A. Latar Belakang
Pendidikan pada anak usia dini pada dasarnya
meliputi seluruh upaya dan tindakan yang dilakukan oleh pendidik dan orang tua
dalam proses perawatan, pengasuhan, dan pendidikan pada anak dengan menciptakan
aura dan lingkungan dimana anak dapat mengeksplorasi pengalaman yang memberikan
kesempatan kepadanya untuk mengetahui dan memahami pengalaman belajar yang
diperolehnya dari lingkungan, melalui cara mengamati, meniru dan bereksperimen
yang berlangsung secara berulang-ulang dan melibatkan seluruh potensi dan
kecerdasan anak. Pendidikan anak usia dini pada dasarnya harus meliputi aspek
keilmuan yang menunjang kehidupan anak dan terkait dengan perkembangan anak.
Usia dini/prasekolah merupakan kesempatan emas bagi
anak untuk belajar, sehingga disebut usia emas (Golden Age). Oleh karena itu,
kesempatan ini hendaknya dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk proses belajar anak.
Rasa ingin tahu pada usia ini berada pada posisi puncak. Tidak ada usia
sesudahnya yang menyimpan rasa ingin tahu anak.
Pendidikan dasar anak usia dini pada dasarnya harus
berdasarkan pada nilai-nilai filosofis dan religi yang dipegang oleh lingkungan
yang berada di sekitar anak dan agama yang dianutnya. Di dalam Islam dikatakan
bahwa “seorang anak terlahir dalam keadaan fitrah/Islam/lurus”, orang
tua mereka yang membuat anaknya menjadi yahudi, nasrani atau majusi,” maka
bagaimana kita bisa menjaga serta meningkatkan potensi kebaikan tersebut, hal
itu tentu harus dilakukan dari sejak usia dini.
Anak
merupakan individu yang unik dimana masing-masing memiliki bawaan, minat,
kapabilitas, dan latar belakang kehidupan yang berbeda satu sama lain. Di
samping memiliki kesamaan, anak juga memiliki keunikan tersendiri seperti dalam
gaya belajar, minat, dan latar belakang keluarga. Meskipun terdapat pola urutan
umum dalam perkembangan anak yang dapat diprediksi, namun pola perkembangan dan
belajarnya tetap memiliki perbedaan satu sama lain.
Anak
di bawah usia 5 tahun bisa dengan mudah menyerap informasi dalam jumlah yang
luar biasa banyaknya. Pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun akan lebih
mudah dan lebih efektif. Di bawah 3 tahun bahkan jauh lebih mudah lagi dan jauh
lebih efektif. Dan di bawah 2 tahun merupakan usia yang paling mudah menyerap
dan paling efektif untuk menyerap informasi. Anak di bawah usia 5 tahun
mempunyai energi yang sangat besar. Anak di bawah usia 5 tahun mempunyai
keinginan belajar yang sangat besar.
B. PEMBAHASAN
1. Peran Seorang
Pendidik Pada Anak Usia Dini
Situasi
pergaulan antara orang dewasa dan anak agar dapat dikategorikan mendidik, maka
cara menyampaikan suatu arahan atau bimbingan amat menen-tukan. Karena setiap
arahan atau bimbingan orang dewasa kepada anak dengan maksud mendidik tetapi
dengan cara-cara “menggurui”, memarahi, memotong aktivitas anak dengan
asal-asalan; maka tindakan itu tidak dapat dikatakan mendidik. Setiap tindakan
pendidikan harus didasari empati. Empati merupakan keterampilan dasar seseorang
mengendalikan emosional dan inteligensinya.
Begitu
pula tindakan kita dalam mendidik, hendaknya mengandung makna sebagai konsep
aksi, yang di dalamnya mengandung tiga unsur; (1) niat, (2) sasaran, dan (3)
tindakan. Seorang pendidik selalu permanen berupaya agar pengembangan kapasitasnya
menjadi lebih baik. Di sinilah sebenarnya terdapat unsur tindakan untuk
mencegah perilaku dan kebiasaan yang negatif (baik secara fisik, psikis, atau
mental), untuk memperbaiki sistem dan struktur kehidupan. Ia senantiasa berusaha
untuk memperbaiki, meningkatkan, dan menghayatinya kehidupan anak maupun rakyat
kecil. Tujuan dalam kehidupan pada hakikatnya adalah untuk meraih kesejahteraan
dan mendapatkan keadilan.
Maslow
berpandangan, bahwa pengembangan kapasitas manusia perlu diarahkan pada
aktualisasi diri. Dengan kata lain, dalam mendidik, anak perlu diberi
kesempatan untuk melibatkan diri dalam kondisi proses dan mengetahui hasil yang
dicapai. Di dalam aktualisasi diri, anak perlu memiliki pengertian yang jelas,
mana yang benar, dan mana yang salah, tanpa perlu ada prasangka. Anak memahami
suatu pengertian tidak secara apriori, melainkan secara apostepriori, anak
turut ambil bagian dalam bermain, tetapi tidak hanyut dalam permainan yang
berefek negatif. Di samping itu, pendidikan perlu memberi kesempatan kepada
anak untuk membuat keputusan sendiri dan menjamin rasa aman serta terlindungi.
Dengan pemberian kesempatan kepada anak ini diharapkan akan menjadikan pemberdayaan
anak sehingga kelak menjadi tenaga yang menciptakan kesejahteraan dan keadilan
nasional.
2. Ciri Universal
Pendidik
Ada
beberapa ciri utama seorang pendidik, yaitu: (1) kemampuan melihat hidup secara
jernih; (2) membantu Pihak lain tanpa mengesankan pamrih menjadi orang yang
terbaik dalam permasalahan mereka; (3) konsekuensinya, mereka mampu bertindak
dengan ketidaksengajaan yang disengaja, bertindak yang menyentuh kesadaran yang
tidak disadari; dan (4) pengembangan sepanjang hayat dan belajar selama hidup.
Dari sinilah seseorang telah mengambil ancang-ancang untuk beremansipasi,
berjuang mensejajarkan diri dengan Pihak lain atau Pihak asing yang telah
mencapai kesejahteraan dan keadilan.
Perlu
dimantapkan kembali, bahwa ilmu pendidikan merupakan realitas hubungan antara
manusia. Ilmu pendidikan mempelajari gejala atau fenomenologis manusia
perorangan dalam kelompok. Manusia akan bertindak yang berbeda dalam relasi
dengan orang lain. Oleh karenanya, praktis pendidikan merupakan siklus atau
menyatunya antara teori dan praktek, sesuai dengan konsep dialektika menurut
teori dialektikanya Eagle. Ilmu pendidikan sebagai ilmu kemanusiaan mempelajari
rasio dan kata hati.
Batang tubuh pengetahuan dari disiplin
ilmu pendidikan itu adalah multi referensial, terutama filsafat, psikologi,
antropologi, dan sosiologi. Dari referensi ini kemudian ilmu pendidikan
bercabang, berdahan, dan beranting yang dapat sangat rimbun atau banyak.
Misalnya, sentuhan antara ilmu pendidikan dan psikologi, maka muncullah
psikologi pendidikan; antara matematika dan ilmu pendidikan, maka lahirlah
pendidikan matematika. Perkembangan selanjutnya yang boleh dikata sudah jauh
dari pangkalnya, dan ini barangkali akan terus berkembang di masa depan, telah
lahir pula Pendidikan Anak Usia Dini.
C. KESIMPULAN
Sebagai
seorang pendidik sepatutnyalah menyimak beberapa nilai-nilai etik kemanusiaan
ini: pertama, seorang pendidik perlu menunjukkan wujud ketulusan untuk membantu
anak memberikan identitas diri; kedua, menunjukkan anak untuk berpikir yang dapat
memecahkan masalah, interelasi antara tindakan, sasaran, dan kemauan, karena
berusaha memberdayakan anak berpartisipasi dalam proses dan mengecap hasil dari
proses tersebut; ketiga, seorang pendidik harus berpegang pada nilai-nilai
moral yang lurus, jangan memanfaatkan sikap hidup yang bersifat “mumpung”;
empat, hendaklah bersikap subjektivitas bermakna yang dibagi (sharing) dengan
subjektivitas orang lain yang merupakan konsep intersubjektivitas.
Oleh karenanya diupayakan agar
membangun hubungan dialogis dengan anak, mengidentifikasi hal-hal yang baik
maupun yang buruk melalui ajakan dan tindakan yang etis agar bermakna dalam
kelangsungan perkembangan anak; delapan, seorang pendidik haruslah mampu
menghormati martabat dan harkat anak didik yang dibina dan dididik. Pendidik
setidaknya mampu bertindak yang menyentuh subjeknya; dan sembilan, seorang
pendidik harus memiliki keberanian moral yang tidak pandang bulu.
Pendidik haruslah memiliki intensitas
yang mendalam, niat mewujudkan peningkatan kemampuan dan perkembangan anak
(manusia) secara rasional. Hendaklah pula seorang pendidik melakukan berbagai
inovasi dengan rasa empati terhadap kehidupan anak; lima, menunjukkan perilaku
kepemimpinan yang memahami kebutuhan esensial anak; enam, pemberdayaan dan
kemandirian untuk menuju kesejahteraan yang adil bagi anak. Oleh karenanya, anak
diupayakan agar mampu mengaktualisasikan dirinya; tujuh, pendidik juga
berorientasi pada anak yang marginal atau yang dimarginalkan, manusia bukan
hanya sebagai makhluk sosial, melainkan juga sebagai individu yang menghayati
eksistensinya secara entensif dan bertindak sesuai hati nurani dalam suatu
hubungan totalitas cultural.
DAFTAR PUSTAKA
Aulia.
(2011). Mengajarkan Balita Anda Membaca. Jogjakarta: Intan Media.
Isjoni.
(2011). Model Pembelajaran Anak Usia Dini. Bandung: Alfabeta.
Patmonodewo, S. (2003). Pendidikan
Anak Prasekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Siti Aisyah dkk. (2007). Perkembangan
dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.
Sujiono, Y.N. (2009). Konsep Dasar
Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Indeks.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Visimedia.
UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Visimedia.
No comments:
Post a Comment