BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Kecerdasan
merupakan ungkapan dari cara berfikir seseorang yang dapat dijadikan modal
untuk belajar. Kecerdasan bagi seseorang memiliki manfaat yang besar bagi diri
sendiri dan untuk pergaulannya di masyarakat. Pada umumnya tingkat kecerdasan
yang dimiliki seseorang akan menentukan penghargaan orang lain terhadap
dirinya. Setiap orangtua menginginkan anaknya menjadi cerdas, tetapi untuk
mewujudkan anak yang cerdas tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Anak
perlu mendapatkan kesempatan agar dapat mengembangkan seluruh aspek
kecerdasannya.
Usia Dini
merupakan masa keemasan perkembangan anak atau yang biasa disebut Golden Age.
Pada masa itu anak mengalami proses lompatan kemajuan yang luar biasa secara
fisik, emosional, dan sosial. Untuk melejitkan potensi perkembangan tersebut,
setiap anak membutuhkan asupan gizi yang seimbang, perlindungan kesehatan,
asuhan penuh kasih sayang, dan rangsangan pendidikan yang sesuai dengan tahap
perkembangan dan kemampuan masing-masing anak. Sehingga seluruh aspek
kecerdasannya bisa berkembang secara optimal. Seorang psikolog Harvard yang
bernama Howard Gardner mengemukakan sekurang-kurangnya ada delapan kecerdasan
dasar yaitu kecerdasan linguistik, kecerdasan matematika logis, kecerdasan
visual spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan musikal, kecerdasan
interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis.
Menurut Gardner
(Musfiroh, 2004) kecerdasan adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah atau menghasilkan
produk yang dibuat dalam satu atau beberapa budaya. Salah satu kecerdasan yang
dikemukakan oleh Gardner adalah kecerdasan
intrapersonal. Gardner dalam Armstrong (2004:4) mengungkapkan “kecerdasan
intrapersonal adalah kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan
pemahaman tersebut. Kecerdasan ini meliputi kekuatan memahami diri (kekuatan
dan keterbatasan) ; kesadaran akan suasana hati, maksud, motivasi, temperamen,
dan keinginan, serta kemampuan berdisiplin diri, memahami dan menghargai diri”.
Pada umumnya
orang memberikan predikat cerdas kepada orang yang mempunyai intelektual tinggi
saja. Padahal kecerdasan seseorang tidak hanya dinilai dari aspek intelektual
atau kognitifnya saja, tetapi bisa dilihat dari sisi psikomotor atau keterampilan
yang dimilikinya, afektif (sikap) yang ada pada dirinya, serta aspek
spiritualnya. Cerdas, pintar kalkulasi, memang penting. Apalagi bila ditambah
luwes bersosialisasi dan punya rasa seni. Ketika anak berusia 4-6 tahun, anak
sudah menyadari keberadaan dirinya (aku). Perasaan atau emosi yang berkembang
pada usia ini adalah kemampuan mengenal perasaan dengan baik, emosi anak
berfungsi sebagai sarana untuk mengkomunikasikan kebutuhan, suasana hati, dan
perasaan yang dialaminya. Anak pada usia tersebut membutuhkan sarana atau
stimulasi agar anak dapat mengungkapkan dan mengekspresikan perasaan atau
emosinya.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
deskripsi Seni tari untuk anak usia dini ?
2. Bagaimana
deskripsi kecerdasan interpersonal pada anak usia dini ?
3. Bagaimana
hubungan seni tari dalam rangka meningkatkan kecerdasan interpersonal pada anak
usia dini ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Deskripsi Seni Tari Untuk Anak Usia Dini
1.
Pengetahuan Dasar Tari
Media tari adalah gerak tubuh manusia. Melelui gerak tubuh manusia dipakai
untuk mengungkapkan ide-ide, perasaan, dan pengalaman sang seniman kepada orang
lain. Ciri khas gerak tari adalah gerak yang sudah diolah dari aspek tenaga,
ruang, dan waktu.
Ada 2 jenis tari, yakni tari tradisional dan tari non-tradisional. Hal yang
termasuk tari tradisional Indonesia adalah tari primitif, tari rakyat, dan tari
klasik. Ke 3 tari ini tujuan upacara, hiburan, dan tontonan. Sedangkan yang
termasuk dalam jenis tari non tradisional adalah tari kreasi baru, tari modern,
dan tari kontemporer. Ciri khas tari kreasi baru adalah tari tradisional yang
diperbaharui. Ciri khas tari modern dan tari kontemporer adalah penemuan baru dalam
hal tema, bentuk, dan penyajian tari.
Wujud tari modern dan tari kontemporer Indonesia biasanya merupakan gabungan
dari unsur-unsur budaya setempat dengan unsur-unsur budaya dunia. Ada pula yang
sepenuhnya menampilkan unsur budaya dunia. Ciri khas tari kontemporer Indonesia
adalah menyajikan tema, bentuk yang terkenal, sedang menjadi sorotan saat ini.
Jika tari kontemporer cirinya menyajikan tema dan bentuk yang sedang terkenal,
sedang menjadi sorotan saat ini, namun tari modern belum tentu menyajikan tema
dan bentuk yang sedang terkenal saat ini.
Tari
untuk Anak TK sebagai Seni Pertunjukan
Guru TK wajib membimbing dan melatih anak didiknya mengerti tari yang menarik.
Sebuah tarian anak TK akan dikatakan menarik, apabila tarian tersebut menjadi
media bagi anak untuk mengungkapkan ide-ide, perasaan, dan pengalamannya.
Untuk dapat membimbing anak sampai pada kemampuan bisa mengungkapkan
ide-idenya, perasaannya, pengalamannya dengan bahasa tari guru harus memiliki
pengetahuan tentang komposisi tari. Dengan pengetahuan komposisi inilah guru
membimbing anak menjadi mengerti tari sebagai seni pertunjukan dan dengan
pengetahuan komposisi juga, guru menyadarkan anak bahwa menari bukan hanya
sekadar untuk kesenangan bergerak.
Pengetahuan komposisi tari adalah pengetahuan yang berhubungan dengan bagaimana
memilih dan menata gerakan menjadi sebuah karya tari, pengetahuan itu
diantaranya desain lantai, desain atas, musik, dramatik, dinamika, tema, tata
rias dan busana, tata pentas, tata lampu dan tata suara.
2.
Unsur Pokok Tari
Media memiliki 2 pengertian, yaitu bahan dan alat. Bahan baku tari adalah gerak
dan tubuh manusia sebagai alat untuk mengungkapkan ide, perasaan, dan
pengalaman. Gerak tari terbentuk karena adanya kombinasi tenaga, ruang dan
waktu di dalam setiap gerak tari maka ketiganya disebut sebagai unsur pokok
tari. Tenaga adalah kekuatan yang mendorong terjadinya gerak. Jenis tenaga
adalah berat/ringan, kuat/lemah.
Ruang adalah tempat untuk bergerak. Tempat untuk bergerak yang bersifat
harfiah, contohnya panggung terbuka, panggung tertutup. Sedangkan bersifat
imajinatif tercipta karena benda-benda di panggung dan karena gerakan penari,
arah gerak penari, teba gerak, tinggi rendah penari pada waktu menari.
Waktu adalah tempo yang diperlukan penari untuk melakukan gerak. Waktu
tergantung dari cepat lambatnya penari dalam melakukan gerakan, panjang
pendeknya ketukan penari dalam bergerak dan lamanya penari melakukan gerakan.
3.
Unsur Komposisi Tari
Pengetahuan komposisi tari adalah pengetahuan yang berhubungan dengan bagaimana
memilih dan menata gerakan menjadi sebuah karya tari. Pengetahuan komposisi
tari mempelajari tentang desain lantai, desain atas, desain musik, dramatik,
dinamika, tema, tata rias dan busana, tata pentas, tata lampu dan tata suara.
Semua itu disebut sebagai unsur komposisi tari.
Desain lantai adalah garis-garis lantai yang dilalui seorang penari atau garis
yang dibuat oleh formasi penari. Desain atas adalah desain yang dibuat oleh
anggota badan yang berada di atas lantai. Desain musik adalah pola ritmik dalam
tari.
Desain dramatik adalah tahap-tahapan emosional untuk mencapai klimaks dalam
sebuah tari. Dinamika adalah segala perubahan di dalam tari karena adanya
variasi di dalam tari. Tema adalah ide persoalan dalam tari. Tata rias dan
busana adalah rias wajah dan pakaian untuk mendukung penampilan penari di atas
pentas. Tata pentas adalah penataan pentas untuk mendukung pergelaran tari.
Seperangkat benda yang berada di atas pentas untuk mendukung pergelaran tari
disebut dengan setting. Tata lampu adalah penataan seperangkat lampu di pentas
untuk mendukung pergelaran tari. Tata suara adalah penataan seperangkat alat sumber
bunyi untuk tujuan pengaturan musik iringan tari, pada waktu pergelaran tari
berlangsung.
4.
Keterampilan Menari
Menari adalah kegiatan seseorang yang sedang melakukan tari. Orang yang sedang
menari disebut penari. Menari berbeda dengan bermain, berpantomim, atau
bersenam. Seorang anak dapat dikatakan menari apabila anak menyadari bahwa ia
sedang menari., bukan sedang bermain, bukan sedang bersenam. Anak menyadari
bahwa ia sedang mengungkapkan sesuatu melalui tarian yang sedang ditarikan.
Sesuatu itu dapat berupa gagasan, perasaan, pengalaman atau pikiran. Anak tidak
bergerak spontanitas. Ia bergerak berdasarkan gerak yang telah disusun dan
ditata. Ukuran keberhasilan anak TK dalam menari apabila anak tesebut mencapai
tujuan pembelajaran TK yang berbasis kompetensi melalui kegiatan menari.
Di dalam proses pembelajaran tari, guru harus dapat menciptakan suasana
kebebasan bergerak kepada anak didiknya. Guru diharapkan membimbing anak dapat
mengungkapkan cara bergerak mereka sendiri yang unik sesuai dan cara bergerak
sesuai dengan perasaannya.
Bentuk kegiatan guru dalam membimbing anak didiknya belajar menari adalah:
a)
latihan mempersiapkan tubuh sebagai alat
ekspresi
b)
latihan gerak kepala, tangan, badan, dan kaki
untuk menumbuhkan kesadaran kepada anak didiknya bahwa seluruh anggota
badan merupakan sumber gerak tari.
c)
latihan bergerak dengan ritme untuk tujuan
memperkenalkan dan membiasakan anak menanggapi birama, tempo, dan frase dalam
musik iringan tarinya.
d)
latihan bergerak dengan arah untuk tujuan
membiasakan anak dapat cepat menyesuaikan dengan tempat menari.
e)
latihan bergerak dengan membentuk formasi untuk
tujuan melatih konsentrasi, dapat cepat menyesuaikan dengan tempat menari dan
melatih kemampuan bekerja sama dalam kelompok.
5.
Kemampuan Dasar Tari Anak TK
Pengetahuan tentang kemampuan dasar anak TK dari aspek intelektual, emosional,
perseptual, fisik, estetik, dan kreatif sangat penting bagi guru sebagai dasar
menentukan materi pelajaran tari. Kemampuan dasar intelektual anak usia TK
dapat dikenali dari kemampuannya mengungkapkan kosep warna, ukuran, bentuk,
arah, besaran dan fungsi dalam gerak tari. Kemampuan dasar emosional anak usia
TK dapat dikenali dari kemampuannya menyalurkan perasaan batinnya yang meluap
timbul dari hati dengan gerak dalam tari. Kemampuan dasar sosial anak usia TK
dapat dikenali dari kemampuannya berkomunikasi, bekerja sama, dan melakukan
kegiatan bersama dalam kegiatan tari.
Kemampuan dasar perseptual anak usia TK dapat dikenali dari kemampuannya dalam
memahami dan menanggapi hal-hal yang mereka lihat, dengar dan rasakan
dalam wujud gerak tari. Kemampuan dasar fisik anak usia TK dapat dikenali dari
kemampuannya melakukan gerakan keseimbangan, lokomotor, kecepatan, perubahan,
ekspresi, teknik, mengendalikan tubuh, gerak yang energik dan koordinasi
anggota tubuh. Kemampuan dasar estetik anak TK terlihat dari kemampuannya
mengungkapkan keindahan tari baik dalam kegiatan penciptaan tari maupun
dalam kegiatan menari. Kemampuan dasar kreatif anak TK dapat dikenali dari
kemampuannya membuat gerak-gerak yang unik, berbeda dengan teman-temannya,
bahkan kemampuannya membuat gerak baru, serta kecepatannya menyesuaikan diri
dengan teman-temannya, apabila melakukan kesalahan pada waktu menari.
Ciri-ciri
tari untuk anak TK adalah tari yang sesuai dengan kemampuan dasar anak usia TK
dari aspek intelektual, emosional, sosial, perseptual, fisikal, estetik dan
kreatif. Bermain merupakan pendekatan anak usia TK adalah tari yang bertema, gerak
tariannya bersifat tiruan, gerak tari yang variatif, berbentuk tari kelompok,
berpola lantai kurang lebih 5, lama waktu menari kurang dari 5 menit, dan
diringi oleh musik.
B. Kecerdasan Interpersonal
1. Pengertian Kecerdasan Interpersonal
Kecerdasan
interpersonal atau bisa saja disebut sebagai kecerdasan sosial, baik kata
interpersonal ataupun sosial hanya istilah penyebutan saja, namun keduanya
menjelaskan hal yang sama. Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan
menciptakan, membangun dan mempertahankan suatu hubungan antar pribadi (sosial)
yang sehat dan saling menguntungkan (Safaria, 2005: 23- 24).
Kecerdasan
interpersonal lebih dari kecerdasan-kecerdasan lain, kecerdasan interpersonal
yang kuat menempatkan kita untuk kesuksesan sebaliknya kecerdasan interpersonal yang lemah
akan menghadapkan kita pada rasa frustasi dan kegagalan terus menerus dan
keberhasilan kita, kalaupun ada terjadi secara kebetulan saja (Hoerr, 2007:
114). Kecerdasan interpersonal memungkinkan kita untuk bisa memahami berkomunikasi
dengan orang lain, melihat perbedaan dalam mood, temperamen, motivasi,
dan kemampuan. Termasuk juga kemampuan untuk membentuk dan juga menjaga
hubungan, serta mengetahui berbagai perasaan yang terdapat dalam suatu
kelompok, baik sebagai anggota maupun sebagai pemimpin (Cambell, 2006: 172).
Williams (2005:
162) mengungkapkan bahwa kecerdasan Interpersonal adalah kemampuan untuk
memahami dan berinteraksi dengan baik dengan orang lain. Kemampuan ini
melibatkan kemampuan ini penggunaan kemampuan verbal dan nonverbal, kemampuan
kerjasama, menagemen konflik, strategi membangun konsensus, kemampuan untuk
percaya, menghormati, memimpin, dan memotivasi orang lain untuk mencapai tujuan
umum. Gordon dan Huggins-Cooper (2013: 57) menyebut kecerdasan interpersonal sebagai
kecerdasan sosial, dengan memiliki kecerdasan sosial membantu kita untuk
memahami perasaan, motivasi, dan intense orang lain.
Menurut
Amstrong (2005: 21), kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk memahami
dan bekerja dengan orang lain, kecerdasan interpersonal mencakup kemampuan
membaca orang atau menilai orang lain, kemampuan berteman, dan keterampilan
berinteraksi dengan orang dalam lingkungan baru. Adi W Gunawan (2006: 118)
mengungkapkan kecerdasan interpersonal meliputi kemampuan untuk membentuk dan
mempertahankan suatu hubungan.
Dari beberapa
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan interpersonal adalah
kemampuan untuk membangun suatu hubungan yang meliputi kepekaan sosial yang
ditandai dengan anak memiliki perhatian terhadap semua teman tanpa
memilih-milih teman, pemahaman sosial yang ditandai dengan anak dapat
menyelesaikan konflik atau masalah walaupun dengan dibimbing guru, dan
komunikasi sosial yang ditandai dengan anak dapat mengemukakan pendapat kepada
teman tanpa didekati oleh teman terlebih dahulu.
2. Karakteristik Kecerdasan Interpersonal Anak
Ciri-ciri anak
yang memiliki kecerdasan Interpersonal menurut Amstrong (2002: 33) adalah
sebagai berikut:
a. Mempunyai
banyak teman
b. Banyak
bersosialisi di sekolah atau di lingkungan terlibat dalam kelompok di luar jam
sekolah
c. Berperan
sebagai penengah keluarga ketika terjadi pertikaian
d. Menikmati
permainan kelompok
e. Berempati
besar terhadap perasaan orang lain
f. Dicari
sebagai penasihat atau pemecah masalah oleh teman-temannya
g. Menikmati
mengajari orang lain
h. Tampak
mempunyai bakat memimpin.
Hal ini juga
dikemukakan oleh Sujiono (2012: 192), bahwa karakteristik kecerdasan
interpersonal mengacu pada keterampilan manusia, dapat dengan mudah membaca,
berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain. Menurut Amstrong (2003: 42),
terdapat beberapa karakteristik cara belajar anak yang memiliki kecenderungan
kecerdasan interpersonal, sebagai berikut:
a.
Cara berpikir anak
biasanya dengan cara melemparkan gagasan kepada orang lain agar dapat belajar
secara optimal dikelas dan dapat menciptakan komunikasi aktif dengan orang
lain.
b.
Kegemaran anak dalam
proses belajar biasanya menjadi pemimpin, mengorganisasi kelompoknya,
menghubungkan, menebarkan pengaruh, dan menjadi mediator.
c.
Kebutuhan anak yang
memliki kecerdasan interpersonal dalam belajarnya adalah teman-teman, permainan
kelompok, pertemuan sosial, perlombaan, peristiwa sosial, perkumpulan, dan
penasihat. Anak terlibat aktif dalam komunikasi dan jarang terlihat menyendiri.
Menurut Gordon dan
Huggins-Cooper (2013: 57), anak dengan kecerdasan interpersonal biasanya
menyukai orang lain secara tulus, memiliki banyak teman, pandai mengatasi
konflik, dan dapat berkomunikasi dengan anak-anak yang cenderung pemalu. Hal
ini senada dengan yang dikemukakan oleh Campbell (2006: 172) bahwa murid dengan
kemampuan interpersonal yang baik biasanya suka berinteraksi dengan orang lain,
baik dengan mereka yang lebih tua atau lebih muda dan kadang mereka menonjol
sekali dalam kerja kelompok, usaha-usaha kelompok dan juga proyek kolaboratif.
Williams (2005:
162) menyatakan anak dengan kecerdasan interpersonal yang kuat lebih suka
bekerjasama daripada bekerja sendirian dan menunjukan keterampilan empati dan
komunikasi yang baik diruang kelas, permainan kelompok dan proyek team dapat
mendorong timbulnya kecerdasan interpersonal.
Menurut
Amstrong (2002: 161), terdapat beberapa kriteria anak dengan kecerdasan
interpersonal kurang baik, yaitu:
a.
Malu bila bertemu
dengan orang-orang baru. Hal ini juga terjadi pada anak-anak yang baru memasuki
dunia sekolah, awal tahun ajaran baru biasanya masih banyak anak yang masih
malu berkenalan atau memulai komunikasi dengan teman baru.
b.
Sering kali mengalami
kesalahpahaman atau bertengkar dengan orang lain. Anak biasanya hanya berpikir
dari sisi dia sendiri dan tidak melihat cara berpikir orang lain atau sudut
pandang orang lain sehingga sering menimbulkan kesalahpahaman.
c.
Sering bersikap
bermusuhan atau membela diri di depan orang lain.
d.
Mempunyai kesulitan
besar untuk berempati dengan orang lain. Karena anak dengan kriteria seperti
ini pada umumnya hanya memikirkan dirinya sendiri dan acuh dengan kondisi
psikologi orang lain.
e.
Mempunyai kesulitan
dalam membaca suasana hati orang lain, maksud, dan motivasi.
Sehingga dapat
disimpulkan bahwa anak dengan kecerdasan interpersonal yang baik mempunyai
karakteristik memiliki kemampuan berkomunikasi, memiliki banyak teman, pandai
mengatasi konflik, menyukai permainan kelompok, dan memiliki empati besar
terhadap perasaan orang lain
3. Perkembangan Interpersonal Anak
Menurut Bronson
(Musfiroh, 2005: 90), anak usia empat sampai lima tahun menunjukkan peningkatan
minat terhadap kelompok dalam kegiatan bermain peran. Anak usia empat tahun
relatif berkembang, mulai mengikuti permainan kooperatif yang diwarnai
aktivitas memberi dan menerima (Musfiroh, 2005: 91). Bredkemp dan Couple (Musfiroh,
2005: 91), menyatakan anak usia empat tahun mulai mempunyai memiliki keinginan
untuk menyenangkan teman, memuji orang lain, dan tampak senang memiliki teman.
Menurut Brewer
(Musfiroh, 2005: 90), anak usia empat tahun sudah menunjukkan hal-hal sebagai
berikut:
a.
Lebih mengembangkan
perasaan yang alturistik atau mementingkan kepentingan orang lain. Akulristik
adalah lawan dari sifat egois yang mementingkan diri sendiri, sehingga bisa
diartikan anak sudah mulai mengurangi karakter egoisnya.
b.
Dapat mengerti
perintah dan mengikuti beberapa aturan, aturan dalam permainan atau dalam
kelompok. Anak usia empat tahun biasanya sudah mulai bermain dengan beberapa
teman atau permainan kelompok dimana permainan tersebut tentunya memiliki
aturan main.
c.
Memiliki perasaan yang
kuat terhadap rumah dan keluarga.
d.
Bermain paralel masih
dilakukan, tetapi mulai melakukan permainan yang melibatkan kerjasama. Anak sudah mulai dapat
berkomunikasi mengenai pembagian tugas dan bermain atau bekerjasam dengan teman
mainnya.
e.
Mengkhayalkan teman sepermainan.
Anak biasanya bicara sendiri dengan teman khayalannya.
Menurut Gardner
(Musfiroh, 2005: 69), kecerdasan interpersonal dipengaruhi oleh interaksi
sosial. Sejalan dengan pendapat Amstrong (Musfiroh, 2005: 69), bahwa kecerdasan
interpersonal dipengaruhi oleh kualitas pendekatan atau kasih sayang selama
kritis tiga tahun pertama, sehingga anak yang dipisahkan dari ibunya pada masa
pertumbuhan awal, biasanya akan mengalami permasalahan mengenai kecerdasan interpersonalnya.
Sujiono (2012:
192) mengungkapkan mengembangkan atau meningkatkan kecerdasan interpersonal
dapat dilakukan dengan cara antara lain belajar kelompok, belajar dengan metode
proyek, resolusi konflik, mencapai konsensus sekolah, berteman dalam kehidupan
sosial dan atau pengenalan jiwa orang lain. Senada dengan Hoerr (2007: 19),
bahwa kecerdasan interpersonal dapat dikembangkan menggunakan kerjasama, kerja
kelompok, memberi kesempatan anak untuk mengajari teman sebayanya,
mendiskusikan penyelesaian masalah, menciptakan situasi yang dapat membuat
siswa saling mengamati dan memberi masukan.
Claire dan
Huggins-Cooper (2013: 59) mengungkapkan terdapat beberapa hal untuk
mengembangkan kecerdasan interpersonal yaitu dengan mengembangkan komunikasi
nonverbal, mengarahkan anak untuk menjalin pertemanan, adanya tantangan dalam
menjalin hubungan, dan masalah sosial. Senada dengan Gunawan (2006: 119),
mengembangkan kecerdasan interpersonal dapat dilakukan dengan cara melatih
kemampuan berkomunikasi efektif secara verbal dan non verbal, mempelajari, dan
mengerti serta peka terhadap perasaan orang lain, bekerjasama dalam suatu kelompok,
belajar dalam suatu kelompok, menjadi atau penengah konflik, mengerti maksud
dari cara pandang seseorang, dan mempertahankan sinergi.
4. Unsur Kecerdasan Interpersonal
Goleman (2007:
114) mengemukakan terdapat dua kategori besar dalam unsur kecerdasan sosial,
yaitu kesadaran sosial dan fasilitas sosial.
a.
Kesadaran sosial
menunjuk pada spectrum yang merentang dari secara instan merasa keadaan
batiniah orang lain sampai memahami perasaan dan pikirannya, untuk mendapat
situasi sosial yang rumit. Hal tersebut meliputi empati dasar, penyelarasan,
ketepatan empati, dan pengertian sosial.
b.
Fasilitas sosial
berhubungan dengan bagaimana orang lain merasa atau mengetahui apa yang mereka
pikirkan dan tidak melakukan banyak interaksi. Fasilitas sosial bertumpu pada
kesadaran sosial untuk memungkinkan interaksi yang baik dan efektif. Fasilitas
sosial ini meliputi berinteraksi secara baik dalam kemampuan nonverbal atau
sinkron, presentasi diri dan efektif dalam kemampuan mempresentasikan diri
sendiri, pengaruh untuk membentuk hasil interaksi sosial, peduli akan kebutuhan
orang lain, dan dapat melakukan tindakan yang tepat yang sesuai dengan keadaan
tersebut.
C. Hubungan
Seni Tari Dalam Rangka Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal Anak Usia Dini
Seni sebagai alat
terapi, ungkapan dan komunikasi. Melalui kegiatan menari khususnya tarian
anak-anak, maka anak-anak usia taman kanak-kanak diharapkan dapat
mengekspresikan emosi atau perasaannya, dan anak dapat mengungkapkan
pengalaman-pengalaman hidup mereka sendiri melalui tarian. Anak-anak juga
biasanya akan merasa bangga dan senang apabila hasil kreasinya biasa dilihat
atau ditonton oleh orang lain, terutama kedua orangtuanya.
Dan tontonan
itu bisa direalisasikan melalui pertunjukkan tari. Tentu saja pertunjukkan tari
anak. Hal ini bisa memotivasi anak untuk lebih percaya diri serta berani
menunjukkan kemampuan atau bakatnya serta kreasinya. Melalui kegiatan menari,
anak juga diajarkan untuk bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikan
kepadanya. Dalam hal ini anak bertanggungjawab untuk menampikan tarian yang
terbaik ketika tarian tersebut akan dipertontonkan kepada orang lain. Hal ini
seperti yang diungkapkan oleh Desfina (2005:4) tari untuk anak TK adalah gerak
berirama yang ritmis dan indah sesuai dengan karakteristik perkembangan anak
usia TK, kegiatannya bersifat kreatif dan kontruktif serta menumbuhkan
kreativitas bagi siswa, serta dapat dijadikan sebagai aktivitas rekreasi atau
alat ekspresi untuk sebuah seni pertunjukkan.
Anak-anak dapat
mengasah kemampuan intra dan interpersonalnya melalui kegiatan menari. Tarian
dapat diajarkan kepada anak-anak tanpa harus memandang faktor usia, kondisi
fisik, maupun mental seorang anak. Oleh karena itu, seni tari sebaiknya
diajarkan sedari kecil yaitu mulai usia taman kanak-kanak. Tarian yang
diajarkan tentunya tari anak-anak. Melalui tarian, tentu saja tari anak-anak,
mereka diajak untuk berkreasi, berkoordinasi dengan teman-temannya dan belajar
bercerita melalui menari. Melalui tari, anak-anak dapat belajar sambil bermain.
Anak usia dini
biasanya menciptakan gerakan berdasarkan pengamatan terhadap sesuatu yang biasa
dilihat, misalnya berbagai macam profesi yang dikenalnya, pasti akan
bermunculan gerak-gerak yang lucu berbeda satu dengan yang lainnya. Tidak
tertutup kemungkinan akan munculnya gerak sambil bersuara atau berteriak
mengekspesikan hasil pengamatannya. Dengan demikian anak dapat mengekspresikan
emosi dan perasaannya melalui tarian. Melalui tarian beberapa pun kecerdasan
dapat terstimulasi. Tetapi yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah
mengenai meningkatkan kecerdasan intrapersonal melalui kegiatan menari.
Dalam
merangsang kecerdasan intrapersonal anak di Taman Kanak-kanak, dilakukanlah
kegiatan menari yang membuat anak anak dapat mengekspresikan emosi dan
perasaannya, agar anak berani menampilkan kreasi serta bakatnya, dan agar anak
lebih percaya diri. Kegiatan menari untuk anak usia dini di Taman Kanak-kanak menstimulasi
anak untuk lebih ekspresif dalam melakukan berbagai gerakan dalam tarian. Hal
ini pernah dilakukan di sekolah tersebut melalui kegiatan menari yang mengambil
tema “Profesi”. Akan tetapi kendala yang dihadapi sekolah saat ini adalah
ketidak sabaran orang tua yang ingin anaknya tampil dengan sempurna dalam
pertunjukkan tersebut, baik sempurna dalam penampilan (kostum) maupun
gerakkan-gerakan tarian. Pada akhirnya pihak sekolah dalam melakukan kegiatan
menari selalu mengandalkan atau memanggil pelatih tari.
Sedangkan
pelatih tersebut kurang memahami karakter anak usia dini serta pembelajaran
seni tari untuk anak dini. Sehingga dalam melakukan gerakan tarian, anak selalu
meniru atau mencontoh gerakkan yang diajarkan pelatih tersebut. Dan hal ini
dapat menghambat kebebasan anak dalam berkreasi serta mengungkapkan emosi atau
perasaannya. Padahal pihak sekolah menginginkan kegiatan menari tersebut dapat mengembangkan
potensi anak, salah satunya kecerdasan intrapersonal. Tetapi pada kenyataannya
dalam melakukan kegiatan menari tersebut, tidak semua anak mampu untuk
mengkomunikasikan atau menunjukkan perasaannya kepada orang lain. Bahkan ada
beberapa anak yang tidak percaya diri (minder) serta selalu bergantung kepada
orang dewasa. Anak juga belum sepenuhnya memiliki kepercayaan diri serta
tanggungjawab untuk menampilkan tarian yang terbaik.
Tentu saja hal
ini tidak selaras dengan tujuan pendidikan kesenian yang diungkapkan oleh Iyus
Rusliana yaitu tujuan pendidikan kesenian terutama pendidikan seni tari di
sekolah dasar dan taman kanak-kanak, bertujuan agar anak- anak memiliki
pengetahuan, nilai dan sikap serta keterampilan yang memadai sesuai dengan
tingkat perkembangannya. Melalui pendidikan seni tari anak-anak diharapkan
mampu mengungkapkan ide-idenya, imajinasinya dan fantasinya secara kreatif. Menyadari
tentang pentingnya kegiatan menari sebagai sarana yang dapat digunakan untuk
mengembangkan kecerdasan intrapersonal, maka Guru dan peneliti tidak ingin
membatasi kreatifitas anak dalam melakukan kegiatan menari.
BAB III
KESIMPULAN
Kecerdasan
interpersonal adalah kemampuan untuk membangun suatu hubungan yang meliputi
kepekaan sosial yang ditandai dengan anak memiliki perhatian terhadap semua
teman tanpa memilih-milih teman, pemahaman sosial yang ditandai dengan anak
dapat menyelesaiakan konflik atau masalah walaupun dengan dibimbing guru, dan
komunikasi sosial yang ditandai dengan anak dapat mengemukakan pendapat kepada
teman tanpa didekati oleh teman terlebih dahulu. Penting meningkatkan
kecerdasan interpersonal pada anak sejak dini, pada dasarnya manusia tidak bisa
menyendiri karena banyak kegiatan dalam hidup anak ini terkait dengan orang
lain dan anak yang gagal mengembangkan interpersonalnya akan mengalami banyak
hambatan pada dunia sosialnya.
Ada beberapa
metode pembelajaran yang menarik dan mengarah kepada kecerdasan interpersonal
anak salah satunya adalah dengan seni tari. Metode seni tari banyak memberikan
manfaat untuk kegiatan belajar anak. Dengan metode seni tari anak memperoleh
pemahaman yang tentang bagaimana bekerjasama dengan anak lain secara terpadu. Dengan
seni tari membantu anak dengan melihat sudut pandang orang lain dan
mengantisipasi emosinya atau yang disebut dengan empati. Melalui menari anak
akan dibagi menjadi beberapa kelompok, akan belajar berbaur dan belajar
bekerjasama dalam memperagakan seni tari sehingga terbentuk tarian yang indah.
Dalam metode ini juga terdapat pembagian tugas, sehingga akan tercipta
komunikasi antar anggota kelompok untuk mencapai tujuan kelompoknya yaitu
menghasilkan suatu tarian yang indah.
DAFTAR PUSTAKA
Amstrong,
Thomas. (2002). 7 Kinds of Smart. (Terjemahan T. Hermaya). Jakarta:
Gramedia Pustaka.
Amstrong,
Thomas. (2003). Sekolah Para Juara. (Terjemahan Yudhi Murtanto).
Bandung: KAIFA.
Amstrong,
Thomas. (2005). Setiap Anak Cerdas. (Terjemahan Lina Buntaran) Jakarta:
Gramedia Pustaka.
Campbell
L, et al. (2006) Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple Intellegence.
Depok: Intuisi Press.
Goleman,
Daniel. (2007). Social Intellegence. (Terjemahan Hariono S.Imam).
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Gordon
C & Lynn Huggins-Cooper. Meningkatkan 9 Kecerdasan Anak. (Terjemahan
Chynthia Rozyandra). Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.
Gunawan.
(2000). Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Gunawan.
(2006). Genius Learning Strategi. Jakarta: GramediaPustaka.
Hoerr,
Thomas R. (2007). Buku Kerja Multiple Intellegence. (Terjemahan Ary Nilandari).
Bandung: Kaifa MZN.
Musfiroh.
(2010). Pengembangan Kecerdasan Majemuk. Jakarta: Universitas Terbuka.
Musfiroh.
(2005). Bermain Sambil Belajar dan Mengasah Kecerdasan Majemuk. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat
Pembinaan Pendidikan Kependidikan dan Perguruan Tinggi
Safaria.(2005).
Interpersonal Intellegence. Sleman: Amara Books.
Yuliani
Nurani Sujiono .(2012). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:
Indeks.
No comments:
Post a Comment