Thursday, November 30, 2017

KETERAMPILAN MENCERITAKAN KEMBALI ISI CERITA PADA ANAK USIA DINI





A. PENDAHULUAN
Pada hakikatnya anak adalah makhluk individu yang membangun sendiri pengetahuannya. Itu artinya guru dan pendidik anak usia dini lainnya tidaklah dapat menuangkan air begitu saja ke dalam gelas yang seolah-olah kosong melompong. Anak lahir dengan membawa sejumlah potensi yang siap untuk ditumbuhkembangkan asalkan lingkungan menyiapkan situasi dan kondisi yang dapat merangsang kemunculan dari potensi yang tersembunyi tersebut (Sujiono, 2009:55).
Pendidikan anak usia dini atau usia prasekolah adalah masa dimana anak belum memasuki pendidikan formal. Sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 butir 14 bahwa :
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan dengan memberi rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut

Rentang usia dini merupakan saat yang tepat dalam mengembangkan potensi kecerdasan anak. Pengembangan potensi anak secara terarah pada rentang usia tersebut akan berdampak pada kehidupan masa depannya. Sebaliknya pengembangan potensi anak yang asal-asalan, akan berakibat pada potensi anak yang jauh dari harapan. PAUD juga dapat dijadikan cermin untuk melihat keberhasilan anak di masa yang akandatang.
Salah satu aspek perkembangan yang berkembang pesat pada usia dini adalah perkembangan bahasa. Masa puncak untuk mempelajari bahasa adalah dari lahir hingga usia enam tahun. Masa yang paling intensif adalah tiga tahun pertama usia anak. Periode intensif dari perkembangan bahasa adalah 3 tahun pertama, ketika otak sedang berkembang dan menuju proses pematangan.
Perkembangan bahasa bagi anak usia dini itu penting. Anak dapat mengekspresikan pikirannya menggunakan bahasa, sehingga orang lain dapat menangkap apa yang dipikirkan oleh anak. Melalui berbahasa, komunikasi antar anak terjalin dengan baik sehingga membangun hubungan. Tidak heran bahasa dianggap salah satu indikator kesuksesan anak.
Pada anak usia dini khususnya anak Taman Kanak-Kanak, kemampuan berbahasa yang umum dan efektif digunakan adalah berbicara. Hal ini selaras dengan karakteristik umum kemampuan bahasa pada anak usia tersebut. Karakteristik ini meliputi kemampuan anak untuk dapat berbicara dengan baik, melaksanakan tiga perintah lisan secara berurutan dengan benar, mendengarkan dan menceritakan kembali cerita sederhana dengan urutan yang mudah dipahami, membandingkan dua hal, memahami konsep timbal balik, menyusun kalimat, mengucapkan lebih dari tiga kalimat, dan mengenal tulisan sederhana.
Hal ini bisa diketahui dengan melihat kegiatan anak sehari-hari. Peneliti sering mendapati anak-anak yang dapat mengucapkan bahasa/kosakata, akan tetapi tidak mengerti maknanya, bahkan ada beberapa anak yang masih sulit mengungkapkan perasaannya dengan bahasa lisan. Keaktifan anak dalam proses pembelajaran bahasapun juga masih rendah, anak-anak kurang merespon apa yang diterangkan oleh guru, keinginan untuk bertanya anak juga masih rendah. Berdasarkan hasil observasi awal menunjukkan bahwa anak yang dapat mengungkapkan bahasa secara lisan dengan baik sekitar 25%.
Metode yang digunakan di TK tersebut masih menggunakan metode ceramah yang membuat anak menjadi bosan dan kurang aktif dalam pembelajaran. Guru juga kurang mengajarkan komponen bahasa secara menyeluruh, guru terkesan hanya mengajarkan kosakata tetapi mengabaikan maknanya. Melihat kendala-kendala tersebut dan fenomena yang ada di lapangan, maka penulis mencoba mencari berbagai macam teknik dan strategi untuk membantu meningkatkan kemampuan berbahasa khususnya menceritakan kembali isi cerita pada anak Taman Kanak-kanak.
Untuk memecahkan masalah tersebut diperlukan metode yang tepat agar nantinya anak usia dini dapat menguasai penggunaan bahasa yang tepat dan benar tentunya tidak melupakan unsur kegembiraan sehingga konsep bermain sambil belajar dapat berjalan dengan baik. Guru Taman Kanak-kanak, perlu menyusun bentuk kegiatan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan berbahasa yang sesuai dengan karakteristik perkembangan fisik dan psikologis anak TK, keadaan lingkungan sekitar dan ketersediaan sarana prasarana pendidikan.
Salah satu bentuk kegiatan yang dapat dilakukan sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan menceritakan kembali isi cerita pada anak usia dini adalah dengan media film kartun. Dengan melihat film kartun, anak dapat lebih mudah untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan. Apa berwujud pernyataan atau pesan dan memiliki daya yang dapat menggerakkan hati, berwawasan cita rasa keindahan.


B. PEMBAHASAN
1. Hakekat Anak Usia Dini
          Pada hakikatnya anak adalah makhluk individu yang membangun sendiri pengetahuannya. Itu artinya guru dan pendidik anak usia dini lainnya tidaklah dapat menuangkan air begitu saja ke dalam gelas yang seolah-olah kosong melompong. Anak lahir dengan membawa sejumlah potensi yang siap untuk ditumbuhkembangkan asalkan lingkungan menyiapkan situasi dan kondisi yang dapat merangsang kemunculan dari potensi yang tersembunyi tersebut (Sujiono, 2009:55).
          Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentangan usia 0 tahun (dari lahir) sampai 8 tahun. Anak usia pra sekolah merupakan kelompok anak berusia sekitar 4-6 tahun yang merupakan bagian dari anak usia dini. Pada usia ini secara terminologi disebut sebagai anak usia prasekolah. Perkembangan kecerdasan pada masa ini mengalami peningkatan dari 50% menjadi 80% (Departemen Pendidikan Nasional, 2004:1)
          Pada masa anak usia dini merupakan periode kritis dalam perkembangan anak. Hasil kajian neurologi menunjukkan bahwa pada saat lahir otak bayi membawa potensi sekitar 100 milyar yang pada proses berikutnya sel-sel dalam otak tersebut berkembang dengan begitu pesat dengan menghasilkan bertrilyun-trilyun sambungan antar neuron. Supaya mencapai perkembangan optimal sambungan ini harus diperkuat melalui berbagai rangsangan psikososial, karena sambungan yang tidak diperkuat akan mengalami penyusutan dan musnah (Jalal dalam Wahyudin dan Agustin, 2010:2)
            Anak usia dini merupakan masa peka bagi anak. Anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi anak. Masa peka adalah masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral, dan nilai-nilai agama. Oleh sebab itu dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal (Departemen Pendidikan Nasional, 2004:1).
2. Keterampilan Menceritakan Kembali Pada Anak Usia Dini
Cerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru kepada murid-muridnya, orang tua kepada anaknya, guru bercerita kepada pendengarnya. Suatu kegiatan yang bersifat seni karena erat kaitannya dengan keindahan dan sandaran kepada kekuatan kata-kata yang dipergunakan untuk mencapai tujuan cerita (Soekanto, 2001: 9).
Cerita bagi anak merupakan salah satu hal yang disukai dan disenangi. Kegiatan bercerita semacam ini sejak dulu dilakukan oleh orang tua mereka untuk pengantar tidur siang atau malam hari. Kebiasaan ini berjalan terus hingga saat ini bercerita masih dilakukan oleh orang tua yang ingin membina dan membentuk perkembangan pribadi anaknya.
Banyak orang tidak menyadari betapa besar pengaruh cerita terhadap perilaku manusia, bahkan sampai membentuk budaya. Tidak sedikit bukti yang menunjukkan bagaimana kisah-kisah dari Al Qur’an mengajarkan dasar-dasar kehidupan beragama dan aturan-aturan dalam berperilaku. Cerita binatang dalam legenda-legenda pun ikut mencetak nilai-nilai. Demikian pula cerita rakyat atau kisah keluarga telah mendukung seseorang menjadi dirinya sendiri yang berbeda dengan orang lain. Bukti lain menunjukkan bahwa selama berpuluh tahun, para psikolog telah mengemukakan pengaruh positif dari membacakan cerita dan bercerita kepada anak-anak. Hal ini merupakan cara yang sangat baik untuk mengajari anak berfikir realistis.
Pengaruh cerita, membaca cerita dan bercerita yang demikian besar menjadi salah satu alasan bagaimana sebuah cerita yang baik perlu diciptakan dan dikembangkan . Cerita tersebut harus mengembangkan berbagai aspek pada diri anak agar pengaruh negatif dari cerita dapat dihindari, dan agar cerita dapat memberikan peran edukatif dan psikologis secara optimal menghasilkan bahasa yang benar dan bermakna. Bahasa yang dihasilkan anak prasekolah masih terbatas pada ekspresi secara verbal berupa ucapan dan bukan tulisan. Oleh karena itu, kemampuan berbahasa erat hubungannya dengan kemampuan anak, maka pemilihan metode harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran bahasa.
Metode bercerita merupakan salah satu metode yang banyak digunakan di Taman Kanak-kanak. Sebagai suatu metode bercerita mengundang perhatian anak terhadap pendidik sesauai dengan tema pembelajaran. Bila isi cerita dikaitkan dengan dunia kehidupan anak di Taman Kanak kanak, maka mereka dapat memahami isi cerita itu, mereka akan mendengarkannya dengan penuh perhatian, dan dengan mudah dapat menangkap isi cerita (Moeslichatoen, 2004: 157)
Pada dasarnya kegiatan menceritakan kembali merupakan kegiatan mengungkapkan kembali apa yang dibaca maupun yang didengar. Kegiatan menceritakan kembali dapat diimplmentasikan secara lisan maupun tertulis. Kegiatan menceritakan kembali secara tulis, identik dengan kegiatan menuliskan kembali cerita sedangkan kegiatan menceritakan kembali secara lisan, identik dengan kegiatan bercerita. Dalam pembahasan ini lebih menekankan pada menceritakan kembali secara lisan. Menceritakan kembali secara lisan merupakan berbicara untuk menginformasikan. Sesuatu yang disampaikan oleh pencerita dalam bentuk cerita anak merupakan sebuah informasi bagi pendengar. Selain itu, kegiatan menceritakan kembali merupakan jenis bercerita. Kegiatan tersebut bisa dilakukan dengan satu pendengar, dalam kelompok kecil, maupun dalam kelompok besar.
Bercerita merupakan kegiatan menuturkan kejadian, menyampaikan gambaran atau kejadian yang benar-benar terjadi maupun hasil rekaan. Menurut Subyantoro (2007: 14) mengemukakan bercerita sebagai suatu kegiatan yang disampaikan oleh pencerita kepada Anaknya, ayah, ibu dan ibu kepada anak-anaknya, juru bercerita kepada pendengarnya. Bercerita juga merupakan suatu kegiatan yang bersifat seni, karena erat kaitannya dengan bersandar kepada kekuatan kata.
Kegiatan menceritakan kembali merupakan bagian dari kegiatan bercerita. Keduanya merupakan kegiatan menceritakan sesuatu hal atau peristiwa. Namun, kegiatan menceritakan kembali harus melalui tahap membaca atau menyimak. Dengan demikian, untuk merumuskan konsep menceritakan kembali diambil dari konsep bercerita. Oleh karena itu, Keterampilan menceritakan kembali cerita anak yang dibaca mengarahkan Anak agar mampu mengemukakan ide secara lisan dengan lancar, runtut, lengkap, dan jelas. Agar ide dapat disampaikan kepada pendengar, maka dalam menceritakan kembali cerita anak yang dibaca Anak harus menjaga bahasa, suara, intonasi, dan dapat menggambarkan gagasannya dengan baik. Dapat dikatakan bahwa menceritakan kembali adalah penyampaian ulang cerita secara lisan dari pencerita kepada pendengar dengan menggunakan bahasanya sendiri.

C. KESIMPULAN
Pembelajaran menceritakan kembali merupakan pembelajaran bercerita dari cerita yang dibaca atau didengar. Dalam pembelajaran menceritakan kembali cerita yang diceritakan tidak harus persis dengan cerita aslinya, tetapi tidak boleh menyimpang dari struktur cerita secara utuh. Selain itu, dalam menceritakan kembali harus menggunakan efek suara dan ekspresi yang tepat. Pembelajaran menceritakan kembali dapat mendorong Anak untuk lebih kreatif.
Menceritakan kembali merupakan kegiatan mengungkapkan kembali cerita yang di baca atau di dengar. Oleh karena itu, kegiatan yang menjadi hasilnya adalah penceritaan kembali. Dengan demikian, konsep kegiatan menceritakan kembali dapat di adopsi dari rentetan kegiatan bercerita.

Daftar Pustaka

Arsyad, A. (2004). Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (2004). Metode Khusus Pengembangan Kemampuan Berbahasa, Jakarta.

Indarto,K. (1999). Sketsa Di Tanah Mer(d)eka Kumpulan Karikatur. Yogyakarta: Tiara Wacana

Moeslichatoen. (2004). Metode Pengajaran Di Taman Kanak-kanak, Jakarta:Rineka Cipta.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Soekanto. (2001). Seni Cerita Islami, Jakarta : Bumi Mitra Press.

Sujiono, Y. (2009). Konsep Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks

Wahyudin, U. dan Agustin, M. (2011). Penilaian Perkembangan Anak Usia Dini. Bandung: Refika Aditama

Wardhani, dkk. (2011). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka






No comments:

Post a Comment

Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive