A. PENDAHULUAN
Pada hakikatnya anak adalah makhluk individu yang membangun sendiri
pengetahuannya. Itu artinya guru dan pendidik anak usia dini lainnya tidaklah
dapat menuangkan air begitu saja ke dalam gelas yang seolah-olah kosong
melompong. Anak lahir dengan membawa sejumlah potensi yang siap untuk
ditumbuhkembangkan asalkan lingkungan menyiapkan situasi dan kondisi yang dapat
merangsang kemunculan dari potensi yang tersembunyi tersebut (Sujiono,
2009:55).
Pendidikan anak
usia dini atau usia prasekolah adalah masa dimana anak belum memasuki
pendidikan formal. Sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 butir 14 bahwa :
Pendidikan anak usia dini
adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan
usia enam tahun yang dilakukan dengan memberi rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut
Rentang usia dini
merupakan saat yang tepat dalam mengembangkan potensi kecerdasan anak.
Pengembangan potensi anak secara terarah pada rentang usia tersebut akan
berdampak pada kehidupan masa depannya. Sebaliknya pengembangan potensi anak
yang asal-asalan, akan berakibat pada potensi anak yang jauh dari harapan. PAUD
juga dapat dijadikan cermin untuk melihat keberhasilan anak di masa yang
akandatang.
Salah satu aspek perkembangan yang berkembang pesat pada usia dini adalah
perkembangan bahasa. Masa puncak untuk mempelajari bahasa adalah dari lahir
hingga usia enam tahun. Masa yang paling intensif adalah tiga tahun pertama
usia anak. Periode intensif dari perkembangan bahasa adalah 3 tahun pertama,
ketika otak sedang berkembang dan menuju proses pematangan.
Perkembangan bahasa bagi anak usia dini itu penting. Anak dapat
mengekspresikan pikirannya menggunakan bahasa, sehingga orang lain dapat
menangkap apa yang dipikirkan oleh anak. Melalui berbahasa, komunikasi antar
anak terjalin dengan baik sehingga membangun hubungan. Tidak heran bahasa
dianggap salah satu indikator kesuksesan anak.
Pada anak usia dini khususnya anak Taman Kanak-Kanak, kemampuan berbahasa
yang umum dan efektif digunakan adalah berbicara. Hal ini selaras dengan
karakteristik umum kemampuan bahasa pada anak usia tersebut. Karakteristik ini
meliputi kemampuan anak untuk dapat berbicara dengan baik, melaksanakan tiga
perintah lisan secara berurutan dengan benar, mendengarkan dan menceritakan
kembali cerita sederhana dengan urutan yang mudah dipahami, membandingkan dua
hal, memahami konsep timbal balik, menyusun kalimat, mengucapkan lebih dari
tiga kalimat, dan mengenal tulisan sederhana.
Hal ini bisa diketahui dengan melihat kegiatan anak sehari-hari. Peneliti
sering mendapati anak-anak yang dapat mengucapkan bahasa/kosakata, akan tetapi
tidak mengerti maknanya, bahkan ada beberapa anak yang masih sulit
mengungkapkan perasaannya dengan bahasa lisan. Keaktifan anak dalam proses
pembelajaran bahasapun juga masih rendah, anak-anak kurang merespon apa yang
diterangkan oleh guru, keinginan untuk bertanya anak juga masih rendah.
Berdasarkan hasil observasi awal menunjukkan bahwa anak yang dapat
mengungkapkan bahasa secara lisan dengan baik sekitar 25%.
Metode yang digunakan di TK tersebut masih menggunakan metode ceramah
yang membuat anak menjadi bosan dan kurang aktif dalam pembelajaran. Guru juga
kurang mengajarkan komponen bahasa secara menyeluruh, guru terkesan hanya
mengajarkan kosakata tetapi mengabaikan maknanya. Melihat kendala-kendala
tersebut dan fenomena yang ada di lapangan, maka penulis mencoba mencari
berbagai macam teknik dan strategi untuk membantu meningkatkan kemampuan
berbahasa khususnya menceritakan kembali isi cerita pada anak Taman
Kanak-kanak.
Untuk memecahkan masalah tersebut diperlukan metode
yang tepat agar nantinya anak usia dini dapat menguasai penggunaan bahasa yang
tepat dan benar tentunya tidak melupakan unsur kegembiraan sehingga konsep
bermain sambil belajar dapat berjalan dengan baik. Guru Taman Kanak-kanak,
perlu menyusun bentuk kegiatan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan
berbahasa yang sesuai dengan karakteristik perkembangan fisik dan psikologis
anak TK, keadaan lingkungan sekitar dan ketersediaan sarana prasarana
pendidikan.
