BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fenomena kehidupan beragama yang
terjadi dalam masyarakat sering kali memunculkan berbagai pertanyaan,
diantaranya, mengapa manusia mememluk suatu agama? Mengapa agama begitu lestari
dan selalu dubutuhkan manusia? Bagaimana bisa menjadi acuan moral bagi segala
tindakan manusia? Mengapa manusia mengadakan uapacara ritual bersama? Mengapa
agama mampu menjadi factor integrasi masyarakat? Dan apa sebabnya agama mampu
melahirkan solidaritas yang kuat diantara sesama penganut agama?
Beberapa pertanyaan tersebut diatas
melahirkan berbagai usaha manusia untuk mengeahui jawabannya. Jawabannya pun
bermacam-macam sesuai dengan sudut pandang yang mereka gunakan. Bagi seorang
sosiolog, pertanyaan tadi akan dijawabnya berdasarkan hasil penelitian lapangan
tentang masyarakat beragama. Yang tidak hanya didasarkan pada logika rasional,
tetapi juga pada logika empiris.
Maka untuk menjawab pertanyaan
tersebut diatas sesuai dengan mata kuliah yang sedang dipelajari, diperlukan
pemahaman mengenai hakikat dan fungsi daripada sosiologi agama yang akan
didiskusikan lebih lanjut dalam pembahasan makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1.Apa pengertian sosiologi agama?
2. Apakah
hakikat dan fungsi sosiologi agama?
C. Tujuan
Dengan memahami hakikat dan fungsi
sosiologi agama mahasiswa mampu memahami fenomena kehidupan beragama yang
terjadi dalam masyarakat dan membantu memecahkan problem yang terjadi diantara
umat beragama.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Definisi Sosiologi Agama
Sosiologi
agama merupakan studi tentang fenomena social, dan memandang agama sebagai fenomena
social. Sosiologi agama selalu berusaha untuk menemukan pinsip-prinsip umum
mengenai hubungan agama dengan masyarakat. Ia adalah suatu cabang sosiologi
umum yang mempelajari masyarakat agama secara sosiologis guna mencapai
keterangan-keterangan ilmiah dan pasti, demi kepentingan masyarakat agama itu
sendiri dan masyarakat luas pada umumnya.
Namun menurut ahli sosiologi agama J. Milton Yinger memandang agama sebagai sistem kepercayaan dan praktik dengan mana suatu masyarakat atau kelompok manusia berjaga-jaga menghadapi masalah terakhir dari hidup ini. Sedangkan menurut J. Wach dalam agama ada tiga aspek yang perlu diperhatikan yaitu: aspek teoritis, bahwa agama adalah suatu sistem kepercayaan. Kedua aspek praktis, bahwa agama merupakan sistem kaidah yang mengikat penganutnya. Ketiga aspek sosiologis, bahwa agama mempunyai sistem interaksi sosial.
Banyak sekali pengertian atau makna sosiologi agama yang dipaparkan oleh para tokoh sosiologi. Di mana ilmu sosiologi agama merupakan bagian atau cabang dari sosiologi umum, sehingga tokoh atau para ilmuan sosial yang berkicambung di dalam ilmu sosiologi juga ikut memberikan masukan serta pemikiran dalam memaknai atau memberikan pengertian sosiologi agama.
Menurut Dr. H. Goddijn/Dr. W. Goddijn definisi sosiologi agama adalah bagian dari sosiologi umum yang mempelajari suatu ilmu budaya empiris, profan dan positif yang menuju kepada pengetahuan umum, yang jernih dan pasti dari struktur, fungsi-fungsi dan perubahan-perubahan kelompok keagamaan dan gejala-gejala kekelompokan keagamaan.
Definisi lain yang lebih jelas diberikan oleh Drs. D. Hendropuspito tentang sosiologi agama yaitu suatu cabang sosiologi umum yang mempelajari masyarakat agama secara sosiologis guna mencapai keterangan-keterangan ilmiah dan pasti demi kepentingan masyarakat agama itu sendiri dan masyarakat luas pada umumnya.
Ahli sosiologi J. Wach juga merumuskan pengertian sosiologi agama secara luas sebagai suatu studi tentang interelasi dari agama dan masyarakat serta bentuk-bentuk interaksi yang terjadi antara mereka.
Berdasarkan definisi di atas dapat dibedakan berdasarkan tugasnya antara sosiologi umum serta sosiologi agama yaitu jika tugas sosiologi umum adalah untuk mencapai hukum kemasyarakatan yang seluas-luasnya, maka tugas dari sosiologi agama adalah untuk mencapai keterangan-keterangan ilmiah tentang masyarakat agama khususnya.
Namun menurut ahli sosiologi agama J. Milton Yinger memandang agama sebagai sistem kepercayaan dan praktik dengan mana suatu masyarakat atau kelompok manusia berjaga-jaga menghadapi masalah terakhir dari hidup ini. Sedangkan menurut J. Wach dalam agama ada tiga aspek yang perlu diperhatikan yaitu: aspek teoritis, bahwa agama adalah suatu sistem kepercayaan. Kedua aspek praktis, bahwa agama merupakan sistem kaidah yang mengikat penganutnya. Ketiga aspek sosiologis, bahwa agama mempunyai sistem interaksi sosial.
Banyak sekali pengertian atau makna sosiologi agama yang dipaparkan oleh para tokoh sosiologi. Di mana ilmu sosiologi agama merupakan bagian atau cabang dari sosiologi umum, sehingga tokoh atau para ilmuan sosial yang berkicambung di dalam ilmu sosiologi juga ikut memberikan masukan serta pemikiran dalam memaknai atau memberikan pengertian sosiologi agama.
Menurut Dr. H. Goddijn/Dr. W. Goddijn definisi sosiologi agama adalah bagian dari sosiologi umum yang mempelajari suatu ilmu budaya empiris, profan dan positif yang menuju kepada pengetahuan umum, yang jernih dan pasti dari struktur, fungsi-fungsi dan perubahan-perubahan kelompok keagamaan dan gejala-gejala kekelompokan keagamaan.
Definisi lain yang lebih jelas diberikan oleh Drs. D. Hendropuspito tentang sosiologi agama yaitu suatu cabang sosiologi umum yang mempelajari masyarakat agama secara sosiologis guna mencapai keterangan-keterangan ilmiah dan pasti demi kepentingan masyarakat agama itu sendiri dan masyarakat luas pada umumnya.
Ahli sosiologi J. Wach juga merumuskan pengertian sosiologi agama secara luas sebagai suatu studi tentang interelasi dari agama dan masyarakat serta bentuk-bentuk interaksi yang terjadi antara mereka.
Berdasarkan definisi di atas dapat dibedakan berdasarkan tugasnya antara sosiologi umum serta sosiologi agama yaitu jika tugas sosiologi umum adalah untuk mencapai hukum kemasyarakatan yang seluas-luasnya, maka tugas dari sosiologi agama adalah untuk mencapai keterangan-keterangan ilmiah tentang masyarakat agama khususnya.
2. Hakikat
Dan Fungsi Sosiologi Agama
Sebagai suatu fakta sosial agama dipelajari
oleh seseorang dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Disiplin ilmu yang
dipergunakan oleh sosiolog dalam mempelajari masyarakat beragama itu disebut
sosiologi agama. Sosiologi agama adalah suatu cabang ilmu yang otonom, muncul
setelah akhir abad ke-19. Pada dasarnya, ilmu ini sama dengan sosiologi umum
yang membedakannya adalah objek materinya. Seorangn ahli psikologi agam
diindonesia, Hendropuspito mengatakan “Sosiolgi agama adalah suatu cabang dari
sosiologi umum yang mempelajari masyarakat agama secara sosiologi, guna
mencapai keterangan-keterangan ilmiah yang pasti demi kepentingan masyarakat
agama itu sendiri dan masyarakat pada umumnya.
Sosiologi agama memusatkan
perhatiannya terutama untuk memahami makna yang diberikan oleh suatu masyarakat
kepada system agamanya sendiri dan berbagai hubungan antara agama dengan
struktur sosial lainnya, juga dengan berbagai aspek budaya yang bukan agama
seperti magic, Ilmu pengetahuan, teknologi. Ketika mengkaji suatu agama, para
peneliti biasanya terhalang oleh keberpihakan mereka kepada keyakinan agama
yang mereka yakini. Oleh karena itu, para sosiolog agama akan berusaha
menetralkan emosi mereka ketika mengkaji agama yang berbeda dengan agama mereka
sendiri.
Pada ahli sosiologi agama memandang
agama sebagai suatu pengertian yang luas dan universal, dari sudut pandang
sosial dan bukan dari sudut pandang individual. Pengkajiaannya bukan diarahkan
kepada bagaimana cara seorang beragama, melainkan diarahkan kepada kehidupan
agama secara kolektif terutama dipusatkan kepada fungsi agama dalam
mengembangkan atau menghambat kelangsungan hidup dan pemeliharaan
kelompok-kelompok masyarakat. Perhatiannya juga ditujukan pada agama sebagai
salah satu aspek dari tingkah laku kelompok dan kepada peranan yang
dimainkannya selama berabad-abad hingga sekarang.
Para ahli sosiologi agama
sepakat bahwa intensitas pengaruh agama dalam kehidupan sosial masyarakat
semakin lama semakin berkurang sejalan dengan menaiknya perkembangan kebudayaan
masyarakat tersebut. Tetapi, berkurangnya pengaruh tersebut buka pada dataran
keberagaman individual melainkan pada dataran kehidupan beragama ser komunal.
3. Metode Sosiologi Agama
Metode
berhubungan dengan proses-proses kognitif yang dituntut oleh
persoalan-persoalan yang muncul dari ciri pokok studi itu atau dengan kata lain
metode adalah kombinasi sistematik dari proses-proses kognitif dengan
menggunakan teknis khusus. Klasifikasi, konseptualisasi, abstraksi, penilain,
observasi, penilaian, observasi, eksperimen, generalisasi, induksi, deduksi,
argumen dari analogi dan akhirnya pemahaman itu sendiri adalah proses-proses
kognitif. Metode yang satu berbeda dengan metode yang lain, sesuai dengan
perbedaan cara yang digunakan untuk pikiran manusia dan tugas-tugas yang
dijalankan oleh pikiran tersebut. Dalam setiap metode ilmiah terdapat hubugan
yang dekat dan sistematik antara teori dan pengalaman. Pengamatan dan
eksperimen membantu kita dengan evidensi untuk membuat generalisasi dan
hipotesis-hipotesis yang di tes lewat deduksi-deduksi darinya serta
membandingkan semua ini dengan akibat-akibat dari pengamatan dan
eksperimen-eksperimen lebih lanjut
Secara umum dalam ilmu sosiologi, metode yang digunakan hanya dua jenis yaitu metode empiris serta metode rasionalistis. Metode empiris yaitu metode yang menyandarkan diri pada keadaan-keadaan yang dengan nyata di dapat di dalam masyarakat. Metode empiris dalam sosiologi diwujudkan dalam reseach atau penelitian.
Teknik-teknik reseach sudah demikian rupa perkembangannya dan menjadi metode ilmu pada umumnya. Teknik-teknik empiris itu pada umumnya berdasarkan pengalaman dan observasi terutama melalui alat-alat indra manusia.
Di dalam ilmu sosial metode-metode empiris itu harus diperkuat oleh metode mengerti ( Verstehe ) yang akan membantu memberi penilaian terhadap hal-hal yang subyektif lainnya yang kesemuanya sebagian saja nampak oleh indra mata.
Sedangkan metode rasionalistis yaitu metode yang disandarkan pada pemikiran dan logika sehat untuk mencapai pengertian tentang masalah-masalah kemasyarakatan.
Penelitian sosiologi agama menggunakan metode ilmiah. Bidang studinya meliputi fakta relegius yang bersifat subjektif seperti pikiran-pikiran, perasaan-perasaan dan maksud seseorang yang diungkapkan dalam tindakan-tindakan luar. Pemahaman ungkapan-ungkapan subjektif inilah yang membuat fakta menjadi suatu tindakan kebaktian, bukan sekedar gerakan biasa. Keadaan-keadaan itu dianggap bersifat subjektif karena terjadi dalam subjek manusia.
Secara umum dalam ilmu sosiologi, metode yang digunakan hanya dua jenis yaitu metode empiris serta metode rasionalistis. Metode empiris yaitu metode yang menyandarkan diri pada keadaan-keadaan yang dengan nyata di dapat di dalam masyarakat. Metode empiris dalam sosiologi diwujudkan dalam reseach atau penelitian.
Teknik-teknik reseach sudah demikian rupa perkembangannya dan menjadi metode ilmu pada umumnya. Teknik-teknik empiris itu pada umumnya berdasarkan pengalaman dan observasi terutama melalui alat-alat indra manusia.
Di dalam ilmu sosial metode-metode empiris itu harus diperkuat oleh metode mengerti ( Verstehe ) yang akan membantu memberi penilaian terhadap hal-hal yang subyektif lainnya yang kesemuanya sebagian saja nampak oleh indra mata.
Sedangkan metode rasionalistis yaitu metode yang disandarkan pada pemikiran dan logika sehat untuk mencapai pengertian tentang masalah-masalah kemasyarakatan.
Penelitian sosiologi agama menggunakan metode ilmiah. Bidang studinya meliputi fakta relegius yang bersifat subjektif seperti pikiran-pikiran, perasaan-perasaan dan maksud seseorang yang diungkapkan dalam tindakan-tindakan luar. Pemahaman ungkapan-ungkapan subjektif inilah yang membuat fakta menjadi suatu tindakan kebaktian, bukan sekedar gerakan biasa. Keadaan-keadaan itu dianggap bersifat subjektif karena terjadi dalam subjek manusia.
Penelitian
agama sebagai penelitian ilmiah harus memenuhi karakteristik ilmiah yaitu:
1. Didasarkan atas analisis yang empiris
2. Memenuhi syarat verification and falsification
3. Memenuhi syarat konsistensi logis
4. Mempunyai karakteristik intersubjectif dan interkomunikatif
1. Didasarkan atas analisis yang empiris
2. Memenuhi syarat verification and falsification
3. Memenuhi syarat konsistensi logis
4. Mempunyai karakteristik intersubjectif dan interkomunikatif
Dengan
demikian penelitian sosiologi agama adalah disiplin ilmiah yang mencari
pengetahuan seobjektif mungkn mengenai agama atau agama-agama atau gejala
agama.
Ada sedikit cara yang ditempuh oleh sosiologi agama untuk mencapai tujuannya. Sosiologi agama menempuh cara yang sama seperti sosiologi umum untuk mencapai maksudnya ialah dengan observasi, interview dan angket mengenai masalah-masalah keagamaan yang dianggap penting dan sanggup memberikan data-data yang dibutuhkan.
Berdasarkan pengertian psikologik, observasi atau yang biasa disebut dengan pengamatan adalah kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Jadi mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba dan pengecap.
Ada sedikit cara yang ditempuh oleh sosiologi agama untuk mencapai tujuannya. Sosiologi agama menempuh cara yang sama seperti sosiologi umum untuk mencapai maksudnya ialah dengan observasi, interview dan angket mengenai masalah-masalah keagamaan yang dianggap penting dan sanggup memberikan data-data yang dibutuhkan.
Berdasarkan pengertian psikologik, observasi atau yang biasa disebut dengan pengamatan adalah kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Jadi mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba dan pengecap.
Dalam
penelitian, observasi dapat dikategorikan dalam dua jenis:
1. Observasi non-sistematis yaitu yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan instrumen pengamatan.
2. Observasi sistematis yaitu yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan.
Metode kedua yang digunakan di dalam sosiologi agama adalah interview atau yang biasa disebut dengan istilah wawancara. Wawancara itu sendiri merupakan proses interaksi dan komunikasi yang mencakupi beberapa komponen yaitu pewawancara, responden, serta alat (kuesioner).
Metode berikutnya yang digunakan sosiologi agama dalam mencapai tujuannya adalah angket atau kuesioner yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.
Beberapa keuntungan metode angket ini diantaranya adalah dapat dijawab responden menurut kepercayaannya masing-masing, dapat dibuat anonim sehingga responden bebas, jujur dan tidak malu-malu menjawab. Dan metode ini sangat relevan dengan sosiologi agama yang membahas agama dalam lingkup sosialnya bukan hanya teologinya.
1. Observasi non-sistematis yaitu yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan instrumen pengamatan.
2. Observasi sistematis yaitu yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan.
Metode kedua yang digunakan di dalam sosiologi agama adalah interview atau yang biasa disebut dengan istilah wawancara. Wawancara itu sendiri merupakan proses interaksi dan komunikasi yang mencakupi beberapa komponen yaitu pewawancara, responden, serta alat (kuesioner).
Metode berikutnya yang digunakan sosiologi agama dalam mencapai tujuannya adalah angket atau kuesioner yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.
Beberapa keuntungan metode angket ini diantaranya adalah dapat dijawab responden menurut kepercayaannya masing-masing, dapat dibuat anonim sehingga responden bebas, jujur dan tidak malu-malu menjawab. Dan metode ini sangat relevan dengan sosiologi agama yang membahas agama dalam lingkup sosialnya bukan hanya teologinya.
-Karakteristik Metode
penelitian sosiologi Agama
Dalam memahami sasaran kajiannya, sosiologi agama mempunyai karakteristik sendiri, diantaranya yaitu:
Dalam memahami sasaran kajiannya, sosiologi agama mempunyai karakteristik sendiri, diantaranya yaitu:
1. Agama adalah
fenomena yang terjadi dalam subjek manusia serta terungapkan dalam tanda dan
simbol. Oleh karena itu perlu kecermatan dari peneliti untuk bisa memilih dan mengkategorikan
mana simbol dan tanda yang masuk pada sistem kepercayaan. Memahami gejala
keagamaan tidak hanya bisa mmelihat gerakan-gerakan tertentu tetapi juga harus
dimengerti gerakan itu dengan memahami kata-kata dan maksud sipelaku.
Berdasarkan itu dapat disimpulkan bahwa suatu gerakan itu merupakan fenomena
keagamaan.
2. Fakta relegius
bersifat subyektif. Ia merupakan keadaan mental manusia relegius dalam melihat
dan menginterptretasikan hal-hal tertentu. Bagi seorang peneliti, fakta
relegius itu bisa bersifat objektif dengan cara membiarkan fakta berbicara
untuk dirinya. Seorang peneliti harus bisa menempatkan suatu gejala keagamaan
menjadi suatu fakta dengan cara memahami bahwa manusia relegius memberikan
penilaian relegius yang mempengaruhi tindakan-tindakan dan perilakunya, bahwa
mereka menerima norma-norma dan aturan-aturan dalam ungkapan keyakinan relegius
mereka.
3. Pemahaman makna
fenomena agama diperoleh melalui pemahaman ungkapan-ungkapan keagamaan.
Ungkapan-ungkapan keagamaan meliputi kata-kata, tanda-tanda dan tingkah laku
yang ekspresif, hanya melalui ekspresiflah seorang peneliti bisa menangkap
pikiran-pikiran keagamaan seseorang dan hanya dengan jalan menyelami-melalui
empati dan pengalaman keagamaan peneliti seorang peneliti dapat memahami
pemikiran dan makna keagamaan orang lain
4. Pemahaman suatu
fenomena relegius meliputi empati terhadap pengalaman, pemikiran, emosi, dan
ide ide orang yang memluk suatu agama. Empati adalah usaha untuk mencoba
memahami perilaku orang lain berdasarkan pengalaman dan perilaku dirinya
sendiri
5. Fakta keagamaan
adalah fakta psikis dan spiritual. Oleh karenanya cara yang tepat dalam
penelitian sosiologi agama adalah oenelitian kualitatif dengan cara pemahaman
tingkah laku orang beragama untuk menangkap lebbih dalam dan intensionalitas
dari data relegius orang lain yang merupakan ekspresi dari pengalaman relegius
dan iman yang lebih dalam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat
disimpulkan bahwa sosiologi agama adalah ilmu sosiologi umum yang mempelajari
tentang sesuatu yang bersifat positif dan bentuk-bentuk interaksi antara agama
pada mastarakat. Adapun hakikat dari sosiologi agama adalah suatu kajian yang
mempelajari masyarakat beragama dengan pendekatan ilmu sosial yang mamusatkan
perhatiannya untuk memahami makna yang diberikan oleh suatu masyarakat kepada
system agamanya sendiri, dan berbagai hubungan antara agama dengan struktur
sosial lainnya, juga dengan berbagai aspek budaya yang bukan agamanya. Metode
Sosiologi yaitu kombinasi
sistematik dari proses-proses kognitif dengan menggunakan teknis khusus.
Klasifikasi, konseptualisasi, abstraksi, penilain, observasi, penilaian,
observasi, eksperimen, generalisasi, induksi, deduksi, argumen dari analogi dan
akhirnya pemahaman itu sendiri adalah proses-proses kognitif.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini tentu
banyak kekurangan disana sini, hal itu tidak lain dikarenakan keterbatasan.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari bapak dosen pengampuh dan teman-teman
sangat diharapkan untuk menghindari kesalahan dalam memahami suatu keilmuan.
DAFTAR PUSTAKA
Kahmad, Dadang. 2000. Sosiologi
Agama. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
No comments:
Post a Comment