A. PENDAHULUAN
Membaca adalah suatu
proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan,
yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis.
Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan
akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas dan makna kata-kata secara
individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, pesan yang
tersurat dan yang tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses
membaca itu tidak terlaksana dengan baik.
Menurut Anderson (dalam Tarigan, 2008:7) membaca adalah suatu proses
penyandian kembali dan pembacaan sandi (a
recording and decoding process), berlainan dengan berbicara dan menulis
yang justru melibatkan penyandian (encoding).
Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding)
adalah menghubungkan kata-kata tulis (written
word) dengan makna bahasa lisan (oral
language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi
yang bermakna.
Membaca merupakan suatu proses yang kompleks dengan melibatkan kedua
belahan otak. Membaca merupakan dasar utama untuk memperoleh kemampuan belajar
di berbagai bidang. Melalui membaca seseorang dapat membuka cakrawala dunia,
mengetahui apa yang sebelumnya tidak diketahui (Subini, 2011:53).
Pengajaran membaca
permulaan di taman kanak-kanak umumnya sudah dimulai sejak awal tahun pertama.
Anak-anak diberi stimulasi berupa pengenalan huruf-huruf dalam alfabet. Praktik
ini langsung disandingkan dengan keterampilan menulis, di mana anak diminta
mengenal bentuk dan arah garis ketika menulis huruf. Metode belajar membaca di
taman kanak-kanak biasanya mendapat hambatan dalam penerapannya.
Metode ini diberikan sama
pada setiap anak, dan materi ajaran umumnya hanya berasal dari buku penunjang.
Jika melihat perbedaan anak dalam gaya belajar, hal ini akan kurang memberi
hasil yang optimal. Penanganan secara individual di kelas saat belajar membaca
tidaklah dimungkinkan, karena ketersediaan tenaga guru yang terbatas. Untuk
mengatasinya guru pun membagi anak dalam kelompok-kelompok kecil setiap
harinya.
Dalam hal baca tulis,
siswa kelas A (nol kecil) sudah mendapatkan rangsangan berupa huruf abjad sejak
minggu kedua mereka bersekolah. Praktek selanjutnya adalah mengenal bentuk
dengan belajar menulis huruf dengan menebalkan garis atau meniru tulisan guru
di buku kotak-kotak. Praktek ini bisa jadi memang membuat anak mampu menulis
atau memegang pensil, tapi anak tidak tahu apa yang ia tulis karena ia hanya
sekedar mengikuti pola yang ada.
B. PEMBAHASAN
1. Kemampuan Membaca Anak Taman Kanak – Kanak
Bahasa terdiri dari
berbagai simbol yang dapat terungkap secara lisan maupun tulisan. Pemerolehan
bahasa terjadi pada subtahap pemikiran simbolik tahap praoperasional tersebut,
sehingga menurut Piaget, bahasa merupakan hasil dari perkembangan intelektual
secara keseluruhan dan sebagai bagian dari kerangka fungsi simbolik.
Bahasa berkaitan erat
dengan perkembangan kognisi anak, terutama dalam hal kemampuan berpikir.
Prinsip yang mempengaruhi penyatuan itu adalah pertama, semua fungsi mental
memiliki asal-usul eksternal atau sosial. Anak–anak harus menggunakan bahasa
dan menggunakannya pada orang lain sebelum berfokus dalam proses mental mereka
sendiri. Kedua, anak–anak harus berkomunikasi secara eksternal menggunakan
bahasa selama periode yang lama sebelum transisi kemampuan bicara eksternal ke
internal berlangsung.
Jadi, anak perlu belajar
bahasa untuk mengasah Keterampilan mereka dalam melakukan proses mental seperti
berpikir dan memecahkan masalah, karena bahasa merupakan alat berpikir.
Demikian pula dengan membaca, yang merupakan salah satu komponen bahasa yang
perlu dipelajari sejak dini.
Salah satu teori membaca
yang amat berpengaruh adalah teori rute ganda. Teori rute ganda menjelaskan
mekanisme yang terjadi pada pembaca awal dalam mencoba mengatasi kata–kata yang
belum dikenal. Pembaca awal akan melalui dua rute yang akan menentukan suatu
kata akan dikenali (berhasil dibaca) atau tidak.
Rute pertama (rute
visual), merupakan rute pengenalan yang tergantung pada pendekatan mencocokkan
pola visual, di mana anak–anak menatap jalinan huruf cetak dan membandingkan
pola itu dengan simpanan kata–kata yang telah mereka kenal dan pelajari
sebelumnya. Rute kedua (rute fonologis), pembaca mengubah simbol (huruf)
menjadi bunyi. Rute kedua mungkin hanya digunakan bila rute pertama gagal.
Pembaca lemah sebagaimana
pembaca awal menggunakan metode rute visual, namun mereka berbeda dalam hal
kesadaran fonemis, karena anak–anak normal memiliki kesadaran fonemis yang
memungkinkan mereka memanfaatkan asosiasi bunyi/simbol dan kemampuan memetakan
bunyi ke dalam kata berdasarkan konsep mereka tentang bentuk huruf yang benar.
Maka dapat disimpulkan
bahwa anak–anak usia Taman Kanak-kanak memiliki potensi yang terpendam untuk
menjadi pembaca yang baik. Tahap perkembangan yang memungkinkan mereka mengerti
simbol-simbol dalam bahasa memberi kesempatan untuk cepat belajar dan mengasah
ketajaman berpikir.
Selain itu, anak-anak
sebagai pembaca awal umumnya memiliki kesadaran fonemis yang cukup baik dan
sangat berguna dalam proses membaca. Karena itu, diperlukan adanya pemilihan
metode yang tepat dengan harapan anak dapat belajar membaca dengan efektif,
memanfaatkan segala potensinya dan merasa nyaman dalam belajar menggunakan
metode yang memperhatikan kebutuhan belajar mereka.
2. Kemampuan Membaca Permulaan
Salah satu prinsip
perkembangan menyatakan bahwa perkembangan merupakan hasil proses kematangan
dan belajar. Proses kematangan adalah terbukanya karakteristik yang secara
potensial ada pada individu dan berasal dari warisan genetik. Beberapa proses
belajar berasal dari latihan atau pengulangan suatu tindakan yang nantinya
menimbulkan perubahan dalam perilaku (Hurlock, dalam eprints.undip.ac.id).
Kematangan menentukan siap
atau tidaknya seseorang untuk belajar, karena betapapun banyaknya rangsangan
yang diterima anak, mereka tidak dapat belajar dan menghasilkan perubahan
perilaku sampai mereka dinyatakan siap menurut taraf perkembangannya.
Havighurst (Hurlock, 1991:30) menamakan kondisi kesiapan belajar yang ditentukan
oleh kematangan ini sebagai teachable moment, atau saat yang tepat bagi
anak untuk “diajar”.
Menurut Montessori
(Hainstock dalam etd.eprints.ums.ac.id), masa peka anak untuk belajar membaca
dan berhitung berada di usia 4–5 tahun, karena di usia ini anak lebih mudah
membaca dan mengerti angka. Doman (2005:44) menyarankan sebaiknya anak mulai
belajar membaca di periode usia 1 hingga 5 tahun. Menurutnya, pada masa ini
otak anak bagaikan pintu yang terbuka untuk semua informasi, dan anak bisa
belajar membaca dengan mudah dan alamiah. Pada sisi lain, pentingnya pengajaran
membaca permulaan pada anak diberikan sejak usia dini ini juga bertolak dari
kenyataan bahwa masih terdapat sebelas juta anak Indonesia dengan usia 7-8
tahun tercatat masih buta huruf (ptk-masnur-muslich.blogspot.com).
Dardjowidjojo (2003:301)
kemudian menyebutkan bahwa membaca hanya dapat dilakukan ketika anak sudah
memenuhi prasyarat-prasyarat tertentu untuk berbicara. Prasyarat ini antara
lain: menguasai sistem fonologis (bunyi), sintaksis (struktur kalimat), dan
kemampuan semantik (kaitan makna antar kata). Sementara menurut Grainger (2003:185),
kesiapan untuk memulai pengajaran membaca tergantung pada kesadaran fonemis.
Istilah ini meliputi banyak aspek kepekaan anak terhadap struktur bunyi kata
lisan, menentukan kemampuan memetakan bunyi ke simbol yang penting untuk
membaca, menulis, dan mengeja.
Faktor ini pula yang
nantinya menjadi dasar untuk membedakan kemampuan membaca pada anak normal dan
pembaca lemah. Pernyataan di atas memberi makna bahwa kematangan sangat
berperan dalam menentukan waktu yang tepat hingga anak dinyatakan siap untuk
belajar membaca.
Keterampilan membaca harus
dimulai sejak dini. Guru sedapat mungkin membimbing anak untuk mengembangkan
dan meningkatkan keterampilan membaca. Misalnya membimbing siswa dalam
memperkaya kosakata dan memahami makna struktur kata atau makna kiasa dan
ungkapan (Ernalis, 2006:26).
Anak yang berada pada masa
peka untuk belajar membaca akan dengan mudah menerima dan menanggapi rangsangan
yang diberikan padanya dalam bentuk huruf, suku kata, kata, atau kalimat. Anak
pun akan cepat memberi respon tiap kali stimulus yang sama muncul, dan sebagai
hasilnya anak akan menunjukkan perubahan perilaku sebagai indikator
keberhasilan proses belajarnya, yang dalam hal ini berarti anak menguasai
kemampuan-kemampuan yang diperlukan dalam membaca.
3. Tujuan Umum Pengajaran Membaca Permulaan
Pengajaran membaca
permulaan, menurut Soejono (Dahlan, 1992:12) memiliki tujuan yang memuat hal-hal
yang harus dikuasai siswa secara umum, yaitu:
a.
Mengenalkan siswa pada huruf-huruf dalam abjad sebagai
tanda suara atau tanda bunyi.
b.
Melatih keterampilan siswa untuk mengubah huruf-huruf
dalam kata menjadi suara.
c.
Pengetahuan huruf-huruf dalam abjad dan keterampilan
menyuarakan wajib untuk dapat dipraktikkan dalam waktu singkat ketika siswa
belajar membaca lanjut.
Selain itu tujuan
pengajaran membaca permulaan yang dilakukan sejak anak usia 4-6 tahun (usia
prasekolah) yaitu:
a.
Mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa sederhana
secara tepat.
b.
Mampu berkomunikasi secara efektif.
c.
Membangkitkan minat untuk dapat berbahasa Indonesia.
Jika hal ini benar-benar
dilaksanakan dalam pembelajaran maka bahasa Indonesia akan memiliki peran
sentral dalam perkembangan intelektual, social, dan emosional anak dan
merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari seluruh aspek perkembangan
pembelajaran (tikmathlab.wordpress.com).
4. Media Kartu
Seri
Kartu seri merupakan media yang termasuk pada jenis media
grafis atau media dua dimensi, yaitu media yang mempunyai ukuran panjang dan
lebar. Menurut Wibawa (Ratnasari, 2003:16) kartu seri biasanya berisi kata-kata, gambar atau
kombinasinya dan dapat digunakan untuk mengembangkan perbendaharaan kata dalam
pelajaran bahasa pada umumnya dan bahasa asing khususnya.
Kartu seri merupakan kartu yang berisi gambar, teks atau
tanda simbol yang mengingatkan atau menuntun anak kepada sesuatu yang
berhubungan dengan gambar tersebut. Kartu seri juga berupa kartu
gambar yang memiliki dua sisi, sisi yang satu menampilkan gambar obyek dan sisi
yang lain menampilkan kata yang menerangkan objek.
Kartu gambar tersebut disimpan dalam satu kotak
yang menunjukkan jumlah kartu
dari sebuah kelompok gambar. Kelompok gambar menunjukkan tema gambar (binatang,
sayuran, buah-buahan, bagian-bagian tubuh, nama bilangan, nama kendaraan).
Media kartu seri mempunyai kegunaan sebagai berikut.
- Untuk memperjelas penyajian pesan agar tidak
terlalu bersifat verbalistis;
- Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya
indera;
- Menimbulkan kegairahan belajar;
- Memungkinkan interaksi yang lebih langsung
antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan;
- Memungkinkan anak didik belajar
sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya.
Kartu seri bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan
kemampuan kosakata anak TK. Bagi guru, media ini bertujuan untuk mempermudah
dalam mengkondisikan situasi belajar. Keterlibatan anak secara aplikatif dengan
bantuan guru yang proaktif akan menciptakan kondisi belajar mengajar yang
efektif dan efisien.
Kartu seri memiliki peran dalam membantu memudahkan anak
dalam pembelajaran kosakata bahasa Indonesia dan kemampuan membaca. Pemilihan
gambar-gambar pada kartu seri dalam pembelajaran pun harus memperlihatkan sasaran yang harus
disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Menurut Sadiman (2008:33) mengatakan
bahwa Pemilihan
gambar-gambar dalam pembelajaran hendaknya memperhatikan unsur-unsur sebagai
berikut : 1) harus autentik, situasi yang sebenarnya; 2) sederhana, komposisi
harus jelas; 3) ukuran relatif; 4) mengandung gerakan/perbuatan; 5) sesuai
dengan tujuan pengajaran; 6) bagus dari sudut seni.
C. KESIMPULAN
Media pendidikan merupakan segala sesuatu yang
dijadikan perantara dalam proses interaksi antara penelitian dengan anak dengan
tujuan untuk memperjelas proses yang berupa informasi materi pelajaran yang
sedang dipelajari. Dalam proses pembelajaran kedudukan media pendidikan merupakan perantara
komunikasi antara guru dengan anak.
Begitu pun dengan kartu seri, kartu gambar yang
diperlihatkan kepada anak diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berbahasa,
menimbulkan sikap aktif dan dapat berkomunikasi di lingkungannya. Media kartu
seri tergolong dalam media berbasis visual yang memegang peranan penting dalam
proses belajar.
Daftar Pustaka
Dahlan, 1992. Metode Belajar Mengajar Bahasa Arab. Surabaya: Al Ikhlas, Cet. I.
Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1996. Program Kegiatan Belajar Taman Kanak-kanak, Jakarta.
Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1996. Metode Khusus Pengembangan Kemampuan Berbahasa,
Jakarta.
Nata, A., 2001 Drs, M
A., Filsafat Pendidikan Islam, Jaklarta: Logos Wacana Ilmu.
R., Moeslichatoen,
2004. Metode Pengajaran Di Taman Kanak-kanak, Jakarta: Rieka Cipta.
Sadiman, A., dkk.
(2008). Media Pendidikan, Pengertian,
Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Tarigan,
(2008). Berbicara, Sebagai Suatu
Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Winda
G. 1996. Pedoman Perencanaan dan Evaluasi Pengajaran di Taman Kanak-kanak, Jakarta:
PGTK Darul Qolam.