Salah satu bentuk kegiatan yang dapat dilakukan
sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan menceritakan kembali isi cerita
pada anak usia dini adalah dengan media film kartun. Dengan melihat film
kartun, anak dapat lebih mudah untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan. Apa
berwujud pernyataan atau pesan dan memiliki daya yang dapat menggerakkan hati,
berwawasan cita rasa keindahan.
B. PEMBAHASAN
1. Hakekat
Anak Usia Dini
Pada
hakikatnya anak adalah makhluk individu yang membangun sendiri pengetahuannya.
Itu artinya guru dan pendidik anak usia dini lainnya tidaklah dapat menuangkan
air begitu saja ke dalam gelas yang seolah-olah kosong melompong. Anak lahir
dengan membawa sejumlah potensi yang siap untuk ditumbuhkembangkan asalkan
lingkungan menyiapkan situasi dan kondisi yang dapat merangsang kemunculan dari
potensi yang tersembunyi tersebut (Sujiono, 2009:55).
Anak usia dini adalah anak yang berada
pada rentangan usia 0 tahun (dari lahir) sampai 8 tahun. Anak usia pra sekolah
merupakan kelompok anak berusia sekitar 4-6 tahun yang merupakan bagian dari
anak usia dini. Pada usia ini
secara terminologi disebut sebagai anak usia prasekolah. Perkembangan
kecerdasan pada masa ini mengalami peningkatan dari 50% menjadi 80% (Departemen
Pendidikan Nasional, 2004:1)
Pada masa anak usia dini merupakan
periode kritis dalam perkembangan anak. Hasil kajian neurologi menunjukkan
bahwa pada saat lahir otak bayi membawa potensi sekitar 100 milyar yang pada
proses berikutnya sel-sel dalam otak tersebut berkembang dengan begitu pesat
dengan menghasilkan bertrilyun-trilyun sambungan antar neuron. Supaya mencapai
perkembangan optimal sambungan ini harus diperkuat melalui berbagai rangsangan
psikososial, karena sambungan yang tidak diperkuat akan mengalami penyusutan
dan musnah (Jalal dalam Wahyudin dan Agustin, 2010:2)
Anak
usia dini merupakan masa peka bagi
anak. Anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya perkembangan seluruh
potensi anak. Masa peka adalah masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik
dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa
ini merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan
fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian,
seni, moral, dan nilai-nilai agama. Oleh sebab itu dibutuhkan kondisi dan
stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan
anak tercapai secara optimal (Departemen Pendidikan Nasional, 2004:1).
2. Keterampilan Menceritakan Kembali
Pada Anak Usia Dini
Cerita adalah suatu
kegiatan yang dilakukan oleh guru kepada murid-muridnya, orang tua kepada
anaknya, guru bercerita kepada pendengarnya. Suatu kegiatan yang bersifat seni
karena erat kaitannya dengan keindahan dan sandaran kepada kekuatan kata-kata
yang dipergunakan untuk mencapai tujuan cerita (Soekanto, 2001: 9).
Cerita bagi
anak merupakan salah satu hal yang disukai dan disenangi. Kegiatan bercerita semacam ini sejak dulu dilakukan oleh orang tua mereka untuk pengantar
tidur siang atau malam hari. Kebiasaan ini berjalan terus hingga saat ini
bercerita masih dilakukan oleh orang tua yang ingin membina dan membentuk
perkembangan pribadi anaknya.
Banyak orang tidak menyadari betapa besar pengaruh cerita terhadap
perilaku manusia, bahkan sampai membentuk budaya. Tidak sedikit bukti yang
menunjukkan bagaimana kisah-kisah dari Al Qur’an mengajarkan dasar-dasar
kehidupan beragama dan aturan-aturan dalam berperilaku. Cerita binatang dalam
legenda-legenda pun ikut mencetak nilai-nilai. Demikian pula cerita rakyat atau
kisah keluarga telah mendukung seseorang menjadi dirinya sendiri yang berbeda
dengan orang lain. Bukti lain menunjukkan bahwa selama berpuluh tahun, para
psikolog telah mengemukakan pengaruh positif dari membacakan cerita dan
bercerita kepada anak-anak. Hal ini merupakan cara yang sangat baik untuk
mengajari anak berfikir realistis.
Pengaruh
cerita, membaca cerita dan bercerita yang demikian besar menjadi salah satu
alasan bagaimana sebuah cerita yang baik perlu diciptakan dan dikembangkan .
Cerita tersebut harus mengembangkan berbagai aspek pada diri anak agar pengaruh
negatif dari cerita dapat dihindari, dan agar cerita dapat memberikan peran
edukatif dan psikologis secara optimal menghasilkan bahasa yang benar dan
bermakna. Bahasa yang dihasilkan anak prasekolah masih terbatas pada ekspresi
secara verbal berupa ucapan dan bukan tulisan. Oleh karena itu, kemampuan
berbahasa erat hubungannya dengan kemampuan anak, maka pemilihan metode harus
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran bahasa.
Metode
bercerita merupakan salah satu metode yang banyak digunakan di Taman
Kanak-kanak. Sebagai suatu metode bercerita mengundang perhatian anak terhadap
pendidik sesauai dengan tema pembelajaran. Bila isi cerita dikaitkan dengan
dunia kehidupan anak di Taman Kanak kanak, maka mereka dapat memahami isi
cerita itu, mereka akan mendengarkannya dengan penuh perhatian, dan dengan
mudah dapat menangkap isi cerita (Moeslichatoen, 2004: 157)
Pada dasarnya kegiatan menceritakan kembali merupakan
kegiatan mengungkapkan kembali apa yang dibaca maupun yang didengar. Kegiatan
menceritakan kembali dapat diimplmentasikan secara lisan maupun tertulis.
Kegiatan menceritakan kembali secara tulis, identik dengan kegiatan menuliskan
kembali cerita sedangkan kegiatan menceritakan kembali secara lisan, identik
dengan kegiatan bercerita. Dalam pembahasan ini lebih menekankan pada
menceritakan kembali secara lisan. Menceritakan kembali secara lisan merupakan
berbicara untuk menginformasikan. Sesuatu yang disampaikan oleh pencerita dalam
bentuk cerita anak merupakan sebuah informasi bagi pendengar. Selain itu,
kegiatan menceritakan kembali merupakan jenis bercerita. Kegiatan tersebut bisa
dilakukan dengan satu pendengar, dalam kelompok kecil, maupun dalam kelompok
besar.
Bercerita merupakan kegiatan menuturkan kejadian,
menyampaikan gambaran atau kejadian yang benar-benar terjadi maupun hasil
rekaan. Menurut Subyantoro (2007: 14) mengemukakan bercerita sebagai suatu
kegiatan yang disampaikan oleh pencerita kepada Anaknya, ayah, ibu dan ibu
kepada anak-anaknya, juru bercerita kepada pendengarnya. Bercerita juga
merupakan suatu kegiatan yang bersifat seni, karena erat kaitannya dengan
bersandar kepada kekuatan kata.
Kegiatan
menceritakan kembali merupakan bagian dari kegiatan bercerita. Keduanya
merupakan kegiatan menceritakan sesuatu hal atau peristiwa. Namun, kegiatan
menceritakan kembali harus melalui tahap membaca atau menyimak. Dengan
demikian, untuk merumuskan konsep menceritakan kembali diambil dari konsep
bercerita. Oleh karena itu, Keterampilan menceritakan kembali cerita anak yang
dibaca mengarahkan Anak agar mampu mengemukakan ide secara lisan dengan lancar,
runtut, lengkap, dan jelas. Agar ide dapat disampaikan kepada pendengar, maka
dalam menceritakan kembali cerita anak yang dibaca Anak harus menjaga bahasa,
suara, intonasi, dan dapat menggambarkan gagasannya dengan baik. Dapat
dikatakan bahwa menceritakan kembali adalah penyampaian ulang cerita secara
lisan dari pencerita kepada pendengar dengan menggunakan bahasanya sendiri.
C. KESIMPULAN
Pembelajaran menceritakan kembali merupakan pembelajaran bercerita dari
cerita yang dibaca atau didengar. Dalam pembelajaran menceritakan kembali
cerita yang diceritakan tidak harus persis dengan cerita aslinya, tetapi tidak
boleh menyimpang dari struktur cerita secara utuh. Selain itu, dalam
menceritakan kembali harus menggunakan efek suara dan ekspresi yang tepat.
Pembelajaran menceritakan kembali dapat mendorong Anak untuk lebih kreatif.
Menceritakan kembali merupakan kegiatan mengungkapkan kembali cerita yang
di baca atau di dengar. Oleh karena itu, kegiatan yang menjadi hasilnya adalah
penceritaan kembali. Dengan demikian, konsep kegiatan menceritakan kembali
dapat di adopsi dari rentetan kegiatan bercerita.
Daftar Pustaka
Arsyad, A. (2004). Media Pembelajaran. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, (2004). Metode Khusus Pengembangan Kemampuan Berbahasa,
Jakarta.
Indarto,K. (1999). Sketsa Di Tanah Mer(d)eka Kumpulan Karikatur.
Yogyakarta: Tiara Wacana
Moeslichatoen. (2004).
Metode Pengajaran Di Taman Kanak-kanak, Jakarta:Rineka Cipta.
Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Soekanto. (2001). Seni
Cerita Islami, Jakarta : Bumi Mitra Press.
Sujiono, Y. (2009). Konsep Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks
Wahyudin, U. dan Agustin, M. (2011). Penilaian Perkembangan Anak Usia Dini. Bandung:
Refika Aditama
Wardhani, dkk. (2011).
Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:
Universitas Terbuka
No comments:
Post a Comment