Sunday, December 16, 2018

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGENAL KONSEP BILANGAN MELALUI PERMAINAN DADU DI TK


2.1         Hakikat Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan pada anak usia dini pada dasarnya meliputi seluruh upaya dan tindakan yang dilakukan oleh pendidik dan orang tua dalam proses perawatan, pengasuhan, dan pendidikan pada anak dengan menciptakan aura dan lingkungan dimana anak dapat mengeksplorasi pengalaman yang memberikan kesempatan kepadanya untuk mengetahui dan memahami pengalaman belajar yang diperolehnya dari lingkungan, melalui cara mengamati, meniru dan bereksperimen yang berlangsung secara berulang-ulang dan melibatkan seluruh potensi dan kecerdasan anak. Pendidikan anak usia dini pada dasarnya harus meliputi aspek keilmuan yang menunjang kehidupan anak dan terkait dengan perkembangan anak (Sujiono, 2009:7).
Pada masa ini, anak sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas terhadap kelompok sosialnya (orang tua, saudara dan teman sebaya). Melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain anak belajar memahami tentang kegiatan mana yang baik/boleh/diterima/disetujui atau buruk/tidak boleh/ditolak/tidak disetujui. (Yusuf, 2005:175).
Pendidikan dasar anak usia dini pada dasarnya harus berdasarkan pada nilai-nilai filosofis dan religi yang dipegang oleh lingkungan yang berada di sekitar anak dan agama yang dianutnya. Di dalam Islam dikatakan bahwa “seorang anak terlahir dalam keadaan fitrah/Islam/lurus”, orang tua mereka yang membuat anaknya menjadi yahudi, nasrani atau majusi,” maka bagaimana kita bisa menjaga serta meningkatkan potensi kebaikan tersebut, hal itu tentu harus dilakukan dari sejak usia dini (Sujiono, 2009:9).

2.2     Karakteristik Anak Taman Kanak-kanak
Anak merupakan individu yang unik dimana masing-masing memiliki bawaan, minat, kapabilitas, dan latar belakang kehidupan yang berbeda satu sama lain. Di samping memiliki kesamaan, anak juga memiliki keunikan tersendiri seperti dalam gaya belajar, minat, dan latar belakang keluarga. Meskipun terdapat pola urutan umum dalam perkembangan anak yang dapat diprediksi, namun pola perkembangan dan belajarnya tetap memiliki perbedaan satu sama lain.
Anak di bawah usia 5 tahun bisa dengan mudah menyerap informasi dalam jumlah yang luar biasa banyaknya. Pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun akan lebih mudah dan lebih efektif. Di bawah 3 tahun bahkan jauh lebih mudah lagi dan jauh lebih efektif. Dan di bawah 2 tahun merupakan usia yang paling mudah menyerap dan paling efektif untuk menyerap informasi. Anak di bawah usia 5 tahun mempunyai energi yang sangat besar. Anak di bawah usia 5 tahun mempunyai keinginan belajar yang sangat besar (Aulia, 2011:62).

2.3     Prinsip Pembelajaran di Taman Kanak-kanak
Adapun prinsip-prinsip pembelajaran di Taman Kanak-kanak sebagai berikut:
a.              Pembelajaran berorientasi pada prinsip perkembangan anak
Pembelajaran berorientasi pada prinsip perkembangan anak yaitu:
1.      Anak belajar dengan baik apabila kebutuhan fisiknya terpenuhi serta merasakan aman dan tentram secara psikologis.
2.      Siklus belajar anak selalu berulang.
3.      Anak belajar melalui interaksi sosial dengan orang dewasa dan anak–anak lainnya.
4.      Minat dan keingintahuan anak akan memotivasi belajarnya.
5.      Perkembangan dan belajar anak memperhatikan perbedaan individu.
b.             Berorientasi pada kebutuhan anak
Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis (intelektual, bahasa, motorik, dan sosio emosional). Dengan demikian berbagai jenis kegiatan pembelajaran hendaknya dilakukan melalui analisis kebutuhan yang disesuaikan dengan berbagai aspek-aspek perkembangan dan kemampuan pada masing-masing anak.
c.              Bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain
Dengan bermain anak diajak bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengan anak, sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi anak. Bermain bagi anak merupakan proses kreatif untuk bereksplorasi dapat mempelajari keterampilan yang baru dan dapat menggunakan simbol untuk menggambarkan dunianya. Ketika bermain mereka membangun pengertian yang berkaitan dengan pengalamannya. Pendidik mempunyai peran yang sangat penting dalam pengembangan bermain anak.
d.             Menggunakan pendekatan tematik
Kegiatan pembelajaran hendaknya dirancang dengan menggunakan pendekatan tematik dan beranjak dari tema yang menarik minat anak. Tema sebagai alat atau sarana atau wadah untuk mengenalkan berbagai konsep pada anak. Jika pembelajaran dilakukan dengan memanfaatkan tema, maka pemilihan tema dalam kegiatan pembelajaran hendaknya dikembangkan dari hal-hal yang paling dekat dengan anak, sederhana serta menarik minat anak. Penggunaan tema dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas.
e.              Kreatif dan Inovatif
Proses pembelajaran yang kreatif dan inovatif dapat dilakukan oleh pendidik melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, membangkitkan rasa ingin tahu anak, memotivasi anak untuk berfikir kritis, dan menemukan hal-hal baru. Selain itu dalam pengelolaan pembelajaran hendaknya dilakukan secara dinamis. Artinya anak tidak hanya sebagai objek tetapi juga sebagai subjek dalam proses pembelajaran.
f.              Lingkungan Kondusif
Lingkungan pembelajaran harus diciptakan sedemikian menarik dan menyenangkan sehingga anak selalu nyaman dalam lingkungan sekolah baik di dalam maupun di luar ruangan. Lingkungan fisik hendaknya memperhatikan keamanan dan kenyamanan anak dalam bermain. Penataan ruang harus disesuaikan dengan ruang gerak anak dalam bermain sehingga dalam interaksi baik pendidikan maupun dengan temannya dapat dilakukan secara demokratis.
Selain itu, dalam pembelajaran hendaknya memberdayakan lingkungan sebagai sumber belajar dengan memberi kesempatan kepada anak untuk mengekspresikan kemampuan interpersonalnya sehingga anak merasa senang walaupun antar mereka berbeda (perbedaan individu). Lingkungan hendaknya tidak memaksakan anak dari nilai-nilai budayanya yaitu dengan tidak membedakan nilai-nilai yang dipelajari di rumah dan di sekolah ataupun di lingkungan sekitar. Penduduk harus peka terhadap karakteristik budaya masing-masing anak.
g.             Mengembangkan Kecakapan Hidup
Proses pembelajaran harus diarahkan untuk mengembangkan kecakapan hidup. Pengembangan konsep kecakapan hidup didasarkan atas pembiasaan-pembiasaan yang memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan untuk menolong dirinya sendiri, disiplin dan sosialisasi serta memperoleh keterampilan dasar yang berguna untuk kelangsungan hidupnya.

2.4     Kemampuan Matematika
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk meningkatkan keterampilan kognitif, tetapi pada kesempatan ini penulis lebih menspesifikasikan kepada keterampilan matematika siswa Taman Kanak-kanak. Guru TK diharapkan dapat membantu anak didik dalam menemukan dan menyerap konsep-konsep dasar dalam matematika sebagai persiapan anak untuk masuk sekolah.
Menurut Piaget (Hidayat, 2003 : 31), pengenalan matematika sebaiknya dilakukan melalui penggunaan benda-benda konkrit dan pembiasaan penggunaan matematika agar anak dapat memahami matematika, seperti berhitung, bilangan, dan operasi bilangan. Sebagai contoh, mengingatkan anak tentang tanggal hari ini dan menuliskannya di papan tulis akan melatih anak mengenal bilangan.
Pada dasarnya setiap anak dianugerahi kecerdasan matematika. Hartana (Hidayat, 2003:100), mengatakan bahwa kecerdasan matematika diartikan kemampuan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kebutuhan matematika sebagai pemecahan masalahnya. Misalnya, saat menanam kecambah kacang hijau, di hari pertama anak melihat kecambah tumbuh, anak dengan kecerdasan matematika akan menebak kecambah akan tumbuh lebih tinggi tanpa melihat kelanjutan pertumbuhannya. Anak menghadapi masalah yang dasar penyelesaiannya membutuhkan kemampuan matematika dan mampu berpikir abstrak.
Menurut Linda dan Bruce Campbell (Hidayat, 2003:105) inteligensi  logika matematika biasanya dikaitkan dengan otak yang melibatkan beberapa komponen, yaitu perhitungan secara matematis, berpikir logis, pemecahan masalah, pertimbangan induktif (penjabaran ilmiah dari umum ke khusus), pertimbangan deduktif (penjabaran ilmiah secara khusus ke umum), dan ketajaman pola-pola serta hubungan-hubungan. Intinya, anak bekerja dengan pola abstrak serta mampu berpikir logis dan argumentatif.
Anak dengan kemampuan ini akan senang berkutat dengan rumus dan pola-pola abstrak. Tapi tak hanya pada bilangan matematika, juga meningkat pada kegiatan yang bersifat analitis, dan konseptual. Hal ini ditegaskan oleh Gardner (Hidayat, 2003:115), yang mengatakan bahwa ada kaitan logika matematika dengan kecerdasan linguistik. Pada kemampuan matematika anak menganalisa atau menjabarkan alasan logis, serta kemampuan mengkonstruksi solusi dari persoalan yang timbul. Kecerdasan linguistik diperlukan untuk merunutkan dan menjabarkannya dalam bentuk bahasa.
Gardner (Hidayat, 2003: 120) memaparkan ciri anak cerdas matematika pada usia balita tampak pada kegemaran anak dalam bereksplorasi untuk memenuhi rasa ingin tahunya seperti menjelajah setiap sudut dan mengamati benda-benda yang unik baginya. Selain itu, anak juga hobi mengutak-atik benda serta melakukan uji coba. Seperti, bagaimana jika kakiku masuk ke dalam ember penuh berisi air atau penasaran menyusun puzzle.
Number Sense bisa dimulai sejak anak masih dalam kandungan. Ketika sedang berhitung Anda bisa mengajak calon bayi berbicara atau berkomunikasi. Pada anak yang kecerdasannya tinggi bisa menyelesaikan persoalan matematika lebih cepat. Strategi memecahkan masalah soal matematika ialah dengan memberikan banyak stimulasi dan diwujudkan dalam keseharian, misalnya menghitung jumlah mobil sedan yang lewat selama 1 menit (Hidayat, 2003: 120).
          Belajar yang sangat baik untuk membantu anak didik dalam menemukan dan menyerap konsep-konsep dasar matematika adalah melalui pengamatan, yakni mengobservasi langsung peristiwa dengan benda-benda konkrit. Pengamatan melibatkan penguasaan semua panca indera, tetapi unsur yang terpenting dari panca indera adalah penglihatan. Karena itu pengamatan biasanya diartikan sebagai kemampuan untuk melihat dan mengerti secara cepat. Misalnya anak dapat menyebutkan urutan bilangan dari 1 sampai 10 dengan menggunakan alat atau media yang konkrit seperti kartu angka.
Setelah memperoleh gambaran tentang ruang lingkup dasar matematika, maka diharapkan guru atau pembimbing dapat menerapkan konsep-konsep matematika yang dapat diajarkan di Taman Kanak-kanak seperti :
a.         Menyebutkan urutan bilangan
b.        Membilang (mengenakan konsep bilangan) dengan benda-benda.
c.         Menghubungkan konsep bilangan dengan lambang bilangan (anak tidak disuruh menulis)
d.        Mengenal konsep bilangan sama dan tidak sama, lebih kurang, banyak sedikit, dan lain-lain.
e.         Mengenal lambang bilangan atau angka (anak tidak disuruh untuk menulis)
Menurut pengamatan Dienes (Ruseffendi, 2006:156) anak-anak yang menyenangi matematika hanya pada permulaan mereka yang berkenalan dengan matematika yang sederhana. Yang dimaksud oleh Dienes dengan konsep tersebut adalah struktur matematika yang terdiri dari konsep murni matematika, konsep notasi dan konsep terapan. Ada beberapa alasan anak harus diberi beraneka ragam materi konkrit sebagai model (representasi) dari konsep tersebut adalah sebagai berikut :
a.   Dengan melihat berbagai contoh konkrit siswa akan mendapatkan penghayatan yang lebih benar.
b.   Dengan banyaknya contoh itu siswa akan lebih banyak menerapkan konsep ke dalam situasi yang lain.
Dienes berpendapat bahwa ada enam tahap dalam belajar dan mengajarkan konsep matematika kepada siswa. Tahap-tahap itu ialah bermain bebas, permainan, penelaahan sifat bersama, representasi, penyimbolan, dan pemformalan. Dalam hal mengajarkan matematika pada tingkat Taman Kanak-kanak, yang akan penulis bahas sebatas pada tahap bermain bebas dan permainan saja mengingat prinsip pembelajaran di Taman Kanak-kanak yaitu bermain sambil belajar, belajar seraya bermain.
Bermain bebas adalah tahap permulaan anak-anak belajar matematika. Anak-anak bermain dengan benda-benda konkrit model matematika. Mereka belajar bebas, tidak diatur dan tidak diarahkan. Siswa belajar konsep matematika dengan memanipulasikan benda-benda konkrit. Melalui benda-benda konkrit model matematika, secara tidak sengaja siswa berkenalan dengan konsep matematika melalui model matematika tersebut.
Setelah tahap bermain bebas, tahap yang kedua adalah tahap permainan. Pada tahap ini siswa mulai memahami pola, sifat kesamaan dan ketidaksamaan. Keteraturan dan ketidakteraturan suatu konsep disajikan oleh benda-benda konkrit model matematika. Melalui permainan matematika ini akan tertanam dalam benak siswa bahwa matematika itu menyenangkan. Dalam hal ini penulis mencoba menggunakan model atau media dengan bermain kartu angka.
Pada pengembangan kecakapan aritmatika model Montessori, latihan sensori sangat penting dalam mempelajari dasar-dasar aritmatika. Metode Montessori mempunyai materi-materi yang sangat banyak untuk tujuan tersebut sehingga memungkinkan siswa menjadi sangat akrab dengan angka-angka pada tahun awal pada saat mereka sangat rensponsif pada pengalaman ini. Ciri fundamental sistem angka tersebut adalah sistem bilangan desimal karena pada usia lima tahun sudah mengenal hitung puluhan maka materi sensori awal latihan dibatasi sampai hitungan sepuluh sampai siswa memperoleh pengetahuan melalui unit-unit tersebut.
         
2.5     Konsep Menyebutkan Bilangan Pada Anak Taman Kanak-kanak
Menurut Piaget (Yusuf, 2005:6) perkembangan kognitif pada usia ini berada pada periode preoperational, yaitu tahapan di mana anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis. Yang dimaksud dengan operasi adalah kegiatan-kegiatan yang diselesaikan secara mental dan fisik. Periode ini ditandai dengan berkembangnya representasi atau symbolic function yaitu kemampuan menggunakan sesuatu untuk merepresentasikan (mewakili) sesuatu yang lain dengan menggunakan simbol (kata-kata, gesture/bahasa gerak, dan tanda).
Dengan demikian guru dalam kegiatan mengajarnya perlu secara kontinyu menggunakan media pembelajaran dengan pertimbangan bahwa salah satu nilai yang dikandungnya yaitu mengkongkritkan sesuatu yang abstrak. Selain itu apabila menggunakan media dalam kegiatan pembelajaran banyak keuntungan yang diperoleh, diantaranya anak akan merasa lebih tertarik, merasa tenang, termotivasi belajar dan menumbuhkan rasa ingin tahu anak.
Perkembangan kognitif anak berkembang secara sekuensial dari tingkat berpikir kongkrit ke berpikir abstrak. Anak harus siap bergerak ke tahap perkembangan berikutnya dan tidak dapat dipaksakan untuk bergerak ke tahap perkembangan yang lebih tinggi.
Mengenalkan konsep matematika dimulai dengan mengenalkan konsep bilangan pada anak TK. Proses pengenalan konsep tersebut tidak dapat dilakukan secara tergesa-gesa, tetapi harus secara bertahap. Raharjo (2004:3), menyatakan bahwa ada beberapa tahap dalam mengenalkan konsep bilangan pada anak TK yaitu:
1)        Peragaan menyebutkan bilangan 1 sampai dengan 5
2)        Peragaan mengenal bilangan berdasarkan banyaknya benda dalam suatu kumpulan (diawali dengan bilangan 1 sampai dengan 5) untuk pertama kali dilakukan secara urut, kemudian dilanjutkan secara acak. Apabila secara urut sudah lancar dapat dilanjutkan dengan secara acak hingga lancar. Apabila peragaan secara acak sudah lancar berarti penerapan konsep bilangan sudah tercapai.
3)        Peragaan mengenal lambang bilangan, yang diawali dengan bilangan 1 sampai dengan 5.
a) Secara urut                     
b) Secara acak
Untuk peragaan awal, dapat dilakukan dengan cara memasangkan antara banyaknya benda dalam kumpulan sebanyak 1 hingga 5 dengan lambang bilangan 1 hingga 5 seperti berikut ini:
1
 
2
 
4
 
5
 
3
 
 






Selanjutnya barulah pengenalan hanya lambang bilangannya, tempel di papan planel, penempelan dilakukan secara urut kemudian secara acak seperti pada tahap no 2. Apabila peragaan secara acak sudah lancar, hal ini berarti konsep lambang bilangan 1 sampai dengan 5 sudah tertanam pada pikiran anak.
4)   Menulis lambang bilangan.
a). Di udara atau di dinding tanpa goresan
b). Di buku tulis
Setelah anak memahami bilangan 1 sampai 5, maka dapat dilanjutkan dengan tingkat selanjutnya.
Melalui kemampuan di atas, anak mampu berimajinasi atau berkreasi tentang berbagai hal. Dia dapat menggunakan kata-kata, peristiwa dan benda untuk melambangkan yang lainnya. Anak usia 4 tahun mungkin dapat menggunakan kata ”kapal terbang”, sebagai tanda tentang kapal terbang, atau menggunakan benda ”kapal terbang” untuk melambangkan sebuah kapal terbang yang sebenarnya.
Menurut Pakasi (1970:18), bilangan merupakan suatu konsep tentang bilangan yang di dalamnya terdapat unsur kuantitas. Konsep tersebut bersifat abstrak dan hanya ada dalam pikiran dan bukan suatu hal yang konkrit. Konsep itu tidak dapat kita tangkap dengan alat indera melainkan hanya dapat kita pegang dengan pikiran. Jadi konsep bilangan hanya ada dalam pikiran. Misalnya anak mengatakan tiga buah titik atau empat buah titik, maka yang dilihat oleh mata adalah titik dan bukan bilangan, bilangan itu anak ketahui dan pahami.
Sesuai dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (2004:15), konsep bilangan yang diajarkan di Taman Kanak-kanak dilakukan dengan berdasarkan indikator pada bidang pengembangan kognitif point C.III.1 yaitu membilang/menyebut urutan bilangan dari 1-20 dan C.III.2 yaitu membilang (mengenal konsep bilangan dengan benda-benda) 1 sampai 10.
Sedangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 58 tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Usia Dini bahwa konsep bilangan yang diajarkan di Taman Kanak-kanak termasuk dalam lingkup perkembangan konsep bilangan, lambang bilangan dan huruf dengan standar tingkat pencapaian perkembangan kelompok Usia 4 - < 6 tahun yaitu termasuk pada bidang pengembangan kognitif point C yaitu sebagai berikut :
a.    Menyebutkan lambang bilangan 1-10
b.    Mencocokkan bilangan dengan lambang bilangan
c.    Mengenal berbagai macam lambang huruf vokal dan konsonan

2.6         Kegiatan Bermain
2.6.1  Deskripsi Bermain
Kata “main” ini pada awalnya belum mendapat perhatian khusus dari para ahli ilmu jiwa. Pada dasarnya arti dari permainan dan mainan adalah sama yaitu objek dari bermain, sedangkan pengertian dari bermain itu sendiri memiliki beragam arti, jika ditelusuri lebih jauh, orang yang paling berjasa dalam meletakkan dasar dalam bermain adalah seorang filsuf dari Yunani yang bernama Plato.
Menurut Plato, anak-anak akan lebih mudah mempelajari aritmatika dengan cara membagikan sejumlah apel pada anak-anak. Juga melalui pembagian alat-alat permainan miniatur balok-balok kepada anak berusia tiga tahun yang pada akhirnya akan mengantar pada anak tersebut menjadi seorang ahli bangunan. Sehingga Plato berpendapat bahwa bermain sebagai kegiatan yang mempunyai nilai praktis, artinya bermain digunakan sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak (Tedjasaputra, 2001:59).
Ciri terakhir menjadi identifikasi yang kuat bahwa seorang anak usia pra sekolah sedang melakukan kegiatan bermain. Batasan bermain sangat penting untuk dipahami karena berfungsi sebagai parameter bagi seorang pendidik dalam menentukan sejauh mana aktivitas yang dilakukan anak. Ada dua ciri lagi dari kegiatan bermain yaitu, bebas dari aturan-aturan yang ditetapkan dari luar dan keterlibatan secara aktif dari bermain.
Menurut Catron dan Allen dalam Sujiono (2009:145) pada dasarnya bermain memiliki tujuan utama yakni memelihara perkembangan atau pertumbuhan optimal anak usia dini melalui pendekatan bermain yang kreatif, interaktif dan terintegrasi dengan lingkungan bermain anak. Penekanan dari bermain adalah perkembangan kreativitas dari anak-anak. Semua anak usia dini memiliki potensi kreatif tetapi perkembangan kreativitas sangat individual dan bervariasi antar anak yang satu dengan anak lainnya.
2.6.2  Manfaat  Kegiatan Bermain
Dalam kegiatan bermain setiap anak mendapat berbagai bentuk manfaat yang dirasakannya, adapun manfaat yang dapat dirasakan anak mencakup berbagai aspek yaitu:
1. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek fisik
Bila anak mendapat kesempatan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang banyak melibatkan gerakan-gerakan tubuh, akan membuat tubuh anak menjadi sehat. Otot-otot tubuh akan menjadi kuat, selain itu anak dapat menyalurkan energi yang berlebihan sehingga anak tidak merasa gelisah.
2.  Manfaat bermain untuk perkembangan aspek motorik kasar dan motorik halus
            Saat masih bayi, anak tidak berdaya karena ia belum bisa menggunakan anggota tubuh, saat usia tiga bulan anak tersebut mulai mencoba meraih mainannya. Dari sini anak sudah mulai belajar mengkoordinasikan (menyelaraskan) gerakan mata dengan tangan, saat usia satu tahun anak senang memegang pensil untuk membuat coretan-coretan dan secara tidak langsung anak sudah melakukan gerakan-gerakan motorik halus yang diperlukan saat menulis, sekitar usia tiga tahun anak tersebut sudah bisa membuat garis lengkung, usia empat dan lima tahun anak sudah mulai menggambar bentuk-bentuk. Aspek motorik kasar juga dapat dikembangkan dengan bermain kejar-kejaran dengan teman seusianya.
3.  Manfaat bermain untuk perkembangan aspek sosial
Dalam kegiatan bermain anak, si anak akan belajar berkomunikasi dengan teman seusianya dan mulai belajar hak milik dengan orang lain. Melalui bermain peran, anak juga akan belajar menjadi seorang ayah, ibu, pembantu, dan lain-lain. Yang akan memberikan anak tersebut pengetahuan yang lebih luas dan mulai belajar rasa tanggungjawab.
4.  Manfaat bermain untuk perkembangan aspek emosi atau kepribadian
Dalam bermain juga anak bisa mengungkapkan emosinya seperti contoh di atas, bahwa anak akan bermain boneka-bonekaan dan memukul-mukul boneka tersebut sesukanya, karena anak tersebut sudah dimarahi secara fisik oleh orang tuanya. Anak-anak suka belajar bagaimana dan apa yang harus dilakukan saat di tengah-tengah kelompok, bagaimana dia bersikap jujur, murah senyum, tulus, bertanggungjawab, dan lain-lain.
5.    Manfaat bermain untuk perkembangan aspek kognisi
Aspek kognisi ini diartikan sebagai pengetahuan yang luas, daya nalar, kreativitas, kemampuan berbahasa, serta daya ingat. Dalam kehidupannya anak-anak akan perlu berkomunikasi, yang pada mulanya hanya dengan bahasa tubuh, seiring dengan bertambahnya usia dan bertambah perbendaharaan kata, maka anak tersebut akan mulai berkomunikasi secara lisan.
6.    Manfaat bermain untuk mengasah ketajaman penginderaan
Pada anak masa pra sekolah perlu dikembangkan ketajaman atau kepekaan penglihatan dan pendengaran, hal ini agar anak lebih mudah dalam belajar mengenal dan mengingat bentuk-bentuk. Tanpa kita sadari anak-anak sejak bayi sudah mulai belajar jenis-jenis suara, seperti mengenali suara ayah dan ibunya. Dan anak juga sudah mulai belajar mengingat warna-warna yang ada di sekitarnya.
7.    Manfaat bermain untuk mengembangkan keterampilan fisik
Bila seorang anak mempunyai tubuh yang sehat dan kuat maka anak tersebut akan sangat aktif dalam bermain, seperti kejar-kejaran, melompat dan bahkan bergulingan, dengan sendirinya anak akan siap untuk melakukan kegiatan yang lebih sulit.
8.    Pemanfaatan bermain sebagai media terapi
Bermain juga sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh secara mental, seperti contoh:
a.    Anak yang agresif, suka menyerang orang lain, agresivitas muncul karena gangguan emosional diderita anak, mungkin anak diperlakukan terlalu keras oleh orang tuanya.
b.    Anak yang sulit bergaul, hal ini karena anak kurang bermain dan dia jarang sekali berkomunikasi dengan anak seusianya.

2.7     Permainan Dadu
2.7.1 Pengertian Dadu
Menurut Olfix (2007:12) dadu berasal dari bahasa latin yaitu datum yang berarti sesuatu yang diberikan atau dimainkan. Dadu adalah sebuah objek kecil yang umumnya berbentuk kubus yang digunakan untuk menghasilkan angka atau simbol acak. Sebuah kubus yang homogen memiliki peluang yang sama pada masing-masing sisinya jika terhadapnya dilakukan sebuah lemparan sehingga dikatakan adil. ”Adil berarti bahwa setiap sisi dapat berganti menjadi sisi lainnya pada saat dadu tersebut dilemparkan”. (Diaconis dan Keller, 1989:35).          
Dadu biasanya dibuat dari bahan plastik, kayu, gading, atau bahan keras lainnya. Tetapi pada saat ini, dadu bisa dibuat dari bahan apa saja, misalnya dari kain flanel, karton, dan lain-lain. Sebagaimana dikemukakan Olfix (2007:15) bahwa :
            “Dadu modern tentu tidak lagi hanya terbuat dari tulang hewan, batu, atau kayu. Sebagai gantinya dadu dibuat dari material yang lebih variatif seperti plastik, besi, karet, tanduk hewan, kertas, kaca, sabun, spons, busa wax, hingga tempurung kura-kura”.

Biasanya pada setiap sisi dadu terdapat simbol berupa angka. “Masing-masing sisi diberi angka atau ditandai sedemikian rupa, sehingga ketika dadu itu dilempar pada sebuah bidang yang datar, salah satu sisinya akan menunjukkan sebuah angka tertentu” (Conroy, 2008:36). Namun sekarang simbol masing-masing sisi dadu tidak hanya berupa angka atau titik, tetapi dapat berupa gambar. Hal ini sesuai dengan pendapat Olfix (2007:25) bahwa :
“Dadu tidak lagi hadir dalam bentuk konvensional yang bersudut tajam, berwarna putih dan bertitik (dot) dari 1 sampai dengan 6 titik, tetapi dadu hadir dalam bentuk yang lebih keren, colourful, dan tidak berangka maupun bertitik melainkan gambar”.

Dadu digunakan dalam berbagai permainan anak-anak, seperti ular tangga, monopoli, dan lain-lain. Ukuran dadu yang umum digunakan dalam permainan, berukuran sisi 1 hingga 2 cm dengan ukuran standar 16 mm. Namun untuk anak usia dini khususnya usia 1 sampai 4 tahun, dadu sebaiknya berukuran 10 x 10 x 10 cm. Hal ini untuk memudahkan anak dalam melihat dadu karena ukurannya besar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud media dadu dalam penelitian ini adalah media pembelajaran yang berupa kubus, dimana pada setiap sisi kubus terdapat simbol angka atau titik yang berjumlah 1-6, dengan ukuran 10 x 10 x 10 cm, terbuat dari kertas duplek dan spotlight yang digunakan dalam pembelajaran mengenal bilangan pada anak usia dini.

2.7.2    Manfaat Media Dadu
   Dadu sebagai media pembelajaran memiliki banyak manfaat bagi anak, mulai anak Taman Kanak-kanak sampai anak SD. Menurut Homery (2006:10) “Penggunaan dadu dalam permainan dapat membantu anak meningkatkan kemampuan matematisnya terutama karena di dalamnya terdapat unsur mengidentifikasi dan menjumlahkan nilai dadu”. Bahkan apapun yang melibatkan penghitungan dengan menggunakan media dadu merupakan kesempatan bagi anak untuk melatih berbagai fakta matematik dasar mereka.
   Begitu pula Harris (2001:15) menjelaskan bahwa “Dadu dapat digunakan untuk mengajarkan anak sedikitnya satu operasi matematis, yaitu penjumlahan”. Senada dengan pendapat di atas, Agus (2008:35) menyebutkan manfaat dari media dadu adalah sebagai berikut:
1)      Media dadu dapat digunakan untuk menghitung dasar 1 sampai 5
Melalui penggunaan media dadu, anak akan mudah menguasai bilangan 1 sampai 5, dengan cara membilang banyaknya jumlah gambar yang terdapat pada dadu.

2)      Media dadu dapat digunakan untuk menghitung dasar 5 + n
Setelah anak menguasai bilangan dasar 1 sampai 5, maka untuk meningkatkan kemampuan anak, dapat dilanjutkan dengan pengenalan operasi penjumlahan sederhana, dengan cara mengocok dadu, kemudian tanyakan kepada anak angka berapa yang muncul. Setelah itu lempar lagi dadu, tanyakan kembali kepada anak angka berapa yang muncul, kemudian gabungkan angka yang pertamadan angka yang kedua, suruh anak untuk menghitung keduanya. Melalui permainan seperti ini, maka secara tidak langsung anak telah belajar operasi penjumlahan secara sederhana.


Dengan menggunakan media dadu, banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh anak, salah satunya anak dapat dengan mudah mengenal bilangan karena pembelajaran bilangan dapat disajikan dalam bentuk permainan. Melalui permainan anak akan merasa senang, tidak merasa sedang belajar sehingga hal ini mempermudah anak dalam mengenal bilangan. Senada dengan pendapat di atas, Rohmitawati (2007:36) menyatakan bahwa:
Pada hakikatnya, kita dapat mengenalkan pemahaman konsep matematika sejak usia dini dari lingkungan sekitar kita dan pengalaman sehari-hari anak serta memberikan stimulasi yang mendukung dengan berpedoman pada prinsip tanpa paksaan dan tekanan, serta ditempuh melalui permainan-permainan.


2.7.3  Kelebihan Media Dadu
Berbagai permainan dadu yang dijual bebas di pasaran dapat digunakan untuk mengajarkan matematika. Beberapa kelebihan yang menjadikan dadu sebagai media yang mudah untuk membantu para pendidik mengajarkan matematika di antaranya adalah karena media ini lebih bersifat portabel dibandingkan dengan media lain. Portabel berarti media tersebut mudah untuk dipindahkan dengan media lain. Portabel berarti media tersebut mudah untuk dipindahkan, disimpan, dibawa-bawa maupun digunakan. “Ukuran dadu yang kecil memungkinkan media ini mudah dibawa ke mana saja, mudah digunakan dan sekaligus memungkinkan mengajarkan matematika tanpa terikat ruang (Harris, 2001:56). Begitu pula Copley (2001:14) mengatakan bahwa:
Media dan alat yang dipakai pada saat belajar matematika pada anak adalah semua hal yang kongkrit dan dapat dimanipulasi oleh anak (dilihat, diraba, dipegang, dimainkan) seperti balok-balok, lego, benda-benda yang terbuat dari plastik atau kayu, alat ukur sederhana, alat-alat simbolik seperti dadu, kartu domino, program matematika di computer, dan benda-benda lainnya, benda-benda yang menampilkan hal-halyang abstrak seperti kalkulator, komputer, buku telepon, dan lain-lain.

Bahkan berdasarkan hasil penelitian Forbes pada sekolah Responsive Environment Foundation yang dilakukan pada anak usia 4 dan 5 tahun di Hamden, Connecticut (Beck, Tt: 124) bahwa :
Kelebihan media dadu yang digunakan dalam konteks permainan dapat membantu meningkatkan konsentrasi anak, pembelajaran tentang bilangan menjadi lebih kongkrit, lebih menyenangkan dan dapat meningkatkan motivasi anak untuk belajar, sehingga hal ini memudahkan anak dalam memahami konsep matematika.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kelebihan media dadu adalah :
a)        Media dadu dapat meningkatkan konsentrasi anak.
b)        Media dadu dapat meningkatkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
c)        Media dadu dapat membantu proses belajar anak menjadi lebih menyenangkan.
d)       Media dadu bersifat portabel, sehingga proses pembelajaran dapat dilakukan dimana saja (tanpa terikat ruang).
e)        Media dadu dapat digunakan untuk mempermudah anak dalam memahami konsep matematika, salah satunya dalam mengenalkan bilangan sehingga proses pembelajaran menjadi lebih kongkrit.

2.7.4    Bentuk-bentuk Permainan Dadu Untuk Anak Usia Dini
            Berbagai permainan dadu yang secara aktif melibatkan anak dapat disusun dengan cara-cara yang kreatif. Untuk berbagai variasi dari permainan dadu ini, imajinasi dan pengetahuan seorang guru diperlukan. Berikut ini beberapa permainan dadu yang dapat dilakukan anak usia dini dan bahkan dikembangkan untuk dapat meningkatkan kemampuan mengenal bilangan anak (Tn, 2008:34).
a)      Bermain Dadu Menghitung Angka
Permainan ini hanya membutuhkan satu dadu. Permainan diawali dengan “hompimpah” untuk menentukan urutan yang pertama melempar dadu, anak yang menang melempar dadu, anak menyebutkan angka yang muncul  di bagian atas dadu, menghitungnya mulai dari angka satu sampai angka yang muncul di bagian atas dadu dan mencari angka yang sama. Selanjutnya mengambil berbagai benda atau gambar sesuai angka yang muncul dan menyimpannya di piring kue, kemudian menghitungnya satu persatu.
b)      Permainan satuan dan puluhan
Permainan ini melibatkan dua buah dadu dan sebuah mangkuk untuk mengocok dadu.
1)      Tentukan giliran
2)      Kocok dadu dan jumlahkan angka pada kedua dadu
3)      Tuliskan jumlah tersebut pada kertas atau papan
4)      Peserta yang pertama kali mencapai angka 50 menjadi pemenang
c)      Bermain dadu cocokkan aku
Gunakan dadu dengan mata dadu berupa titik dan tuliskan angka satu sampai enam pada selembar kertas. Caranya anak “hompimpah” untuk menentukan urutan yang pertama melempar dadu, anak yang menang melempar dadu, menghitung titik yang muncul di bagian atas dadu, kemudian mencari angka yang sesuai dengan jumlah titik yang muncul pada dadu.



No comments:

Post a Comment

Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive