Friday, December 31, 2021

Pengaruh Gaya Hidup di Masa Pandemi Covid-19

 


 

Gaya hidup adalah bagian dari kebutuhan sekunder manusia yang bisa berubah tergantung jaman. Gaya hidup bisa dilihat dari pakaian, bahasa, kebiasaan, dan lain sebagainya. Gaya hidup juga bisa dianggap sebagai perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam perilakunya, terutama yang berkaitan dengan citra dan penampilan. Gaya hidup merupakan frame of reference yang dipakai seseorang dalam bertingkah laku yang membentuk pola perilaku tertentu.

Pengertian "gaya hidup" menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia di dalam masyarakat. Gaya hidup menunjukkan bagaimana orang mengatur kehidupan pribadinya, kehidupan masyarakat, perilaku di depan umum, dan usaha menjadikan dirinya unik. Gaya hidup atau life style dapat diartikan juga sebagai segala sesuatu yang memiliki karakteristik, kekhususan, dan tata cara dalam kehidupan suatu masyarakat tertentu.

David Chaney (2004: 40) juga menyatakan bahwa, “Gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lain”. Intinya, gaya hidup adalah bagaimana seseorang tersebut ingin dipersepsikan oleh orang lain, sehingga gaya hidup sangat berkaitan dengan bagaimana ia membentuk image di mata orang lain, berkaitan dengan status sosial yang disandangnya. Untuk merefleksikan image inilah, dibutuhkan simbol-simbol status tertentu, yang sangat berperan dalam mempengaruhi perilaku konsumsinya. Status sosial bisa dibilang adalah merupakan penghargaan masyarakat atas prestasi yang dicapai. Jika seseorang telah mencapai suatu prestasi tertentu, ia layak di tempatkan pada lapisan tertentu dalam masyarakatnya.

Gaya hidup masyarakat Indonesia saat ini sangatlah beragam, dan semua orang berlomba-lomba mencapai tingkat yang tertinggi. Untuk mencapai gaya hidup impian ini, masyarakat Indonesia berusaha menampilkan citra yang dirasa dapat merepresentasikan tingkat mereka dalam masyarakat.

Pandemi virus corona di Indonesia memberikan dampak tidak hanya pada kesehatan masyarakatnya, akan tetapi juga pada gaya hidup akibat berbagai kebijakan yang berlaku untuk panganan Covid-19.  Perubahan yang paling mencolok terlihat dari cara orang menjalani kehidupan sosial dan menggerakkan roda perekonomian. Kini masyarakat lebih mengandalkan teknologi digital untuk tetap dapat menjalani kehidupan sosial dan ekonomi di tengah kebijakan physical distancing dan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).

Dampak Covid-19 yang paling terasa mengganggu adalah (1) kehidupan sosial, menempati urutan paling tinggi yakni 48%, diikuti (2) kekhawatiran akan karir dan pekerjaan 44%, kemudian (3) buyarnya rencana liburan dan wisata 39%, selanjutnya (4) kekhawatiran terbatasnya kegiatan keagaamaan 31%, dan (5) tidak bisa melakukan kebiasaan berbelanja 24%. Gaya hidup kaum urban, seiring berkembangnya teknologi, menjadikan mereka sibuk dengan aktivitasnya sendiri-sendiri, sehingga kehidupan sosial di dunia maya dianggap lebih menarik daripada di dunia nyata.  Namun di survei ini hasil yang diperoleh kebalikannya, hampir setengah responden baik pria dan wanita, muda dan tua merasa kehidupan sosialnya terganggu karena tidak bisa berkumpul bersama keluarga dan teman, karena harus menjaga jarak (physical distancing) dan mengikuti anjuran untuk #DiRumahAja. 44% responden merasa khawatir akan karir dan pekerjaan mereka; untuk hal ini laki-laki lebih khawatir dibandingkan wanita.  Sebanyak 39% responden yang sebagian besar wanita merasa khawatir dengan rencana liburan mereka yang tertunda untuk waktu yang tidak bisa ditentukan.

Belajar. bekerja, berkomunikasi, bahkan berbelanja kini dapat dilakukan dari rumah dengan menggunakan smartphone ataupun laptop. Benar, kini hampir semuanya serba online. Tentunya hampir semua gaya hidup masyakarat menjadi berubah semenjak virus ini timbul. Jika dikaitkan dengan ekonomi, maka perubahan gaya hidup dalam berbelanja online adalah contoh nyata yang paling sesuai. Pada tahun 2020, BPS telah melakukan Survei Sosial Demografi Dampak COVID-19 dan salah satu hal yang dibahas adalah perilaku berbelanja online. Hasilnya, 9 dari 10 responden berbelanja online dan pola berbelanja masyarakat berubah selama pandemi COVID-19. Sebanyak 31% responden mengalami peningkatan dalam belanja online mereka, sedangkan hanya 28% dari mereka yang mengalami penurunan.

Namun, terlepas dari peningkatan berbelanja online ini, tidakkah Anda juga menyadari bahwa hal ini tentu memiliki dampak negatif di baliknya? Kemudahan dalam berbelanja online memanglah dapat menguntungkan pihak produsen, namun bagi Anda seorang konsumen hal ini dapat menjerumuskan Anda ke dalam gaya hidup konsumtif. Dalam artian luas, konsumtif merupakan perilaku konsumsi yang boros dan berlebihan, lebih mendahulukan keinginan daripada kebutuhan, serta tidak ada skala prioritas (Vicynthia, 2010). Menurut Rossanty dan Nasution (2018), tanda-tanda perilaku konsumtif dapat timbul jika Anda mulai sering tertarik mengikuti suatu gaya hidup atau membeli barang-barang tertentu demi image. Ditambah lagi, situs atau aplikasi belanja online hampir setiap harinya menawarkan berbagai macam promo yang menggiurkan konsumennya, seperti flash sale, promo tahun baru, promo saat tanggal ‘cantik’ (misalnya promo 8.8 atau promo di tanggal 8 Agustus), promo kemerdekaan, dan lain sebagainya. Promo-promo inilah yang terkadang membuat Anda tidak bisa menahan diri untuk tidak membelinya, padahal jika dipikir dengan bijak barang promo tersebut bukanlah kebutuhan Anda saat ini.

Saat pandemi COVID-19 seperti ini, berbelanja secara online memanglah solusi yang paling tepat untuk dilakukan ketika akan membeli sesuatu. Meskipun demikian, Anda harus tetap bijak dalam berbelanja online agar Anda terhindar dari perilaku konsumtif. Sederhana saja, Anda hanya perlu membedakan manakah yang benar-benar menjadi kebutuhan Anda, dan manakah yang hanya menjadi keinginan Anda semata. Selain itu, Anda harus memilih cara terbaik untuk melakukan konsumsi. Menurut Waringin (2015), ada empat level konsumtif :

1.      Cara konsumtif yang terburuk adalah dengan cara berhutang di bank untuk dapat mendapatkan sesuatu, kemudian melakukan cicilan pembayaran ke bank tersebut. Inilah yang biasa dilakukan oleh orang kebanyakan.

2.      Cara konsumtif yang cukup baik adalah menabung dan memiliki uang tunai, kemudian membeli sesuatu dengan cara tunai atau cash.

3.      Cara konsumtif yang baik adalah mempunyai uang dengan bunga yang cukup untuk membayar cicilan ke bank. Dengan kata lain, Anda melakukan investasi atas uang yang Anda punya, dan bunga yang Anda peroleh cukup untuk membayar cicilan ke bank.

4.      Cara konsumtif yang terbaik adalah ketika Anda memiliki uang, dan bunga yang Anda peroleh cukup untuk membeli sesuatu yang Anda inginkan secara tunai. Artinya, Anda tidak perlu membelanjakan uang pokok Anda.

Cara atau kiat di atas secara tak langsung menjelaskan bahwa Anda tidak perlu berhutang untuk mendapatkan barang yang Anda inginkan. Alih-alih berhutang, sebaiknya Anda melakukan investasi atas uang yang Anda miliki hingga uang Anda mencukupi untuk memenuhi segala kebutuhan maupun keinginan Anda. Meskipun Anda hanya dapat di rumah akibat COVID-19, pemasukan Anda akan tetap berjalan berkat adanya investasi Anda.

Di masa pandemi Covid-19, banyak masyarakat yang mencari informasi mengenai cara mencegah virus korona dan usaha meningkatkan kekebalan tubuh. Sejak kasus pertama pada 2 Maret 2020 di Indonesia, hingga kini terus terjadi peningkatan jumlah positif Covid-19. Pemerintah membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 untuk menekan penyebarannya. Namun, sebagai individu, kita juga perlu berbuat sesuatu untuk mencegah penyebaran virus ini.

Berdasarkan data WHO, angka kematian dari infeksi Covid-19 lebih rendah dibandingkan dengan MERS, SARS, dan ebola. Namun, penyebaran pasien positif lebih cepat dibandingkan dengan Mers dan SARS, sehingga terjadi lonjakan jumlah penderita dalam waktu singkat.  Korona yang memasuki tubuh akan menempel pada reseptor yang dikenal sebagai Angiotensin converting enzyme 2 (ACE2), kemudian virus menyuntikkan RNA-nya sehingga mengubah sel tubuh menjadi virus dan bereplikasi. Virus tersebut dapat merusak jaringan pada paru sehingga terjadi pembengkakan yang membuat kesulitan bernapas dan dapat terjadi Acute Respiratory Distress Syndrome yang mengakibatkan pasien meninggal. Selain pada paru-paru, korona juga dapat menginfeksi organ lain contohnya pada saluran pencernaan. Gejala yang ditimbulkan bergantung seberapa kuatnya sistem imunitas.

Pada sistem imunitas manusia, ketika ada sel aneh yang masuk ke tubuh, akan langsung mengaktifkan respons imun bawaan dan respons imun adaptif untuk melawan virus dengan memproduksi sel pembunuh T. Orang yang lebih tua dan penderita komorbid seperti diabetes atau penyakit kronis lainnya kemungkinan besar akan mengalami gejala yang lebih berat dan biasanya tidak menghasilkan respons sel-T yang baik.

Hingga kini, vaksin untuk mencegah infeksi korona baru ini belum ditemukan. Karena itu, upaya yang dapat kita lakukan untuk meningkatkan sistem kekebalan yaitu menerapkan gaya hidup sehat dan mengonsumsi makanan bergizi. WHO telah mengeluarkan beberapa anjuran cara hidup sehat di masa pandemi , seperti mengonsumsi makanan sehat dan bergizi, menghindari merokok dan minuman beralkohol, berolahraga dan berjemur di pagi hari, menjaga kesehatan mental (mengelola stres dengan baik), serta menerapkan hidup bersih dengan menjaga kebersihan. Menurut data dari Kemenkes, masih banyak masyarakat Indonesia yang kekurangan gizi dan menderita diabetes. Mereka inilah yang lebih berisiko mengalami gejala yang fatal apabila terinfeksi.


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Fatharani, Afrida. (2013). Pengaruh Gaya Hidup (Lifestyle), Harga (Price), dan Kelompok Referensi (Reference Group) Terhadap Keputusan Pembelian Telepon Seluler Blackberry (Studi pada Mahasiswa Program S1 Angkatan 2009 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro). Skripsi. Universitas Diponegoro

 

https://www.antaranews.com/berita/1933904/gaya-hidup-sehat-kunci-bertahan-di-tengah-pandemi

 

https://www.itera.ac.id/gaya-hidup-sehat-saat-pandemi/

 

Puspita, Dian Ayu. (2013). Pengaruh Gaya Hidup, Fitur, dan Harga terhadap Keputusan Pembelian Blackberry Curve 9300 (Studi Kasus di WTC Surabaya). Jurnal Ilmu Manajemen. Universitas Negeri Surabaya

 

Sugihartati, Rahma. (2010). Membaca, Gaya Hidup dan Kapitalisme. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu

 

 

No comments:

Post a Comment

Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive