kin), kerabat jauh terdiri dari individu yang terikat dalam keluarga melalui hubungan darah, adopsi dan atau perkawinan, tetapi ikatan keluarganya lebih dari pada kerabat dekat. Anggota kerabat jauh kadang-kadang tidak menyadari akan adanya hubungan keluarga tersebut. Hubungan yang terjadi di antara mereka biasanya karena kepentingan pribadi dan bukan karena adanya kewajiban sebagai anggota keluarga. Biasanya mereka terdiri atas paman, bibi, keponakan, dan sepupu.
3)      Orang yang dianggap kerabat, seorang dianggap kerabat karena adanya hubungan yang khusus, misalnya hubungan antar teman akrab.
Bentuk keluarga yang berkembang di masyarakat ditentukan oleh struktur keluarga dan domisili keluarga dalam seting masyarakatnya. Dalam hal ini keluarga dapat dikategorikan pada keluarga yang berada pada masyarakat pedesaan dengan bercirikan paguyuban, dan keluarga masyarakat perkotaan yang bercirikan patembayan. Keluarga pedesaan memiliki karakter keakraban antar anggota keluarga yang lebih luas dengan intensitas relasi yang lebih dekat, sedangkan keluarga perkotaan biasanya memiliki relasi lebih longgar dengan tingkat intensitas pertemuan lebih terbatas.[24]



[1] Arifin, Teori-Teori Conseling Umum dan Agama, (Jakarta: Golden Terayon Press,2004). hlm. 114
[2] http//:kamusbahasaindonesia.Org/orangtua. Diakses: 24 Desember 2016
[3] www.wikipedia.co.id, Agama dan Macamnya, diakses 24 Desember 2016
[4] Sastrapraja, M., Kamus Istilah Pendidikan dan Umum, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981) hlm. 470.
[5] Aly, Heri Noer, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos: 1999) hlm. 87
[6] Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. VII, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008) hlm. 35
[7] Tafsir, A., Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005). Hlm. 164.
[8] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), h.702
[9] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1998), cet. Ke-2, hlm.1
[10] Abu Ahmadi dan Nur Ubhiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm.70
[11] Drijarkara, Pendidikan Filsafat, (Jakarta: PT Pembangunan, 2004), hlm.64-65
[12] Muhaimin Abd Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm.127
[13] Uyoh Sadulloh, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Alfabeta, 2003), hlm.56
[14] M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), hlm.11
[15] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), hlm.471
[16] Muhaimin Abd Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm.289
[17] Hasan Langgulung, Manusia dan pendidikan, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1995), cet. Ke- 3, hlm.346
[18] Abdul Aziz, Pendidikan Agama dalam Keluarga: Tantangan Era Globalisasi, Himmah, Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyrakatan (Vol. 6, No. 15, Januari-April 2005), hlm.73
[19] Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua & Anak dalam Keluarga, hlm.3
[20] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hlm.155-156
[21]http://artikelterbaru.com/pendidikan/arti-dan-tujuan-pendidikan-keluarga-2-20111692.html. Diakses pada 13 Desember 2016
[22] Lihat di http://imeymaemunah.blogspot.com/2010/12/makalah-pendidikan-keluarga.html. Diakses pada 15 Desember 2016
[23] Atashendartini Habsjah, Jender dan Pola Kekerabatan dalam TO Ihromi (ed), Bunga Rampai Sosiologi Keluarga (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), hlm.218
[24] Mufidah ch, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, (Malang: UIN Malang Press, 2008), cet. Ke-1, hlm.41

No comments:

Post a Comment

Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive