BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Memasuki abad XXI ditandai dengan era globalisasi yang di
dalamnya merupakan dunia informasi, proses komunikasi berjalan semakin intensif
sehingga batas-batas negara tidak lagi menjadi penghalang dalam proses
transformasi teknologi dan informasi. Dunia pada abad ini akan mengalami
transformasi dalam segala aspek kehidupan manusia, sosial, budaya, dan
politik. Proses transformasi itu dapat dirangkum dengan istilah
globalisasi. Dalam era globalisasi ini kehidupan umat manusia, sebagian
sudah dapat diramalkan arahnya, namun sebagian besar masih merupakan
teka-teki.
Perubahan besar yang berjalan teramat cepat melanda
kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara tersebut yang memaksa kita
mempersiapkan diri bukan saja agar dapat tetap survive dalam
kehidupan global yang penuh persaingan sehingga menuntut kerja keras dan hasil
kerja yang berkualitas tinggi, tetapi juga bagaimana kita mengembangkan jati
diri atau identitas kita sebagai bangsa Indonesia. Hal ini menuntut
kita suatu wawasan masa depan, wawasan abad XXI. Masa depan bukan sesuatu
yang menakutkan sehingga harus dihindari, tetapi merupakan peluang untuk
meningkatkan taraf kehidupan kita asal kita siap menghadapinya.
Menghadapi era globalisasi, diperlukan visi yang dapat
mengarahkan misi, rencana, dan segala ikhtiar.
Minimal ada enam komponen yang akan menentukan perubahan, yaitu: (1) adanya
visi yang jelas, (2) misi berupa rumusan langkah-langkah kunci
untuk mulai melakukan inisiatif, mengevaluasi dan mempertajam bentuk kegiatan
untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dalam visi, (3) rancangan kerja, (4)
sumber daya, (5) keterampilan profesional, dan (6) motivasi dan Insentif (Tilaar
(1997: 12).
Salah satu tujuan pendidikan
nasional adalah meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Untuk mencapai
tujuan ini, pendidikan agama perlu diberikan pada semua jenis dan jenjang
pendidikan serta dimasukkan dalam kurikulum sekolah dari tingkat pendidikan
dasar sampai tingkat pendidikan tinggi.
Makin majunya perkembangan
masyarakat diisyaratkan dengan makin besarnya tuntutan masyarakat terhadap
perkembangan lembaga pendidikan, sehingga tidak menutup kemungkinan bagi
lembaga yang tidak dapat mengakomodasi tuntutan masyarakat tersebut akan
berdampak pada pengucilan lembaga, atau dengan kata lain lembaga tersebut akan
mati bersamaan dengan memudarnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga
tersebut.
Tumbuh
kembangnya kepercayaan masyarakat mengisyaratkan pula atas desakan kebutuhan
lembaga untuk semakin berkembang guna menjawab tantangan serta kebutuhan
masyarakat, sehingga pada gilirannya masyarakat akan menentukan pilihan lembaga
mana yang layak untuk diberikan kepercayaan mendidik peserta didik.
Desakan
kebutuhan baik lembaga ataupun masyarakat tentu berbeda walaupun pada
hakikatnya memiliki kesamaan yakni mencerdaskan kehidupan anak bangsa dengan
cara mendidik manusia Indonesia seutuhnya, dan cita-cita ini akan tampak hanya
sebagai sebuah angan-angan jika antara masyarakat dan lembaga pendidikan tidak
terjalin komunikasi dengan baik. Dengan begitu, sering dikatakan bahwa keduanya
merupakan simbiosis mutualisme, yaitu sebagai suatu keharusan yang
menyatukan visi dan misi diantara keduanya sehingga satu dengan lainnya tidak
dapat melepaskan diri.
Dalam
bahasa yang lebih dinamis dikatakan bahwa lembaga pendidikan dan masyarakat
bukan hanya sekedar menjalin hubungan, tetapi lebih kepada komunikasi, dan
keluasan makna ini akan berdampak terhadap harmonisasi hubungan sekolah dan
masyarakat. Harmonisasi ini dapat terwujud jika masing-masing elemen yang
menjadi pelengkap hubungan tersebut dapat terpelihara serta masing-masing
memberikan dukungan satu dengan lainnya. Dengan kata lain, hubungan sekolah
dengan masyarakat akan membuahkan hasil berupa kerjasama, dan kerjasama
tersebut dapat terlaksana dengan baik jika terjadi komunikasi yang kondusif
yang mengarah kepada pemenuhan kebutuhan keduanya.
Era
globalisasi yang ditandai dengan persaingan yang sangat ketat dalam semua aspek
kehidupan, memberi warna/pengaruh terhadap tuntutan akan kualitas sumber daya
manusia, termasuk sumber daya pendidik sebagai unsur yang mempunyai posisi
sentral dan strategis dalam pembentukan SDM berkualitas. Kondisi tersebut
diiringi dengan tumbuh dan berkembangnya tuntutan demokratisasi pendidikan,
akuntabilitas, tuntutan kualitas serta jaminan mutu dari dunia kerja. Kondisi
tersebut mensyaratkan lembaga pendidikan dan pendidik untuk memiliki kualitas
yang handal dan sebagai jaminan mutu hasil proses pendidikan yang dilakukan.
Seiring dengan berbagai tuntutan kualitas tersebut, pemerintah telah melahirkan
berbagai peraturan perundangan yang pada dasarnya memberikan jaminan kualitas
pendidikan dan pendidik.
Berbagai
upaya peningkatan mutu telah banyak dilakukan, tetapi pendidikan masih
dihadapkan kepada berbagai permasalahan antara lain yang paling krusial adalah
rendahnya mutu pendidikan. Dari berbagai kajian, ternyata salah satu faktor
penyebabnya antara lain adalah: minimnya peran serta masyarakat dalam
menentukan kebijakan sekolah sebagai akibat masyarakat kurang merasa memiliki,
kurang tanggung jawab dalam memelihara dan membina sekolah dimana anak-anaknya
bersekolah. Padahal apabila dikaji lebih lanjut beberapa komponen penentu
peningkatan mutu sekolah antara lain adalah manajemen pemberdayaan masyarakat.
Untuk itulah salah satu kebijakan dalam peningkatan manajemen sekolah adalah
implementasi manajemen berbasis sekolah. Pendekatan ini sangat memerlukan
partisipasi yang tinggi dari masyarakat, baik yang terwadahkan dalam komite
sekolah, dewan pendidikan maupun masyarakat secara umum.
Keberhasilan
penerapan manajemen berbasis sekolah tersebut sangat tergantung pada kemampuan
kepala sekolah untuk dapat berperan secara aktif dalam pengelolaan sekolah
dengan memberdayakan semua komponen yang terlibat dalam penyelenggaraan
sekolah, khususnya dalam memberdayakan masyarakat secara keseluruhan. Ini
berarti kompetensi kepala sekolah dalam pemberdayaan masyarakat perlu mendapat
perhatian untuk ditingkatkan secara terus menerus.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengelolaan
Pendidikan
Pengelolaan pendidikan adalah
pengaturan kewenangan dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional oleh
pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, penyelenggara
pendidikan yang didirikan masyarakat, dan satuan pendidikan agar proses pendidikan
dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. yang dimaksud
penyelenggaraan pendidikan dalam pasa ini adalah kegiatan pelaksanaan komponen
sistem pendidikan pada satuan atau program pendidikan pada jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional.
Pengelolaan pendidikan
dilaksanakan oleh menteri. Sedangkan dalam penyelenggaraannya pendidikan
dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat. Adapun pengelolaan
pendidikan ini dilakukan untuk menjamin akses masyarakat atas pelayanan
pendidikan yang mencukupi, merata, dan terjangkau, mutu dan daya saing
pendidikan serta relevansinya dengan kebutuhan dan/atau kondisi masyarakat dan
efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan. Adapun
standar pengelolaan pendidikan sebagaimana diatur permendiknas nomor 19 tahun
2007 memuat enam hal pokok yaitu: Perencanaan program,Pelaksanaan rencana
kerja, Pengawasan dan evaluasi, Kepemimpinan sekolah atau madrasah, Sistem
informasi manajemen, Penilaian khusus.
1.Perencanaan Program
Perencanaan program mencakup
visi, misi, tujuan sekolah dan rencana kerja sekolah atau madrasah. Visi
sekolah adalah cita-cita berasama warga sekolah dan segenap pihak yang
berkepentingan, yang menggambarkan dan memberikan inspirasi, motivasi dan
kekuatan untuk kepentingan masa mendatang. Misi sekolah atau madrsah adalah
arah untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan, menjadi dasar program pokok
sekolah atau madrasah dengan menekankan pada kualitas layanan pada peserta
didik dan mutu lulusan yang diharapkan. Sedangkan tujuan sekolah atau madrsah
menggambarkan tingkat kualitas yang perlu dicapai dalam jangka menengah (empat
tahunan) yang mengacu pada visi, misi dan tujuan pendidikan nasional serta
relevan dengan kebutuhan masyarakat.
2. Pelaksanaan Rencana Kerja
Pelaksanaan rencan kerja
mengatur berbagai aspek pengelolaan secara tertulis yang mudah dibaca oleh
pihak-pihak yang terkait. Dalam merumuskan rencana kerja harus mempertimbangkan
visi, misi, dan tujuan sekolah atau madrasah; selalu ditinjau dan dirumuskan
kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan masyarakat.
3. Pengawasan Dan Evaluasi
Penyusunan program pengawasan
di sekolah atau madrasah di dasarkan pada Standar Nasional Pendidikan dan
program pengawasan disosialisasikan keseluruh pendidik dan tenaga kependidikan.
Setiap pihak yang menerima laporan hasil pengawasan menindaklanjuti laporan
hasil pengawasan tersebut dalam rangka meningkatkan mutu, termasuk memberikan
sangsi atas penyimpangan yang ditemukan, mendokumentasikan dan menggunakan
hasil pemantauan, suvervisi, evaluasi dan laporan serta catatan tindak lanjut
untuk memperbaiki kinerja, dalam pengelolaan pembelajaran dan pengelolaan
secara keseluruhan.
4. Kepemimpinan Sekolah Atau Madrasah
Setiap sekolah atau madrasah
dipimpin oleh seorang kepala sekolah atau kepala madrasah. Kepala sekolah atau
madrasah dalam satuan pendidikan merupakan pemimpin. Ia mempunyai dua jabatan
dan peran penting dalam melaksanakan peroses pendidikan. Pertama, kepala
sekolah atau madrasah adalah pengelola pendidikan di sekolah. Kedua, kepala
sekolah adalah pemimpin formal pendidikan di sekolahnya.
5. Sistem Informasi Dan Manajemen
Sistem informasi dan manajemen
secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu sistem berbasis komputer yang
menyediakan informasi bagi beberapa pemakai dalam rangkamempermudah dan
memperlancar kegiatan organisasi. Standar pengelolaan pendidikan pada tingkat
satuan pendidikan (sekolah atau madrasah harus) harus:
a. Mengelola sistem informasi manajemen yang memadai untuk
mendukung administrasi pendidikan yang afektif, efisien dan akuntabel.
b. Menyediakan fasilitas informasi yang efisien, efektif dan
mudah diakses.
c. Menugaskan seorang pendidik untuk melayani permintaan
informasi dan pemberiasn informasi atau pengaduan dari masyarakat berkaitan
dengan pengelolaan sekolah atau madrasah, baik secara lisan ataupun tertulis
yang semuanya direkam dan di dokumentasikan.
d. Melaporkan data informasi sekolah atau madrasah yang
telah terdokumentasikan kepada dinas pendidikan kabupaten atau kota.
e. Komunikasi antar warga sekolah atau madrasah di
lingkungan sekolah atau madrasah.
f. Dilaksanakan secara efisien dan efiktif.
Standar Pengelolaan adalah
Standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota,
propinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan
pendidikan.
Standar Pengelolaan pendidikan
adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan,
pelaksanan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan,
kabupaten/kota, atau nasional agar tercapai efesiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pendidikan. Pengelolaan satuan pendidikan menjadi tanggung
jawab kepala satuan pendidikan.
5. Dasar Hukum
a) Undang-undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 50, 51 dan 52
b) Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Menurut PP No 19 Tahun 2005, Standar Pengelolaan terdiri
dari 3 (tiga) bagian, yakni
a) Standar pengelolaan oleh
satuan pendidikan,
b) Standar pengelolaan oleh
Pemerintah Daerah dan
c) Standar pengelolaan oleh
Pemerintah.
a. Standar Pengelolaan Oleh Satuan Pendidikan.
Pasal 49
(1) Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan
dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas
(2) Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan
tinggi menerapkan otonomi perguruan tinggi yang dalam batas-batas yang diatur
dalam ketentuan perundangundangan yang berlaku memberikan kebebasan dan
mendorong kemandirian dalam pengelolaan akademik, operasional, personalia,
keuangan, dan area fungsional kepengelolaan lainnya yang diatur oleh
masing-masing perguruan tinggi.
b. Standar Pengelolaan Oleh Pemerintah Daerah
Pasal 59
(1) Pemerintah Daerah menyusun rencana kerja tahunan bidang
pendidikan dengan memprioritaskan program:
a) Wajib belajar;
b) Peningkatan angka partisipasi
pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah;
c) Penuntasan pemberantasan buta
aksara;
d) Penjaminan mutu pada satuan
pendidikan, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat;
e) Peningkatan status guru
sebagai profesi;
f) Akreditasi pendidikan;
g) Peningkatan relevansi
pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat;
h) Pemenuhan Standar Pelayanan
Minimal (SPM) bidang pendidikan.
b. Standar Pengelolaan Oleh Pemerintah
Pemerintah menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan
dengan memprioritaskan program:
a) Wajib belajar;
b) Peningkatan angka partisipasi
pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah dan tinggi;
c) Penuntasan pemberantasan buta
aksara;
d) Penjaminan mutu pada satuan
pendidikan, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat;
e) Peningkatan status guru
sebagai profesi;
f) Peningkatan mutu dosen;
g) Standarisasi pendidikan;
h) Akreditasi pendidikan;
i) Peningkatan relevansi
pendidikan terhadap kebutuhan lokal, nasional, dan global;
j) Pemenuhan Standar Pelayanan
Minimal (SPM) bidang pendidikan;
k) Penjaminan mutu pendidikan
nasional.
c. Peraturan Mendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar
Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan
Standar Pengelolaan
Pendidikan disajikan pada Diklat Peningkatan Profesi Pengawas TK/SD dan Kepala
Sekolah Tahun 2007 Berdasarkan Peraturan Mendiknas Nomor 19 Tanggal 23 Mei
Tahun 2007 Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan
kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
Pengelolaan sekolah didasarkan pada:
B. Manajemen Berbasis Sekolah
1. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
Menurut Siagian (2004), manajemen
adalah kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam rangka
pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain. Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) atau dalam terminologi bahasa Inggris lazim disebut “School Based
Management” adalah model pengelolaan yang memberikan otonomi atau kemandirian
pada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan
secara langsung semua warga sekolah sesuai dengan standar pelayanan yang
ditetapkan oleh Pemerintah pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota.
Dalam
hubungannya dengan Model MBS keberadaan Dewan Sekolah (Dalam UU RI No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebut Komite Sekolah) merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dengan MBS. MBS bukan saja merupakan tuntutan
inovatif dalam manajemen sekolah, melainkan merupakan pula kebijakan nasional
yang strategis sebagaimana dinyatakan pada Pasal 51 ayat 1 UU RI No. 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi “Pengelolaan Satuan
Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah
dilaksanakan berdasarkan Standar Pelayanan Minimal dengan prinsip Manajemen
Berbasis Sekolah/Madrasah”.
Me-manage
atau mengelola sekolah artinya mengatur agar seluruh potensi sekolah berfungsi
secara optimal dalam mendukung tercapainya tujuan sekolah. Dengan demikian
keberadaan Dewan Sekolah/Komite Sekolah merupakan suatu kepatutan yang perlu
ada dalam MBS, karena keberadaan sekolah diperlukan oleh masyarakat. Secara
substantif, peran dan fungsi yang selama ini dilaksanakan oleh BP3 akan larut
dan “melebur” ke dalam Komite Sekolah. Dalam keadaan tertentu fungsi
kelembagaan sebagai penampung dana partisipasi masyarakat masih elevenn untuk
dilanjutkan, maka dalam rangka MBS, fungsi tersebut dilaksanakan oleh Dewan
Sekolah (Komite Sekolah). (Fattah, 2004 : 5)
Sesuai
dengan UU RI No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional seperti dinyatakan dalam
Pasal 56 ayat 1, sebutan Dewan Sekolah diubah menjadi Komite Sekolah, seperti
dinyatakan “masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan
yang meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan melalui
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah”. Sesungguhnya menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (sesuai dengan Oxford Advanced Learners Dictionary of Current
English) istilah yang tepat untuk kepentingan itu adalah Dewan Sekolah bukan
Komite Sekolah. Namun demikian sesuai dengan sebutan UU RI No. 20 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dalam pelaksanaan MBS, sebutan Dewan Sekolah diubah
menjadi Komite Sekolah.
2.
Tujuan dan Manfaat
Manajemen Berbasis Sekolah
Implementasi
manajemen Berbasis sekolah memiliki tujuan :
a) Peningkatan
Mutu Pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan
memperbadayakan sumber daya yang tersedia.
b) Meningkatkan
kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
melalui pengambilan keputusan bersama.
c) Meningkatkan
tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang
mutu sekolah.
d) Meningkatkan
kompetensi yang sehat antar sekolah untuk pencapaian mutu pendidikan yang
diharapkan.
e) Memperdayakan
potensi sekolah yang ada agar menghasilkan lulusan yang berhasil guna dan
berdaya guna.
Secara
umum manfaat yang bisa diraih dalam melaksanakan MBS antara lain sebagai
berikut :
a) Sekolah
dapat mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya,
karena bisa lebih mengetahui peta kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang
mungkin dihadapi.
b) Sekolah
lebih mengetahui kebutuhan lembaganya khususnya input dan output pendidikan
yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan
tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
c) Pengambilan
keputusan partisipatif yang dilakukan dapat memenuhi kebutuhan sekolah karena
lebih tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.
d) Penggunaan
sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana masyarakat turut serta
mengawasi.
e) Keterlibatan
warga sekolah dalam pengambilan keputusan sekolah menciptakan transparansi dan
demokrasi yang sehat.
f) Sekolah
bertanggung jawab tentang mutu pendidikan di sekolahnya kepada pemerintah,
orang tua, peserta didik dan masyarakat.
g) Sekolah
dapat bersaing dengan sehat untuk meningkatkan mutu pendidikan.
h) Sekolah
dapat merespon aspirasi masyarakat yang berubah dengan pendekatan yang tepat
dan cepat. (Diknas : 2003)
3. Prinsip
Umum Manajemen Berbasis Sekolah
Ada
6 (enam) prinsip umum yang patut menjadi pedoman dalam pelaksanaan Manajemen
Berbasis Sekolah, yaitu :
a) Memiliki
visi, misi, dan strategi ke arah pencapaian mutu pendidikan, khususnya mutu
siswa sesuai dengan jenjang sekolah masing-masing.
b) Berpijak
pada “Power Sharing” (berbagi kewenangan), yaitu bahwa pengelolaan pendidikan
sepatutnya berlandaskan pada keinginan saling mengisi, saling membantu, saling
menerima dan berbagi kekuasaan/kewenangan sesuai dengan fungsi dan peran
masing-masing.
c) Adanya
profesionalisme semua bidang. Maksudnya bahwa implementasi MBS menuntut adanya
derajat profesionalisme berbagai komponen, baik para praktisi pendidikan,
pengelola, dan manajer pendidikan lainnya, termasuk profesionalisme Komite
Sekolah.
d) Melibatkan
partisipasi masyarakat yang kuat maksudnya bahwa tanggung jawab pelaksanaan
pendidikan, bukan hanya dibebankan pada sekolah (guru dan Kepala Sekolah saja),
tetapi juga menuntut adanya keterlibatan dan tanggung jawab semua komponen
lapisan masyarakat, termasuk orang tua siswa.
e) Menuju
kepada terwujudnya Komite Sekolah. Artinya, dalam implementasi MBS idealnya
setiap sekolah harus membentuk Komite Sekolah (KS), sebagai institusi yang akan
melaksanakan MBS. Dengan demikian pembentukan Komite Sekolah merupakan
prasyarat implementasi MBS. Pembentukan Komite Sekolah itu, sebaiknya juga
diikuti dengan langkah-langkah nyata, yaitu mengidentiifkasi tujuan, manfaat,
perencanaan dan pelaksanaan program, serta aspek yang berkaitan dengan komite
Sekolah sebagai institusi penopang keberhasilan visi dan misi sekolah.
f) Adanya
transparansi dan akuntabilitas. Yaitu memiliki makna bahwa prinsip MBS harus
berpijak pada transparansi atau keterbukaan dalam pengelolaan sekolah, termasuk
di dalamnya masalah fisik dan nonfisik. Sedangkan akuntabilitas (tanggung
jawab) memberi makna bahwa sekolah beserta komite sekolah merupakan institusi
terdepan yang paling bertanggung jawab dalam pengelolaan sekolah.
4. Strategi Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
Strategi adalah langkah-langkah sistematis dan sistemik
dalam melaksanakan rencana secara menyeluruh (makro) dan berjangka panjang
dalam pencapaian tujuan model MBS. Perlu disadari bahwa reformasi manajemen
pendidikan persekolahan dengan menggunakan model Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS) merupakan tuntutan yang mendesak. Namun demikian, tuntutan MBS bukanlah
satu-satunya model yang dapat mendongkrak mutu pendidikan tanpa dukungan faktor
lain. Ada sejumlah faktor lain yang mendukung dan menentukan diantaranya
tingkat prestasi stakeholder dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Artinya
sekolah tidak dapat berjalan sendiri dalam upaya meningkatkan mutu efisiensi,
pemerataan pendidikan dan kemandirian sekolah. Kondisi politik atau kebijakan
pemerintah dalam hal manajemen / organisasi / kepemimpinan, proses belajar
mengajar, sumber daya manusia dan administrasi sekolah merupakan sejumlah
komponen MBS yang diperlukan dalam konteks persekolahan di Indonesia.
Penerapan
disesuaikan dengan pemberlakuan MBS dibagi dalam tiga tingkatan MBS secara
penuh (tinggi), MBS tingkat menengah (sedang), sekolah dan MBS secara minimal
(rendah). Dalam menentukan tingkatan sekolah dan MBSnya ada lima persyaratan
yang perlu dipenuhi yaitu :
1. Pemilihan Kepala sekolah dan guru
2. Pembentukan partisipasi masyarakat
3. Lokasi/kemampuan dasar orang tua
4. Kemampuan pengadaan dana
5. Nilai Ebtanas Murni
Kelima
kriteria tersebut dihubungkan dengan tipe sekolah (penuh, menengah dan
minimal). Implikasi penting dari penerapan model MBS adalah perlu disediakan
penghargaan (reward) untuk hukuman (punishment) terhadap sekolah yang berhasil
dan tidak berhasilnya melaksanakan kegiatan model MBS. Salah satu bentuk sanksi
adalah pengurangan anggaran untuk sekolah tersebut.
5. Faktor Pendukung Keberhasilan Manajemen Berbasis
Sekolah
Implementasi MBS akan sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang sifatnya internal di lingkungan sekolah ataupun faktor
eksternal di luar sekolah. Secara umum beberapa faktor pendukung MBS adalah
sebagai berikut :
a) Kepemimpinan dan Manajemen Sekolah yang professional
MBS
akan berhasil jika ditopang oleh kemampuan professional kepala sekolah dalam
memimpin dan mengelola sekolah secara efektif dan efisien, serta mampu
menciptakan iklim organisasi di sekolah yang kondusif untuk proses belajar
mengajar.
b) Kondisi sosial, ekonomi, dan apresiasi masyarakat
terhadap pendidikan
Faktor
eksternal akan turut menentukan keberhasilan MBS adalah kondisi tingkat
pendidikan orang tua siswa dan masyarakat. Kemampuan dalam membiayai
pendidikan, serta tingkat apresiasi dalam mendorong anak untuk terus belajar.
c) Dukungan pemerintah
Faktor ini sangat menentukan efektivitas dan implementasi MBS terutama
bagi sekolah yang kemampuan orang tua/masyarakatnya relatif belum siap
memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan pendidikan. Alokasi dana
pemerintah (APBN/APBD) dan pemberian kewenangan dalam pengelolaan sekolah
kepada sekolah menjadi penentu keberhasilan.
BAB III
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Tantangan globalisasi yang
melanda setiap bangsa memerlukan penyikapan yang bijak. Bangsa Indonesia
sebagai bagian dari bangsa yang akan menerima konsekuensi tantang global
tersebut, mengahadapinya dengan mempersiapkan sistem pendidikan yang
terintegrasi. Sistem pendidikan yang mampu menghadapi tantangan globalisasi
memerlukan satu pengelolaan yang serius. Manajemen Pendidikan Nasional menjadi
salah satu alternatif dalam megatasi persoalan pendidikan nasional yang amat
strategis dan komplek.
Seiring dengan bergulirnya era otonomi daerah, terbukalah
peluang untuk melakukan reorientasi paradigma pendidikan menuju ke arah
desentralisasi pengelolaan pendidikan. Peluang tersebut semakin tampak nyata
setelah dikeluarkannya kebijakan mengenai otonomi pendidikan melaJui strategi
pemberlakuan manajemen berbasis sekolah (MBS bukan sekedar mengubah pendekatan
pengelolaan sekolah dari yang sentralistis ke desentralistis, tetapi lebih dari
itu melalui MBS diyakini akan muncul kemandirian sekolah.
Sekolah dipandang sebagai suatu
organisasi yang didesain untuk dapat berkontribusi terhadap upaya peningkatan
kualitas hidup bagi masyarakat suatu bangsa. Sebagai salah satu upaya
peningkatan kualitas sumber daya manusia serta peningkatan derajat sosial
masyarakat bangsa, sekolah sebagai intitusi pendidilan perlu dikelola, di-menej, diatur, ditata dan diberdayakan,
agar sekolah dapat menghasilkan produk atau hasil secara optimal.
|
Dalam hubungannya dengan Model MBS keberadaan Dewan Sekolah
(Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebut
Komite Sekolah) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan MBS. MBS bukan
saja merupakan tuntutan inovatif dalam manajemen sekolah, melainkan merupakan
pula kebijakan nasional yang strategis sebagaimana dinyatakan pada Pasal 51
ayat 1 UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi
“Pengelolaan Satuan Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan
Menengah dilaksanakan berdasarkan Standar Pelayanan Minimal dengan prinsip
Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah”.
Penerapan
disesuaikan dengan pemberlakuan MBS dibagi dalam tiga tingkatan MBS secara
penuh (tinggi), MBS tingkat menengah (sedang), sekolah dan MBS secara minimal
(rendah).
B. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan di atas dikemukakan beberapa Rekomendasi sebagai
berikut :
1. Bagi
penyelenggara pendidikan hendaknya terus melakukan kajian untuk mengembangkan
kegiatan pembelajaran.
2. Bagi
penyelenggara pendidikan hendaknya menerapkan konsep manajemen berbasis sekolah
sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional. (2000). Panduan
Manajemen Sekolah, Jakarta: Depdiknas
Departemen Pendidikan Propinsi Jawa Barat. (2003). Implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah di Jawa Barat, Bandung: Depdiknas Propinsi Jawa
Barat
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Jakarta: Depdiknas
Departemen Pendidikan Nasional. (2000). Panduan
Pelatihan dan Pengembangan Sekolah, Jakarta: Depdiknas
Fattah, Nanang. (2004). Konsep Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah. Bandung: Pustaka Bani Quraisy
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada
Pemerintah
Siagian, S.P. (2004).
Filsafat Administrasi. Jakarta : Ghalia Indonesia
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
No comments:
Post a Comment