Sunday, December 16, 2018

PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP BILANGAN PADA SISWA TAMAN KANAK-KANAK


2.1 Media Gambar
2.1.1 Pengertian media gambar
Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “Medium” yang secara harfiah berarti “perantara” atau “pengantar” yaitu perantara/pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Beberapa ahli memberikan definisi tentang media pembelajaran, Schramm (1977:15) mengemukakan bahwa “media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran”.
Sementara itu, Briggs (1977:10) berpendapat bahwa “Media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti buku, film, video dan sebagainya”. Sedangkan National Education Association (1969:2) mengungkapkan bahwa “media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras”. Dari ketiga pendapat di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik.
11
 
 
Media pembelajaran memiliki kedudukan yang signifikan dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran. Media pembelajaran adalah alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pembelajarannya (Hamalik, 1982: 23).
Media pembelajaran merupakan alat pembantu pengajaran yang mudah memberi pengertian kepada peserta didik. Sumantri dan Permana (1999 : 177) mengungkapkan bahwa “media pengajaran adalah segala alat pengajaran yang digunakan guru sebagai perantara untuk menyampaikan bahan-bahan instruksional dalam proses belajar mengajar sehingga memudahkan pencapaian tujuan pengajaran.”
Usman (dalam Suhenda 2008 : 6) mengungkapkan bahwa “alat peraga pengajaran, teaching aids atau audiovisual aids (AVA) merupakan alat-alat yang digunakan oleh guru ketika mengajar untuk membantu memperjelas materi pembelajaran yang disampaikannya kepada siswa dan mencegah terjadinya verbalisme pada diri siswa.”
Media gambar adalah media visual diam yang berupa gambar cetak diam yang pembuatannya melalui proses pencetakan yang bertujuan membantu memperjelas objek materi yang dibahas dalam pembelajaran.  Media gambar menyajikan fakta, ide atau gagasan melalui kata-kata, kalimat, angka-angka, dan simbol atau gambar grafis yang biasa digunakan untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide dan mengilustrasikan fakta-fakta sehingga menarik dan diingat orang. Gagne (AECT,1977) mengungkapkan bahwa “media yang berupa berbagai jenis komponen dalam lingkungan pendidikan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar.” Dari pengertian yang diungkapkan Gagne memperjelas bahwa media mempunyai peran yang relatif penting dalam proses penyampaian materi karena dengan media yang digunakan akan membantu  mengingat materi yang dibahas dalam proses belajar.
Media pengajaran didefinisikan Gagne dan Raiser (Sumantri, 1999:176) sebagai alat-alat fisik dimana pesan-pesan instruksional dikomunikasikan. Dari beberapa batasan di atas, dapat disimpulkan bahwa media adalah semua alat atau benda yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar, dengan maksud untuk menyampaikan pesan pengajaran dari guru kepada siswa, yang bertujuan agar proses interaksi komunikasi antara guru kepada siswa berlangsung sehingga memudahkan pencapaian tujuan pengajaran.
Karakteristik media berbeda sesuai dengan tujuan atau maksud pengelompokannya. Salah satunya media grafis, media grafis termasuk media visual. Media gambar merupakan media pembelajaran yang termasuk ke dalam media visual. Media visual adalah media yang dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara. Yang termasuk media ini adalah film slide, foto, transparansi, lukisan, gambar dan berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis dan lain sebagainya. (Sanjaya, Wina. 2002:157)

2.1.2        Manfaat media gambar
Media gambar memiliki berbagai manfaat, bahwa media gambar memiliki beberapa manfaat, antara lain:

1)   Dapat mengenalkan konsep bilangan
2)   Dapat mengenalkan urutan bilangan
3)   Dapat mengenalkan lambang bilangan
4)   Dapat mengenalkan penjumlahan dan pengurangan
Media memiliki beberapa fungsi diantaranya :
1)      Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong dan sebagainya. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut.
2)      Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh peserta didik tentang suatu obyek yang disebabkan karena :
a)         Obyek terlalu besar
b)        Obyek terlalu kecil
c)         Obyek yang bergerak terlalu lambat
d)        Obyek yang bergerak terlalu cepat
e)         Obyek mengandung bahaya dan resiko tinggi
3)      Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya.
4)      Media menghasilkan keseragaman pengamatan.
5)      Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit dan realistis.
6)      Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
7)      Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
8)      Media memberikan pengalaman yang integral dari yang kongkrit sampai dengan abstrak
Allen (2000:150) mengemukakan tentang hubungan antara media dengan tujuan pembelajaran sebagaimana terlihat dalam tabel di bawah ini :
Tabel 2.1
Hubungan Media dengan Tujuan Pembelajaran
No
Jenis Media
Tujuan Pembelajaran
1
2
3
4
5
6
1
Gambar Diam
S
T
S
S
R
R
2
Gambar Hidup
S
T
T
T
S
S
3
TV
S
S
T
S
R
S
4
Obyek 3 Dimensi
R
T
R
R
R
R
5
Rekaman Audio
S
R
R
S
R
S
6
Programmed Instruction
S
S
S
T
R
S
7
Demonstrasi
R
S
R
T
S
S
8
Buku Teks Tercetak
S
R
S
S
R
S
Ket :
R = Rendah ; S= Sedang ; T = Tinggi
1 = Belajar Informasi Faktual
2 = Belajar Pengenalan Visual
3 = Belajar Prinsip, konsep, dan aturan
4 = Prosedur Belajar
5 = Penyampaian Keterampilan Persepsi Motorik
6 = Mengembangkan sikap, opini dan motivasi
            Kriteria yang paling utama dalam pemilihan media bahwa media harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran/kompetensi yang akan dicapai. Contoh : bila tujuan/kompetensi peserta didik bersifat menghafalkan kata-kata tentunya media audio yang tepat untuk digunakan. Jika tujuan/kompetensi yang ingin dicapai bersifat memahami isi bacaan maka media cetak yang lebih tepat digunakan. Kalau tujuan pembelajaran bersifat motorik (gerak dan aktivitas), maka media film dan video bisa digunakan.

