2.1
Hakikat Pendidikan
Anak Usia Dini
Pendidikan pada anak usia dini
pada dasarnya meliputi seluruh upaya dan tindakan yang dilakukan oleh pendidik
dan orang tua dalam proses perawatan, pengasuhan, dan pendidikan pada anak
dengan menciptakan aura dan lingkungan dimana anak dapat mengeksplorasi
pengalaman yang memberikan kesempatan kepadanya untuk mengetahui dan memahami
pengalaman belajar yang diperolehnya dari lingkungan, melalui cara mengamati,
meniru dan bereksperimen yang berlangsung secara berulang-ulang dan melibatkan
seluruh potensi dan kecerdasan anak. Pendidikan anak usia dini pada dasarnya
harus meliputi aspek keilmuan yang menunjang kehidupan anak dan terkait dengan
perkembangan anak (Sujiono, 2009:7).
Pada masa ini, anak sudah
memiliki dasar tentang sikap moralitas terhadap kelompok sosialnya (orang tua,
saudara dan teman sebaya). Melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain
anak belajar memahami tentang kegiatan mana yang baik/boleh/diterima/disetujui
atau buruk/tidak boleh/ditolak/tidak disetujui. (Yusuf, 2005:175).
Pendidikan dasar anak usia dini
pada dasarnya harus berdasarkan pada nilai-nilai filosofis dan religi yang
dipegang oleh lingkungan yang berada di sekitar anak dan agama yang dianutnya.
Di dalam Islam dikatakan bahwa “seorang anak terlahir dalam keadaan
fitrah/Islam/lurus”, orang tua mereka yang membuat anaknya menjadi yahudi,
nasrani atau majusi,” maka bagaimana kita bisa menjaga serta meningkatkan
potensi kebaikan tersebut, hal itu tentu harus dilakukan dari sejak usia dini
(Sujiono, 2009:9).
2.2 Karakteristik Anak Taman Kanak-kanak
Anak merupakan individu yang unik dimana masing-masing
memiliki bawaan, minat, kapabilitas, dan latar belakang kehidupan yang berbeda
satu sama lain. Di samping memiliki kesamaan, anak juga memiliki keunikan
tersendiri seperti dalam gaya belajar, minat, dan latar belakang keluarga.
Meskipun terdapat pola urutan umum dalam perkembangan anak yang dapat
diprediksi, namun pola perkembangan dan belajarnya tetap memiliki perbedaan satu
sama lain.
Anak di bawah usia 5 tahun bisa dengan mudah menyerap
informasi dalam jumlah yang luar biasa banyaknya. Pada anak yang berusia kurang
dari 4 tahun akan lebih mudah dan lebih efektif. Di bawah 3 tahun bahkan jauh
lebih mudah lagi dan jauh lebih efektif. Dan di bawah 2 tahun merupakan usia
yang paling mudah menyerap dan paling efektif untuk menyerap informasi. Anak di
bawah usia 5 tahun mempunyai energi yang sangat besar. Anak di bawah usia 5
tahun mempunyai keinginan belajar yang sangat besar (Aulia, 2011:62).
2.3 Prinsip Pembelajaran di Taman Kanak-kanak
Adapun prinsip-prinsip
pembelajaran di Taman Kanak-kanak sebagai berikut:
a.
Pembelajaran berorientasi pada prinsip perkembangan
anak
Pembelajaran berorientasi pada
prinsip perkembangan anak yaitu:
1. Anak belajar dengan baik apabila kebutuhan
fisiknya terpenuhi serta merasakan aman dan tentram secara psikologis.
2. Siklus belajar anak selalu berulang.
3. Anak belajar melalui interaksi sosial
dengan orang dewasa dan anak–anak lainnya.
4. Minat dan keingintahuan anak akan
memotivasi belajarnya.
5. Perkembangan dan belajar anak
memperhatikan perbedaan individu.
b.
Berorientasi pada kebutuhan anak
Anak usia dini adalah anak
yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi
semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis (intelektual,
bahasa, motorik, dan sosio
emosional). Dengan demikian berbagai jenis kegiatan pembelajaran hendaknya
dilakukan melalui analisis kebutuhan yang disesuaikan dengan berbagai
aspek-aspek perkembangan dan kemampuan pada masing-masing anak.
c.
Bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain
Dengan bermain anak diajak
bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengan anak,
sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi anak. Bermain bagi anak merupakan
proses kreatif untuk bereksplorasi dapat mempelajari keterampilan yang baru dan
dapat menggunakan simbol untuk menggambarkan dunianya. Ketika bermain mereka
membangun pengertian yang berkaitan dengan pengalamannya. Pendidik mempunyai
peran yang sangat penting dalam pengembangan bermain anak.
d.
Menggunakan pendekatan tematik
Kegiatan pembelajaran
hendaknya dirancang dengan menggunakan pendekatan tematik dan beranjak dari tema yang menarik minat anak. Tema
sebagai alat atau sarana atau wadah untuk mengenalkan berbagai konsep pada
anak. Jika pembelajaran dilakukan dengan memanfaatkan tema, maka pemilihan tema
dalam kegiatan pembelajaran hendaknya dikembangkan dari hal-hal yang paling
dekat dengan anak, sederhana
serta menarik minat anak. Penggunaan tema dimaksudkan agar anak mampu mengenal
berbagai konsep secara mudah dan jelas.
e.
Kreatif dan Inovatif
Proses pembelajaran yang
kreatif dan inovatif dapat dilakukan oleh pendidik melalui kegiatan-kegiatan
yang menarik, membangkitkan rasa ingin tahu anak, memotivasi anak untuk
berfikir kritis, dan
menemukan hal-hal baru. Selain itu dalam pengelolaan pembelajaran hendaknya dilakukan secara dinamis. Artinya anak
tidak hanya sebagai objek
tetapi juga sebagai subjek dalam proses pembelajaran.
f.
Lingkungan Kondusif
Lingkungan pembelajaran harus
diciptakan sedemikian menarik dan menyenangkan sehingga anak selalu nyaman
dalam lingkungan sekolah baik di dalam maupun di luar ruangan. Lingkungan fisik
hendaknya memperhatikan
keamanan dan kenyamanan anak dalam bermain. Penataan ruang harus disesuaikan
dengan ruang gerak anak dalam bermain sehingga dalam interaksi baik pendidikan maupun dengan temannya dapat dilakukan
secara demokratis.
Selain itu, dalam pembelajaran
hendaknya memberdayakan lingkungan sebagai sumber belajar dengan memberi
kesempatan kepada anak untuk mengekspresikan kemampuan interpersonalnya
sehingga anak merasa senang walaupun antar mereka berbeda (perbedaan individu).
Lingkungan hendaknya tidak memaksakan anak dari nilai-nilai budayanya yaitu dengan tidak membedakan
nilai-nilai yang dipelajari di rumah dan di sekolah ataupun di lingkungan
sekitar. Penduduk harus peka terhadap karakteristik budaya masing-masing anak.
g.
Mengembangkan Kecakapan Hidup
Proses pembelajaran harus
diarahkan untuk mengembangkan kecakapan hidup. Pengembangan konsep kecakapan
hidup didasarkan atas
pembiasaan-pembiasaan yang memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan untuk
menolong dirinya sendiri, disiplin dan sosialisasi serta memperoleh
keterampilan dasar yang berguna untuk kelangsungan hidupnya.
2.4 Kemampuan
Matematika
Penelitian ini mempunyai
tujuan untuk meningkatkan keterampilan kognitif, tetapi pada kesempatan ini
penulis lebih menspesifikasikan
kepada keterampilan matematika siswa Taman Kanak-kanak. Guru TK diharapkan
dapat membantu anak didik dalam menemukan dan menyerap konsep-konsep dasar
dalam matematika sebagai persiapan anak untuk masuk sekolah.
Menurut Piaget (Hidayat, 2003
: 31), pengenalan matematika sebaiknya dilakukan melalui penggunaan benda-benda
konkrit dan pembiasaan penggunaan matematika agar anak dapat memahami
matematika, seperti berhitung, bilangan, dan operasi bilangan. Sebagai contoh,
mengingatkan anak tentang tanggal hari ini dan menuliskannya di papan tulis
akan melatih anak mengenal bilangan.
Pada dasarnya setiap anak
dianugerahi kecerdasan matematika. Hartana (Hidayat, 2003:100), mengatakan bahwa kecerdasan matematika
diartikan kemampuan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kebutuhan
matematika sebagai pemecahan masalahnya. Misalnya, saat menanam kecambah kacang
hijau, di hari pertama anak melihat kecambah tumbuh, anak dengan kecerdasan
matematika akan menebak kecambah akan tumbuh lebih tinggi tanpa melihat
kelanjutan pertumbuhannya. Anak menghadapi masalah yang dasar penyelesaiannya membutuhkan kemampuan matematika dan
mampu berpikir abstrak.
Menurut Linda dan Bruce
Campbell (Hidayat, 2003:105) inteligensi logika
matematika biasanya dikaitkan dengan otak yang melibatkan beberapa komponen,
yaitu perhitungan secara matematis, berpikir logis, pemecahan masalah,
pertimbangan induktif (penjabaran
ilmiah dari umum ke khusus), pertimbangan deduktif (penjabaran ilmiah secara khusus ke umum), dan ketajaman pola-pola
serta hubungan-hubungan. Intinya, anak bekerja dengan pola abstrak serta mampu
berpikir logis dan argumentatif.
Anak dengan kemampuan ini akan
senang berkutat dengan rumus dan pola-pola abstrak. Tapi tak hanya pada
bilangan matematika, juga meningkat pada kegiatan yang bersifat analitis, dan
konseptual. Hal ini ditegaskan oleh Gardner (Hidayat, 2003:115),
yang mengatakan bahwa ada kaitan
logika matematika dengan kecerdasan linguistik. Pada kemampuan matematika anak
menganalisa atau menjabarkan alasan logis, serta kemampuan mengkonstruksi
solusi dari persoalan yang timbul. Kecerdasan linguistik diperlukan untuk
merunutkan dan menjabarkannya dalam bentuk bahasa.
Gardner (Hidayat, 2003: 120) memaparkan ciri anak
cerdas matematika pada usia balita tampak pada kegemaran anak dalam bereksplorasi untuk memenuhi rasa ingin
tahunya seperti menjelajah setiap sudut dan mengamati benda-benda yang unik baginya. Selain
itu, anak juga hobi mengutak-atik benda serta melakukan uji coba. Seperti,
bagaimana jika kakiku masuk ke dalam ember penuh berisi air atau penasaran
menyusun puzzle.
Number Sense bisa
dimulai sejak anak masih dalam kandungan. Ketika sedang berhitung Anda bisa
mengajak calon bayi berbicara atau berkomunikasi. Pada anak yang kecerdasannya
tinggi bisa menyelesaikan persoalan matematika lebih cepat. Strategi memecahkan
masalah soal matematika ialah dengan memberikan banyak stimulasi dan diwujudkan
dalam keseharian, misalnya menghitung jumlah mobil sedan yang lewat selama 1
menit (Hidayat, 2003: 120).
Belajar
yang sangat baik untuk membantu anak didik dalam menemukan dan menyerap
konsep-konsep dasar matematika adalah melalui pengamatan, yakni mengobservasi
langsung peristiwa dengan benda-benda konkrit. Pengamatan melibatkan penguasaan
semua panca indera, tetapi unsur yang terpenting dari panca indera adalah
penglihatan. Karena itu pengamatan biasanya diartikan sebagai kemampuan untuk
melihat dan mengerti secara cepat. Misalnya anak dapat menyebutkan urutan
bilangan dari 1 sampai 10 dengan menggunakan alat atau media yang konkrit
seperti kartu angka.
Setelah
memperoleh gambaran tentang ruang lingkup dasar matematika, maka diharapkan
guru atau pembimbing dapat menerapkan konsep-konsep matematika yang dapat
diajarkan di Taman Kanak-kanak seperti :
a.
Menyebutkan
urutan bilangan
b.
Membilang
(mengenakan konsep bilangan) dengan benda-benda.
c.
Menghubungkan
konsep bilangan dengan lambang bilangan (anak tidak disuruh menulis)
d.
Mengenal
konsep bilangan sama dan tidak sama, lebih kurang, banyak sedikit, dan lain-lain.
e.
Mengenal
lambang bilangan atau angka (anak tidak disuruh untuk menulis)
Menurut pengamatan Dienes
(Ruseffendi, 2006:156) anak-anak yang menyenangi matematika hanya pada
permulaan mereka yang berkenalan dengan matematika yang sederhana. Yang
dimaksud oleh Dienes dengan konsep tersebut adalah struktur matematika yang
terdiri dari konsep murni matematika, konsep notasi dan konsep terapan. Ada
beberapa alasan anak harus diberi beraneka ragam materi konkrit sebagai model
(representasi) dari konsep tersebut adalah sebagai berikut :
a. Dengan melihat berbagai contoh konkrit
siswa akan mendapatkan penghayatan yang lebih benar.
b. Dengan banyaknya contoh itu siswa
akan lebih banyak menerapkan konsep ke dalam situasi yang lain.
Dienes
berpendapat bahwa ada enam tahap dalam belajar dan mengajarkan konsep
matematika kepada siswa. Tahap-tahap itu ialah bermain bebas, permainan,
penelaahan sifat bersama, representasi, penyimbolan, dan pemformalan. Dalam hal mengajarkan
matematika pada tingkat Taman Kanak-kanak, yang akan penulis bahas sebatas pada
tahap bermain bebas dan permainan saja mengingat prinsip pembelajaran di Taman
Kanak-kanak yaitu bermain sambil belajar, belajar seraya bermain.
Bermain bebas
adalah tahap permulaan anak-anak belajar matematika. Anak-anak bermain dengan
benda-benda konkrit model matematika. Mereka belajar bebas, tidak diatur dan
tidak diarahkan. Siswa belajar konsep matematika dengan memanipulasikan
benda-benda konkrit. Melalui benda-benda konkrit model matematika, secara tidak
sengaja siswa berkenalan dengan konsep matematika melalui model matematika
tersebut.
Setelah tahap
bermain bebas, tahap yang kedua adalah tahap permainan. Pada tahap ini siswa
mulai memahami pola, sifat kesamaan dan ketidaksamaan. Keteraturan dan
ketidakteraturan suatu konsep disajikan oleh benda-benda konkrit model
matematika. Melalui permainan matematika ini akan tertanam dalam benak siswa
bahwa matematika itu menyenangkan. Dalam hal ini penulis mencoba menggunakan
model atau media dengan bermain kartu angka.
Pada
pengembangan kecakapan aritmatika model Montessori, latihan sensori sangat penting dalam mempelajari dasar-dasar aritmatika.
Metode Montessori mempunyai materi-materi yang sangat banyak untuk tujuan
tersebut sehingga memungkinkan siswa menjadi sangat akrab dengan angka-angka
pada tahun awal pada saat mereka sangat rensponsif pada pengalaman ini. Ciri
fundamental sistem angka tersebut adalah sistem bilangan desimal karena pada
usia lima tahun sudah mengenal hitung puluhan maka materi sensori awal latihan
dibatasi sampai hitungan sepuluh sampai siswa memperoleh pengetahuan melalui
unit-unit tersebut.
2.5 Konsep
Menyebutkan Bilangan Pada Anak Taman Kanak-kanak
Menurut Piaget (Yusuf, 2005:6) perkembangan kognitif pada usia ini berada
pada periode preoperational, yaitu
tahapan di mana anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis. Yang
dimaksud dengan operasi adalah kegiatan-kegiatan yang diselesaikan secara
mental dan fisik. Periode ini ditandai dengan berkembangnya representasi atau symbolic function yaitu kemampuan
menggunakan sesuatu untuk merepresentasikan (mewakili) sesuatu yang lain dengan
menggunakan simbol (kata-kata, gesture/bahasa
gerak, dan tanda).
Dengan demikian guru dalam kegiatan mengajarnya perlu secara kontinyu
menggunakan media pembelajaran dengan pertimbangan bahwa salah satu nilai yang
dikandungnya yaitu mengkongkritkan sesuatu yang abstrak. Selain itu apabila
menggunakan media dalam kegiatan pembelajaran banyak keuntungan yang diperoleh,
diantaranya anak akan merasa lebih tertarik, merasa tenang, termotivasi belajar
dan menumbuhkan rasa ingin tahu anak.
Perkembangan kognitif anak berkembang secara sekuensial dari tingkat
berpikir kongkrit ke berpikir abstrak. Anak harus siap bergerak ke tahap
perkembangan berikutnya dan tidak dapat dipaksakan untuk bergerak ke tahap
perkembangan yang lebih tinggi.
Mengenalkan konsep matematika dimulai dengan mengenalkan konsep bilangan
pada anak TK. Proses pengenalan konsep tersebut tidak dapat dilakukan secara
tergesa-gesa, tetapi harus secara bertahap. Raharjo (2004:3), menyatakan bahwa
ada beberapa tahap dalam mengenalkan konsep bilangan pada anak TK yaitu:
1)
Peragaan menyebutkan bilangan 1 sampai dengan 5
2)
Peragaan mengenal bilangan berdasarkan banyaknya benda
dalam suatu kumpulan (diawali dengan bilangan 1 sampai dengan 5) untuk pertama
kali dilakukan secara urut, kemudian dilanjutkan secara acak. Apabila secara
urut sudah lancar dapat dilanjutkan dengan secara acak hingga lancar. Apabila
peragaan secara acak sudah lancar berarti penerapan konsep bilangan sudah
tercapai.
3)
Peragaan mengenal lambang bilangan, yang diawali dengan
bilangan 1 sampai dengan 5.
a) Secara urut
b) Secara acak
Untuk peragaan awal, dapat dilakukan
dengan cara memasangkan antara banyaknya benda dalam kumpulan sebanyak 1 hingga
5 dengan lambang bilangan 1 hingga 5 seperti berikut ini:
|
|||||||||||||||||
|
|
||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||
Selanjutnya barulah pengenalan hanya lambang bilangannya, tempel di papan
planel, penempelan dilakukan secara urut kemudian secara acak seperti pada
tahap no 2. Apabila peragaan secara acak sudah lancar, hal ini berarti konsep
lambang bilangan 1 sampai dengan 5 sudah tertanam pada pikiran anak.
4)
Menulis lambang bilangan.
a). Di udara atau di dinding tanpa goresan
b). Di buku tulis
Setelah anak memahami bilangan 1 sampai 5, maka dapat dilanjutkan dengan
tingkat selanjutnya.
Melalui kemampuan di atas, anak mampu berimajinasi atau berkreasi tentang
berbagai hal. Dia dapat menggunakan kata-kata, peristiwa dan benda untuk
melambangkan yang lainnya. Anak usia 4 tahun mungkin dapat menggunakan kata
”kapal terbang”, sebagai tanda tentang kapal terbang, atau menggunakan benda
”kapal terbang” untuk melambangkan sebuah kapal terbang yang sebenarnya.
Menurut Pakasi (1970:18), bilangan merupakan suatu konsep tentang
bilangan yang di dalamnya terdapat unsur kuantitas. Konsep tersebut bersifat
abstrak dan hanya ada dalam pikiran dan bukan suatu hal yang konkrit. Konsep
itu tidak dapat kita tangkap dengan alat indera melainkan hanya dapat kita
pegang dengan pikiran. Jadi konsep bilangan hanya ada dalam pikiran. Misalnya
anak mengatakan tiga buah titik atau empat buah titik, maka yang dilihat oleh mata
adalah titik dan bukan bilangan, bilangan itu anak ketahui dan pahami.
Sesuai dengan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (2004:15), konsep
bilangan yang diajarkan di Taman Kanak-kanak dilakukan dengan berdasarkan
indikator pada bidang pengembangan kognitif point C.III.1 yaitu
membilang/menyebut urutan bilangan dari 1-20 dan C.III.2 yaitu membilang
(mengenal konsep bilangan dengan benda-benda) 1 sampai 10.
Sedangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 58 tahun 2009 tentang
Standar Pendidikan Usia Dini bahwa konsep bilangan yang diajarkan di Taman
Kanak-kanak termasuk dalam lingkup perkembangan konsep bilangan, lambang
bilangan dan huruf dengan standar tingkat pencapaian perkembangan kelompok Usia
4 - < 6 tahun yaitu termasuk pada bidang pengembangan
kognitif point C yaitu sebagai berikut :
a. Menyebutkan lambang bilangan 1-10
b. Mencocokkan bilangan dengan lambang
bilangan
c. Mengenal berbagai macam lambang huruf
vokal dan konsonan
2.6
Kegiatan
Bermain
2.6.1 Deskripsi
Bermain
Kata “main” ini pada awalnya belum mendapat perhatian khusus dari para
ahli ilmu jiwa. Pada dasarnya arti dari permainan dan mainan adalah sama yaitu
objek dari bermain, sedangkan pengertian dari bermain itu sendiri memiliki
beragam arti, jika ditelusuri lebih jauh, orang yang paling berjasa dalam
meletakkan dasar dalam bermain adalah seorang filsuf dari Yunani yang bernama
Plato.
Menurut Plato, anak-anak akan lebih mudah mempelajari aritmatika dengan
cara membagikan sejumlah apel pada anak-anak. Juga melalui pembagian alat-alat
permainan miniatur balok-balok kepada anak berusia tiga tahun yang pada
akhirnya akan mengantar pada anak tersebut menjadi seorang ahli bangunan.
Sehingga Plato berpendapat bahwa bermain sebagai kegiatan yang mempunyai nilai
praktis, artinya bermain digunakan sebagai media untuk meningkatkan
keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak (Tedjasaputra, 2001:59).
Ciri terakhir menjadi identifikasi yang kuat bahwa seorang anak usia pra
sekolah sedang melakukan kegiatan bermain. Batasan bermain sangat penting untuk
dipahami karena berfungsi sebagai parameter bagi seorang pendidik dalam
menentukan sejauh mana aktivitas yang dilakukan anak. Ada dua ciri lagi dari kegiatan bermain
yaitu, bebas dari aturan-aturan yang ditetapkan dari luar dan keterlibatan
secara aktif dari bermain.
Menurut Catron dan Allen dalam Sujiono (2009:145) pada dasarnya bermain
memiliki tujuan utama yakni memelihara perkembangan atau pertumbuhan optimal
anak usia dini melalui pendekatan bermain yang kreatif, interaktif dan
terintegrasi dengan lingkungan bermain anak. Penekanan dari bermain adalah
perkembangan kreativitas dari anak-anak. Semua anak usia dini memiliki potensi
kreatif tetapi perkembangan kreativitas sangat individual dan bervariasi antar
anak yang satu dengan anak lainnya.
2.6.2 Manfaat
Kegiatan Bermain
Dalam kegiatan bermain setiap anak mendapat berbagai bentuk manfaat yang
dirasakannya, adapun manfaat yang dapat dirasakan anak mencakup berbagai aspek
yaitu:
1. Manfaat bermain untuk
perkembangan aspek fisik
Bila anak mendapat kesempatan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang
banyak melibatkan gerakan-gerakan tubuh, akan membuat tubuh anak menjadi sehat.
Otot-otot tubuh akan menjadi kuat, selain itu anak dapat menyalurkan energi
yang berlebihan sehingga anak tidak merasa gelisah.
2. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek
motorik kasar dan motorik halus
Saat masih bayi, anak tidak berdaya
karena ia belum bisa menggunakan anggota tubuh, saat usia tiga bulan anak
tersebut mulai mencoba meraih mainannya. Dari sini anak sudah mulai belajar
mengkoordinasikan (menyelaraskan) gerakan mata dengan tangan, saat usia satu
tahun anak senang memegang pensil untuk membuat coretan-coretan dan secara
tidak langsung anak sudah melakukan gerakan-gerakan motorik halus yang
diperlukan saat menulis, sekitar usia tiga tahun anak tersebut sudah bisa
membuat garis lengkung, usia empat dan lima tahun anak sudah mulai menggambar
bentuk-bentuk. Aspek motorik kasar juga dapat dikembangkan dengan bermain
kejar-kejaran dengan teman seusianya.
3. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek
sosial
Dalam kegiatan bermain anak, si anak akan belajar berkomunikasi dengan
teman seusianya dan mulai belajar hak milik dengan orang lain. Melalui bermain
peran, anak juga akan belajar menjadi seorang ayah, ibu, pembantu, dan
lain-lain. Yang akan memberikan anak tersebut pengetahuan yang lebih luas dan
mulai belajar rasa tanggungjawab.
4. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek emosi
atau kepribadian
Dalam bermain juga anak bisa mengungkapkan emosinya seperti contoh di
atas, bahwa anak akan bermain boneka-bonekaan dan memukul-mukul boneka tersebut
sesukanya, karena anak tersebut sudah dimarahi secara fisik oleh orang tuanya.
Anak-anak suka belajar bagaimana dan apa yang harus dilakukan saat di
tengah-tengah kelompok, bagaimana dia bersikap jujur, murah senyum, tulus,
bertanggungjawab, dan lain-lain.
5. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek
kognisi
Aspek kognisi ini diartikan sebagai pengetahuan yang luas, daya nalar,
kreativitas, kemampuan berbahasa, serta daya ingat. Dalam kehidupannya anak-anak
akan perlu berkomunikasi, yang pada mulanya hanya dengan bahasa tubuh, seiring
dengan bertambahnya usia dan bertambah perbendaharaan kata, maka anak tersebut
akan mulai berkomunikasi secara lisan.
6. Manfaat
bermain untuk mengasah ketajaman penginderaan
Pada anak masa pra sekolah perlu dikembangkan ketajaman atau kepekaan
penglihatan dan pendengaran, hal ini agar anak lebih mudah dalam belajar
mengenal dan mengingat bentuk-bentuk. Tanpa kita sadari anak-anak sejak bayi
sudah mulai belajar jenis-jenis suara, seperti mengenali suara ayah dan ibunya.
Dan anak juga sudah mulai belajar mengingat warna-warna yang ada di sekitarnya.
7. Manfaat
bermain untuk mengembangkan keterampilan fisik
Bila seorang anak mempunyai tubuh yang sehat dan kuat maka anak tersebut
akan sangat aktif dalam bermain, seperti kejar-kejaran, melompat dan bahkan
bergulingan, dengan sendirinya anak akan siap untuk melakukan kegiatan yang
lebih sulit.
8. Pemanfaatan
bermain sebagai media terapi
Bermain juga sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh secara mental,
seperti contoh:
a.
Anak yang agresif, suka menyerang orang lain,
agresivitas muncul karena gangguan emosional diderita anak, mungkin anak
diperlakukan terlalu keras oleh orang tuanya.
b.
Anak yang sulit bergaul, hal ini karena anak kurang
bermain dan dia jarang sekali berkomunikasi dengan anak seusianya.
2.7 Permainan Dadu
2.7.1 Pengertian Dadu
Menurut Olfix (2007:12) dadu berasal dari bahasa latin yaitu datum yang berarti sesuatu yang
diberikan atau dimainkan. Dadu adalah sebuah objek kecil yang umumnya berbentuk
kubus yang digunakan untuk menghasilkan angka atau simbol acak. Sebuah kubus
yang homogen memiliki peluang yang sama pada masing-masing sisinya jika
terhadapnya dilakukan sebuah lemparan sehingga dikatakan adil. ”Adil berarti
bahwa setiap sisi dapat berganti menjadi sisi lainnya pada saat dadu tersebut
dilemparkan”. (Diaconis dan Keller, 1989:35).
Dadu biasanya dibuat dari bahan plastik, kayu, gading, atau bahan keras
lainnya. Tetapi pada saat ini, dadu bisa dibuat dari bahan apa saja, misalnya
dari kain flanel, karton, dan lain-lain. Sebagaimana dikemukakan Olfix
(2007:15) bahwa :
“Dadu modern tentu
tidak lagi hanya terbuat dari tulang hewan, batu, atau kayu. Sebagai gantinya
dadu dibuat dari material yang lebih variatif seperti plastik, besi, karet,
tanduk hewan, kertas, kaca, sabun, spons, busa wax, hingga tempurung
kura-kura”.
Biasanya pada setiap sisi dadu terdapat simbol berupa angka.
“Masing-masing sisi diberi angka atau ditandai sedemikian rupa, sehingga ketika
dadu itu dilempar pada sebuah bidang yang datar, salah satu sisinya akan
menunjukkan sebuah angka tertentu” (Conroy, 2008:36). Namun sekarang simbol
masing-masing sisi dadu tidak hanya berupa angka atau titik, tetapi dapat
berupa gambar. Hal ini sesuai dengan pendapat Olfix (2007:25) bahwa :
“Dadu tidak
lagi hadir dalam bentuk konvensional yang bersudut tajam, berwarna putih dan
bertitik (dot) dari 1 sampai dengan 6 titik, tetapi dadu hadir dalam bentuk
yang lebih keren, colourful, dan
tidak berangka maupun bertitik melainkan gambar”.
Dadu digunakan dalam berbagai permainan anak-anak, seperti ular tangga,
monopoli, dan lain-lain. Ukuran dadu yang umum digunakan dalam permainan,
berukuran sisi 1 hingga 2 cm dengan ukuran standar 16 mm. Namun untuk anak usia
dini khususnya usia 1 sampai 4 tahun, dadu sebaiknya berukuran 10 x 10 x 10 cm.
Hal ini untuk memudahkan anak dalam melihat dadu karena ukurannya besar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud media dadu dalam
penelitian ini adalah media pembelajaran yang berupa kubus, dimana pada setiap
sisi kubus terdapat simbol angka atau titik yang berjumlah 1-6, dengan ukuran
10 x 10 x 10 cm, terbuat dari kertas duplek dan spotlight yang digunakan dalam
pembelajaran mengenal bilangan pada anak usia dini.
2.7.2 Manfaat
Media Dadu
Dadu sebagai media pembelajaran
memiliki banyak manfaat bagi anak, mulai anak Taman Kanak-kanak sampai anak SD.
Menurut Homery (2006:10) “Penggunaan dadu dalam permainan dapat membantu anak
meningkatkan kemampuan matematisnya terutama karena di dalamnya terdapat unsur
mengidentifikasi dan menjumlahkan nilai dadu”. Bahkan apapun yang melibatkan
penghitungan dengan menggunakan media dadu merupakan kesempatan bagi anak untuk
melatih berbagai fakta matematik dasar mereka.
Begitu pula Harris (2001:15)
menjelaskan bahwa “Dadu dapat digunakan untuk mengajarkan anak sedikitnya satu
operasi matematis, yaitu penjumlahan”. Senada dengan pendapat di atas, Agus
(2008:35) menyebutkan manfaat dari media dadu adalah sebagai berikut:
1)
Media dadu dapat digunakan untuk menghitung dasar 1
sampai 5
Melalui
penggunaan media dadu, anak akan mudah menguasai bilangan 1 sampai 5, dengan
cara membilang banyaknya jumlah gambar yang terdapat pada dadu.
2)
Media dadu dapat digunakan untuk menghitung dasar 5 + n
Setelah anak
menguasai bilangan dasar 1 sampai 5, maka untuk meningkatkan kemampuan anak,
dapat dilanjutkan dengan pengenalan operasi penjumlahan sederhana, dengan cara
mengocok dadu, kemudian tanyakan kepada anak angka berapa yang muncul. Setelah
itu lempar lagi dadu, tanyakan kembali kepada anak angka berapa yang muncul,
kemudian gabungkan angka yang pertamadan angka yang kedua, suruh anak untuk
menghitung keduanya. Melalui permainan seperti ini, maka secara tidak langsung
anak telah belajar operasi penjumlahan secara sederhana.
Dengan menggunakan media dadu, banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh
anak, salah satunya anak dapat dengan mudah mengenal bilangan karena
pembelajaran bilangan dapat disajikan dalam bentuk permainan. Melalui permainan
anak akan merasa senang, tidak merasa sedang belajar sehingga hal ini
mempermudah anak dalam mengenal bilangan. Senada dengan pendapat di atas,
Rohmitawati (2007:36) menyatakan bahwa:
Pada
hakikatnya, kita dapat mengenalkan pemahaman konsep matematika sejak usia dini
dari lingkungan sekitar kita dan pengalaman sehari-hari anak serta memberikan
stimulasi yang mendukung dengan berpedoman pada prinsip tanpa paksaan dan
tekanan, serta ditempuh melalui permainan-permainan.
2.7.3 Kelebihan
Media Dadu
Berbagai permainan dadu yang dijual bebas di pasaran dapat digunakan
untuk mengajarkan matematika. Beberapa kelebihan yang menjadikan dadu sebagai
media yang mudah untuk membantu para pendidik mengajarkan matematika di
antaranya adalah karena media ini lebih bersifat portabel dibandingkan dengan
media lain. Portabel berarti media tersebut mudah untuk dipindahkan dengan
media lain. Portabel berarti media tersebut mudah untuk dipindahkan, disimpan,
dibawa-bawa maupun digunakan. “Ukuran dadu yang kecil memungkinkan media ini mudah
dibawa ke mana saja, mudah digunakan dan sekaligus memungkinkan mengajarkan
matematika tanpa terikat ruang (Harris, 2001:56). Begitu pula Copley (2001:14)
mengatakan bahwa:
Media dan
alat yang dipakai pada saat belajar matematika pada anak adalah semua hal yang
kongkrit dan dapat dimanipulasi oleh anak (dilihat, diraba, dipegang,
dimainkan) seperti balok-balok, lego, benda-benda yang terbuat dari plastik
atau kayu, alat ukur sederhana, alat-alat simbolik seperti dadu, kartu domino,
program matematika di computer, dan benda-benda lainnya, benda-benda yang
menampilkan hal-halyang abstrak seperti kalkulator, komputer, buku telepon, dan
lain-lain.
Bahkan berdasarkan hasil penelitian Forbes pada sekolah Responsive Environment Foundation yang
dilakukan pada anak usia 4 dan 5 tahun di Hamden, Connecticut (Beck, Tt: 124)
bahwa :
Kelebihan
media dadu yang digunakan dalam konteks permainan dapat membantu meningkatkan
konsentrasi anak, pembelajaran tentang bilangan menjadi lebih kongkrit, lebih
menyenangkan dan dapat meningkatkan motivasi anak untuk belajar, sehingga hal
ini memudahkan anak dalam memahami konsep matematika.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa kelebihan media dadu adalah :
a)
Media dadu dapat meningkatkan konsentrasi anak.
b)
Media dadu dapat meningkatkan motivasi dan merangsang
anak untuk belajar.
c)
Media dadu dapat membantu proses belajar anak menjadi
lebih menyenangkan.
d)
Media dadu bersifat portabel, sehingga proses
pembelajaran dapat dilakukan dimana saja (tanpa terikat ruang).
e)
Media dadu dapat digunakan untuk mempermudah anak dalam
memahami konsep matematika, salah satunya dalam mengenalkan bilangan sehingga
proses pembelajaran menjadi
lebih kongkrit.
2.7.4 Bentuk-bentuk
Permainan Dadu Untuk Anak Usia Dini
Berbagai permainan dadu yang secara aktif
melibatkan anak dapat disusun dengan cara-cara yang kreatif. Untuk berbagai
variasi dari permainan dadu ini, imajinasi dan pengetahuan seorang guru
diperlukan. Berikut ini beberapa permainan dadu yang dapat dilakukan anak usia
dini dan bahkan dikembangkan untuk dapat meningkatkan kemampuan mengenal
bilangan anak (Tn, 2008:34).
a) Bermain Dadu Menghitung Angka
Permainan ini hanya
membutuhkan satu dadu. Permainan diawali dengan “hompimpah” untuk menentukan
urutan yang pertama melempar dadu, anak yang menang melempar dadu, anak
menyebutkan angka yang muncul di bagian
atas dadu, menghitungnya mulai dari angka satu sampai angka yang muncul di
bagian atas dadu dan mencari angka yang sama. Selanjutnya mengambil berbagai
benda atau gambar sesuai angka yang muncul dan menyimpannya di piring kue,
kemudian menghitungnya satu persatu.
b) Permainan satuan dan puluhan
Permainan ini melibatkan dua
buah dadu dan sebuah mangkuk untuk mengocok dadu.
1) Tentukan giliran
2) Kocok dadu dan jumlahkan angka pada kedua
dadu
3) Tuliskan jumlah tersebut pada kertas atau
papan
4) Peserta yang pertama kali mencapai angka
50 menjadi pemenang
c) Bermain dadu cocokkan aku
Gunakan dadu dengan mata dadu
berupa titik dan tuliskan angka satu sampai enam pada selembar kertas. Caranya
anak “hompimpah” untuk menentukan urutan yang pertama melempar dadu, anak yang
menang melempar dadu, menghitung titik yang muncul di bagian atas dadu,
kemudian mencari angka yang sesuai dengan jumlah titik yang muncul pada dadu.
No comments:
Post a Comment