Bahasa merupakan entitas
yang melekat pada diri manusia sejak dilahirkan di
dunia. Keberadaan bahasa inilah yang membuat kehidupan
manusia menjadi berbudaya.
Bahasa menjadi media pengembang pikiran manusia
terutama dalam mengungkapkan realitas segala sesuatu. Alwasilah (2008:4)
mengatakan bahwa bahasa merupakan alat untuk mengejawantahkan pikiran tentang
fakta dan realitas yang direpresentasikan lewat simbol bunyi. Bahasa dan
pikiran ini memiliki hubungan yang timbal balik, artinya bentuk bahasa yang
digunakan akan dipengaruhi oleh pikiran manusia, sebaliknya bahasa dapat
mempengaruhi cara berpikir manusia karena dibelakang bahasa ‘berdiri’ budaya.
Identitas atau jati diri seseorang akan terbentuk
diantaranya melalui interaksi dengan bahasa dan budaya. Keduanya tak
terpisahkan. Sebagai contoh peran bahasa ibu bagi perkembangan anak. Alwasilah
(2012:84) menyebutkan bahwa ”secara sosial dan kultural bahasa ibu adalah
bahasa yang padat budaya”. Ketika anak belajar bahasa dari ibunya untuk pertama
kali, ia tidak hanya belajar satuan-satuan lingual yang bisa digunakan untuk
berkomunikasi, tapi ia juga belajar kearifan yang terkandung dalam budayanya.
Melalui bahasa ibu identitas kulturalnya akan
dibentuk, termasuk pandangan hidup dan cara berpikirnya. Dari sini bisa
dianalogikan bahwa pemerolehan bahasa asing - dalam konteks di sekolah disebut
pembelajaran - dapat membentuk (mengarahkan) identitas kultural dan cara
berpikir seseorang. Dengan demikian kekhawatiran MK mengenai pembelajaran
bahasa asing (Inggris) dari mulai TK – PT bisa menjauhkan anak didik dari jati
dirinya sebagai bangsa Indonesia bisa dipahami. Bahkan ada yang mengkhawatirkan
bahwa melalui pembelajaran bahasa asing itulah “penjajahan budaya” oleh barat
dilakukan secara laten dibalik jargon globalisasi dan modernisasi.
Pembelajaran bahasa asing di Indonesia telah menjalani
perjalanan sejarah yang panjang. Pada jaman kolonial, bahasa asing (seperti
bahasa Belanda sebagai bahasa penjajah, serta bahasa Inggris dan Jerman) telah
diajarkan di sekolah-sekolah tertentu, terutama di sekolah bagi keturunan para
bangsawan dan anak-anak Belanda. Tak pelak, penguasaan terhadap bahasa asing di
kalangan pribumi pada masa penjajahan Belanda menjadi penanda “kelas sosial”
yang tinggi atau terhormat di masyarakat.
Seiring dengan perkembangan jaman, saat ini
pembelajaran bahasa asing tidak lagi bersifat elitis. Semua orang bisa dengan
mudah mempelajarinya. Bahkan bahasa Inggris sudah mulai dikenalkan pada anak-
anak sejak usia dini. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya kelompok bermain
ataupun Taman Kanak-Kanak yang sudah memberikan pelajaran bahasa Inggris pada
anak-anak didiknya. Demikian pula pada jenjang sekolah dasar. Meskipun
berdasarkan Permendiknas nomor 26 tahun 2006, bahasa Inggris mulai diajarkan
pada tingkat sekolah menengah pertama. Pada jenjang sekolah menengah hingga
perguruan tinggi, bahasa Inggris seolah menjadi suatu yang mutlak, berdampingan
dengan mata pelajaran lain seperti bahasa Indonesia dan Matematika.
Bahasa asing lain selain bahasa Inggris, seperti
bahasa Jerman, Prancis, Jepang, Arab dan Mandarin pada umumnya dapat dipelajari
ketika peserta didik masuk pada jenjang sekolah menengah atas. Posisi bahasa
asing tersebut boleh dikatakan merupakan pelengkap. Yang utama tetaplah bahasa
Inggris yang diakui sebagai bahasa Internasional.
Latar belakang yang menjadi dasar bagi pelaksanaan
pembelajaran bahasa asing di berbagai tingkatan pendidikan dapat dipaparkan
sebagai berikut. Pertama, sebagian besar ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang apapun ditulis dalam bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya, sehingga
penguasaan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya akan memberikan jalan bagi
bangsa Indonesia untuk menyerap perkembangan ilmu pengetahuan, atau menyebarkan
ilmu pengetahuan yang berkembang di Indonesia. Kedua, masyarakat modern saat
ini telah menjadi masyarakat dunia yang tak lagi tersekat- sekat oleh jarak
ataupun waktu berkat adanya kemajuan di bidang teknologi informasi dan
transportasi.
Masyarakat dunia berkembang menjadi masyarakat global
yang nir-batas. Penguasaan bahasa asing akan menjadi pintu agar bangsa
Indonesia bisa berinteraksi dalam masyarakat global. Aspek globalisasi ini
menjadi salah satu pertimbangan mengapa bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya
perlu diajarkan di sekolah.
Interaksi dalam proses pembelajaran bahasa sangat
penting. Interaksi yang terjadi di dalam kelas akan membantu peserta didik
dalam mengembangkan pembelajaran berbahasa mereka. Selain itu tentunya juga
akan menumbuhkan keterampilan sosial mereka. Memaksimalkan interaksi di dalam
kelas dalam pembelajaran bahasa adalah merupakan bagian penting dari peran guru
sebagai fasilitator. Memang tidak mudah jika belum terbiasa. Interaksi antar
peserta didik atau anggota kelas lainnya tidak akan terjadi secara begitu saja,
akan tetapi seorang guru harus mempertimbangkan rencana pembelajarannya secara
matang sebelum mengajar dan secara khusus memasukkan aspek interaksi ini di
dalam perencanaan mengajar itu. Berikut ini ada beberapa pendekatan yang dapat
digunakan oleh guru untuk meningkatkan interaksi siswa atau peserta didik dalam
proses belajar mengajar di kelas.
Kenyataan di kelas untuk pembelajaran bahasa justru
sangat memprihatinkan. Kualitas dan kuantitas interaksi dalam pembelajaran
antara semua komponen (siswa dengan siswa, siswa dengan guru) masih sangat
kurang. Belum sesuai yang diharapkan oleh kebanyakan guru. Beberapa peserta
didik kadang-kadang terkesan malu-malu, atau menganggap remeh interaksi yang
diminta guru untuk menerapkan keterampilan berbahasa mereka. Contohnya yang
sering terlihat dalam pelajaran Bahasa Asing seperti Bahasa Inggris, ketika
mereka diminta untuk saling berinteraksi (bertanya jawab) kepada sesama mereka
atau teman didekatnya tentang suatu topik atau hal, tampak nyata bahwa mereka
mengalami kesulitan.
Secara khusus bisa dikemukakan bahwa interaksi dalam proses pembelajaran bahasa (baik bahasa Indonesia maupun bahasa asing seperti bahasa Inggris) itu sangat penting, yaitu:
a. Interaksi yang tinggi menunjukkan
partisipasi yang tinggi dalam pembelajaran
Sudah pasti para guru memaklumi bahwa adanya interaksi
yang tinggi di dalam kelas menunjukkan bahwa di dalam kelas itu partisipasi
belajarnya tinggi. Kita ketahui bersama bahwa, walaupun peserta didik berada di
dalam kelas dan duduk dengan baik itu tidak menjadi jaminan pasti bahwa mereka
benar-benar sedang belajar. Mereka bisa duduk dengan baik tetapi pikiran mereka
entah kemana dan bukan pada pembelajaran yang sedang berlangsung. Interaksi
pada pembelajaran bahasa ditunjukkan dengan adanya percakapan-percakapan antar
mereka sesuai dengan topik yang sedang dibelajarkan. Partisipasi sangat penting
karena itulah sejatinya proses belajar mereka. Peserta didik yang tidak atau
kurang berpartisipasi tentu saja tidak atau kurang memperoleh apa-apa yang
hendak diberikan guru untuk mereka kuasai sebagai tujuan pembelajaran. Belajar
memerlukan proses aktif. Proses belajar secara aktif dalam hal ini adalah
interaksi yang dilakukan melalui percakapan-percakapan yang dilakukan dengan
menggunakan bahasa yang sedang dipelajari.
b. Interaksi mengasah keterampilan berbahasa peserta didik
Mengapa guru menghendaki dalam pembelajaran bahasa
terdapat banyak interaksi yang berkualitas? Karena sejatinya jika peserta didik
atau siswa mempelajari suatu bahasa, berarti mereka sedang mempelajari sebuah
keterampilan. Bahasa adalah keterampilan. Dan, para pakar pendidikan telah lama
setuju bahwa untuk meningkatkan keterampilan apapun cara terbaiknya adalah
dengan berlatih. Interaksi dalam proses pembelajaran bahasa seperti bahasa
Inggris bisa dimaknai sebagai latihan. Dengan banyak berinteraksi berarti makin
banyak latihan menggunakan bahasa Inggris tersebut.
c. Interaksi dalam proses pembelajaran menunjukkan terjadinya
pembelajaran kolaboratif
Ketika siswa saling berinteraksi (bercakap-cakap) pada
saat pelajaran bahasa, maka secara tidak langsung akan menciptakan suatu
komunitas belajar yang bersifat kolaboratif. Peserta didik dapat saling belajar
satu sama lain, menguatkan dan memberi masukan terhadap teman-teman yang
berinteraksi dengannya atau sebaliknya menerima penguatan, dan menerima
masukan. Kolaboratif learning sampai saat ini dipercaya sebagai salah satu pendekatan
terbaik dalam proses belajar seseorang, demikian pula pada pelajaran bahasa.
d. Interaksi dalam proses pembelajaran bermakna sosialisasi
Sudah disebutkan di atas (pada awal tulisan ini) bahwa
dengan melakukan interaksi pada proses pembelajaran secara maksimal, maka semua
anggota kelas utamanya sesama siswa akan terjadi sosialisasi. Mereka tidak Cuma
berlatih menggunakan bahasa asing, tetapi juga melakukan proses bersosial
dengan orang-orang di sekitarnya (teman-temannya). Proses sosialisasi antar peserta
didik sangat penting sebagai salah satu bekal hidup bagi mereka ketika mereka
berada di masyarakat. Seyogyanyalah kelas benar-benar menjadi sebuah model
kumpulan warga masyarakat di mana di dalamnya mereka dapat belajar melakukan
interaksi sosial yang baik, efektif, dan sesuai norma-norma yang ada.
e. Interaksi proses belajar meningkatkan motivasi belajar
Semakin tinggi kualitas dan kuatitas interaksi dalam
proses pembelajaran (baik pembelajaran bahasa ataupun pelajaran apa saja), akan
dapat meningkatkan motivasi belajar pada diri peserta didik. Dengan melakukan
interaksi, peserta didik akan dapat menemukan suatu hal yang mampu memotivasi
mereka untuk belajar lebih baik. Interaksi mendukung iklim kelas yang kondusif.
Dengan segala poin-poin sebelumnya itu, maka melalui interaksi proses belajar
di kelas motivasi belajar mereka juga akan meningkat dengan sendirinya.
Berdasarkan
paparan di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa (Bahasa Arab, Bahasa Inggris dan
Bahasa Sunda) memiliki pengaruh dalam lingkup pendidikan dan interaksi peserta
didik khususnya di lingkungan Purwakarta. Dengan berkembangnya dunia komunikasi
dan informasi, bahasa memiliki peranan yang vital dalam era globalisasi saat
ini. Dengan penguasaan bahasa khususnya bahasa Asing oleh peserta didik akan
dapat memberikan kemampuan dalam berkomunikasi dalam berbagai bidang.
DAFTAR PUSTAKA
Sauri Sofyan, 2006, Pendidikan Berbahasa
Santun, Genesindo, Bandung.
Djiwandono Istiarto, 2002 Strategi membaca Bahasa Inggris, PT
Gramedia, Jakarta.
Tarigan Guntur, 1979
Membaca sebagai Suatu
Keterampilan Berbahasa Angkasa,
Bandung.
Hamalik Oemar, 2004 Proses Belajar
Mengajar, Bumi Aksara, Jakarta.
Nur Agustiar ,2001 Perbandingan Sistem
Pendidikan 15 Negara, Lubuk Agung Bandung.
Sumaatmadja Nursid, 2002 Pendidikan
Pemanusiaan Manusia Manusiawi, Alfabeta, Bandung.
No comments:
Post a Comment