Friday, November 17, 2017

Standar Pengelolaan Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN


Memasuki abad XXI ditandai dengan era globalisasi yang di dalamnya merupakan dunia informasi, proses komunikasi berjalan semakin intensif sehingga batas-batas negara tidak lagi menjadi penghalang dalam proses transformasi teknologi dan informasi.  Dunia pada abad ini akan mengalami transformasi dalam segala aspek kehidupan manusia, sosial, budaya, dan politik.  Proses transformasi itu dapat dirangkum dengan istilah globalisasi.  Dalam era globalisasi ini kehidupan umat manusia, sebagian sudah dapat diramalkan arahnya, namun sebagian besar masih merupakan teka-teki. 
Perubahan besar yang berjalan teramat cepat melanda kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara tersebut yang memaksa kita mempersiapkan diri bukan saja agar dapat tetap survive dalam kehidupan global yang penuh persaingan sehingga menuntut kerja keras dan hasil kerja yang berkualitas tinggi, tetapi juga bagaimana kita mengembangkan jati diri atau identitas kita sebagai bangsa Indonesia.  Hal ini menuntut kita suatu wawasan masa depan, wawasan abad XXI.  Masa depan bukan sesuatu yang menakutkan sehingga harus dihindari, tetapi merupakan peluang untuk meningkatkan taraf kehidupan kita asal kita siap menghadapinya.  Menghadapi era globalisasi, diperlukan visi yang dapat mengarahkan misi, rencanadan segala ikhtiar.  Minimal ada enam komponen yang akan menentukan perubahan, yaitu: (1) adanya visi yang jelas, (2) misi berupa rumusan langkah-langkah kunci untuk mulai melakukan inisiatif, mengevaluasi dan mempertajam bentuk kegiatan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dalam visi, (3) rancangan kerja, (4) sumber daya, (5) keterampilan profesional, dan (6) motivasi dan Insentif (Tilaar (1997: 12). 
Text Box: 1Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Untuk mencapai tujuan ini, pendidikan agama perlu diberikan pada semua jenis dan jenjang pendidikan serta dimasukkan dalam kurikulum sekolah dari tingkat pendidikan dasar sampai tingkat pendidikan tinggi.
Makin majunya perkembangan masyarakat diisyaratkan dengan makin besarnya tuntutan masyarakat terhadap perkembangan lembaga pendidikan, sehingga tidak menutup kemungkinan bagi lembaga yang tidak dapat mengakomodasi tuntutan masyarakat tersebut akan berdampak pada pengucilan lembaga, atau dengan kata lain lembaga tersebut akan mati bersamaan dengan memudarnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut.
      Tumbuh kembangnya kepercayaan masyarakat mengisyaratkan pula atas desakan kebutuhan lembaga untuk semakin berkembang guna menjawab tantangan serta kebutuhan masyarakat, sehingga pada gilirannya masyarakat akan menentukan pilihan lembaga mana yang layak untuk diberikan kepercayaan mendidik peserta didik.
      Desakan kebutuhan baik lembaga ataupun masyarakat tentu berbeda walaupun pada hakikatnya memiliki kesamaan yakni mencerdaskan kehidupan anak bangsa dengan cara mendidik manusia Indonesia seutuhnya, dan cita-cita ini akan tampak hanya sebagai sebuah angan-angan jika antara masyarakat dan lembaga pendidikan tidak terjalin komunikasi dengan baik. Dengan begitu, sering dikatakan bahwa keduanya merupakan simbiosis mutualisme, yaitu sebagai suatu keharusan yang menyatukan visi dan misi diantara keduanya sehingga satu dengan lainnya tidak dapat melepaskan diri.
      Dalam bahasa yang lebih dinamis dikatakan bahwa lembaga pendidikan dan masyarakat bukan hanya sekedar menjalin hubungan, tetapi lebih kepada komunikasi, dan keluasan makna ini akan berdampak terhadap harmonisasi hubungan sekolah dan masyarakat. Harmonisasi ini dapat terwujud jika masing-masing elemen yang menjadi pelengkap hubungan tersebut dapat terpelihara serta masing-masing memberikan dukungan satu dengan lainnya. Dengan kata lain, hubungan sekolah dengan masyarakat akan membuahkan hasil berupa kerjasama, dan kerjasama tersebut dapat terlaksana dengan baik jika terjadi komunikasi yang kondusif yang mengarah kepada pemenuhan kebutuhan keduanya.
      Era globalisasi yang ditandai dengan persaingan yang sangat ketat dalam semua aspek kehidupan, memberi warna/pengaruh terhadap tuntutan akan kualitas sumber daya manusia, termasuk sumber daya pendidik sebagai unsur yang mempunyai posisi sentral dan strategis dalam pembentukan SDM berkualitas. Kondisi tersebut diiringi dengan tumbuh dan berkembangnya tuntutan demokratisasi pendidikan, akuntabilitas, tuntutan kualitas serta jaminan mutu dari dunia kerja. Kondisi tersebut mensyaratkan lembaga pendidikan dan pendidik untuk memiliki kualitas yang handal dan sebagai jaminan mutu hasil proses pendidikan yang dilakukan. Seiring dengan berbagai tuntutan kualitas tersebut, pemerintah telah melahirkan berbagai peraturan perundangan yang pada dasarnya memberikan jaminan kualitas pendidikan dan pendidik.
      Berbagai upaya peningkatan mutu telah banyak dilakukan, tetapi pendidikan masih dihadapkan kepada berbagai permasalahan antara lain yang paling krusial adalah rendahnya mutu pendidikan. Dari berbagai kajian, ternyata salah satu faktor penyebabnya antara lain adalah: minimnya peran serta masyarakat dalam menentukan kebijakan sekolah sebagai akibat masyarakat kurang merasa memiliki, kurang tanggung jawab dalam memelihara dan membina sekolah dimana anak-anaknya bersekolah. Padahal apabila dikaji lebih lanjut beberapa komponen penentu peningkatan mutu sekolah antara lain adalah manajemen pemberdayaan masyarakat. Untuk itulah salah satu kebijakan dalam peningkatan manajemen sekolah adalah implementasi manajemen berbasis sekolah. Pendekatan ini sangat memerlukan partisipasi yang tinggi dari masyarakat, baik yang terwadahkan dalam komite sekolah, dewan pendidikan maupun masyarakat secara umum. 
      Keberhasilan penerapan manajemen berbasis sekolah tersebut sangat tergantung pada kemampuan kepala sekolah untuk dapat berperan secara aktif dalam pengelolaan sekolah dengan memberdayakan semua komponen yang terlibat dalam penyelenggaraan sekolah, khususnya dalam memberdayakan masyarakat secara keseluruhan. Ini berarti kompetensi kepala sekolah dalam pemberdayaan masyarakat perlu mendapat perhatian untuk ditingkatkan secara terus menerus.








BAB II
PEMBAHASAN


A.      Pengelolaan Pendidikan
Pengelolaan pendidikan adalah pengaturan kewenangan dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional oleh pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat, dan satuan pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. yang dimaksud penyelenggaraan pendidikan dalam pasa ini adalah kegiatan pelaksanaan komponen sistem pendidikan pada satuan atau program pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Pengelolaan pendidikan dilaksanakan oleh menteri. Sedangkan dalam penyelenggaraannya pendidikan dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat. Adapun pengelolaan pendidikan ini dilakukan untuk menjamin akses masyarakat atas pelayanan pendidikan yang mencukupi, merata, dan terjangkau, mutu dan daya saing pendidikan serta relevansinya dengan kebutuhan dan/atau kondisi masyarakat dan efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas pengelolaan pendidikan. Adapun standar pengelolaan pendidikan sebagaimana diatur permendiknas nomor 19 tahun 2007 memuat enam hal pokok yaitu: Perencanaan program,Pelaksanaan rencana kerja, Pengawasan dan evaluasi, Kepemimpinan sekolah atau madrasah, Sistem informasi manajemen, Penilaian khusus.
1.Perencanaan Program
Text Box: 4Perencanaan program mencakup visi, misi, tujuan sekolah dan rencana kerja sekolah atau madrasah. Visi sekolah adalah cita-cita berasama warga sekolah dan segenap pihak yang berkepentingan, yang menggambarkan dan memberikan inspirasi, motivasi dan kekuatan untuk kepentingan masa mendatang. Misi sekolah atau madrsah adalah arah untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan, menjadi dasar program pokok sekolah atau madrasah dengan menekankan pada kualitas layanan pada peserta didik dan mutu lulusan yang diharapkan. Sedangkan tujuan sekolah atau madrsah menggambarkan tingkat kualitas yang perlu dicapai dalam jangka menengah (empat tahunan) yang mengacu pada visi, misi dan tujuan pendidikan nasional serta relevan dengan kebutuhan masyarakat.
2. Pelaksanaan Rencana Kerja
Pelaksanaan rencan kerja mengatur berbagai aspek pengelolaan secara tertulis yang mudah dibaca oleh pihak-pihak yang terkait. Dalam merumuskan rencana kerja harus mempertimbangkan visi, misi, dan tujuan sekolah atau madrasah; selalu ditinjau dan dirumuskan kembali secara berkala sesuai dengan perkembangan masyarakat.
3. Pengawasan Dan Evaluasi
Penyusunan program pengawasan di sekolah atau madrasah di dasarkan pada Standar Nasional Pendidikan dan program pengawasan disosialisasikan keseluruh pendidik dan tenaga kependidikan. Setiap pihak yang menerima laporan hasil pengawasan menindaklanjuti laporan hasil pengawasan tersebut dalam rangka meningkatkan mutu, termasuk memberikan sangsi atas penyimpangan yang ditemukan, mendokumentasikan dan menggunakan hasil pemantauan, suvervisi, evaluasi dan laporan serta catatan tindak lanjut untuk memperbaiki kinerja, dalam pengelolaan pembelajaran dan pengelolaan secara keseluruhan.
4. Kepemimpinan Sekolah Atau Madrasah
Setiap sekolah atau madrasah dipimpin oleh seorang kepala sekolah atau kepala madrasah. Kepala sekolah atau madrasah dalam satuan pendidikan merupakan pemimpin. Ia mempunyai dua jabatan dan peran penting dalam melaksanakan peroses pendidikan. Pertama, kepala sekolah atau madrasah adalah pengelola pendidikan di sekolah. Kedua, kepala sekolah adalah pemimpin formal pendidikan di sekolahnya.
5. Sistem Informasi Dan Manajemen
Sistem informasi dan manajemen secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu sistem berbasis komputer yang menyediakan informasi bagi beberapa pemakai dalam rangkamempermudah dan memperlancar kegiatan organisasi. Standar pengelolaan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan (sekolah atau madrasah harus) harus:
a. Mengelola sistem informasi manajemen yang memadai untuk mendukung administrasi pendidikan yang afektif, efisien dan akuntabel.
b. Menyediakan fasilitas informasi yang efisien, efektif dan mudah diakses.
c. Menugaskan seorang pendidik untuk melayani permintaan informasi dan pemberiasn informasi atau pengaduan dari masyarakat berkaitan dengan pengelolaan sekolah atau madrasah, baik secara lisan ataupun tertulis yang semuanya direkam dan di dokumentasikan.
d. Melaporkan data informasi sekolah atau madrasah yang telah terdokumentasikan kepada dinas pendidikan kabupaten atau kota.
e. Komunikasi antar warga sekolah atau madrasah di lingkungan sekolah atau madrasah.
f. Dilaksanakan secara efisien dan efiktif.
Standar Pengelolaan adalah Standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, propinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pendidikan.
Standar Pengelolaan pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, atau nasional agar tercapai efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. Pengelolaan satuan pendidikan menjadi tanggung jawab kepala satuan pendidikan.
5. Dasar Hukum
a)      Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 50, 51 dan 52
b)      Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Menurut PP No 19 Tahun 2005, Standar Pengelolaan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni
a)      Standar pengelolaan oleh satuan pendidikan,
b)      Standar pengelolaan oleh Pemerintah Daerah dan
c)      Standar pengelolaan oleh Pemerintah.

a. Standar Pengelolaan Oleh Satuan Pendidikan.
Pasal 49
(1) Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas
(2) Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi menerapkan otonomi perguruan tinggi yang dalam batas-batas yang diatur dalam ketentuan perundangundangan yang berlaku memberikan kebebasan dan mendorong kemandirian dalam pengelolaan akademik, operasional, personalia, keuangan, dan area fungsional kepengelolaan lainnya yang diatur oleh masing-masing perguruan tinggi.

b. Standar Pengelolaan Oleh Pemerintah Daerah
Pasal 59
(1) Pemerintah Daerah menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program:
a)      Wajib belajar;
b)      Peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah;
c)      Penuntasan pemberantasan buta aksara;
d)     Penjaminan mutu pada satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat;
e)      Peningkatan status guru sebagai profesi;
f)       Akreditasi pendidikan;
g)      Peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat;
h)      Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan.

b. Standar Pengelolaan Oleh Pemerintah
Pemerintah menyusun rencana kerja tahunan bidang pendidikan dengan memprioritaskan program:

a)      Wajib belajar;
b)      Peningkatan angka partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan menengah dan tinggi;
c)      Penuntasan pemberantasan buta aksara;
d)     Penjaminan mutu pada satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat;
e)      Peningkatan status guru sebagai profesi;
f)       Peningkatan mutu dosen;
g)      Standarisasi pendidikan;
h)      Akreditasi pendidikan;
i)        Peningkatan relevansi pendidikan terhadap kebutuhan lokal, nasional, dan global;
j)        Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pendidikan;
k)      Penjaminan mutu pendidikan nasional.
c. Peraturan Mendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan
Standar Pengelolaan Pendidikan disajikan pada Diklat Peningkatan Profesi Pengawas TK/SD dan Kepala Sekolah Tahun 2007 Berdasarkan Peraturan Mendiknas Nomor 19 Tanggal 23 Mei Tahun 2007 Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. Pengelolaan sekolah didasarkan pada:

B. Manajemen Berbasis Sekolah
1. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah         
Menurut Siagian (2004), manajemen adalah kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau dalam terminologi bahasa Inggris lazim disebut “School Based Management” adalah model pengelolaan yang memberikan otonomi atau kemandirian pada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan oleh Pemerintah pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota.
            Dalam hubungannya dengan Model MBS keberadaan Dewan Sekolah (Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebut Komite Sekolah) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan MBS. MBS bukan saja merupakan tuntutan inovatif dalam manajemen sekolah, melainkan merupakan pula kebijakan nasional yang strategis sebagaimana dinyatakan pada Pasal 51 ayat 1 UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi “Pengelolaan Satuan Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah dilaksanakan berdasarkan Standar Pelayanan Minimal dengan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah”.
            Me-manage atau mengelola sekolah artinya mengatur agar seluruh potensi sekolah berfungsi secara optimal dalam mendukung tercapainya tujuan sekolah. Dengan demikian keberadaan Dewan Sekolah/Komite Sekolah merupakan suatu kepatutan yang perlu ada dalam MBS, karena keberadaan sekolah diperlukan oleh masyarakat. Secara substantif, peran dan fungsi yang selama ini dilaksanakan oleh BP3 akan larut dan “melebur” ke dalam Komite Sekolah. Dalam keadaan tertentu fungsi kelembagaan sebagai penampung dana partisipasi masyarakat masih elevenn untuk dilanjutkan, maka dalam rangka MBS, fungsi tersebut dilaksanakan oleh Dewan Sekolah (Komite Sekolah). (Fattah, 2004 : 5)
            Sesuai dengan UU RI No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional seperti dinyatakan dalam Pasal 56 ayat 1, sebutan Dewan Sekolah diubah menjadi Komite Sekolah, seperti dinyatakan “masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan melalui Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah”. Sesungguhnya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (sesuai dengan Oxford Advanced Learners Dictionary of Current English) istilah yang tepat untuk kepentingan itu adalah Dewan Sekolah bukan Komite Sekolah. Namun demikian sesuai dengan sebutan UU RI No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam pelaksanaan MBS, sebutan Dewan Sekolah diubah menjadi Komite Sekolah.

   
2.        Tujuan dan Manfaat  Manajemen Berbasis Sekolah
            Implementasi manajemen Berbasis sekolah memiliki tujuan :
a)      Peningkatan Mutu Pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memperbadayakan sumber daya yang tersedia.
b)      Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.
c)      Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolah.
d)     Meningkatkan kompetensi yang sehat antar sekolah untuk pencapaian mutu pendidikan yang diharapkan.
e)      Memperdayakan potensi sekolah yang ada agar menghasilkan lulusan yang berhasil guna dan berdaya guna.
Secara umum manfaat yang bisa diraih dalam melaksanakan MBS antara lain sebagai berikut :
a)       Sekolah dapat mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya, karena bisa lebih mengetahui peta kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang mungkin dihadapi.
b)      Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya khususnya input dan output pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
c)       Pengambilan keputusan partisipatif yang dilakukan dapat memenuhi kebutuhan sekolah karena lebih tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.
d)      Penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana masyarakat turut serta mengawasi.
e)       Keterlibatan warga sekolah dalam pengambilan keputusan sekolah menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.
f)       Sekolah bertanggung jawab tentang mutu pendidikan di sekolahnya kepada pemerintah, orang tua, peserta didik dan masyarakat.
g)      Sekolah dapat bersaing dengan sehat untuk meningkatkan mutu pendidikan.
h)      Sekolah dapat merespon aspirasi masyarakat yang berubah dengan pendekatan yang tepat dan cepat. (Diknas : 2003)

3.  Prinsip Umum Manajemen Berbasis Sekolah
            Ada 6 (enam) prinsip umum yang patut menjadi pedoman dalam pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah, yaitu :
a)      Memiliki visi, misi, dan strategi ke arah pencapaian mutu pendidikan, khususnya mutu siswa sesuai dengan jenjang sekolah masing-masing.
b)      Berpijak pada “Power Sharing” (berbagi kewenangan), yaitu bahwa pengelolaan pendidikan sepatutnya berlandaskan pada keinginan saling mengisi, saling membantu, saling menerima dan berbagi kekuasaan/kewenangan sesuai dengan fungsi dan peran masing-masing.
c)      Adanya profesionalisme semua bidang. Maksudnya bahwa implementasi MBS menuntut adanya derajat profesionalisme berbagai komponen, baik para praktisi pendidikan, pengelola, dan manajer pendidikan lainnya, termasuk profesionalisme Komite Sekolah.
d)     Melibatkan partisipasi masyarakat yang kuat maksudnya bahwa tanggung jawab pelaksanaan pendidikan, bukan hanya dibebankan pada sekolah (guru dan Kepala Sekolah saja), tetapi juga menuntut adanya keterlibatan dan tanggung jawab semua komponen lapisan masyarakat, termasuk orang tua siswa.
e)      Menuju kepada terwujudnya Komite Sekolah. Artinya, dalam implementasi MBS idealnya setiap sekolah harus membentuk Komite Sekolah (KS), sebagai institusi yang akan melaksanakan MBS. Dengan demikian pembentukan Komite Sekolah merupakan prasyarat implementasi MBS. Pembentukan Komite Sekolah itu, sebaiknya juga diikuti dengan langkah-langkah nyata, yaitu mengidentiifkasi tujuan, manfaat, perencanaan dan pelaksanaan program, serta aspek yang berkaitan dengan komite Sekolah sebagai institusi penopang keberhasilan visi dan misi sekolah.
f)       Adanya transparansi dan akuntabilitas. Yaitu memiliki makna bahwa prinsip MBS harus berpijak pada transparansi atau keterbukaan dalam pengelolaan sekolah, termasuk di dalamnya masalah fisik dan nonfisik. Sedangkan akuntabilitas (tanggung jawab) memberi makna bahwa sekolah beserta komite sekolah merupakan institusi terdepan yang paling bertanggung jawab dalam pengelolaan sekolah.   

4. Strategi Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
            Strategi adalah langkah-langkah sistematis dan sistemik dalam melaksanakan rencana secara menyeluruh (makro) dan berjangka panjang dalam pencapaian tujuan model MBS. Perlu disadari bahwa reformasi manajemen pendidikan persekolahan dengan menggunakan model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan tuntutan yang mendesak. Namun demikian, tuntutan MBS bukanlah satu-satunya model yang dapat mendongkrak mutu pendidikan tanpa dukungan faktor lain. Ada sejumlah faktor lain yang mendukung dan menentukan diantaranya tingkat prestasi stakeholder dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Artinya sekolah tidak dapat berjalan sendiri dalam upaya meningkatkan mutu efisiensi, pemerataan pendidikan dan kemandirian sekolah. Kondisi politik atau kebijakan pemerintah dalam hal manajemen / organisasi / kepemimpinan, proses belajar mengajar, sumber daya manusia dan administrasi sekolah merupakan sejumlah komponen MBS yang diperlukan dalam konteks persekolahan di Indonesia.
Penerapan disesuaikan dengan pemberlakuan MBS dibagi dalam tiga tingkatan MBS secara penuh (tinggi), MBS tingkat menengah (sedang), sekolah dan MBS secara minimal (rendah). Dalam menentukan tingkatan sekolah dan MBSnya ada lima persyaratan yang perlu dipenuhi yaitu :
1.      Pemilihan Kepala sekolah dan guru
2.      Pembentukan partisipasi masyarakat
3.      Lokasi/kemampuan dasar orang tua
4.      Kemampuan pengadaan dana
5.      Nilai Ebtanas Murni
Kelima kriteria tersebut dihubungkan dengan tipe sekolah (penuh, menengah dan minimal). Implikasi penting dari penerapan model MBS adalah perlu disediakan penghargaan (reward) untuk hukuman (punishment) terhadap sekolah yang berhasil dan tidak berhasilnya melaksanakan kegiatan model MBS. Salah satu bentuk sanksi adalah pengurangan anggaran untuk sekolah tersebut.

5. Faktor Pendukung Keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah
            Implementasi MBS akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sifatnya internal di lingkungan sekolah ataupun faktor eksternal di luar sekolah. Secara umum beberapa faktor pendukung MBS adalah sebagai berikut :
a)    Kepemimpinan dan Manajemen Sekolah yang professional
MBS akan berhasil jika ditopang oleh kemampuan professional kepala sekolah dalam memimpin dan mengelola sekolah secara efektif dan efisien, serta mampu menciptakan iklim organisasi di sekolah yang kondusif untuk proses belajar mengajar.
b)   Kondisi sosial, ekonomi, dan apresiasi masyarakat terhadap pendidikan
Faktor eksternal akan turut menentukan keberhasilan MBS adalah kondisi tingkat pendidikan orang tua siswa dan masyarakat. Kemampuan dalam membiayai pendidikan, serta tingkat apresiasi dalam mendorong anak untuk terus belajar.
c)    Dukungan pemerintah
Faktor ini sangat menentukan efektivitas dan implementasi MBS terutama bagi sekolah yang kemampuan orang tua/masyarakatnya relatif belum siap memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan pendidikan. Alokasi dana pemerintah (APBN/APBD) dan pemberian kewenangan dalam pengelolaan sekolah kepada sekolah menjadi penentu keberhasilan.


BAB III
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan
Tantangan globalisasi yang melanda setiap bangsa memerlukan penyikapan yang bijak. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari bangsa yang akan menerima konsekuensi tantang global tersebut, mengahadapinya dengan mempersiapkan sistem pendidikan yang terintegrasi. Sistem pendidikan yang mampu menghadapi tantangan globalisasi memerlukan satu pengelolaan yang serius. Manajemen Pendidikan Nasional menjadi salah satu alternatif dalam megatasi persoalan pendidikan nasional yang amat strategis dan komplek.
Seiring dengan bergulirnya era otonomi daerah, terbukalah peluang untuk melakukan reorientasi paradigma pendidikan menuju ke arah desentralisasi pengelolaan pendidikan. Peluang tersebut semakin tampak nyata setelah dikeluarkannya kebijakan mengenai otonomi pendidikan melaJui strategi pemberlakuan manajemen berbasis sekolah (MBS bukan sekedar mengubah pendekatan pengelolaan sekolah dari yang sentralistis ke desentralistis, tetapi lebih dari itu melalui MBS diyakini akan muncul kemandirian sekolah.
Sekolah dipandang sebagai suatu organisasi yang didesain untuk dapat berkontribusi terhadap upaya peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat suatu bangsa. Sebagai salah satu upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia serta peningkatan derajat sosial masyarakat bangsa, sekolah sebagai intitusi pendidilan perlu dikelola, di-menej, diatur, ditata dan diberdayakan, agar sekolah dapat menghasilkan produk atau hasil secara optimal.
14
 
Dalam hubungannya dengan Model MBS keberadaan Dewan Sekolah (Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebut Komite Sekolah) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan MBS. MBS bukan saja merupakan tuntutan inovatif dalam manajemen sekolah, melainkan merupakan pula kebijakan nasional yang strategis sebagaimana dinyatakan pada Pasal 51 ayat 1 UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi “Pengelolaan Satuan Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah dilaksanakan berdasarkan Standar Pelayanan Minimal dengan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah”.   
            Penerapan disesuaikan dengan pemberlakuan MBS dibagi dalam tiga tingkatan MBS secara penuh (tinggi), MBS tingkat menengah (sedang), sekolah dan MBS secara minimal (rendah).

B. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan di atas dikemukakan beberapa Rekomendasi sebagai berikut :
1.      Bagi penyelenggara pendidikan hendaknya terus melakukan kajian untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran.
2.      Bagi penyelenggara pendidikan hendaknya menerapkan konsep manajemen berbasis sekolah sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah masing-masing.






DAFTAR PUSTAKA


Departemen Pendidikan Nasional. (2000). Panduan Manajemen Sekolah, Jakarta: Depdiknas

Departemen Pendidikan Propinsi Jawa Barat. (2003). Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Jawa Barat, Bandung: Depdiknas Propinsi Jawa Barat

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Jakarta: Depdiknas

Departemen Pendidikan Nasional. (2000). Panduan Pelatihan dan Pengembangan Sekolah, Jakarta: Depdiknas

Fattah, Nanang. (2004). Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah. Bandung: Pustaka Bani Quraisy

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah

Siagian, S.P. (2004). Filsafat Administrasi. Jakarta : Ghalia Indonesia  

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Sistem Pendidikan Nasional.


No comments:

Post a Comment

Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive