Monday, January 1, 2018

Makalah Peran Keluarga Terhadap Perkembangan Emosional Anak Usia Dini

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi anak. Dalam kehidupan anak tentunya keluarga merupakan tempat yang sangat vital. Anak-anak memperoleh pengalaman pertamanya dari keluarga. Dalam keluarga peranan orang tua sangatlah penting. Mereka merupakan model bagi anak. Ketika orang tua melakukan sesuatu anak-anak akan mengikuti orang tua mereka. Hal ini disebabkan anak dalam masa meniru. Orang tua yang satu dengan orang tua yang lainnya dalam mendidik anak-anak tentunya juga berbeda. Mereka mempunyai suatu gaya atau tipe-tipe tersendiri. Dan tentunya gaya-gaya tersebut akan berpengaruh terhadap perkembangan anak. Terutama perkembangan sosio-emosinya
Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan kurun waktu yang sangat penting dan kritis dalam hal tumbuh kembang fisik, mental, dan psikososial, yang berjalan sedemikian cepatnya sehingga keberhasilan tahun-tahun pertama untuk sebagian besar menentukan hari depan anak. Kelainan atau penyimpangan apapun apabila tidak diintervensi secara dini dengan baik pada saatnya, dan tidak terdeteksi secara nyata mendapatkan perawatan yang bersifat purna yaitu promotif, preventif, dan rehabilitatif akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Belajar pada hakikatnya adalah aktivitas untuk melakukan perubahan tingkah laku pada diri individu yang belajar. Perubahan tingkah laku terjadi karena usaha individu yang bersangkutan baik mencakup ranah-ranah efektif, kognitif dan psikomotor (Bloom, 1974)
Dalam pembahasan makalah ini, untuk mencapai pemahaman tentang dasar teoritis perkembangan sosial dan emosi pada masing-masing (individu) anak usia dini, maka diharapkan mampu mendeskripsikan secara singkat pengertian sosial dan emosi, serta menggambarkan mekanisme terjadinya berbagai emosi dalam diri manusia, serta memahami penahapan perkembangan sosial.



1.2.       Rumusan Masalah
Rumusan masalah model pembelajaran difokuskan agar pendidik mampu memahami perkembangan sosial dan emosi anak usia dini.

1.3.       Tujuan
Dalam penulisan makalah ini, bertujuan untuk mampu menjelaskan tentang perkembangan emosi dan sosial anak usia dini.

1.4.       Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini bagi :
a.       Pendidik (Guru)
Sebagai bahan evaluasi bagi guru dalam usahanya memahami perkembangan sosial dan emosi anak usia dini.
b.      Sekolah
Mampu menerapkan dan memahami metode perkembangan sosial dan emosi pada anak usia dini.




















BAB II
PEMBAHASAN

Perkembangan sosial-emosional menurut para ahli, bertujuan untuk mengetahui diri sendiri anak dan berhubungan dengan orang lain yaitu teman sebaya dan orang dewasa, bertanggung jawab terhadap diri sendiri maupun orang lain, dan berperilaku sesuai dengan perilaku prososial. Perkembangan sosial, sebagaimana dikatakan Muhibbin (1999:35), merupakan proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi dalam keluarga, budaya, bangsa, dan seterusnya.

            Adapun Hurlock mengatakan bahwa perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Untuk menjadi individu yang mampu bermasyarakat diperlukan tiga proses sosialisasi. Ketiga proses tersebut nampak terpisah, tetapi sebenarnya saling berhubungan:
  1. belajar untuk bertingkah laku dengan cara yang dapat diterima masyarakat
  2. belajar memainkan peran sosial yang ada di masyarakat
  3. mengembangkan sikap atau tingkah laku sosial terhadap individu lain dan aktivitas sosial yang ada di masyarakat.








Ø Pengertian Tentang Perkembangan Sosial dan Emosi Anak Usia Dini
A.      Perkembangan Sosial
Menurut Plato secara potensial (fitrah) manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoon politicori). Syamsuddin (1995:105) mengungkapkan bahwa "sosialisasi adalah proses belajar untuk menjadi makhluk sosial", sedangkan menurut Loree (1970:86) "sosialisasi merupakan suatu proses di mana individu (terutama) anak melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan (kelompoknya) serta belajar bergaul dengan bertingkah laku, seperti orang lain di dalam lingkungan sosialnya".
Muhibin (1999:35) mengatakan bahwa perkembangan sosial merupakan proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi dalam keluarga, budaya, bangsa, dan seterusnya. Adapun Hurlock (1978:250) mengutarakan bahwa perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. "Sosialisasi adalah kemampuan bertingkah laku sesuai dengan norma, nilai atau harapan sosial".
B.      Perkembangan Emosi
Jika kita berbicara tentang emosi maka setiap orang akan mengatakan bahwa ia pernah merasakannya, setiap orang bereaksi terhadap keberadaannya. Hidup manusia sangat kaya akan pengalaman emosional. Hanya saja ada yang sangat kuat dorongannya, adapula yang sangat samar sehingga ekspresinya tidak tampak. Ekspresi emosi akan kita kenali pada setiap jenjang usia mulai dari bayi hingga orang dewasa, baik itu laki-Iaki ataupun perempuan. Sebagai contoh, seorang anak tertawa kegirangan ketika ayahnya melambungkan tubuhnya ke udara atau kita meiihat seorang anak yang berusia satu tahun sedang menangis karena mainannya direbut oleh kakaknya. Bagi seorang anak, kondisi emosi ini lebih*mudah diekspresikan rnelalui kondisi fisiknya.
Sebagai contoh seorang anak akan iangsung menangis apabila ia merasa sakit atau merasa tidak nyaman. Namun, apabiia seorang anak ditanya tentang "bagaimana perasaannya" atau "mengapa ia merasa sakit?", anak akan merasa kesulitan untuk mengungkapkan perasaannya dalam bahasa verbal.Contoh-contoh perilaku di atas menunjukkan gambaran emosi seseorang. Jadi, apa sebetulnya yang dimaksud dengan emosi itu? Untuk mengetahui hai itu lebih jelas, Anda dapat mengikuti pembahasan berikut ini.
Emosi adalah perasaan yang ada dalam diri kita, dapat berupa perasaan v senang atau tidak senang, perasaan baik atau buruk. Dalam World Book Dictionary emosi didefinisikan sebagai "berbagai perasaan yang kuat". Perasaan benci, takut, marah, cinta, senang, dan kesedihan. Macam-macam perasaan tersebut adalah gambaran dari emosi. Goleman  menyatakan bahwa "emosi merujuk pada suatu perasaan atau pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak".Syamsuddin mengemukakan bahwa "emosi merupakan suatu suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa (stid up state) yang menyertai atau muncul sebelum atau sesudah terjadinya suatu perilaku". Berdasarkan definisi di atas kita dapat memahami bahwa emosi merupakan suatu keadaan yang kompleks, dapat berupa perasaan ataupun getaran jiwa yang ditandai oleh perubahan biologis yang muncul menyertai terjadinya suatu perilaku.
ü  Proses Perkembangan Sosial Anak Usia Dini
Untuk menjadi individu yang mampu bermasyarakat diperlukan tiga proses sosialisasi. Proses sosialisasi ini tampaknya terpisah, tetapi sebenarnya saling berhubungan satu sama lainnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Hurlock (1978), yaitu sebagai berikut.
1.      Belajar untuk bertingkah laku dengan cara yang dapat diterima masyarakat.
2.      Belajar memainkan peran sosial yang ada di masyarakat.
3.      Mengembangkan sikap/tingkah laku sosial terhadap individu lain dan aktivitas sosial yang ada di masyarakat.
Pada perkembangannya, berdasarkan ketiga tahap proses sosial ini, individu akan terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok individu sosial dan individu nonsosial. Kelompok individu sosial adalah mereka yang tingkah lakunya mencerminkan ketiga proses sosialisasi. Mereka mampu untuk mengikuti kelompok yang diinginkan dan diterima sebagai anggota kelompok. Adakalanya mereka selalu menginginkan adanya orang lain dan merasa kesepian apabila berada seorang diri. Selain itu mereka juga merasa puas dan bahagia jika selalu berada dengan orang lain. Adapun kelompok individu nonsosial, mereka adalah orang-orang yang tidak berhasil mencerminkan ketiga proses sosialisasi. Mereka adalah individu yang tidak tahu apa yang diharapkan kelompok sosial sehingga tingkah laku mereka tidak sesuai dengan harapan sosial. Kadang-kadang mereka tumbuh menjadi individu antisosial, yaitu individu yang mengetahui harapan kelompok sosial, tetapi dengan sengaja melawan hal tersebut. Akibatnya individu antisosial ini ditolak atau dikucilkan oleh kelompok sosial.
Selain kedua kelompok tadi, dalam perkembangan sosial ini adapula istilah individu yang introvert dan extrovert. Introvert adalah kecenderungan seseorang untuk menarik diri dari lingkungan sosialnya. Minat, sikap ataupun keputusan-keputusan yang diambil selalu didasarkan pada perasaan, pemikiran, dan pengalamannya sendiri. Orang-orang dengan kecenderungan introvert, biasanya pendiam dan tidak membutuhkan orang lain karena merasa segala kebutuhannya bisa dipenuhi sendiri. Sedangkan extrovert adalah kecenderungan seseorang untuk mengarahkan perhatian ke luar dirinya sehingga segala minat, sikap, dan keputusan-keputusan yang diambilnya lebih ditentukan oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar dirinya. Orang-orang extrovert biasanya cenderung aktif, suka berteman, dan ramah-tamah. Seorang ahli menyatakan introvert dan extrovert hanya merupakan suatu tipe dari reaksi yang ditunjukkan seseorang.
Jika seseorang menunjukkan reaksi yang terus-menerus seperti itu atau sudah menjadi kebiasaan barulah bisa dianggap sebagai tipe kepribadiannya. Sementara ahli lain menyatakan bahwa suatu kepribadian yang sehat atau seimbang haruslah memiliki kedua kecenderungan ini. Dengan demikian, kebutuhan untuk berhubungan dengan lingkungan sosialnya serta kebutuhan akan prestasi dan refleksi diri keduanya bisa terpuaskan.
Ada dua puluh karakteristik yang dapat menggambarkan individu dengan penyesuaian diri baik, yaitu sebagai berikut:
1.        Dapat menerima tanggung jawab sesuai dengan usianya.
2.        Menikmati pengalamannya.
3.        Mau menerima tanggung jawab sesuai dengan perannya. Apakah itu peran sebagai   anggota kelompok, murid di sekolah atau sekadar peran kakak terhadap adiknya.
4.        Mampu memecahkan masalah dengan segera.
5.        Dapat melawan dan mengatasi hambatan untuk merasa bahagia.
6.        Mampu membuat keputusan dengan kekhawatiran dan konflik yang minimum.
7.        Tetap pada pilihannya sehingga ia menemukan bahwa pilihannya itu salah.
8.        Merasa puas dengan kenyataan.
9.        Dapat menggunakan pikiran sebagai dasar untuk bertindak, tidak untuk melarikan diri.
10.    Belajar dari kegagalan tidak mencari alasan untuk kegagalannya.
11.    Tahu bagaimana harus bekerja pada saat kerja dan bermain pada saat main.
12.    Dapat berkata tidak pada situasi yang mengganggunya.
13.    Dapat berkata ya pada situasi yang membantunya.
14.    Dapat menunjukkan kemarahan ketika merasa terluka atau merasa haknya terganggu.
15.    Dapat menunjukkan kasih sayang.
16.    Dapat menahan sakit dan frustrasi bila diperlukan.
17.    Dapat berkompromi ketika mengalami kesulitan.
18.    Dapat mengonsentrasikan energinya pada tujuan.
19.    Menerima kenyataan bahwa hidup adalah perjuangan yang tak ada habisnya.
20.    Untuk menjadi individu dengan penyesuaian diri yang baik, seorang anak harus merasa  bahagia dan mampu menerima dirinya. Untuk itu, sejak dini anak perlu diajak bersikap realistis terhadap diri dan kemampuannya.

ü  Fungsi dan Peranan Emosi Pada Perkembangan Anak Usia Dini
Setelah kita mengetahui apa dan bagaimana mekanisme terjadinya emosi pada individu, selanjutnya kita akan membahas tentang tungsi atau peranan emosi pada perkembangan anak. Fungsi dan peranan yang dimaksud adalah sebagai berikut.
a.       Merupakan bentuk komunikasi sehingga anak dapat menyatakan segala kebutuhan dan perasaannya pada orang lain. Sebagai contoh, anak yang merasakan sakit atau marah biasanya mengekspresikan emosinya dengan menangis. Menangis ini merupakan bentuk komunikasi anak dengan lingkungannya pada saat ia belum mampu mengutarakan perasaannya dalam bentuk bahasa verbal. Demikian pula halnya ekspresi tertawa terbahak-bahak ataupun memeluk ibunya dengan erat. Ini merupakan contoh bentuk komunikasi anak yang bermuatan emosional.
b.      Emosi berperan dalam mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri anak dengan lingkungan sosialnya, antara lain berikut ini:
1)      Tingkah laku emosi anak yang ditampilkan merupakan sumber penilaian lingkungan sosial terhadap dirinya. Penilaian lingkungan sosial ini akan menjadi dasar individu dalam menilai dirinya sendiri. Penilaian ini akan menentukan cara lingkungan sosial memperlakukan seorang anak, sekaligus membentuk konsep diri anak berdasarkan perlakuan tersebut. Sebagai contoh, seorang anak sering mengekspresikan ketidaknyamanannya dengan menangis, lingkungan sosialnya akan menilai ia sebagai anak yang "cengeng". Anak akan diperlakukan sesuai dengan penilaiannya tersebut, misalnya entah sering mengolok-olok anak, mengucilkannya atau bisa juga menjadi over protective. Penilaian dan perlakuan terhadap anak yang disebut "cengeng" ini akan mempengaruhi kepribadian
dan penilaian diri anak.
2)      Emosi menyenangkan atau tidak menyenangkan dapat mempengaruhi interaksi sosial anak melalui reaksi-reaksi yang
ditampilkan lingkungannya. Melalui reaksi lingkungan sosial, anak
dapat belajar untuk membentuk tingkah laku emosi yang dapat
diterima lingkungannya. Jika anak melempar mainannya saat marah, reaksi yang muncul dari lingkungannya adalah kurang menyukai atau menolaknya. Reaksi yang kurang menyenangkan ini, membuat anak memperbaiki ekspresi emosinya agar dapat diterima di lingkungan masyarakatnya. Demikian pula halnya dengan ekspresi emosi yang disukai lingkungannya. Anak yang empati dan suka berbagi mainan dengan temannya, akan disukai oleh lingkungannya. Anak akan tetap mempertahankan perilakunya karena ia menyukai reaksi lingkungan terhadapnya.
3)      Emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan. Tingkah laku emosi anak yang ditampilkan dapat menentukan iklim psikologis lingkungan. Artinya, apabila ada seorang anak yang pemarah dalam suatu kelompok maka dapat mempengaruhi kondisi psikologis lingkungannya saat itu, misalnya permainan menjadi tidak menyenangkan, timbul pertengkaran atau malah bubar.



4)      Tingkah laku yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat menjadi satu kebiasaan. Artinya, apabila seorang anak yang ramah dan suka menolong merasa senang dengan perilakunya tersebut dan lingkungan pun menyukainya maka anak akan melakukan perbuatan tersebut berulang-ulang hingga akhirnya menjadi kebiasaan.
5)      Ketegangan emosi yang dimiliki anak dapat menghambat atau mengganggu aktivitas motorik dan mental anak. Seorang anak yang mengalami stress atau ketakutan menghadapi suatu situasi, dapat menghambat anak tersebut untuk melakukan aktivitas. Misalnya, seorang anak akan menolak bermain finger painting (melukis dengan jari tangan) karena takut akan mengotori bajunya dan dimarahi orang tuanya. Aktivitas finger painting ini sangat baik untuk melatih motorik halus dan indra perabaannya. Namun, hambatan emosional (takut dimarahi orang tuanya) anak menjadi kehilangan keberanian untuk mencobanya dan hilanglah kesempatan pengembangan dirinya.











Ø Fase-Fase Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini
1. Fase Pembentukan Dasar Kepercayaan vs Tidak Percaya (0-12-18 Bulan)
Dalam fase ini anak mengalami krisis pertama dalam kehidupannya.Krisis ini menyangkut krisis kepercayaan terhadap lingkungan. Perawatan yang diberikan pada bayi merupakan prasyarat untuk timbulnya percaya dalam diri bayi tewrhadap lingkungannya.
Untuk membangun dasar kepercayaan tersebut maka pemenuhan kebutuhan bayi perlu dilakukan secara teratur. Misalnya : kebutuhab terhadap makanan, kebersihan (mandi, ganti, dan sebagainya. Di samping itu diperlukan juga cara-cara penanganan dalam merawat bayi. Perawatan ini haruslah menimbulkan rasa aman dan rasa terlindungi pada bayi. Hal tersebut merupakan faktor penentu untuk timbulnya rasa percaya dalam diri bayi. Apabila bayi tidak memperoleh perawatan yang demikian maka yang tumbuh dalam diri bayi adalah rasa tidak percaya atau curiga.
2. Fase Autonomi vs Malu dan ragu-ragu (18 bulan -3 tahun)
Bermodalkan rasa percaya dan sejalan dengan perkembangan baik fisik, kognitif dan bahasa, anak mulai mengeksplorasi lingkungannya. Ia bergerak kesana-kemari. Pada masa ini anak merasakan kebebasannya. Seiring dengan hal itu berkembang pula krisis tahap ke dua dalam diri anak. Rasa malu ini merupakan awal dari kepekaan anak terhadap sesuatu yang salah dan yang benar. Oleh sebab itu peran orang tua sangat penting dalam mengarahkan perkembangan psikososial anak berkembang dengan baik.
Kontrol yang terlalu ketat menyebabkan autonomi anak tidak berkembang. Sebaliknya kontrol yang terlalu longgar menyebabkan autonomi anak kurang peka terhadap mana yang salah dan mana yang benar.
3. Fase inisiatif vs Merasa Bersalah (3-6 tahun)
            Pada tahap ini krisis yang terjadi dalam diri anak adalah antara inisiatif dan melaksanakan inisiatif            tersebut, dan rasa bersalah untuk melakukan apa yang ingin dilakukan oleh anak. Oleh sebab itu anak perlu belajar mengendalikan perasaan ini. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan jalan menanamkan rasa tanggung jawab dalam diri anak. Di samping itu anak masih perlu merasakan kebebasannya.
Apabila perkembangan rasa besalah melebihi perkembangan inisiatif anak maka anak akan menjadi anak yang tidak ragu. mengespresikan keperibadiannya karena takut diangap salah. Anak akan diliputi rasa bertitik tolak dari pendapat para ahli tersebut di atas maka dapat diketahui bahwa perkembangan psikososial merupakan suatu bentuk perkembangan yang bersifat kumulatif. Hal ini berarti bahwa perkembangan psikososial pada tahap awal akan mempengaruhi perkembangan psikososial pada tahap selanjutnya. Oleh sebab itu apabila terjadi hambatan dalam perkembangan dalam perkebangan psikososial pada tahap awal maka keadaan ini akan mempengaruhi perkembangan psikososial pada tahap selanjutnya.

            Perkembangan sosialisasi pada anak ditandai dengan kemampuan anak untuk beradaptasi dengan lingkungan, menjalin pertemanan yang melibatkan emosi, pikiran, dan perilakunya. Perkembangan sosialisasi anak adalah proses dimana anak mengembangkan keterampilan interpersonalnya, belajar menjalin persahabatan, meningkatkan pemahamannya tentang orang di luar dirinya, dan juga belajar penalaran moral dan perilaku.

            Perkembangan sosial emosional melibatkan pemahaman yang mendalam tentang diri sendiri dan orang lain. Feeney (et.al) menyatakan bahwa perkembangan sosial emosional mencakup; kompetensi sosial (kemampuan dalam menjalin hubungan dalam kelompok sosial), kemampuan sosial (perilaku yang digunakan dalam situasi sosial), kognisi sosial (pemahaman terhadap pemahaman, tujuan, dan perilaku diri sendiri dan orang lain), perilaku sosial (kesediaan untuk berbagi, membantu, bekerjasama, merasa nyaman dan aman, dan mendukung orang lain), serta penguasaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan moralitas (perkembangan dalam menentukan standar baik dan buruk, kemampuan untuk mempertimbangkan kebutuhan dan keselamatan orang lain).









Ø  SOSIALISASI

            Sosialisasi adalah suatu proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri dengan keinginan yang berasal dari dalam diri. Sosialisasi merupakan proses dimana anak belajar untuk berperilaku sesuai dengan harapan budaya dimana anak dibesarkan. Sebagaimana Manning menyatakan "socialization is the process by which children learn to be have in acceptable manner, as defined by culture of which the family is apart". Sementara itu Drever mengemukakan pengertian sosialisasi sebagai suatu proses dimana individu beradaptasi dengan lingkungan sosial dan menjadi dikenali, dan bekerjasama dengan anggota kelompok tersebut.

            Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan anak dalam bersosialisasi,       yaitu:
(1) lingkungan keluarga,
(2) lingkungan sekolah,
(3) lingkungan kelompok masyarakat,
(4) faktor dari dalam diri anak.

            Proses sosialisasi membutuhkan 3 (tiga) keterampilan khusus, yiatu:
(1) proses imitasi,
(2) proses identifikasi, dan
(3) proses internalisasi.

Proses imitasi adalah proses dimana anak belajar meniru perilaku yang dapat ditterima secara sosial. Anak melhat secara langsung perilaku orang lain yang dijadikan contoh/model. Proses identifikasi adalah terjadinya pengaruh sosial pada anak, dimana anak ingin menjadi seperti orang lain yang dicontoh. Proses internalisasi adalah proses penanaman serta penyerapan nilai-nilai. Dalam proses ini diperlukan pemahaman anak untuk membedakan nilai-nilai sosial yang baik dan buruk. Proses sosialisai juga diawali dengan adanya proses pengamatan terhadap perilaku orang lain.

           

Dalam kaitannya dengan perkembangan emosi pada anak usia dini, terdapat 3 (tiga) pola dasar emosi yang timbul pada anak, yaitu takut, marah, dan cinta (fear, anger, and love). Emosi dapat berubah bukan hanya disebabkan karena adanya perubahan perasaan, tetapi juga karena kondisi lingkungan yang dialami anak. Rasa takut dapat timbul karena adanya kejadian yang mendadak atau tidak terduga, dimana anak perlu menyesuaikan diri dengan situasi tersebut. Rasa marah biasa muncul pada anak-anak untuk menarik perhatian orang lain. Rasa senang merupakan bentuk emosi yang menunjukkan kegembiraan atau keriangan yang dapat disertai dengan ekspresi tawa, senyum sebagai tanda relaksasi tubuh.

ü  Karakteristik perkembangan emosi pada anak usia dini
  1. Emosi anak berlangsung singkat
  2. Emosi anak bersifat intense
  3. Emosi anak bersifat temporer
  4. Emosi anak muncul cukup sering
  5. Respon emosi anak bermacam-macam
  6. Emosi anak dapat dideteksi dengan melihat gejala perilakunya
  7. Kekuatan emosi anak dapat berubah
  8. Ekspresi emosi anak dapat berubah
Menurut Piaget, anak berada pada tahap perkembangan kognitif pra-operasional (2-7 tahun) ditendai dengan egosentrisme yang kuat, gagasan imajinatif, bertindak berdasarkan pemikiran intuitif atau tidak berdasarkan pemikiran yang rasional. Menurut Kroh, bahwa emosi anak usia 4-5 tahun berada pada masa kegoncangan atau biasa disebut sebagai trotz period. Pada masa ini muncul gejala kenakalan yang umum terjadi pada anak, seperti menentang pada orang tua, menggunakan kata-kata kasar, dengan sengaja melanggar hal yang dilarang dan sebagainya.






ü  Karakteristik perkembangan emosi anak usia 5-6 tahun
  1. Memiliki keinginan untuk menyenangkan hati teman
  2. Sudah lebih mampu mengikuti aturan
  3. Sudah lebih mandiri di satu sisi, namun juga menunjukkan ketergantungan di sisi lain
  4. Sudah lebih mampu membaca situasi
  5. Mulai mampu menahan tangis dan kekecewaan
  6. Mulai sabar menunggu giliran
  7. Menunjukkan kasih sayang terhadap saudara maupun teman
  8. Menaruh minat pada kegiatan orang dewasa

ü  Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi anak
  1. Kematangan
  2. Belajar: pembiasaan dan contoh
  3. Inteligensi
  4. Jenis kelamin
  5. Status ekonomi
  6. Kondisi fisik
  7. Posisi anak dalam keluarga







Ø Peran Penting Pendidikan Anak Dalam Mengembangkan Kemampuan Sosial dan Emosi Pada Anak sbb:
A. Memberikan berbagai stimulasi pada anak
Pendidik perlu memberikan stimulasi edukatif pada anak agar kemampuan sosial emosi anak berkembang sesuai tahapan usianya. Kegiatan belajar melalui permainan dapat dioptimalkan dengan cara menstimulasi anak misalnya; mengajak anak terlibat dalam permainan kelompok kecil, melatih anak bermain bergiliran, mengajak anak menceritakan pengalamannya di depan kelas, melatih kesadaran anak untuk berbagi dalam kegiatan kemanusiaan jika terjadi bencana, dan sebagainya.
B. Menciptakan lingkungan yang kondusif
Pendidik perlu mengelola kelas yang memungkinkan anak mengembangkan kemampuan sosial emosinya terutama kesadaran anak untuk bertanggungjawab terhadap benda dan tidakan yang dilakukannya. Lingkungan ini berupa fisik dan psikis. Lingkungan fisik menekankan pada ruang kelas sebagai tempat anak berlatih kecakapan sosial emosinya. Sedangkan lingkungan psikis lebih ditekankan pada suasana lingkungan penuh cinta kasih sehingga merasa nyaman dan aman di kelas.
C. Memberikan contoh
Pendidik adalah contoh konkrit bagi anak. Segala tindakan dan tutur kata pendidik anak diikuti oleh anak. Oleh karena itu pendidik seharusnya dapat menjaga perilaku sesuai dengan norma sosial dan nilai agama, seperti menghargai pendapat anak, bersedia menyimak keluh kesah anak, membangun sikap positif anak, berempati terhadap masalah yang dihadapi anak, dan sebagainya.
D. Memberikan pujian atas usaha yang dilakukan anak
Pendidik sebaiknya tidak sungkan memberikan pujian terhadap kecakapan sosial yang sudah dilakukan oleh anak secara proporsional. Pujian dapat diberikan secara lisan maupun non lisan. Misalnya dengan kata-kata yang menyenangkan, atau dengan senyuman, pelukan, dan pemberian tanda-tanda terentu yang bermakna untuk anak.

            Dalam proses pembelajaran, berbagai program dapat dikembangkan oleh pendidik agar dapat meningkatkan sosialisasi dan emosi anak. Di antara program yang dapat dikembangkan adalah:
  1. Memberikan pilihan pada anak
  2. Memberikan kesempatan pada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya
  3. Memberikan kesempatan pada anak untuk mengeksplorasi lingkungan
  4. Mendorong anak untuk bekerja secara mandiri
  5. Menghargai ide/gagasan anak
  6. Membimbing anak untuk melakukan pemecahan masalah.
ü  Perkembangan Emosi
·         Pengertian Emosi
Emosi adalah Suatu keadaan yang kompleksi dapat berupa perasaan / pikiranyang di tandai oleh perubahan biologis yang muncul dari perilaku seseorang.
·         mekanisme emosi
Proses terjadinya emosi dalam diri seseorang menurut Lewis and Rose Blumada ada 5 tahapan yaitu :
1.      Elicitors : adanya dorongan peristiwa yang terjadi. contoh : Peristiwa banjir, gempa bumi maka timbullah perasaan emosiseseorang.
2.      Receptors: kegiatan yang berpusat pada sistem syaraf. contoh : akibat peristiwa banjir tsb maka berfungsi sebagai inderapeneri.
3.      State  : perubahan spesifik yang terjadi dalam aspek fisiologi. contoh : gerakan reflex atau terkejut pada sesuatu yang terjadi.
4.      Experission : terjadinya perubahan pada rasiologis. contoh : tubuh tegang pada saat tatap muka.
5.      Experience : persepsi dan inter individu pada kondisi emosionalnya.

Menurut Syamsuddin kelima komponen tadi digambarkan dalam 3 variabel yaitu :
1.      variabel stimulus à rangsangan yang menimbulkan emosi
2.      variabel organismik à perubahan fisiologis yang terjadi saat mengalamiemosi
3.      variabel respon à pada sambutan ekspresik atas terjadinya pengalamanemosic.


fungsi dan peranan pada perkembangan anak yang dimaksud adalah:
1.      merupakan bentuk komunikasi.
emosi berperan dalam mempengaruhi kepribadian dan  penyesuaian diri anak dengan lingkungan sosialnya.
2.      emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan.
3.      tingkah laku yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat menjadisatu kebiasaan.
4.      ketegangan emosi yang di milik anak dapat menghambat aktivitas motorikdan mental anak.
jenis emosi menurut stewart at all mengutarakan perasaan senang, marah, takut dansedih sebagai basic emotions.

1.      senang (gembira)
Pada umumnya perasaan gembira dan senang di ekspresikan dengan tersenyum (tertawa) . pada perasaan gembira ini juga ada dalam aktivitaspada saat menemukan sesuatu, mencapai kemenangan.
2.      Marah
emosi marah dapat terjadi pada saat individu merasa terhambat, frustasikarena apa yang hendak di capai itu tidak dapat tercapai.
3.      takut
perasaan takut merupakan bentuk emosi yang menunjukn adanyabahaya.
4.      Sedih
dalam kehidupan sehari – hari nak akan merasa sedih pada saat ia berpisahdari yang lainnya.
Dari ke empat emosi dasar tadinya dapat berkembang menjadi berbagai macam emosi yang di klafikasikan kedalam kelompok emosi positif dan emosi negative.
contoh dari emosi positif dan negatif yang dikemukan oleh reynold tersebutadalah :emosi positif : humor (lucu) , joy, kesenangan, rasa ingin tahu, kesukaan. emosi negatif : tidak sabaran, rasa marah, rasa cemburu, rasa benci, rasa cemas,rasa takut.






ü  Perkembangan Sosial
Menurut Hurlock Bahwa perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilakuyang sesuai dengan tuntutan social. “Sosialisasi “ adalah Kemampuan bertingkah laku sesuai dengan norma nilaiatau harapan social.
Proses sosialisasi ini terpisah, tetapi saling berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya. Menurut Hurlock antara lain :
1.      Belajar untuk bertingkah laku dengan cara yang tepat diterima dimasyarakat.
2.       Belajar memainkan peran sosial yang ada dimasyarakat.
3.      Mengembangkan sikap / tingkah laku social terhadap individu lain dan aktivitassosial       yang ada di masyarakat.
Berdasarkan ke-3 tahap proses sosial ini individu dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :
1.      Individu social.
2.      Individu non sosial.
Menurut teori perkembangan psikososial Erikson ada empat tingkat perkembangan anak yaitu :
1.        Usia anak 0 - 1 tahun yaitu trust versus mistrust. Pengasuhan dengan kasih sayang yang tulus dalam pemenuhan kebutuhan dasar bayi menimbulkan "trust" pada bayi terhadap lingkungannya. Apabila sebaliknya akan menimbulkan "mistrust" yaitu kecemasan dan kecurigaan terhadap lingkungan.

2.        Usia 2 - 3 tahun, yaitu autonomy versus shame and doubt. Pengasuhan melalui    dorongan untuk melakukan apa yang diinginkan anak, dan sesuai dengan waktu dan caranya sendiri dengan bimbingan orang tua atau pendidik yang bijaksana, maka anak akan mengembangkan kesadaran autonomy. Sebaliknya apabila pendidik tidak sabar, banyak melarang anak, akan menimbulkan sikap ragu-ragu pada anak. Hal ini dapat membuat anak merasa malu.







3.        Usia 4 - 5 tahun, yaitu inisiative versus guilt, yaitu pengasuhan dengan memberi dorongan untuk bereksperimen dengan bebas dalam lingkungannya. Pendidik dan orang tua tidak menjawab langsung pertanyaan anak, maka mendorong anak untuk berinisiatif sebaliknya, bila anak selalu dihalangi, pertanyaan anak disepelekan, maka anak akan selalu merasa bersalah.


4.        Usia 6 - 11 tahun, yaitu industry versus inferiority, bila anak dianggap sebagai "anak kecil" baik oleh orang tua, pendidik maupun lingkungannya, maka akan berkembang rasa rendah diri, dampaknya anak kurang suka melakukan tugas-tugas yang bersifat intelektual dan kurang percaya diri.

ü  Langkah Pelatihan Emosional Anak:

1.      Menyadari emosi anaknya
2.      Mengakui emosi itu sebagai peluang untuk kedekatan dan mengajar
3.      Mendengarkan dengan penuh empati dan meneguhkan perasaan anak tersebut
4.      Menolong anaknya menemukan kata-kata untuk memberi nama emosi yang sedang dialaminya.
5.      Menentukan batas-batas sambil membantu anak memecahkan masalah yang dihadapi.














Pengaruh dari pola orang tua dalam mengembangkan sosial emosional anak, dalam perkembangan sosio-emosional anak, tentu ada beberapa faktor yang ikut mempengaruhinya. Ada 4 faktor yang mempengaruhi perkembangan sosio-emosional anak yaitu:
      1.      Perlakuan dan Cara Pengasuhan Orang Tua
Secara garis besar ada tiga tipe gaya pengasuhan orang tua yakni otoriter, permisif, dan otoritatif.

Tipe
Perilaku Orang Tua
Karakteristik Anak
Otoriter
Kontrol yang ketat dan penilaian yang kritis terhadap perilaku anak, sedikit dialog (memberi dan menerima) secara verbal, serta kurang hangat dan kurang terjalin secara emosional
Menarik diri dari pergaulan serta tidak puas dan tidak percaya terhadap orang lain.
Permisif
Tidak mengontro, tidak menuntut, sedikit menerapkan hukuman dan kekuasaan, penggunaan nalar, hangat dan menerima
Kurang dalam harga diri, kendali diri, dan kecenderungan untuk bereksplorasi
Otoritatif
Mengontrol, menuntut, hangat, reseptif, rasional, berdialog (memberi dan menerima) secara verbal, serta menghargai disiplin, kepercayaan diri, dan keunikan
Mandiri, bertanggung jawab secara sosial, memiliki kendali diri, bersifat eksplloratif, dan percaya diri

      2.      Interaksi anak dan keluarga
Dalam proses interaksi terhadap anak, perilaku mereka bisa saling mempengaruhi dan menyesuaikan diri satu sama lain sehingga ada penyesuain diri antar masing-masing. Jika terjadi ketidakcocokan antara pengasuh dan anak maka akan berdampak anak mengalami stres, murung, frustasi, dan bahkan menimbulkan rasa kebencian. Jadi pengasuh harus benar-benar bisa menangkap respon apa yang sang anak inginkan, agar terjadi jalinan kasih sayang antara mereka, dan tidak menimbulkan rasa benci.
     
      3.       Temperamen anak
Temperamen bayi merupakan salah satu hal yang harus dipahami oleh sang pengasuh agar bisa terjalin hubungan yang akrab antara pengasuh dan anak. Ada tiga gaya perilaku bayi yakni bayi yang mudah, bayi yang sulit dan bayi yang lamban. Ciri bayi yang mudah adalah memiliki keteraturan, adaptif, bahagia dan mau mendekati objek atau orang baru. Bayi yang sulit cenderung tidak teratur, tidak senang terhadap perubahan situasi, sering menangis, menempakkan perasaan negative. Sedangkan bayi yang lamban adalah bayi yang cenderung kurang adaptif, menarik diri, kurang aktif dan intensitas respon kurang.
      4.      Perlakuan guru di sekolah
Apa yang guru perbuat di sekolah akan berpengaruh terhadap anak didiknya. Perlakuan guru terhadap anak memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap perkembangan sosioemosional anak. Pengaruh guru tidak hanya pada aspek kognitif anak, tetapi juga segenap perilaku dan pribadi yang ditampilkan guru di depan anak didiknya, karena secara langsung hal tersebut bisa menjadi pengalaman-pengalaman anak.

Contoh penerapan teknis pengasuhan sosial emosional dapat dilakukan dengan beberapa pola, yaitu:
1.       Bermain pada anak.
Bermain merupakan salah satu cara yang tepat untuk melepaskan atau menumpahkan seluruh energi dan perasaan yang dimiliki anak termasuk didalamnya emosi anak. Selain itu biasanya dengan bermain anak juga dapat mengembangkan hubungan sosial mereka.
Permainan yang dapat melatih kecerdasan sosial emosional antara lain:
·         Bermain peran dengan boneka tangan maupun wayang
·         Film pembelajaran bermuatan nilai sosial emosional.
·         Ajak anak keluar rumah untuk berinteraksi dengan orang lain
·         Ajak anak bermain kelompok (cooperatif play), seperti: sepak bola.
2.      Sentuhan, belaian dan pelukan kepada anak.
Interaksi antara orang tua dengan anak sangat berpengaruh terhadap kecerdasan sosial emosional anak. Sentuhan, belaian dan pelukan yang diberikan kepada anak merupakan beberapa cara yang tepat untuk membangun hubungan baik atau kelekatan anara orang tua dengan anak


3.       Pemberian kata positif dan empati orang tua terhadap anak.
Kata positif yang diberikan kepada anak membuat anak termotifasi untuk melakukan dan mengulangi perilaku yang positif dan membuat anak percaya diri. Sedangkan empati dari orang tua membuat anak merasa orang tua berada dipihaknya, terutama saat anak memiliki masalah, empati dari orang tua sangatlah penting agar anak dapat lebih tenang dan merasa orang tua merasakan apa yang anak rasakan.
    


























BAB III
KESIMPULAN

Untuk meningkatkan kecerdasan emosional pada anak maka perlu adanya peningkatan sosial emosional yang dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak. Kecerdasan emosional yang dikembangkan dan diintegrasikan diantaranya; empati, mengendalikan amarah, kemandirian, disukai, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, sikap hormat, kemampuan beradaptasi, kemampuan memecahkan masalah, kcakapan sosial, integritas, konsisten, komitmen jujur, berfikir terbuka, kreatif, adil, bijaksana, kemampuan mendengarkan, kemampuan berkomuniksi, motivasi, kemampuan bekerjasama, keinginan untuk berkontribusi dll.













DAFTAR PUSTAKA



Bloom. (1974). Hakikat Pembelajaran

Goleman, D. (1995). Emotional Intellegence. Jakarta : Gramedia.

Hurlock, E.B. (1978). Chiled Development. 6th Ed. Tokyo : Mc. Graw Hill. Inc., International Studend Ed.

Muhibin, S. (1999). Psikologi Belajar. Ciputat : Logos.

Syamsuddin, A. (1990). Psikologi Pendidikan (Edisi Revisi). Bandung : Remaja Rosyada Karya.


No comments:

Post a Comment

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive