2.1 Media Gambar
2.1.1 Pengertian media gambar
Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “Medium” yang
secara harfiah berarti “perantara” atau “pengantar” yaitu perantara/pengantar
sumber pesan dengan penerima pesan. Beberapa ahli memberikan definisi tentang
media pembelajaran, Schramm (1977:15) mengemukakan bahwa “media pembelajaran
adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan
pembelajaran”.
Sementara itu, Briggs (1977:10) berpendapat bahwa “Media pembelajaran
adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti buku,
film, video dan sebagainya”. Sedangkan National
Education Association (1969:2) mengungkapkan bahwa “media pembelajaran
adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk
teknologi perangkat keras”. Dari ketiga pendapat di atas disimpulkan bahwa
media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat
merangsang pikiran, perasaan dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong
terciptanya proses belajar pada diri peserta didik.
|
Media pembelajaran memiliki kedudukan yang signifikan dalam upaya
mencapai tujuan pembelajaran. Media pembelajaran adalah alat, metode dan teknik
yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi
antara guru dan siswa dalam proses pembelajarannya (Hamalik, 1982: 23).
Media pembelajaran merupakan alat pembantu pengajaran yang mudah memberi
pengertian kepada peserta didik. Sumantri dan Permana (1999 : 177) mengungkapkan
bahwa “media pengajaran adalah segala alat pengajaran yang digunakan guru
sebagai perantara untuk menyampaikan bahan-bahan instruksional dalam proses
belajar mengajar sehingga memudahkan pencapaian tujuan pengajaran.”
Usman (dalam Suhenda 2008 : 6) mengungkapkan bahwa “alat peraga
pengajaran, teaching aids atau audiovisual aids (AVA) merupakan
alat-alat yang digunakan oleh guru ketika mengajar untuk membantu memperjelas
materi pembelajaran yang disampaikannya kepada siswa dan mencegah terjadinya
verbalisme pada diri siswa.”
Media gambar adalah media visual diam yang berupa gambar cetak diam yang
pembuatannya melalui proses pencetakan yang bertujuan membantu memperjelas
objek materi yang dibahas dalam pembelajaran. Media gambar menyajikan
fakta, ide atau gagasan melalui kata-kata, kalimat, angka-angka, dan simbol
atau gambar grafis yang biasa digunakan untuk menarik perhatian, memperjelas
sajian ide dan mengilustrasikan fakta-fakta sehingga menarik dan diingat orang.
Gagne (AECT,1977) mengungkapkan bahwa “media yang berupa berbagai jenis
komponen dalam lingkungan pendidikan siswa yang dapat merangsang siswa untuk
belajar.” Dari pengertian yang diungkapkan Gagne memperjelas bahwa media
mempunyai peran yang relatif penting dalam proses penyampaian materi karena
dengan media yang digunakan akan membantu mengingat materi yang dibahas
dalam proses belajar.
Media pengajaran didefinisikan Gagne dan Raiser (Sumantri, 1999:176)
sebagai alat-alat fisik dimana pesan-pesan instruksional dikomunikasikan. Dari
beberapa batasan di atas, dapat disimpulkan bahwa media adalah semua alat atau
benda yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar, dengan maksud untuk
menyampaikan pesan pengajaran dari guru kepada siswa, yang bertujuan agar
proses interaksi komunikasi antara guru kepada siswa berlangsung sehingga
memudahkan pencapaian tujuan pengajaran.
Karakteristik media berbeda sesuai dengan tujuan atau maksud
pengelompokannya. Salah satunya media grafis, media grafis termasuk media
visual. Media gambar merupakan media pembelajaran yang termasuk ke dalam media
visual. Media visual adalah media yang dapat dilihat saja, tidak mengandung
unsur suara. Yang termasuk media ini adalah film slide, foto, transparansi,
lukisan, gambar dan berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis dan
lain sebagainya. (Sanjaya, Wina. 2002:157)
2.1.2
Manfaat
media gambar
Media gambar memiliki berbagai manfaat, bahwa media gambar memiliki
beberapa manfaat, antara lain:
1)
Dapat mengenalkan konsep bilangan
2)
Dapat mengenalkan urutan bilangan
3)
Dapat mengenalkan lambang bilangan
4)
Dapat mengenalkan penjumlahan dan pengurangan
Media memiliki beberapa fungsi diantaranya :
1)
Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan
pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik
berbeda-beda tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman
anak seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong dan sebagainya. Media
pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut.
2)
Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas.
Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh
peserta didik tentang suatu obyek yang disebabkan karena :
a)
Obyek terlalu besar
b)
Obyek terlalu kecil
c)
Obyek yang bergerak terlalu lambat
d)
Obyek yang bergerak terlalu cepat
e)
Obyek mengandung bahaya dan resiko tinggi
3)
Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi
langsung antara peserta didik dengan lingkungannya.
4)
Media menghasilkan keseragaman pengamatan.
5)
Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit
dan realistis.
6)
Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
7)
Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk
belajar.
8)
Media memberikan pengalaman yang integral dari yang
kongkrit sampai dengan abstrak
Allen (2000:150) mengemukakan tentang hubungan antara media dengan tujuan
pembelajaran sebagaimana terlihat dalam tabel di bawah ini :
Tabel
2.1
Hubungan
Media dengan Tujuan Pembelajaran
No
|
Jenis
Media
|
Tujuan
Pembelajaran
|
|||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
||
1
|
Gambar Diam
|
S
|
T
|
S
|
S
|
R
|
R
|
2
|
Gambar Hidup
|
S
|
T
|
T
|
T
|
S
|
S
|
3
|
TV
|
S
|
S
|
T
|
S
|
R
|
S
|
4
|
Obyek 3
Dimensi
|
R
|
T
|
R
|
R
|
R
|
R
|
5
|
Rekaman Audio
|
S
|
R
|
R
|
S
|
R
|
S
|
6
|
Programmed Instruction
|
S
|
S
|
S
|
T
|
R
|
S
|
7
|
Demonstrasi
|
R
|
S
|
R
|
T
|
S
|
S
|
8
|
Buku Teks
Tercetak
|
S
|
R
|
S
|
S
|
R
|
S
|
Ket :
R = Rendah ; S=
Sedang ; T = Tinggi
1 = Belajar Informasi Faktual
2 = Belajar Pengenalan Visual
3 = Belajar Prinsip, konsep, dan
aturan
4 = Prosedur Belajar
5 = Penyampaian Keterampilan
Persepsi Motorik
6 =
Mengembangkan sikap, opini dan motivasi
Kriteria yang paling utama dalam
pemilihan media bahwa media harus disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran/kompetensi yang akan dicapai. Contoh : bila tujuan/kompetensi
peserta didik bersifat menghafalkan kata-kata tentunya media audio yang tepat
untuk digunakan. Jika tujuan/kompetensi yang ingin dicapai bersifat memahami
isi bacaan maka media cetak yang lebih tepat digunakan. Kalau tujuan pembelajaran
bersifat motorik (gerak dan aktivitas), maka media film dan video bisa
digunakan.
2.1.3
Cara Penggunaan
Media Gambar
Salah satu cara penggunaan media gambar adalah dapat mengenalkan bilangan
melalui gambar-gambar yang menunjukkan lambang bilangan tertentu. Guru dapat
memulainya dengan cara membilang benda-benda yang ada di dalam kelas, misalnya
papan tulis, kursi, meja, pensil, lemari, buku, dan lain-lain. Setelah anak
mengenal urutan bilangan, dapat dilanjutkan dengan mengenalkan lambang bilangan.
Setelah anak mengenal konsep bilangan, baru anak dikenalkan dengan lambang
bilangan, dan seterusnya dengan menggunakan media gambar.
Salah satu cara yang dapat
digunakan oleh guru dalam mengenalkan konsep bilangan pada anak TK melalui
media gambar, adalah:
1)
Semua anak dapat dilibatkan dalam kegiatan ini.
2)
Kegiatan ini bisa dilakukan di dalam ruangan atau di
halaman yang teduh.
3)
Media yang digunakan, beberapa gambar yang menunjukkan
lambang bilangan. Usahakan gambar yang digunakan adalah gambar-gambar yang
telah dikenal oleh anak. Misalnya gambar binatang, tumbuhan, alat-alat tulis
yang biasa digunakan dan lain-lain.
4)
Caranya, anak-anak dibagi dalam dua kelompok.
Masing-masing menempati tempat yang sudah dipisahkan oleh garis pemisah. Guru
telah menulis/menempel angka di papan flanel. Guru berada di atas garis
pemisah, memegang gambar. Setelah aba-aba guru terdengar, anak-anak segera
membalikan dan memperhatikan gambar yang dipegang guru, kemudian segera menuju
ke guru untuk mengambil gambar lalu menempelkannya
pada papan flanel di bawah angka yang sesuai dengan gambar yang dipegangnya.
Anak yang sudah selesai dapat membantu taman sekelompoknya yang lamban.
Kelompok yang lebih dulu selesai dan benar melakukannya (dapat dilihat dari
jumlah gambar yang telah ditempelnya) adalah yang menang. Kegiatan ini dapat
dilakukan beberapa kali.
5)
Agar anak tidak jenuh/bosan, kegiatan no 4 dibalik
yaitu anak menempelkan angka sesuai dengan gambar yang telah disediakan oleh
guru.
2.2 Pembelajaran
Matematika
Matematika merupakan suatu bahan
kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran
deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari
kebenaran sebelumnya yang telah diterima, sehingga keterkaitan antara konsep
dalam Matematika bersifat sangat jelas. (Depdikbud : 2004).
Matematika adalah pola pikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang
logis, Matematika adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan
dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih
berupa bahasa simbol mengenai ide (gagasan) daripada bunyi. Matematika adalah
pengetahuan struktur yang terorganisasikan atau tidak didefinisikan,
aksioma-aksioma, sifat-sifat atau teori-teori yang telah dibuktikan
kebenarannya; Matematika adalah ilmu tentang pola, keteraturan pola atau ide.
Matematika adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada keturunan dan
keharmonisannya. (Johnson dalam Ruseffendi : 1991:25)
Suriasumantri (1999 : 167), menggambarkan bahwa “matematika
adalah salah satu alat berpikir, selain bahasa, logika, dan statistika. Di
pihak lain matematika merupakan ilmu yang berperan ganda, yakni sebagai raja
dan sebagai pelayan ilmu. Sebagai raja, matematika merupakan bentuk logika
paling tinggi yang pernah diciptakan oleh pemikiran manusia, sedangkan sebagai
pelayan, matematika menyediakan sistem logika serta model-model matematika dari
berbagai segi kegiatan keilmuan”. (Adjie dan Maulana, 2006 : 34)
Matematika merupakan salah satu ilmu dasar telah
berkembang pesat yang dipelajari di seluruh tingkatan sekolah mulai dari
sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Baik dari isi materi maupun fungsinya.
Menurut James dalam Ruseffendi (1991:26) menyatakan bahwa “matematika adalah
ilmu tentang logika mengenai bentuk susunan, besaran dengan jumlah yang banyak
yang terbagi ke dalam tiga bidang yaitu
aljabar, geometri, dan analisis”.
Ruseffendi (1991:26) menyatakan bahwa “Matematika itu terorganisasikan
dari unsur-unsur yang tak didefinisikan, unsur-unsur yang didefinisikan,
aksioma-aksioma, dan dalil-dalil di mana dalil-dalil itu setelah dibuktikan
kebenarannya berlaku secara umum, karena itu matematika yang disebut ilmu
deduktif”.
Matematika merupakan ilmu dasar yang selalu digunakan dimana saja, kapan
saja dan oleh siapa saja. Matematika disebut ilmu deduktif, sebab dalam
matematika tidak menerima generalisasi yang berdasarkan observasi, eksperimen,
coba-coba atau induktif. Kebenaran generalisasi dalam matematika harus dapat
dibuktikan secara deduktif. (Adjie dan Maulana, 2006 : 34)
Suriasumantri yang disunting oleh Adjie dan Maulana (2006 : 34),
menyimpulkan karakteristik matematika adalah sebagai salah satu alat berfikir.
Selain bahasa logika dan statistika ganda yakni sebagai pelayan ilmu. Secara
keseluruhan matematika memiliki karakteristik umum sebagai berikut :
1)
Pelajaran tentang suatu pola dan hubungan antar objek
2)
Suatu cara berfikir, melihat dan mengorganisasi dunia
luar
3)
Suatu bahasa atau simbol yang berlaku secara universal
4)
Suatu alat dalam pemecahan masalah sehari-hari
5)
Suatu bentuk seni memiliki keteraturan, keterurutan dan
konsisten
6)
Suatu kekuasaan sebagai ratunya ilmu.
Sedangkan Ruseffendi yang dikutip Adjie dan Maulana (2006 : 34)
menyimpulkan matematika sebagai ilmu deduktif, bahasa, seni, ratunya ilmu. Ilmu
tentang struktur yang terorganisasikan dan ilmu tentang pola dan hubungan.
Soedjadi dalam Adjie dan Maulana (2006 : 34), mendefinisikan matematika
sebagai berikut :
1)
Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak yang
terorganisir dengan baik.
2)
Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan
kalkulasi.
3)
Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logika
berhubungan dengan bilangan.
4)
Matematika adalah pengetahuan fakta-fakta kuantitatif
ada masalah ruang dan bentuk.
5)
Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur
yang logika.
6)
Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan
yang ketat.
Dari definisi-definisi matematika tersebut, matematika memiliki tujuan
pembelajaran secara umum yang dikemukakan oleh Adjie dan Maulana (2006 : 42)
yaitu :
1)
Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik
kesimpulan misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen,
menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsistensi.
2)
Mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan
imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan pengembangan pemikiran divergen,
orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba.
3)
Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
4)
Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau
mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan,
grafik, peta, diagram dalam menjelaskan gagasan.
Dalam pembelajaran matematika, salah satu kajian yang
unik dan memiliki berbagai ciri khas dan bersifat abstrak, dan tentu memiliki
sifat-sifat umum matematika yang deduktif, aksiomatik yang mutlak kebenarannya.
Maka dari itu guru harus mampu membawa anak ke sifat keabstrakan pembelajaran
matematika dari sesuatu yang kongkrit yang berada di lingkungan anak.
Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.
Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah
tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
Sependapat
dengan pernyataan tersebut Soetomo (1993:68) mengemukakan bahwa, “Pembelajaran
adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan
sehingga memungkinkan dia belajar untuk melakukan atau mempertunjukkan tingkah
laku tertentu pula.” Sedangkan belajar adalah suatu proses yang menyebabkan
perubahan tingkah laku yang bukan
disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisik, tetapi perubahan dalam
kebiasaan, kecakapan, bertambah, berkembang daya pikir, sikap dan lain-lain
(Soetomo, 1993:120).
2.3 Pembelajaran Matematika di Taman Kanak-Kanak
Taman Kanak-kanak merupakan bentuk pendidikan usia dini yang berada pada
jalur pendidikan formal sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang No 20 Tahun
2003 pasal 28 ayat 3, “Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal
berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudhatul Athfal, atau bentuk lain yang sederajat”.
Tujuan TK sebagaimana tertuang dalam kurikulum 2004 adalah “membantu anak didik
mengembangkan berbagai potensi baik psikis dan fisik meliputi moral dan
nilai-nilai agama, sosial emosional, kognitif, bahasa, fisik atau motorik,
kemandirian dan seni untuk siap memasuki pendidikan dasar” (Depdiknas, 2000).
Pembelajaran
di Taman Kanak-kanak lebih banyak difokuskan pada bidang dasar (basic), yaitu
membaca, menulis, dan berhitung yang dikenal dengan “Three Rs” (Tiga R),
yaitu Reading, Writing, dan Aritmathic. Istilah “Back to
Basic” yang sering didengar tidak lain merupakan istilah “Tiga R” tersebut,
yang artinya mengembalikan fokus pembelajaran di Taman Kanak-kanak atau Sekolah
Dasar kelas awal kearah kegiatan membaca, menulis, dan berhitung. Di Indonesia
“Tiga R” dikenal dengan istilah “calistung”, yaitu membaca, menulis, dan
berhitung. Kegiatan pembelajaran di Taman Kanak-kanak tidak sekedar untuk
mengembangkan “Tiga R”, tetapi untuk mengembangkan berbagai aspek perkembangan
anak, terutama aspek kognitif.
Di samping
itu matematika juga berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan anak, khususnya
kecerdasan yang oleh Gardner (Hidayat, 2003:55) disebut Logico-mathematics.
Kecerdasan Logico-mathematics menyangkut kemampuan seseorang menggunakan
bilangan, operasi bilangan dan silogisme. Matematika atau berhitung merupakan
hal yang akrab dalam kehidupan manusia. Setiap hari, bahkan setiap menit orang
menggunakan matematika. Belanja, menghitung benda, waktu, tempat, jarak, dan
kecepatan merupakan fungsi matematis.
Memahami grafik, tabel, berat,
dan volume juga merupakan fungsi matematika. Dengan kata lain matematika sangat
penting bagi kehidupan kita. Pada proses perkembangan pada anak usia dini, pada
mulanya anak tidak tahu bilangan, angka dan operasi bilangan matematis. Secara
bertahap sesuai perkembangan mentalnya anak belajar membilang, mengenal angka
dan berhitung. Anak belajar menghubungkan objek nyata dengan simbol-simbol
matematika. Sebagai contoh, sebuah jeruk diberi simbol angka “1” dan dua buah
jeruk diberi simbol dengan angka “2”. Demikian pula simbol “+” yang berarti
dijumlah dan simbol “-“ yang berarti dikurangi.
Menurut Piaget perkembangan kognitif
anak TK berada pada tahap pra operasional. Pada tahap ini anak mampu berpikir
kongkrit (nyata). Dengan demikian guru dalam kegiatan mengajarnya perlu secara
kontinyu menggunakan media pembelajaran dengan pertimbangan bahwa salah satu
nilai yang dikandungnya yaitu mengkongkritkan sesuatu yang abstrak. Selain itu
apabila menggunakan media dalam kegiatan pembelajaran banyak keuntungan yang
diperoleh, diantaranya anak akan merasa lebih tertarik, merasa tenang,
termotivasi belajar dan menumbuhkan rasa ingin tahu anak.
Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Aning
(1994) bahwa :
1.
Perkembangan kognitif anak berkembang secara sekuensial
dari tingkat berpikir kongkrit ke berpikir abstrak.
2.
Anak harus siap bergerak ke tahap perkembangan
berikutnya dan tidak dapat dipaksakan untuk bergerak ke tahap perkembangan yang
lebih tinggi.
Mengenalkan konsep matematika dimulai dengan mengenalkan konsep bilangan
pada anak TK. Proses pengenalan konsep tersebut tidak dapat dilakukan secara
tergesa-gesa, tetapi harus secara bertahap. Raharjo (2004:3), menyatakan bahwa
ada beberapa tahap dalam mengenalkan konsep bilangan pada anak TK yaitu:
1)
Peragaan membilang 1 sampai dengan 5
2)
Peragaan mengenal bilangan berdasarkan banyaknya benda
dalam suatu kumpulan (diawali dengan bilangan 1 sampai dengan 5) untuk pertama
kali dilakukan secara urut, kemudian dilanjutkan secara acak. Apabila secara urut
sudah lancar dapat dilanjutkan dengan secara acak hingga lancar. Apabila
peragaan secara acak sudah lancar berarti penerapan konsep bilangan sudah
tercapai.
3)
Peragaan mengenal lambang bilangan, yang diawali dengan
bilangan 1 sampai dengan 5.
a) Secara urut b)
Secara acak
Untuk peragaan awal, dapat dilakukan dengan cara memasangkan antara
banyaknya benda dalam kumpulan sebanyak 1 hingga 5 dengan lambang bilangan 1
hingga 5 seperti berikut ini:
|
|
|
|
|
Selanjutnya barulah pengenalan hanya lambang bilangannya, tempel di papan
planel, penempelan dilakukan secara urut kemudian secara acak seperti pada
tahap no 2. Apabila peragaan secara acak sudah lancar, hal ini berarti konsep
lambang bilangan 1 sampai dengan 5 sudah tertanam pada pikiran anak.
4)
Menulis lambang bilangan.
a). Di udara atau di dinding tanpa goresan
b). Di buku tulis
Setelah anak memahami bilangan 1 sampai 5, maka dapat dilanjutkan dengan
tingkat selanjutnya.
2.4 Perkembangan Kognitif
Perkembangan
kognitif adalah salah satu aspek perkembangan manusia yang berkaitan dengan
pengertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan
bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya. Menurut Myers
(1996), “cognition refers to all the mental activities associated with
thinking, knowing, and remembering.” Pengertian yang hampir senada juga diberkan oleh Margaret W. Matlin (1994), yaitu : “cognition,
or mental activity, involves the acquisition, storage, retrieval, and use of
knowledge.” Dalam Dictionary Of Psychology karya Drever, dijelaskan
bahwa “kognisi adalah istilah umum yang mencakup segenap model pemahaman, yakni persepsi, imajinasi, penangkapan makna, penilaian dan penalaran”
Dari beberapa pengertian
diatas maka dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif adalah sebuah istilah
yang menunjuk pada semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi,
imajinasi, penangkapan makna, penilaian dan penalaran, pengolahan informasi,
memecahkan masalah serta berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan
lingkungannya.
1) Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Piaget menjabat sebagai profesor
psikologi di Universitas Geneva dari 1929 hingga 1975 dan ia paling terkenal
karena menyusun kembali teori perkembangan kognitif ke dalam serangkaian tahap,
memperluas karya sebelumnya dari James Mark Baldwin, menjadi empat tahap
perkembangan yang lebih kurang sama dengan (1) masa infancy, (2) pra-sekolah, (3) anak-anak, dan (4) remaja.
Masing-masing tahap ini dicirikan oleh struktur kognitif umum yang mempengaruhi
semua pemikiran si anak (suatu pandangan strukturalis yang dipengaruhi oleh
filsuf Immanuel Kant).
Masing-masing
tahap mewakili pemahaman sang anak tentang realitas pada masa itu, dan
masing-masing kecuali yang terakhir adalah suatu perkiraan (approximation) tentang realitas yang
tidak memadai. Jadi, perkembangan dari satu tahap ke tahap yang lainnya
disebabkan oleh akumulasi kesalahan di dalam pemahaman sang anak tentang
lingkungan nya; akumulasi ini pada akhirnya menyebabkan suatu tingkat
ketidakseimbangan kognitif yang perlu ditata ulang oleh struktur pemikiran. (http://id.wikipedia.org/wiki/Jean_Piaget)
Keempat tahap perkembangan itu
digambarkan dalam teori Piaget sebagai berikut
1)
Tahap sensorimotor: dari lahir hingga 2 tahun (anak mengalami dunianya melalui gerak dan inderanya serta
mempelajari permanensi obyek)
2)
Tahap pra-operasional: dari 2 hingga 7 tahun (mulai memiliki kecakapan motorik)
3)
Tahap operasional konkret: dari 7 hingga 11 tahun (anak mulai berpikir
secara logis tentang kejadian-kejadian konkret)
4)
Tahap operasional formal: setelah usia 11 tahun (perkembangan penalaran
abstrak).(http://id.wikipedia.org/wiki/Jean_Piaget)
Secara
kualitatif perkembangan dari masing-masing tahapan kognitif yang dikemukakan
oleh Piaget untuk usia anak-anak, maksudnya adalah :
a) Tahap Sensori-Motor (0-2).
Pada tahap ini Inteligensi sensori-motor dipandang
sebagai inteligensi praktis (practical
intelligence), yang berfaedah untuk belajar berbuat terhadap lingkungannya
sebelum mampu berfikir mengenai apa yang sedang ia perbuat. Inteligensi
individu pada tahap ini masih bersifat primitif, namun merupakan inteligensi
dasar yang amat berarti untuk menjadi pondasi tipe-tipe inteligensi tertentu
yang akan dimiliki anak kelak. Sebelum usia 18 bulan, anak belum mengenal object
permanence. Artinya, benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh,
atau tidak ia dengar dianggap tidak ada meskipun sesungguhnya benda itu ada.
Dalam rentang 18 - 24 bulan barulah kemampuan object permanence anak tersebut muncul secara bertahap dan
sistematis.
b). Tahap Pra Operasional (2–7).
Pada tahap ini anak sudah memiliki penguasaan sempurna tentang object permanence. Artinya, anak
tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang harus
ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak
dilihat, didengar atau disentuh lagi. Jadi, pandangan terhadap eksistensi benda
tersebut berbeda dengan pandangan pada periode sensori motor, yakni tidak
bergantung lagi pada pengamatannya belaka. Pada periode ini ditandai oleh adanya egosentris serta pada periode ini pula memungkinkan anak untuk mengembangkan diferred-imitation,
insight learning dan kemampuan berbahasa, dengan menggunakan kata-kata yang
benar serta mampu mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.
2)
Kemampuan Matematika
Penelitian
ini mempunyai tujuan untuk meningkatkan keterampilan kognitif, tetapi pada
kesempatan ini penulis lebih mengspesifikasikan kepada keterampilan
matematika siswa Taman Kanak-kanak. Guru TK diharapkan dapat membantu anak
didik dalam menemukan dan menyerap konsep-konsep dasar dalam matematika sebagai
persiapan anak untuk masuk sekolah.
Menurut
Piaget (Hidayat, 2003 : 31), pengenalan matematika sebaiknya dilakukan melalui
penggunaan benda-benda konkret dan pembiasaan penggunaan matematika agar anak
dapat memahami matematika, seperti berhitung, bilangan, dan operasi bilangan.
Sebagai contoh, mengingatkan anak tentang tanggal hari ini dan menuliskannya di
papan tulis akan melatih anak mengenal bilangan.
Pada dasarnya setiap anak dianugerahi kecerdasan matematika
Psikolog pendidikan dari Fakultas Psikologi UI, Gagan Hartana M. Psi (Hidayat,
2003:100), mengatakan bahwa kecerdasan matematika diartikan kemampuan
menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kebutuhan matematika sebagai
pemecahan masalahnya. Misalnya, saat menanam kecambah kacang hijau, di hari
pertama anak melihat kecambah tumbuh, anak dengan kecerdasan matematika akan
menebak kecambah akan tumbuh lebih tinggi tanpa melihat kelanjutan
pertumbuhannya. Anak menghadapi masalah yang dasar penyelesainnya membutuhkan
kemampuan matematika dan mampu berpikir abstrak.
Menurut Linda dan Bruce Campbell,
penulis buku Teaching and Learning
Through Multiple Intelligences, inteligensi
logika matematika biasanya dikaitkan dengan otak yang melibatkan
beberapa komponen, yaitu perhitungan secara matematis, berpikir logis,
pemecahan masalah, pertimbangan induktif (penjabaran
ilmiah dari umum ke khusus), pertimbangan deduktif (penjabaran ilmiah secara khusus ke umum), dan ketajaman pola-pola
serta hubungan-hubungan. Intinya, anak bekerja dengan pola abstrak serta mampu
berpikir logis dan argumentatif. (Hidayat, 2003: 105)
Anak
dengan kemampuan ini akan senang berkutat dengan rumus dan pola-pola abstrak.
Tapi tak hanya pada bilangan matematika, juga meningkat pada kegiatan yang
bersifat analitis, dan konseptual. Hal ini ditegaskan Howard Gardner penulis
buku Multiple Intelligences, The Theory in Practice (Hidayat 115), mengatakan
bahwa ada kaitan logika matematika dengan kecerdasan linguistik. Pada kemampuan
matematika anak menganalisa atau menjabarkan alasan logis, serta kemampuan
mengkonstruksi solusi dari persoalan yang timbul. Kecerdasan linguistik diperlukan
untuk merunutkan dan menjabarkannya dalam bentuk bahasa.
Gardner memaparkan ciri anak cerdas matematika, pada usia
balita, anak gemar bereksplorasi untuk memenuhi rasa ingin tahunya seperti
menjelajah setiap sudut, mengamati benda-benda yang unik baginya. Selain itu,
anak juga hobi mengutak-atik benda serta melakukan uji coba. Seperti, bagaimana
jika kakiku masuk ke dalam ember penuh berisi air atau penasaran menyusun
puzzle.
Gardner (Hidayat, 2003: 120) mengatakan, Number Sense bisa dimulai sejak anak masih dalam kandungan. Ketika
sedang berhitung Anda bisa mengajak calon bayi berbicara atau berkomunikasi.
Pada anak yang kecerdasannya tinggi bisa menyelesaikan persoalan matematika
lebih cepat. Strategi memecahkan masalah soal matematika ialah dengan
memberikan banyak stimulasi dan diwujudkan dalam keseharian, misalnya
menghitung jumlah mobil sedan yang lewat selama 1 menit.
Belajar yang sangat baik untuk membantu anak didik dalam
menemukan dan menyerap konsep-konsep dasar matematika adalah melalui pengamatan,
yakni mengobservasikan langsung peristiwa dengan benda-benda konkret.
Pengamatan melibatkan penguasaan semua panca indera, tetapi unsur yang
terpenting dari panca indera adalah penglihatan. Karena itu pengamatan biasanya
diartikan sebagai kemampuan untuk melihat dan mengerti secara cepat. Misalnya
anak dapat menyebutkan urutan bilangan dari 1 sampai 10 dengan menggunakan alat
atau media yang konkret seperti gambar-gambar. Setelah memperoleh gambaran tentang ruang
lingkup dasar matematika, maka diharapkan guru atau pembimbing dapat menerapkan
konsep-konsep matematika yang dapat diajarkan di Taman Kanak-Kanak seperti :
· Menyebutkan urutan bilangan
· Membilang (mengenakan konsep bilangan)
dengan benda-benda.
· Menghubungkan konsep bilangan dengan
lambang bilangan (anak tidak disuruh menulis)
· Mengenal konsep bilangan sama dan tidak
sama, lebih kurang, banyak sedikit, dll.
· Mengenal lambang bilangan atau angka (anak
tidak disuruh untuk menulis)
Sesuai dengan GBPKB TK,
kemampuan matematika anak usia dini bertujuan anak didik mampu berkomunikasi
secara lisan dengan lingkungannya dan anak didik mampu menghubungkan
pengetahuan yang sudah diketahui dengan pengetahuan baru yang diperolehnya.
Adapun ruang lingkup yang diharapkan adalah sebagai berikut :
· Anak mempunyai konsep bilangan dan
hitungan.
· Anak mengenal hubungan antara angka dan
bilangan
· Anak memiliki kemampuan melihat hubungan
antara tulisan dan suara
· Anak memiliki koordinasi otot-otot mata
dan motorik tangan
· Anak mempunyai kemauan untuk mengenal
kalimat-kalimat tertulis
· Intelegensi anak berkembang dengan baik
· Merangsang kepekaan untuk belajar
berhitung.
· Memiliki keterampilan koordinasi motorik
tangan, mata dan pikiran yang baik yang diperlukan untuk membaca dan menulis.
Menurut pengamatan Dienes
(Ruseffendi, 2006:156) anak-anak yang menyenangi matematika hanya pada
permulaan mereka yang berkenalan dengan matematika yang sederhana. Yang
dimaksud oleh Dienes dengan konsep tersebut adalah struktur matematika yang
terdiri dari konsep murni matematika, konsep notasi dan konsep terapan. Ada
beberapa alasan anak harus diberi beraneka ragam materi konkret sebagai model
(representasi) dari konsep tersebut adalah sebagai berikut :
a. Dengan melihat berbagai contoh
konkret siswa akan mendapatkan penghayatan yang lebih benar.
b. Dengan banyaknya contoh itu siswa
akan lebih banyak menerapkan konsep ke dalam situasi yang lain.
Dienes berpendapat bahwa ada enam
tahap dalam belajar dan mengajarkan konsep matematika kepada siswa.
Tahap-tahap itu ialah bermain bebas,
permainan, penelaahan sifat bersama, representasi, penyimbolan, dan pemformalan. Dalam hal
mengajarkan matematika pada tingkat Taman Kanak-Kanak, yang akan penulis bahas
sebatas pada tahap bermain bebas dan permainan saja mengingat prinsip
pembelajaran di Taman Kanak-Kanak yaitu belajar sambil bermain.
Bermain bebas adalah tahap permulaan
anak-anak belajar matematika. Anak-anak beremain dengan benda-benda konkret
model matematika. Mereka belajar bebas, tidak diatur dan tidak diarahkan. Siswa
belajar konsep matematika dengan memanipulasikan benda-benda konkret. Melalui
benda-benda konkret model matematika, secara tidak sengaja siswa berkenalan
dengan konsep matematika melalui model matematika tersebut.
Setelah tahap bermain bebas, tahap
yang kedua adalah tahap permainan. Pada tahap ini siswa mulai memahami pola,
sifat kesamaan dan ketidaksamaan. Keteraturan dan ketidakteraturan suatu konsep
disajikan oleh benda-benda konkret model matematika. Melalui permainan
matematika ini akan tertanam dalam benak siswa bahwa matematika itu
menyenangkan. Dalam hal ini penulis mencoba menggunakan model atau media gambar.
Pada
pengembangan kecakapan aritmatika model Montessori. Latihan sensori sangat
penting dalam mempelajari dasar-dasar aritmatika. Metode Montessori mempunyai
materi-materi yang sangat banyak untuk tujuan tersebut sehingga memungkinkan
siswa menjadi sangat akrab dengan angka-angka pada tahun awal pada saat mereka
sangat rensponsif pada pengalaman ini. Ciri fundamental sistem angka tersebut
adalah sistem bilangan desimal karena pada usia lima tahun sudah mengenal
hitung puluhan maka materi sensori awal latihan dibatasi sampai hitungan
sepuluh sampai siswa memperoleh pengetahuan melalui unit-unit tersebut.
2.5 Studi-Studi
Terdahulu
Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Levie dan
Levie (Arsyad, 2007:8) mengatakan bahwa stimulus visual membuahkan hasil membuahkan
hasil belajar yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali,
mengingat kembali dan menghubung-hubungkan fakta dan konsep.
Bahkan menurut Baugh (Arsyad, 2007:10) mengemukakan bahwa kurang lebih
90% hasil belajar seseorang diperoleh melalui indera pandang dan hanya sekitar
5% diperoleh melalui indera dengar dan 5% lagi dengan indera lainnya. Begitu
pula menurut Edgar Dale (Arsyad, 2007:10) menyatakan bahwa pemerolehan hasil
belajar melalui indera pandang berkisar 75%, melalui indera dengar sekitar 13%
dan melalui indera lainnya sekitar 12%.
No comments:
Post a Comment