2.1.3        Cara Penggunaan Media Gambar
Salah satu cara penggunaan media gambar adalah dapat mengenalkan bilangan melalui gambar-gambar yang menunjukkan lambang bilangan tertentu. Guru dapat memulainya dengan cara membilang benda-benda yang ada di dalam kelas, misalnya papan tulis, kursi, meja, pensil, lemari, buku, dan lain-lain. Setelah anak mengenal urutan bilangan, dapat dilanjutkan dengan mengenalkan lambang bilangan. Setelah anak mengenal konsep bilangan, baru anak dikenalkan dengan lambang bilangan, dan seterusnya dengan menggunakan media gambar.
 Salah satu cara yang dapat digunakan oleh guru dalam mengenalkan konsep bilangan pada anak TK melalui media gambar, adalah:
1)          Semua anak dapat dilibatkan dalam kegiatan ini.
2)          Kegiatan ini bisa dilakukan di dalam ruangan atau di halaman yang teduh.
3)          Media yang digunakan, beberapa gambar yang menunjukkan lambang bilangan. Usahakan gambar yang digunakan adalah gambar-gambar yang telah dikenal oleh anak. Misalnya gambar binatang, tumbuhan, alat-alat tulis yang biasa digunakan dan lain-lain.
4)          Caranya, anak-anak dibagi dalam dua kelompok. Masing-masing menempati tempat yang sudah dipisahkan oleh garis pemisah. Guru telah menulis/menempel angka di papan flanel. Guru berada di atas garis pemisah, memegang gambar. Setelah aba-aba guru terdengar, anak-anak segera membalikan dan memperhatikan gambar yang dipegang guru, kemudian segera menuju ke guru untuk mengambil gambar  lalu menempelkannya pada papan flanel di bawah angka yang sesuai dengan gambar yang dipegangnya. Anak yang sudah selesai dapat membantu taman sekelompoknya yang lamban. Kelompok yang lebih dulu selesai dan benar melakukannya (dapat dilihat dari jumlah gambar yang telah ditempelnya) adalah yang menang. Kegiatan ini dapat dilakukan beberapa kali.
5)          Agar anak tidak jenuh/bosan, kegiatan no 4 dibalik yaitu anak menempelkan angka sesuai dengan gambar yang telah disediakan oleh guru.
2.2       Pembelajaran Matematika
            Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya yang telah diterima, sehingga keterkaitan antara konsep dalam Matematika bersifat sangat jelas. (Depdikbud : 2004).
Matematika adalah pola pikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logis, Matematika adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide (gagasan) daripada bunyi. Matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasikan atau tidak didefinisikan, aksioma-aksioma, sifat-sifat atau teori-teori yang telah dibuktikan kebenarannya; Matematika adalah ilmu tentang pola, keteraturan pola atau ide. Matematika adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada keturunan dan keharmonisannya. (Johnson dalam Ruseffendi : 1991:25)
Suriasumantri (1999 : 167), menggambarkan bahwa “matematika adalah salah satu alat berpikir, selain bahasa, logika, dan statistika. Di pihak lain matematika merupakan ilmu yang berperan ganda, yakni sebagai raja dan sebagai pelayan ilmu. Sebagai raja, matematika merupakan bentuk logika paling tinggi yang pernah diciptakan oleh pemikiran manusia, sedangkan sebagai pelayan, matematika menyediakan sistem logika serta model-model matematika dari berbagai segi kegiatan keilmuan”. (Adjie dan Maulana, 2006 : 34)
Matematika merupakan salah satu ilmu dasar telah berkembang pesat yang dipelajari di seluruh tingkatan sekolah mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Baik dari isi materi maupun fungsinya. Menurut James dalam Ruseffendi (1991:26) menyatakan bahwa “matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk susunan, besaran dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang yaitu  aljabar, geometri, dan analisis”.
Ruseffendi (1991:26) menyatakan bahwa “Matematika itu terorganisasikan dari unsur-unsur yang tak didefinisikan, unsur-unsur yang didefinisikan, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil di mana dalil-dalil itu setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itu matematika yang disebut ilmu deduktif”.
Matematika merupakan ilmu dasar yang selalu digunakan dimana saja, kapan saja dan oleh siapa saja. Matematika disebut ilmu deduktif, sebab dalam matematika tidak menerima generalisasi yang berdasarkan observasi, eksperimen, coba-coba atau induktif. Kebenaran generalisasi dalam matematika harus dapat dibuktikan secara deduktif. (Adjie dan Maulana, 2006 : 34)
Suriasumantri yang disunting oleh Adjie dan Maulana (2006 : 34), menyimpulkan karakteristik matematika adalah sebagai salah satu alat berfikir. Selain bahasa logika dan statistika ganda yakni sebagai pelayan ilmu. Secara keseluruhan matematika memiliki karakteristik umum sebagai berikut :
1)      Pelajaran tentang suatu pola dan hubungan antar objek
2)      Suatu cara berfikir, melihat dan mengorganisasi dunia luar
3)      Suatu bahasa atau simbol yang berlaku secara universal
4)      Suatu alat dalam pemecahan masalah sehari-hari
5)      Suatu bentuk seni memiliki keteraturan, keterurutan dan konsisten
6)      Suatu kekuasaan sebagai ratunya ilmu.
Sedangkan Ruseffendi yang dikutip Adjie dan Maulana (2006 : 34) menyimpulkan matematika sebagai ilmu deduktif, bahasa, seni, ratunya ilmu. Ilmu tentang struktur yang terorganisasikan dan ilmu tentang pola dan hubungan.
Soedjadi dalam Adjie dan Maulana (2006 : 34), mendefinisikan matematika sebagai berikut :
1)      Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak yang terorganisir dengan baik.
2)      Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
3)      Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logika berhubungan dengan bilangan.
4)      Matematika adalah pengetahuan fakta-fakta kuantitatif ada masalah ruang dan bentuk.
5)      Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logika.
6)      Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
Dari definisi-definisi matematika tersebut, matematika memiliki tujuan pembelajaran secara umum yang dikemukakan oleh Adjie dan Maulana (2006 : 42) yaitu :
1)      Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsistensi.
2)      Mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan pengembangan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba.
3)      Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
4)      Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram dalam menjelaskan gagasan.
Dalam pembelajaran matematika, salah satu kajian yang unik dan memiliki berbagai ciri khas dan bersifat abstrak, dan tentu memiliki sifat-sifat umum matematika yang deduktif, aksiomatik yang mutlak kebenarannya. Maka dari itu guru harus mampu membawa anak ke sifat keabstrakan pembelajaran matematika dari sesuatu yang kongkrit yang berada di lingkungan anak. Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
Sependapat dengan pernyataan tersebut Soetomo (1993:68) mengemukakan bahwa, “Pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkan dia belajar untuk melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula.” Sedangkan belajar adalah suatu proses yang menyebabkan perubahan tingkah  laku yang bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisik, tetapi perubahan dalam kebiasaan, kecakapan, bertambah, berkembang daya pikir, sikap dan lain-lain (Soetomo, 1993:120).

2.3 Pembelajaran Matematika di Taman Kanak-Kanak
Taman Kanak-kanak merupakan bentuk pendidikan usia dini yang berada pada jalur pendidikan formal sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 pasal 28 ayat 3, “Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudhatul Athfal, atau bentuk lain yang sederajat”. Tujuan TK sebagaimana tertuang dalam kurikulum 2004 adalah “membantu anak didik mengembangkan berbagai potensi baik psikis dan fisik meliputi moral dan nilai-nilai agama, sosial emosional, kognitif, bahasa, fisik atau motorik, kemandirian dan seni untuk siap memasuki pendidikan dasar” (Depdiknas, 2000).
Pembelajaran di Taman Kanak-kanak lebih banyak difokuskan pada bidang dasar (basic), yaitu membaca, menulis, dan berhitung yang dikenal dengan “Three Rs” (Tiga R), yaitu Reading, Writing, dan Aritmathic. Istilah “Back to Basic” yang sering didengar tidak lain merupakan istilah “Tiga R” tersebut, yang artinya mengembalikan fokus pembelajaran di Taman Kanak-kanak atau Sekolah Dasar kelas awal kearah kegiatan membaca, menulis, dan berhitung. Di Indonesia “Tiga R” dikenal dengan istilah “calistung”, yaitu membaca, menulis, dan berhitung. Kegiatan pembelajaran di Taman Kanak-kanak tidak sekedar untuk mengembangkan “Tiga R”, tetapi untuk mengembangkan berbagai aspek perkembangan anak, terutama aspek kognitif.
Di samping itu matematika juga berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan anak, khususnya kecerdasan yang oleh Gardner (Hidayat, 2003:55) disebut Logico-mathematics. Kecerdasan Logico-mathematics menyangkut kemampuan seseorang menggunakan bilangan, operasi bilangan dan silogisme. Matematika atau berhitung merupakan hal yang akrab dalam kehidupan manusia. Setiap hari, bahkan setiap menit orang menggunakan matematika. Belanja, menghitung benda, waktu, tempat, jarak, dan kecepatan merupakan fungsi matematis.
Memahami grafik, tabel, berat, dan volume juga merupakan fungsi matematika. Dengan kata lain matematika sangat penting bagi kehidupan kita. Pada proses perkembangan pada anak usia dini, pada mulanya anak tidak tahu bilangan, angka dan operasi bilangan matematis. Secara bertahap sesuai perkembangan mentalnya anak belajar membilang, mengenal angka dan berhitung. Anak belajar menghubungkan objek nyata dengan simbol-simbol matematika. Sebagai contoh, sebuah jeruk diberi simbol angka “1” dan dua buah jeruk diberi simbol dengan angka “2”. Demikian pula simbol “+” yang berarti dijumlah dan simbol “-“ yang berarti dikurangi.
            Menurut Piaget perkembangan kognitif anak TK berada pada tahap pra operasional. Pada tahap ini anak mampu berpikir kongkrit (nyata). Dengan demikian guru dalam kegiatan mengajarnya perlu secara kontinyu menggunakan media pembelajaran dengan pertimbangan bahwa salah satu nilai yang dikandungnya yaitu mengkongkritkan sesuatu yang abstrak. Selain itu apabila menggunakan media dalam kegiatan pembelajaran banyak keuntungan yang diperoleh, diantaranya anak akan merasa lebih tertarik, merasa tenang, termotivasi belajar dan menumbuhkan rasa ingin tahu anak.
Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Aning (1994) bahwa :
1.      Perkembangan kognitif anak berkembang secara sekuensial dari tingkat berpikir kongkrit ke berpikir abstrak.
2.      Anak harus siap bergerak ke tahap perkembangan berikutnya dan tidak dapat dipaksakan untuk bergerak ke tahap perkembangan yang lebih tinggi.

Mengenalkan konsep matematika dimulai dengan mengenalkan konsep bilangan pada anak TK. Proses pengenalan konsep tersebut tidak dapat dilakukan secara tergesa-gesa, tetapi harus secara bertahap. Raharjo (2004:3), menyatakan bahwa ada beberapa tahap dalam mengenalkan konsep bilangan pada anak TK yaitu:
1)        Peragaan membilang 1 sampai dengan 5
2)        Peragaan mengenal bilangan berdasarkan banyaknya benda dalam suatu kumpulan (diawali dengan bilangan 1 sampai dengan 5) untuk pertama kali dilakukan secara urut, kemudian dilanjutkan secara acak. Apabila secara urut sudah lancar dapat dilanjutkan dengan secara acak hingga lancar. Apabila peragaan secara acak sudah lancar berarti penerapan konsep bilangan sudah tercapai.
3)        Peragaan mengenal lambang bilangan, yang diawali dengan bilangan 1 sampai dengan 5.
a) Secara urut                      b) Secara acak
Untuk peragaan awal, dapat dilakukan dengan cara memasangkan antara banyaknya benda dalam kumpulan sebanyak 1 hingga 5 dengan lambang bilangan 1 hingga 5 seperti berikut ini:
1
 
2
 
3
 
4
 
5
 
 






Selanjutnya barulah pengenalan hanya lambang bilangannya, tempel di papan planel, penempelan dilakukan secara urut kemudian secara acak seperti pada tahap no 2. Apabila peragaan secara acak sudah lancar, hal ini berarti konsep lambang bilangan 1 sampai dengan 5 sudah tertanam pada pikiran anak.
4)   Menulis lambang bilangan.
a). Di udara atau di dinding tanpa goresan
b). Di buku tulis
Setelah anak memahami bilangan 1 sampai 5, maka dapat dilanjutkan dengan tingkat selanjutnya.

2.4 Perkembangan Kognitif
            Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan manusia yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya. Menurut Myers (1996), “cognition refers to all the mental activities associated with thinking, knowing, and remembering.” Pengertian yang hampir senada juga diberkan oleh Margaret W. Matlin (1994), yaitu : “cognition, or mental activity, involves the acquisition, storage, retrieval, and use of knowledge.” Dalam Dictionary Of Psychology karya Drever, dijelaskan bahwa “kognisi adalah istilah umum yang mencakup segenap model pemahaman, yakni persepsi, imajinasi, penangkapan makna, penilaian dan penalaran”
            Dari beberapa pengertian diatas maka dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif adalah sebuah istilah yang menunjuk pada semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, imajinasi, penangkapan makna, penilaian dan penalaran, pengolahan informasi, memecahkan masalah serta berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya.
1) Teori Perkembangan Kognitif Piaget
            Piaget menjabat sebagai profesor psikologi di Universitas Geneva dari 1929 hingga 1975 dan ia paling terkenal karena menyusun kembali teori perkembangan kognitif ke dalam serangkaian tahap, memperluas karya sebelumnya dari James Mark Baldwin, menjadi empat tahap perkembangan yang lebih kurang sama dengan (1) masa infancy, (2) pra-sekolah, (3) anak-anak, dan (4) remaja. Masing-masing tahap ini dicirikan oleh struktur kognitif umum yang mempengaruhi semua pemikiran si anak (suatu pandangan strukturalis yang dipengaruhi oleh filsuf Immanuel Kant).
Masing-masing tahap mewakili pemahaman sang anak tentang realitas pada masa itu, dan masing-masing kecuali yang terakhir adalah suatu perkiraan (approximation) tentang realitas yang tidak memadai. Jadi, perkembangan dari satu tahap ke tahap yang lainnya disebabkan oleh akumulasi kesalahan di dalam pemahaman sang anak tentang lingkungan nya; akumulasi ini pada akhirnya menyebabkan suatu tingkat ketidakseimbangan kognitif yang perlu ditata ulang oleh struktur pemikiran. (http://id.wikipedia.org/wiki/Jean_Piaget)
            Keempat tahap perkembangan itu digambarkan dalam teori Piaget sebagai berikut
1)             Tahap sensorimotor: dari lahir hingga 2 tahun (anak mengalami dunianya   melalui gerak dan inderanya serta mempelajari permanensi obyek)
2)             Tahap pra-operasional: dari 2 hingga 7 tahun (mulai memiliki kecakapan        motorik)
3)             Tahap operasional konkret: dari 7 hingga 11 tahun (anak mulai berpikir secara logis tentang kejadian-kejadian konkret)
4)             Tahap operasional formal: setelah usia 11 tahun (perkembangan penalaran abstrak).(http://id.wikipedia.org/wiki/Jean_Piaget)
Secara kualitatif perkembangan dari masing-masing tahapan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget untuk usia anak-anak, maksudnya adalah :
a) Tahap Sensori-Motor (0-2).
Pada tahap ini Inteligensi sensori-motor dipandang sebagai inteligensi praktis (practical intelligence), yang berfaedah untuk belajar berbuat terhadap lingkungannya sebelum mampu berfikir mengenai apa yang sedang ia perbuat. Inteligensi individu pada tahap ini masih bersifat primitif, namun merupakan inteligensi dasar yang amat berarti untuk menjadi pondasi tipe-tipe inteligensi tertentu yang akan dimiliki anak kelak. Sebelum usia 18 bulan, anak belum mengenal object permanence. Artinya, benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh, atau tidak ia dengar dianggap tidak ada meskipun sesungguhnya benda itu ada. Dalam rentang 18 - 24 bulan barulah kemampuan object permanence anak tersebut muncul secara bertahap dan sistematis.
b). Tahap Pra Operasional (2–7).
Pada tahap ini anak sudah memiliki penguasaan sempurna tentang object permanence. Artinya, anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat, didengar atau disentuh lagi. Jadi, pandangan terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dengan pandangan pada periode sensori motor, yakni tidak bergantung lagi pada pengamatannya belaka. Pada periode ini ditandai oleh adanya egosentris serta pada periode ini pula memungkinkan anak untuk mengembangkan diferred-imitation, insight learning dan kemampuan berbahasa, dengan menggunakan kata-kata yang benar serta mampu mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.
2)     Kemampuan Matematika
            Penelitian ini mempunyai tujuan untuk meningkatkan keterampilan kognitif, tetapi pada kesempatan ini penulis lebih mengspesifikasikan kepada keterampilan matematika siswa Taman Kanak-kanak. Guru TK diharapkan dapat membantu anak didik dalam menemukan dan menyerap konsep-konsep dasar dalam matematika sebagai persiapan anak untuk masuk sekolah.
            Menurut Piaget (Hidayat, 2003 : 31), pengenalan matematika sebaiknya dilakukan melalui penggunaan benda-benda konkret dan pembiasaan penggunaan matematika agar anak dapat memahami matematika, seperti berhitung, bilangan, dan operasi bilangan. Sebagai contoh, mengingatkan anak tentang tanggal hari ini dan menuliskannya di papan tulis akan melatih anak mengenal bilangan.
            Pada dasarnya setiap anak dianugerahi kecerdasan matematika Psikolog pendidikan dari Fakultas Psikologi UI, Gagan Hartana M. Psi (Hidayat, 2003:100), mengatakan bahwa kecerdasan matematika diartikan kemampuan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kebutuhan matematika sebagai pemecahan masalahnya. Misalnya, saat menanam kecambah kacang hijau, di hari pertama anak melihat kecambah tumbuh, anak dengan kecerdasan matematika akan menebak kecambah akan tumbuh lebih tinggi tanpa melihat kelanjutan pertumbuhannya. Anak menghadapi masalah yang dasar penyelesainnya membutuhkan kemampuan matematika dan mampu berpikir abstrak.
            Menurut Linda dan Bruce Campbell, penulis buku Teaching and Learning Through Multiple Intelligences, inteligensi  logika matematika biasanya dikaitkan dengan otak yang melibatkan beberapa komponen, yaitu perhitungan secara matematis, berpikir logis, pemecahan masalah, pertimbangan induktif (penjabaran ilmiah dari umum ke khusus), pertimbangan deduktif (penjabaran ilmiah secara khusus ke umum), dan ketajaman pola-pola serta hubungan-hubungan. Intinya, anak bekerja dengan pola abstrak serta mampu berpikir logis dan argumentatif. (Hidayat, 2003: 105)
            Anak dengan kemampuan ini akan senang berkutat dengan rumus dan pola-pola abstrak. Tapi tak hanya pada bilangan matematika, juga meningkat pada kegiatan yang bersifat analitis, dan konseptual. Hal ini ditegaskan Howard Gardner penulis buku Multiple Intelligences, The Theory in Practice (Hidayat 115), mengatakan bahwa ada kaitan logika matematika dengan kecerdasan linguistik. Pada kemampuan matematika anak menganalisa atau menjabarkan alasan logis, serta kemampuan mengkonstruksi solusi dari persoalan yang timbul. Kecerdasan linguistik diperlukan untuk merunutkan dan menjabarkannya dalam bentuk bahasa.
            Gardner memaparkan ciri anak cerdas matematika, pada usia balita, anak gemar bereksplorasi untuk memenuhi rasa ingin tahunya seperti menjelajah setiap sudut, mengamati benda-benda yang unik baginya. Selain itu, anak juga hobi mengutak-atik benda serta melakukan uji coba. Seperti, bagaimana jika kakiku masuk ke dalam ember penuh berisi air atau penasaran menyusun puzzle.
   Gardner (Hidayat, 2003: 120) mengatakan, Number Sense bisa dimulai sejak anak masih dalam kandungan. Ketika sedang berhitung Anda bisa mengajak calon bayi berbicara atau berkomunikasi. Pada anak yang kecerdasannya tinggi bisa menyelesaikan persoalan matematika lebih cepat. Strategi memecahkan masalah soal matematika ialah dengan memberikan banyak stimulasi dan diwujudkan dalam keseharian, misalnya menghitung jumlah mobil sedan yang lewat selama 1 menit.
            Belajar yang sangat baik untuk membantu anak didik dalam menemukan dan menyerap konsep-konsep dasar matematika adalah melalui pengamatan, yakni mengobservasikan langsung peristiwa dengan benda-benda konkret. Pengamatan melibatkan penguasaan semua panca indera, tetapi unsur yang terpenting dari panca indera adalah penglihatan. Karena itu pengamatan biasanya diartikan sebagai kemampuan untuk melihat dan mengerti secara cepat. Misalnya anak dapat menyebutkan urutan bilangan dari 1 sampai 10 dengan menggunakan alat atau media yang konkret seperti gambar-gambar. Setelah memperoleh gambaran tentang ruang lingkup dasar matematika, maka diharapkan guru atau pembimbing dapat menerapkan konsep-konsep matematika yang dapat diajarkan di Taman Kanak-Kanak seperti :
·  Menyebutkan urutan bilangan
·  Membilang (mengenakan konsep bilangan) dengan benda-benda.
·    Menghubungkan konsep bilangan dengan lambang bilangan (anak tidak disuruh menulis)
·    Mengenal konsep bilangan sama dan tidak sama, lebih kurang, banyak sedikit, dll.
·  Mengenal lambang bilangan atau angka (anak tidak disuruh untuk menulis)
Sesuai dengan GBPKB TK, kemampuan matematika anak usia dini bertujuan anak didik mampu berkomunikasi secara lisan dengan lingkungannya dan anak didik mampu menghubungkan pengetahuan yang sudah diketahui dengan pengetahuan baru yang diperolehnya. Adapun ruang lingkup yang diharapkan adalah sebagai berikut :
·  Anak mempunyai konsep bilangan dan hitungan.
·  Anak mengenal hubungan antara angka dan bilangan
·  Anak memiliki kemampuan melihat hubungan antara tulisan dan suara
·  Anak memiliki koordinasi otot-otot mata dan motorik tangan
·  Anak mempunyai kemauan untuk mengenal kalimat-kalimat tertulis
·  Intelegensi anak berkembang dengan baik
·  Merangsang kepekaan untuk belajar berhitung.
·  Memiliki keterampilan koordinasi motorik tangan, mata dan pikiran yang baik yang diperlukan untuk membaca dan menulis.
Menurut pengamatan Dienes (Ruseffendi, 2006:156) anak-anak yang menyenangi matematika hanya pada permulaan mereka yang berkenalan dengan matematika yang sederhana. Yang dimaksud oleh Dienes dengan konsep tersebut adalah struktur matematika yang terdiri dari konsep murni matematika, konsep notasi dan konsep terapan. Ada beberapa alasan anak harus diberi beraneka ragam materi konkret sebagai model (representasi) dari konsep tersebut adalah sebagai berikut :
a.   Dengan melihat berbagai contoh konkret siswa akan mendapatkan penghayatan yang lebih benar.
b.   Dengan banyaknya contoh itu siswa akan lebih banyak menerapkan konsep ke dalam situasi yang lain.
            Dienes berpendapat bahwa ada enam tahap dalam belajar dan mengajarkan konsep matematika kepada siswa. Tahap-tahap  itu ialah bermain bebas, permainan, penelaahan sifat bersama, representasi, penyimbolan, dan pemformalan. Dalam hal mengajarkan matematika pada tingkat Taman Kanak-Kanak, yang akan penulis bahas sebatas pada tahap bermain bebas dan permainan saja mengingat prinsip pembelajaran di Taman Kanak-Kanak yaitu belajar sambil bermain.
            Bermain bebas adalah tahap permulaan anak-anak belajar matematika. Anak-anak beremain dengan benda-benda konkret model matematika. Mereka belajar bebas, tidak diatur dan tidak diarahkan. Siswa belajar konsep matematika dengan memanipulasikan benda-benda konkret. Melalui benda-benda konkret model matematika, secara tidak sengaja siswa berkenalan dengan konsep matematika melalui model matematika tersebut.
            Setelah tahap bermain bebas, tahap yang kedua adalah tahap permainan. Pada tahap ini siswa mulai memahami pola, sifat kesamaan dan ketidaksamaan. Keteraturan dan ketidakteraturan suatu konsep disajikan oleh benda-benda konkret model matematika. Melalui permainan matematika ini akan tertanam dalam benak siswa bahwa matematika itu menyenangkan. Dalam hal ini penulis mencoba menggunakan model atau media gambar.
            Pada pengembangan kecakapan aritmatika model Montessori. Latihan sensori sangat penting dalam mempelajari dasar-dasar aritmatika. Metode Montessori mempunyai materi-materi yang sangat banyak untuk tujuan tersebut sehingga memungkinkan siswa menjadi sangat akrab dengan angka-angka pada tahun awal pada saat mereka sangat rensponsif pada pengalaman ini. Ciri fundamental sistem angka tersebut adalah sistem bilangan desimal karena pada usia lima tahun sudah mengenal hitung puluhan maka materi sensori awal latihan dibatasi sampai hitungan sepuluh sampai siswa memperoleh pengetahuan melalui unit-unit tersebut.



2.5  Studi-Studi Terdahulu
Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Levie dan Levie (Arsyad, 2007:8) mengatakan bahwa stimulus visual membuahkan hasil membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali dan menghubung-hubungkan fakta dan konsep.
Bahkan menurut Baugh (Arsyad, 2007:10) mengemukakan bahwa kurang lebih 90% hasil belajar seseorang diperoleh melalui indera pandang dan hanya sekitar 5% diperoleh melalui indera dengar dan 5% lagi dengan indera lainnya. Begitu pula menurut Edgar Dale (Arsyad, 2007:10) menyatakan bahwa pemerolehan hasil belajar melalui indera pandang berkisar 75%, melalui indera dengar sekitar 13% dan melalui indera lainnya sekitar 12%.


No comments:

Post a Comment

Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive