Sunday, December 16, 2018

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERHITUNG ANAK USIA DINI MELALUI PERMAINAN KARTU ANGKA MODIFIKASI



A. Hakekat Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan pada anak usia dini pada dasarnya meliputi seluruh upaya dan tindakan yang dilakukan oleh pendidik dan orang tua dalam proses perawatan, pengasuhan, dan pendidikan pada anak dengan menciptakan aura dan lingkungan dimana anak dapat mengeksplorasi pengalaman yang memberikan kesempatan kepadanya untuk mengetahui dan memahami pengalaman belajar yang diperolehnya dari lingkungan, melalui cara mengamati, meniru dan bereksperimen yang berlangsung secara berulang-ulang dan melibatkan seluruh potensi dan kecerdasan anak. Pendidikan anak usia dini pada dasarnya harus meliputi aspek keilmuan yang menunjang kehidupan anak dan terkait dengan perkembangan anak (Sujiono, 2009:7).
Usia dini/prasekolah merupakan kesempatan emas bagi anak untuk belajar, sehingga disebut usia emas (Golden Age). Oleh karena itu, kesempatan ini hendaknya dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk proses belajar anak. Rasa ingin tahu pada usia ini berada pada posisi puncak. Tidak ada usia sesudahnya yang menyimpan rasa ingin tahu anak (Isjoni, 2011:61).
Anak di bawah usia 5 tahun bisa dengan mudah menyerap informasi dalam jumlah yang luar biasa banyaknya. Pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun akan lebih mudah dan lebih efektif. Di bawah 3 tahun bahkan jauh lebih mudah lagi dan jauh lebih efektif. Dan di bawah 2 tahun merupakan usia yang paling mudah menyerap dan paling efektif untuk menyerap informasi. Anak di bawah usia 5 tahun mempunyai energi yang sangat besar. Anak di bawah usia 5 tahun mempunyai keinginan belajar yang sangat besar (Aulia, 2011:62).




B. Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini
    1. Definisi Perkembangan Kognitif
            Perkembangan kognitif sering diidentikkan dengan perkembangan kecerdasan. Perkembangan kognitif merupakan dasar bagi perkembangan intelegensi pada anak. Pada anak usia dini pengetahuan masih bersifat subjektif, dan akan berkembang menjadi objektif apabila sudah mencapai perkembangan remaja dan dewasa. Hal tersebut senada dengan observasi yang telah dilakukan Piaget yang mengemukakan bahwa “Anak mampu mendemontrasikan berbagai pengaruh mengenai relativitas dunia sejak lahir hingga dewasa”. (Yudha dan Rudyanto, 2004:199).
            Kemampuan kognitif seseorang berkaitan dengan bagaimana individu dapat mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan lingkungannya. “Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan manusia yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya” (Desmita, 2005:103).
Perkembangan kognitif menurut Piaget (Aisyah et al, 2008:5-6) terjadi melalui suatu proses yang disebut adaptasi. Adaptasi merupakan penyesuaian terhadap tuntutan lingkungan dan intelektual melalui dua hal yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses yang anak upayakan untuk menafsirkan pengalaman barunya yang didasarkan pada interpretasinya saat sekarang mengenai dunianya. Akomodasi terjadi dimana anak berusaha untuk menyesuaikan keberadaan struktur pikiran dengan sejumlah pengalaman baru.
Menurut Piaget (Desmita, 2005:103) “….anak membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Anak tidak pasif menerima informasi, melainkan berperan aktif di dalam menyusun pengetahuannya mengenai realitas”. Jika anak ingin mengetahui sesuatu, mereka harus membangun pengetahuan tersebut sendiri. Pembelajaran yang diharapkannya adalah pembelajaran yang aktif, dimana peran guru sebagai penyedia bahan-bahan yang sesuai, seperti ruangan serta petunjuk-petunjuk yang mendorong anak untuk menemukan sendiri.
Perkembangan kognitif muncul dari konteks kerjasama atau kolaborasi atau dialog antara orang yang lebih ahli dengan mencontohkan kegiatan dan menyampaikan pelajaran secara verbal. Pembelajaran diterapkan dengan partisipasi terbimbing dari guru atau orang yang lebih ahli. Pembelajaran yang diberi dorongan dari orang yang lebih ahli cenderung menghasilkan pemahaman yang lebih. Pemberian dorongan atau bantuan harus dilakukan dengan hati-hati, disesuaikan dengan situasi pembelajaran agar meningkatkan pemahaman tentang suatu masalah.
Pengetahuan tentang perkembangan kognitif anak usia dini dapat membantu peran guru sebagai pembimbing pembelajaran yaitu dengan menyusun kegiatan pembelajaran yang menyajikan materi kegiatan anak agar dapat menemukan sendiri konsep atau pemahaman, memberikan pelajaran atau saran yang dapat membantu anak dengan cara hati-hati yang disesuaikan dengan kemampuan anak saat itu, memonitor kemampuan belajar anak, dan melatih anak untuk belajar berkolaborasi dimana anak didorong untuk saling membantu satu sama lain.

2. Tahapan Perkembangan Kognitif
Secara kualitatif perkembangan dari masing-masing tahapan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget untuk usia anak-anak, maksudnya adalah :
a.       Tahap Sensori-Motor (0-2)
Pada tahap ini inteligensi sensori-motor dipandang sebagai inteligensi praktis (practical intelligence), yang berfaedah untuk belajar berbuat terhadap lingkungannya sebelum mampu berfikir mengenai apa yang sedang ia perbuat. Inteligensi individu pada tahap ini masih bersifat primitif, namun merupakan inteligensi dasar yang amat berarti untuk menjadi pondasi tipe-tipe inteligensi tertentu yang akan dimiliki anak kelak. Sebelum usia 18 bulan, anak belum mengenal object permanence (benda tetap). Artinya, benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh, atau tidak ia dengar dianggap tidak ada meskipun sesungguhnya benda itu ada. Dalam rentang 18 - 24 bulan barulah kemampuan object permanence anak tersebut muncul secara bertahap dan sistematis. Pada tahap ini menggambarkan seseorang berfikir melalui gerak tubuh, maksudnya kemampuan untuk belajar dan meningkatkan kemampuan intelektual berkembang sebagai suatu hasil dari perilaku gerak dan konsekuensinya.
b.      Tahap Pra Operasional (2–7)
Pada tahap ini anak sudah memiliki penguasaan sempurna tentang object permanence. Artinya, anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat, didengar atau disentuh lagi. Jadi, pandangan terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dengan pandangan pada periode sensori motor, yakni tidak bergantung lagi pada pengamatannya belaka. Periode ini ditandai oleh adanya egosentris serta pada periode ini memungkinkan anak untuk mengembangkan diferred-imitation, insight learning dan kemampuan berbahasa, dengan menggunakan kata-kata yang benar serta mampu mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif. Pada tahap ini anak masih belum memiliki kemampuan untuk berpikir logis atau operasional. Anak mulai menggunakan simbol-simbol untuk mempresentasikan lingkungan secara kognitif. Piaget membaginya menjadi dua sub bagian, yaitu: prakonseptual (2-4 tahun) dan intuitif (4-7 tahun).
c.       Tahap Operasional Konkrit (8-11 tahun).
          Karakteristik umum dari tahapan ini adalah bertambahnya kemampuan dari variabel dalam situasi memecahkan masalah (problem solving). Pada masa ini anak sudah memasuki masa kanak-kanak dan memasuki dunia Sekolah Dasar.
d.      Tahap Operasional Formal (11 tahun ke atas)
Pada tahap ini ditandai dengan kemampuan individu untuk berpikir secara hipotesis dan berbeda dengan fakta, memahami konsep abstrak dan mempertimbangkan kemungkinan cakupan yang luas dari perkara yang sempit.  (Yusuf, 2005:5).
Menurut Piaget tahapan-tahapan di atas selalu dialami oleh anak, dan tidak akan pernah ada yang dilewatinya meskipun tingkat kemampuan anak berbeda-beda. Tahapan-tahapan ini akan meningkat lebih kompleks dari pada masa awal dan kemampuan kognitif anak pun akan bertambah.
Melihat tahapan perkembangan di atas maka anak usia dini berada pada tahapan praoperasional-intuitif. Anak sudah mengenal kegiatan mengelompokkan, mengukur, dan menghubungkan objek-objek, namun mereka belum sadar mengenai prinsip-prinsip yang melandasinya. Karakteristik anak pada tahap ini yaitu pemusatan perhatian pada satu dimensi dan mengesampingkan dimensi lainnya. Perkembangan fisik anak pun sudah mulai melakukan berbagai bentuk gerak dasar yang dibutuhkannya seperti berjalan, berlari, melempar, dan menendang. Hal tersebut harus diperhatikan oleh guru TK agar memberikan pembelajaran yang dapat memfasilitasi perkembangan kognitif anak secara optimal.

3.  Karakteristik Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini
Menurut Yudha dan Rudyanto (2004:11), perkembangan kognitif pada setiap tahapannya memiliki karakteristik tersendiri yang membedakan dengan tahapan yang lainnya. Adapun cara berfikir anak usia dini ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :
  1. Transductive reasoning, artinya anak berfikir yang bukan induktir atau deduktif tetapi tidak logis.
  2. Ketidakjelasan hubungan sebab akibat, artinya anak mengenal hubungan sebab akibat secara tidak logis.
  3. Animism, artinya anak menganggap bahwa semua benda itu hidup seperti dirinya.
  4. Artificial, artinya anak mempercayai bahwa segala sesuatu di lingkungan itu mempunyai jiwa seperti manusia.
  5. Perceptually bound, artinya anak menilai sesuatu berdasarkan apa yang dilihatnya atau yang didengarnya.
  6. Mental experiments, artinya anak mencoba melakukan sesuatu untuk menemukan jawaban dari persoalan yang dihadapinya.
  7. Centration, artinya anak memusatkan perhatiannya kepada sesuatu ciri yang paling menarik dan mengabaikan ciri yang lainnya.
  8. Egocentrisme, artinya anak melihat dunia di lingkungannya menurut kehendak dirinya sendiri.
Melihat karakteristik cara berfikir anak pada tahapan ini dapat disimpulkan bahwa anak dalam tahap praoperasional telah menunjukkan aktivitas kognitif dalam menghadapi berbagai hal di luar dirinya. Aktivitas berfikirnya belum mempunyai sistem yang terorganisasi tetapi anak sudah dapat memahami realitas di lingkungannya dengan menggunakan benda-benda dan simbol. Cara berfikirnya masih bersifat tidak sistematis, tidak konsisten dan tidak logis.

4. Implikasi Perkembangan Kognitif bagi Pembelajaran
Setelah mengetahui definisi dari perkembangan kognitif, tahap-tahap perkembangan kognitif dan karakteristik perkembangan kognitif anak usia dua sampai tujuh tahun (tahap praoperasional), diharapkan guru TK dapat menyajikan pembelajaran bagi anak didiknya sesuai dengan tahapan perkembangan dan karakteristik perkembangan anak usia dini. Tujuannya yaitu agar perkembangan anak dapat terfasilitasi dengan baik sehingga tugas-tugas perkembangannya dapat tercapai secara optimal dan anak pun merasa senang dalam mengikuti pembelajaran karena guru menyajikannya sesuai dengan kebutuhan dan keinginan anak. Sehingga tidak aka nada pembelajaran yang dipaksakan serta pembelajaran yang berpusat pada guru.
Implikasi perkembangan kognitif bagi pembelajaran sangat berpengaruh besar untuk keberhasilan pembelajaran di setiap tahap perkembangan. Khususnya untuk pembelajaran di tingkat pendidikan anak usia dini dapat diimplikasikan pada setiap komponen pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai optimal.
Komponen tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam setiap pembelajaran harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak usia dini. Hal tersebut dapat dilihat dalam rumusan tingkat pencapaian perkembangan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 58 tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini yaitu sebagai berikut :



Tabel 2.1
Tingkat Pencapaian Perkembangan Kognitif Kelompok Usia 4 - < 6 tahun
Lingkup Perkembangan
Tingkat Pencapaian Perkembangan
4 - < 5 tahun
5 - < 6 tahun
III. Kognitif
A. Pengetahuan umum dan sains
1.      Mengenal benda berdasarkan fungsi (pisau untuk memotong pensil untuk menulis)
2.      Menggunakan benda-benda sebagai permainan simbolik (kursi sebagai mobil)
3.      Mengenal gejala sebab-akibat yang terkait dengan dirinya
4.      Mengenal konsep sederhana dalam kehidupan sehari-hari (gerimis, hujan, gelap, terang, temaram dan sebagainya)
5.      Mengekspresikan sesuatu sesuai dengan idenya sendiri
1.      Mengklasifikasikan benda berdasarkan fungsi
2.      Menunjukkan aktivitas yang bersifat eksploratif dan menyelidik (seperti apa yang terjadi ketika air ditumpahkan)
3.      Menyusun perencanaan kegiatan yang akan dilakukan
4.      Mengenal sebab-akibat tentang lingkungannya (angin bertiup menyebabkan daun bergerak, air dapat menyebabkan sesuatu menjadi basah)
5.      Menunjukkan inisiatif dalam memilih tema permainan (seperti: ayo kita bermain pura-pura seperti burung)
6.      Memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari

B. Konsep bentuk, warna, ukuran dan pola
1.  Mengklasifikasikan benda berdasarkan bentuk atau warna atau ukuran
2.  Mengklasifikasikan benda ke dalam kelompok yang sama atau kelompok yang sejenis atau kelompok yang berpasangan dengan 2 variasi
3.  Mengenal pola AB-AB dan ABC-ABC
 4. Mengurutkan benda berdasarkan 5 variasi ukuran atau warna
1. Mengenal perbedaan berdasarkan ukuran ”lebih dari”, ”kurang dari”, dan ”paling /ter”
2. Mengklasifikasikan benda berdasarkan warna, bentuk, dan ukuran (3 variasi)
3. Mengklasifikasikan benda yang lebih banyak ke dalam kelompok yang sejenis, atau kelompok berpasangan yang lebih dari 2 variasi
4. Mengenal pola ABCD-ABCD
5. Mengurutkan benda berdasarkan ukuran dari paling kecil ke paling besar atau sebaliknya
C. Konsep bilangan, lambang bilangan, dan huruf
1.      Mengetahui konsep banyak dan sedikit
2.      Membilang banyak benda satu sampai sepuluh
3.      Mengenal konsep bilangan
4.      Mengenal lambang huruf
1.      Menyebutkan lambang bilangan 1-10
2.      Mencocokkan bilangan dengan lambang bilangan
3.      Mengenal berbagai macam lambang huruf vokal dan konsonan

C.      Konsep Matematika Pada Anak Usia Dini
1. Kemampuan Matematika Pada Anak Usia Dini
Menurut Piaget (Hidayat, 2003 : 31), pengenalan matematika sebaiknya dilakukan melalui penggunaan benda-benda konkrit dan pembiasaan penggunaan matematika agar anak dapat memahami matematika, seperti berhitung, bilangan, dan operasi bilangan. Sebagai contoh, mengingatkan anak tentang tanggal hari ini dan menuliskannya di papan tulis akan melatih anak mengenal bilangan.
Pada dasarnya setiap anak dianugerahi kecerdasan matematika. Hartana (Hidayat, 2003:100), mengatakan bahwa kecerdasan matematika diartikan kemampuan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kebutuhan matematika sebagai pemecahan masalahnya. Misalnya, saat menanam kecambah kacang hijau, di hari pertama anak melihat kecambah tumbuh, anak dengan kecerdasan matematika akan menebak kecambah akan tumbuh lebih tinggi tanpa melihat kelanjutan pertumbuhannya. Anak menghadapi masalah yang dasar penyelesaiannya membutuhkan kemampuan matematika dan mampu berpikir abstrak.
Menurut Linda dan Bruce Campbell (Hidayat, 2003:105) inteligensi  logika matematika biasanya dikaitkan dengan otak yang melibatkan beberapa komponen, yaitu perhitungan secara matematis, berpikir logis, pemecahan masalah, pertimbangan induktif (penjabaran ilmiah dari umum ke khusus), pertimbangan deduktif (penjabaran ilmiah secara khusus ke umum), dan ketajaman pola-pola serta hubungan-hubungan. Intinya, anak bekerja dengan pola abstrak serta mampu berpikir logis dan argumentatif.
Matematika untuk anak usia dini merupakan sarana yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan berpikir, mendorong anak untuk mengembangkan berbagai potensi intelektual yang dimilikinya serta dapat dijadikan sebagai sarana untuk menumbuhkan berbagai sikap dan perilaku positif dalam rangka meletakkan dasar-dasar kepribadian sedini mungkin seperti sikap kritis, ulet, mandiri, ilmiah, rasional dan lain sebagainya. Matematika bagi anak usia dini merupakan salah satu cara bagi anak untuk memahami dunia dan pengalaman-pengalaman yang dilakukannya serta upaya untuk memecahkan berbagai permasalahan yang ditemuinya setiap hari (Sriningsih, 2009:23).
Kompetensi matematika yang dipadukan dalam pembelajaran matematika untuk anak usia dini adalah kompetensi matematika yang dipublikasikan dalam dokumen The National Council of Teacher of Mathematics pada tahun 2003 tentang Prinsip dan Standar untuk Matematika Sekolah. Kompetensi matematika yang direkomendasikan untuk anak usia dini terdiri dari kompetensi isi dan proses pembelajaran matematika. Kompetensi isi antara lain: bilangan dan operasi bilangan, aljabar, geometri, pengukuran, analisis data dan probabilitas. Sedangkan kompetensi proses meliputi: problem solving, penalaran dan pembuktian, komunikasi, koneksi dan representasi. Standar pembelajaran matematika mengacu pada sepuluh standar yang ditetapkan oleh NTCM (2003) yaitu (1) bilangan dan operasi bilangan, (2) aljabar, (3) geometri, (4) pengukuran, (5) analisis data dan probabilitas, (6) pemecahan masalah, (7) penalaran dan pembuktian, (8) komunikasi, (9) koneksi, (10) representasi.
Adapun ciri-ciri lain yang menandai bahwa anak sudah mulai menyenangi permainan matematika adalah sebagai berikut: (1) anak secara spontan menunjukkan ketertarikan pada aktivitas permainan (2) menyebut urutan bilangan tanpa pemahaman, (3) anak mulai menghitung benda-benda yang ada di sekitarnya secara spontan, (4) anak mulai membandingkan benda-benda dan peristiwa yang ada di sekitarnya, (5) anak mulai menjumlahkan atau mengurangi angka dan benda-benda yang ada di sekitarnya (Sriningsih, 2009: 81).
Menurut Sriningsih (2009:80) bermain dapat pula dijadikan sebagai sarana untuk menanamkan kecintaan anak terhadap matematika. Penanaman konsep matematika dapat dilakukan sedini mungkin melalui kegiatan permainan matematika yang menyenangkan bagi anak. Kegiatan permainan matematika selain dapat dijadikan sebagai sarana rekreasi yang menyenangkan, dapat juga dijadikan sebagai sarana untuk membangun kesiapan dalam belajar matematika pada tahapan selanjutnya.
Menurut Fromboluti dan Rinck (dalam Sriningsih, 2009:29) anak membangun konsep-konsep matematika melalui berbagai kegiatan sehari-hari yang ia lakukan. Konsep matematika dibentuk melalui pengalaman langsung yang dapat dilakukan anak pada berbagai percobaan atau penemuan. Konsep matematika dapat pula dikembangkan melalui berbagai kegiatan bermain misalnya bermain pasir, bermain air, bermain puzzle, bermain balok, bermain masak-masakan. Melalui berbagai kegiatan ini secara tidak langsung anak belajar tentang konsep ukuran, bilangan, warna, bentuk dan lain sebagainya. Anak membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membangun konsep matematika dalam dirinya, karena belajar matematika memerlukan kemampuan untuk berpikir abstrak.
Number Sense bisa dimulai sejak anak masih dalam kandungan. Ketika sedang berhitung Anda bisa mengajak calon bayi berbicara atau berkomunikasi. Pada anak yang kecerdasannya tinggi bisa menyelesaikan persoalan matematika lebih cepat. Strategi memecahkan masalah soal matematika ialah dengan memberikan banyak stimulasi dan diwujudkan dalam keseharian, misalnya menghitung jumlah mobil sedan yang lewat selama 1 menit (Hidayat, 2003: 120).
          Setelah memperoleh gambaran tentang ruang lingkup dasar matematika, maka diharapkan guru atau pembimbing dapat menerapkan konsep-konsep matematika yang dapat diajarkan di Taman Kanak-kanak seperti :
a.         Menyebutkan urutan bilangan
b.        Membilang (mengenakan konsep bilangan) dengan benda-benda.
c.         Menghubungkan konsep bilangan dengan lambang bilangan (anak tidak disuruh menulis)
d.        Mengenal konsep bilangan sama dan tidak sama, lebih kurang, banyak sedikit, dan lain-lain.
e.         Mengenal lambang bilangan atau angka (anak tidak disuruh untuk menulis)
Setelah tahap bermain bebas, tahap yang kedua adalah tahap permainan. Pada tahap ini siswa mulai memahami pola, sifat kesamaan dan ketidaksamaan. Keteraturan dan ketidakteraturan suatu konsep disajikan oleh benda-benda konkrit model matematika. Melalui permainan matematika ini akan tertanam dalam benak siswa bahwa matematika itu menyenangkan. Dalam hal ini penulis mencoba menggunakan model atau media dengan bermain kartu angka.

2.       Konsep Berhitung Pada Anak Usia Dini
Menurut Piaget (Yusuf, 2005:6) perkembangan kognitif pada usia ini berada pada periode preoperational, yaitu tahapan di mana anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis. Yang dimaksud dengan operasi adalah kegiatan-kegiatan yang diselesaikan secara mental dan fisik. Periode ini ditandai dengan berkembangnya representasi atau symbolic function yaitu kemampuan menggunakan sesuatu untuk merepresentasikan (mewakili) sesuatu yang lain dengan menggunakan simbol (kata-kata, gesture/bahasa gerak, dan tanda).
Konsep bilangan itu bersifat abstrak, sehingga untuk mengenalkan konsep bilangan pada anak, guru diharapkan dapat menyajikan materi dengan menggunakan media yang menarik, karena pada saat yang sama di dalam diri anak akan terjadi proses berfikir yang merupakan masa peralihan dari pemahaman  kongkrit menuju pemahaman yang abstrak. Menurut Piaget (Wahyudin dan Agustin, 2011:37) perkembangan kognitif anak terjadi dalam empat tahap, yaitu tahap sensorimotorik (usia 0-2 tahun), tahap pra-operasional (usia 2-7 tahun), tahap operasional konkret (7-12 tahun) dan tahap operasional formal (usia 12 sampai usia dewasa).
Dengan demikian guru dalam kegiatan mengajarnya perlu secara kontinyu menggunakan media pembelajaran dengan pertimbangan bahwa salah satu nilai yang dikandungnya yaitu mengkongkritkan sesuatu yang abstrak. Selain itu apabila menggunakan media dalam kegiatan pembelajaran banyak keuntungan yang diperoleh, diantaranya anak akan merasa lebih tertarik, merasa tenang, termotivasi belajar dan menumbuhkan rasa ingin tahu anak.
Dalam kegiatan pembelajaran matematika pada anak usia dini dalam permainan hitung-menghitung bertujuan mengembangkan pemahaman anak terhadap bilangan dan operasi bilangan dengan benda-benda kongkrit sebagai pondasi yang kokoh pada anak untuk mengembangkan kemampuan membilang pada tahap selanjutnya. Sriningsih (2009: 121) menyatakan bahwa, “guru secara bertahap memberikan pengalaman belajar yang dapat menggantikan benda-benda kongkrit dengan alat-alat yang dapat mengantarkan anak pada kemampuan berhitung secara mental.”

D. Hakikat Bermain Bagi Anak Usia Dini
1. Konsep Bermain
Bermain adalah kegiatan yang anak-anak lakukan sepanjang hari karena bagi anak bermain adalah hidup dan hidup adalah permainan. Anak usia dini tidak membedakan antara bermain, belajar, dan bekerja. Anak-anak umumnya sangat menikmati permainan dan akan terus melakukannya di manapun mereka memiliki kesempatan. Piaget dalam Sujiono (2009:144) mengatakan bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan menimbulkan kesenangan/ kepuasan bagi diri seseorang.
Bermain merupakan sarana mengubah kekuatan potensi anak menjadi berbagai kemampuan dan kecakapan serta penyaluran energi yang baik bagi perkembangan anak. Dalam bermain, para ahli memberikan pendapat dan batasan-batasan yang berbeda, namun kebanyakan para ahli sepakat bahwa terdapat karakteristik-karakteristik tertentu yang membedakan bermain dari tipe-tipe perilaku anak bermain.
Menurut Catron dan Allen dalam Sujiono (2009:145) pada dasarnya bermain memiliki tujuan utama yakni memelihara perkembangan atau pertumbuhan optimal anak usia dini melalui pendekatan bermain yang kreatif, interaktif dan terintegrasi dengan lingkungan bermain anak. Penekanan dari bermain adalah perkembangan kreativitas dari anak-anak. Semua anak usia dini memiliki potensi kreatif tetapi perkembangan kreativitas sangat individual dan bervariasi antar anak yang satu dengan anak lainnya.
Melalui bermain anak belajar mengendalikan diri sendiri, memahami kehidupan, memahami dunianya. Jadi bermain merupakan cermin perkembangan anak. Bermain juga merupakan tuntutan dan kebutuhan yang esensial bagi anak. Melalui bermain anak akan dapat memuaskan tuntutan dan kebutuhan perkembangan dimensi motorik, kognitif, kreativitas, bahasa, emosi, sosial, nilai, dan sikap hidup.
Dengan kegiatan bermain anak dapat mengembangkan kreativitasnya, yaitu melakukan kegiatan yang mengandung kelenturan; memanfaatkan imajinasi atau ekspresi diri; kegiatan-kegiatan pemecahan masalah, mencari cara baru dan sebagainya. Melalui kegiatan bermain anak juga dapat melatih kemampuan bahasanya dengan cara: mendengarkan beraneka bunyi, mengucapkan suku kata atau kata, memperluas kosa kata, berbicara sesuai dengan tata bahasa Indonesia, dan sebagainya.
Dengan bermain anak dapat meningkatkan kepekaan emosinya dengan cara mengenalkan bermacam perasaan, mengenalkan perubahan perasaan, membuat pertimbangan, menumbuhkan kepercayaan diri. Melalui bermain anak dapat mengembangkan kemampuan sosialnya, seperti membina hubungan dengan anak lain, bertingkah laku sesuai dengan tuntutan masyarakat, menyesuaikan diri dengan teman sebaya, dapat memahami tingkah lakunya sendiri, dan paham bahwa setiap perbuatan ada konsekuensinya.
Sesuai dengan pengertian bermain yang merupakan tuntutan dan kebutuhan bagi perkembangan anak usia dini, menurut Hartley, Frank dan Goldenson (dalam Moeslichatoen, 1999:33-34) ada 8 fungsi bermain bagi anak:
a.       Menirukan apa yang dilakukan oleh orang dewasa. Contohnya, meniru ibu masak di dapur, dokter mengobati orang sakit, dan sebagainya.
b.      Untuk melakukan berbagai peran yang ada di dalam kehidupan nyata seperti guru mengajar di kelas, sopir mengendarai bus, petani menggarap sawah, dan sebagainya.
c.       Untuk mencerminkan hubungan dalam keluarga dan pengalaman hidup yang nyata. Contohnya ibu memandikan adik, ayah membaca koran, kakak mengerjakan tugas sekolah, dan sebagainya.
d.      Untuk menyalurkan perasaan yang kuat seperti memukul-mukul kaleng, menepuk-nepuk air, dan sebagainya.
e.       Untuk melepaskan dorongan-dorongan yang tidak dapat diterima seperti berperan sebagai pencuri, menjadi anak nakal, pelanggar lalu lintas, dan sebagainya.
f.          Untuk kilas balik peran-peran yang biasa dilakukan seperti gosok gigi, sarapan pagi, naik angkutan kota, dan sebagainya.
g.      Mencerminkan pertumbuhan seperti pertumbuhan misalnya semakin bertambah tinggi tubuhnya, semakin gemuk badannya, dan semakin dapat berlari cepat.
h.      Untuk memecahkan masalah dan mencoba penyelesaian masalah seperti menghias ruangan, menyiapkan jamuan makan, pesta ulang tahun.

Setiap permainan dan bermain mempunyai karakteristik atau identitas tertentu yang dapat dibedakan dengan aktivitas lainnya. Jika kita melakukan kegiatan membersihkan sampah di halaman rumah dengan sapu, kemudian kita lakukan dengan senang hati tanpa imbalan tertentu, perintah dari siapapun atau mempedulikan hasil (bersih atau tidaknya) dan mengerjakannya sambil bernyanyi-nyanyi, contohnya maka kegiatan tersebut dapat digolongkan bermain atau suatu bentuk permainan (Wardani, 2009:23).

2. Manfaat Bermain
Menurut Suyanto (2005: 119-121) dalam kegiatan bermain setiap anak mendapat berbagai bentuk manfaat yang dirasakannya, adapun manfaat yang dapat dirasakan anak mencakup berbagai aspek yaitu:
a. Manfaat bermain untuk perkembangan aspek fisik
Bila anak mendapat kesempatan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang banyak melibatkan gerakan-gerakan tubuh, akan membuat tubuh anak menjadi sehat. Otot-otot tubuh akan menjadi kuat, selain itu anak dapat menyalurkan energi yang berlebihan sehingga anak tidak merasa gelisah.
b.  Manfaat bermain untuk perkembangan aspek motorik kasar dan motorik halus
            Saat masih bayi, anak tidak berdaya karena ia belum bisa menggunakan anggota tubuh, saat usia tiga bulan anak tersebut mulai mencoba meraih mainannya. Dari sini anak sudah mulai belajar mengkoordinasikan (menyelaraskan) gerakan mata dengan tangan, saat usia satu tahun anak senang memegang pensil untuk membuat coretan-coretan dan secara tidak langsung anak sudah melakukan gerakan-gerakan motorik halus yang diperlukan saat menulis, sekitar usia tiga tahun anak tersebut sudah bisa membuat garis lengkung, usia empat dan lima tahun anak sudah mulai menggambar bentuk-bentuk. Aspek motorik kasar juga dapat dikembangkan dengan bermain kejar-kejaran dengan teman seusianya.
c.  Manfaat bermain untuk perkembangan aspek sosial
Dalam kegiatan bermain anak, si anak akan belajar berkomunikasi dengan teman seusianya dan mulai belajar hak milik dengan orang lain. Melalui bermain peran, anak juga akan belajar menjadi seorang ayah, ibu, pembantu, dan lain-lain. Yang akan memberikan anak tersebut pengetahuan yang lebih luas dan mulai belajar rasa tanggungjawab.
d.  Manfaat bermain untuk perkembangan aspek emosi atau kepribadian
Dalam bermain juga anak bisa mengungkapkan emosinya seperti contoh di atas, bahwa anak akan bermain boneka-bonekaan dan memukul-mukul boneka tersebut sesukanya, karena anak tersebut sudah dimarahi secara fisik oleh orang tuanya. Anak-anak suka belajar bagaimana dan apa yang harus dilakukan saat di tengah-tengah kelompok, bagaimana dia bersikap jujur, murah senyum, tulus, bertanggungjawab, dan lain-lain.
e.    Manfaat bermain untuk perkembangan aspek kognisi
Aspek kognisi ini diartikan sebagai pengetahuan yang luas, daya nalar, kreativitas, kemampuan berbahasa, serta daya ingat. Dalam kehidupannya anak-anak akan perlu berkomunikasi, yang pada mulanya hanya dengan bahasa tubuh, seiring dengan bertambahnya usia dan bertambah perbendaharaan kata, maka anak tersebut akan mulai berkomunikasi secara lisan.
f.     Manfaat bermain untuk mengasah ketajaman penginderaan
Pada anak masa pra sekolah perlu dikembangkan ketajaman atau kepekaan penglihatan dan pendengaran, hal ini agar anak lebih mudah dalam belajar mengenal dan mengingat bentuk-bentuk. Tanpa kita sadari anak-anak sejak bayi sudah mulai belajar jenis-jenis suara, seperti mengenali suara ayah dan ibunya. Dan anak juga sudah mulai belajar mengingat warna-warna yang ada di sekitarnya.
3. Permainan dalam Pembelajaran Matematika
Menurut Piaget dalam Suyanto (2005: 161) dengan belajar matematika anak dapat memahami bahasa matematika dan penggunaannya untuk berfikir. Kecerdasan logika-matematika merupakan bagian dari perkembangan kognitif yang sangat dibutuhkan oleh anak. Anak senang sekali bermain, dengan bermain anak dapat menyalurkan perasaannya, menambah kemampuan serta kecerdasannya. Untuk itu, perlu ada permainan yang bisa meningkatkan kecerdasan anak.
Sujiono (2010: 6.16) mengemukakan tentang pengembangan kecerdasan logika-matematika melalui permainan penuh strategi dan eksperimen seperti permainan mengelompokkan benda, mengenal dan mempelajari bilangan, bermain kartu dan lain-lain.
Suyanto (2005: 162) mengemukakan secara umum konsep matematika untuk anak usia dini diantaranya:
  1. Memilih, membandingkan dan mengurutkan, misalnya memilih buah yang berukuran pendek saja/panjang saja
  2. Klasifikasi, yaitu mengelompokkan harta karun ke dalam beberapa kelompok misalnya benda bentuknya lonjong/bulat.
  3. Menghitung, yaitu menghubungkan antara benda dengan konsep bilangan, dimulai dari satu, dua, tiga, dan seterusnya, lalu dilanjutkan dengan kelipatan dua, empat, enam, delapan, sepuluh.
  4. Angka, yaitu simbol dari kuantitas. Anak bisa menghubungkan antara banyaknya benda dengan simbol angka
Menurut Depdiknas (2000: 1) tujuan permainan matematika itu untuk menumbuhkembangkan keterampilan berhitung yang sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari. Dengan permainan inilah dapat membantu anak untuk memahami keterampilan berhitung tersebut. Jadi, tujuan permainan ini adalah untuk menumbuhkembangkan keterampilan berhitung sejak dini dan melatih anak agar dapat berfikir logis dan sistematis.
4. Media Permainan Kartu Angka Modifikasi Dalam Pembelajaran Matematika
Komariyah dan Soeparno (2010: 66) menjelaskan bahwa, media kartu angka adalah penggunaan suatu bentuk media pembelajaran yang berbasis permainan terdiri atas kartu-kartu untuk menyampaikan materi melalui pertanyaan-pertanyaan yang telah terkonsep. Media permainan kartu angka modifikasi ini digunakan sebagai media penyampai pesan pada waktu pembelajaran matematika. Kartu angka modifikasi sebagai media pembelajaran dengan unsur permainan dapat memberikan rangsangan pada anak-anak untuk terlibat aktif dalam kegiatan proses pembelajaran. Menurut Komariyah dan Soeparno (2010: 66)  “media permainan kartu angka memiliki dampak yang positif terhadap anak pada proses pembelajaran matematika.”
Berdasarkan pendapat di atas dengan media permainan kartu angka modifikasi pembelajaran matematika anak TK dapat lebih mudah untuk memahami konsep-konsep berhitung, lebih termotivasi untuk belajar menghitung, memberikan warna dan cara yang menarik untuk belajar matematika, dapat merangkai ide-ide dan metode yang baru dalam menguasai konsep berhitung, dan dapat menumbuhkan minat untuk belajar matematika.
Supaya permainan kartu angka modifikasi dapat digunakan secara efektif dan efisien maka ada beberapa tahapan yang dilakukan oleh guru dan siswa, yaitu:
a.    Tahap Persiapan, pemanfaatan media permainan kartu angka modifikasi dapat berjalan dengan baik apabila dilakukan persiapan yang terencana sebelum memanfaatkan media.
b.    Tahap Pelaksanaan, setelah tahap persiapan dilaksanakan adalah memanfaatkan media permainan kartu angka modifikasi dengan langkah-langkah yang tepat dan bervariasi.
c.    Tahap Tindak lanjut, tahap terakhir adalah tindak lanjut, yaitu dimaksudkan untuk mengetahui apabila media permainan kartu angka modifikasi dapat meningkatkan hasil belajar anak.
Media permainan kartu angka modifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kartu dari kertas manila atau sejenis yang digunting dengan ukuran yang sama (7,5 cm x 5,5 cm) yang diberikan gambar-gambar yang pamiliar dengan anak dan ditulisi angka-angka jumlah gambar tersebut. Angka-angka yang terdapat dalam kartu berupa angka timbul. Anak dapat merasakan angka tersebut ketika memegangnya. Dalam proses pembelajaran anak bisa belajar berhitung matematika dengan menggunakan media tersebut, anak menghitung jumlah kartu yang dibagikannya dapat dijumlahkan dengan kartu yang didapat oleh temannya. Dalam hal ini peran guru sangat penting utuk mengatur belajar siswa.

E. Kerangka Pemikiran
Pembelajaran yang disukai anak adalah melalui bermain maka metode Permainan dengan media kartu angka dimodifikasi sangat tepat untuk langkah awal meningkatkan kemampuan berhitung pada anak.
Untuk memudahkan pelaksanaan tindakan kelas maka perlu disusun bagan kerangka berfikir yang merupakan landasan penelitian tindakan kelas. Adapun kerangka pemikiran yang mendasari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Kondisi Kemampuan berhitung anak masih kurang
Siklus I
Tindakan kegiatan pembelajaran dengan permainan kartu angka modifikasi 
Sudah ada perubahan kemampuan berhitung anak  yaitu sedikit meningkat tapi belum maksimal
Siklus II
Tindakan kegiatan pembelajaran dengan permainan kartu angka modifikasi

Peningkatan kemampuan berhitung anak sudah optimal dan sesuai harapan maka penelitian dianggap berhasil
 













Gambar 2.1

Kerangka Berfikir Peningkatan Kemampuan berhitung Anak Usia Dini Melalui Kegiatan Permainan Kartu Angka Modifikasi 

No comments:

Post a Comment

Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive