Sunday, December 16, 2018

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA MELALUI MEDIA KARTU HURUF PADA ANAK USIA DINI DI TK


2.1     Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Menurut Departemen Pendidikan Nasional Indonesia yang tercantum pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 butir 14;
”Pendidikan anak usia dini atau disingkat PAUD adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan dengan memberi rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.”

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) justru belum banyak mendapat perhatian. Saat ini, pendidikan usia dini baru diperoleh oleh sebagian kecil anak di Indonesia. Hasil pendataan Depdiknas pada tahun 2002, baru 28 persen dari 26,1 juta anak usia 6 tahun yang mendapat pendidikan usia dini.
Sebagian besar di antara mereka, yakni 2,6 juta, mendapatkan pendidikan dengan jalan masuk ke Sekolah Dasar pada usia lebih awal. Sebanyak 2,5 juta anak mendapat pendidikan di Bina Keluarga Balita (BKB), 2,1 juta anak bersekolah di TK atau Raudhatul Atfhal, dan sekitar 100.000 anak di kelompok bermain (play group). Rasio jumlah lembaga pendidikan dan anak usia dini diperkirakan 1:8. Data tersebut memperlihatkan bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) belum cukup mendapatkan perhatian padahal kapasitas perkembangan kognitif anak sudah dapat terbentuk pada usia dini jauh di bawah usia sekolah (Depdiknas, 2002).
Menurut bab 4 pasal 28 ayat 1 sampai 5 Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa :
  1. Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
  2. Pendidikan anak usia dini diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, non formal dan atau informal.
  3. Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal berbentuk TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat.
  4. Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok belajar, tempat penitipan anak atau bentuk lain yang sederajat. Bentuk Pendidikan Anak Usia Dini antara lain:
1)        TPA, merupakan layanan penitipan anak intensif karena dilakukan setengah hari atau sehari penuh dan setiap hari
2)        KB (Kelompok Bermain), merupakan layanan semi intensif karena di laksanakan 3-6 kali/minggu.


2.2    Kemampuan Bahasa Anak Usia Dini
Sebagaimana anak yang baru lahir (baby) mau tidak mau harus melalui proses belajar bahasa setahap demi setahap yang dipelajari dari orang sekelilingnya yaitu misalnya; ibu, bapak, saudara-saudaranya, nenek-neneknya, yang di dalam rumah. Yang menarik perhatian kita adalah, mengapa anak kita mudah menerima “kata-kata baru” bila mendengar dari orang sekelilingnya? Karena pada dasarnya anak kecil itu belum mempunyai konsep bahasa, tetapi yang ada padanya baru berbentuk “potensi”, yang mana potensi itu akan punya potensi, jika orang disekelilingnya mau menggunakan. Potensi itulah yang disebut “fithrah”.
Perbedaannya dengan orang dewasa atau anak remaja yang belajar bahasa ialah, baik orang dewasa atau anak remaja itu sudah mempunyai pengalaman dan konsep bahasa lain, misalnya bahasa ibu atau bahasa nasional. Pada saat inilah mereka akan menghadapi problem untuk mempelajari bahasa asing, karena bahasa asing mempunyai bunyi (suara) yang berbeda, kosa kata yang berbeda, tata kalimat yang berbeda, dan lain-lain.
Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat atau gerak dengan menggunakan kata-kata, kalimat bunyi, lambang dan gambar. Menurut Miller (dalam Wahyudin dan Agustin, 2010: 15) “bahasa adalah suatu urutan kata-kata, bahasa juga dapat digunakan untuk menyampaikan informasi mengenai tempat yang berbeda atau waktu yang berbeda.”
Pada usia 3-6 tahun kemampuan berbahasa anak akan berkembang sejalan dengan rasa ingin tahu serta sikap antusias yang tinggi, sehingga timbul pertanyaan-pertanyaan dari anak dengan kemampuan bahasanya. Antara usia 4 dan 5 tahun, kalimat anak sudah terdiri dari empat sampai lima kata. Antara 5 dan 6 tahun, kalimat anak sudah terdiri dari enam sampai delapan kata. Mereka juga sudah dapat menjelaskan arti kata-kata sederhana, mengetahui lawan kata. Mereka dapat menggunakan kata penghubung, kata depan dan kata sandang. Pada masa akhir usia prasekolah anak umumnya sudah mampu berkata-kata sederhana, cara bicara mereka telah lancar, dapat dimengerti dan cukup mengikuti tata bahasa walaupun masih melakukan kesalahan berbahasa.
Jadi barang siapa ingin mempelajari bahasa asing berarti harus sadar dengan seluruh daya upaya untuk membentuk kebiasaan baru, sedangkan pada saat mempelajari bahasa ibu (bahasa nasional) proses itu berjalan tanpa sadar. Pada saat ini pula anak akan berusaha mengkaitkan dan membuat persamaan dan perbedaan antara bahasa ibu (bahasa nasional) dan bahasa asing yang sedang dipelajarinya.
Ketika memasuki taman kanak-kanak sudah menguasai hampir semua kaidah dasar gramatikal bahasanya. Dia sudah dapat membuat kalimat berita, kalimat tanya, dan sejumlah konstruksi lain. Hanya dia masih mendapat kesulitan dalam membuat kalimat pasif. Pada masa akhir usia prasekolah anak umumnya sudah mampu berkata-kata sederhana dan berbahasa sederhana, cara bicara mereka sudah lancar, dapat dimengerti dan cukup mengikuti tata bahasa walaupun masih melakukan kesalahan berbahasa (Wahyudin dan Agustin, 2010:16).
Untuk membantu perkembangan bahasa anak, atau kemampuan berkomunikasi maka orang tua dan guru Taman Kanak-kanak seyogianya memfasilitasi, memberi kemudahan, atau peluang kepada anak dengan sebaik-baiknya. Berbagai peluang itu diantaranya sebagai berikut:
a.       Bertutur kata yang baik dengan anak
b.      Mau mendengarkan pembicaraan anak
c.       Menjawab pertanyaan anak (jangan meremehkannya)
d.      Mengajak berdialog dalam hal-hal sederhana, seperti memelihara kebersihan rumah, sekolah, dan memelihara kesehatan diri.
e.       Di Taman Kanak-kanak, anak dibiasakan untuk bertanya, mengekspresikan keinginannya, menghafal, dan melantunkan lagu dan puisi. (Yusuf,  2005:170).

2.3     Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini
          Kemampuan mengucapkan bahasa merupakan salah satu keterampilan yang berlaku cukup penting dalam keseluruhan kehidupan individu bukan hanya pada anak usia dini. Kemampuan berbahasa akan menjadi modal utama bagi anak dalam melakukan komunikasi dengan teman, guru dan juga orang dewasa lain yang ada di sekitarnya, minimalnya sebelum memasuki pendidikan formal anak sudah memiliki kemampuan berbahasa dalam satu bahasa “ibu” (Wahyudin dan Agustin, 2009:15).
          Menurut Yusuf (2005:170) perkembangan bahasa anak usia dini dapat diklasifikasikan ke dalam dua tahap (sebagai kelanjutan dari dua tahap sebelumnya) yaitu sebagai berikut:
  1. Masa ketiga (2,0-2,6) yang bercirikan:
1)      Anak sudah mulai bisa menyusun kalimat tunggal yang sempurna.
2)      Anak sudah mampu memahami tentang perbandingan misalnya burung pipit lebih kecil dari burung perkutut, anjing lebih besar dari kucing.
3)      Anak banyak menanyakan nama dan tempat: apa, dimana, dan darimana.
4)      Anak sudah banyak menggunakan kata-kata yang berawalan dan yang berakhiran.
  1. Masa keempat (2,6-6,0) yang bercirikan:
1)      Anak sudah dapat menggunakan kalimat majemuk beserta kalimatnya.
2)      Tingkat berpikir anak sudah lebih maju, anak banyak menanyakan soal waktu, sebab akibat melalui pertanyaan-pertanyaan: kapan, kemana, mengapa, dan bagaimana.

Perkembangan bahasa anak merupakan proses biologis dan psikologis, karena melibatkan proses pertumbuhan alami dan perkembangan psikologis sebagai akibat interaksi anak dengan lingkungan. Kecepatan anak dalam berbicara (bahasa pertama) merupakan salah satu keajaiban alam  dan menjadi bukti kuat dari dasar biologis untuk pemerolehan bahasa.
Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini, tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol untuk mengungkapkan sesuatu pengertian, seperti dengan menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan dan mimik muka (Yusuf, 2005:118).
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan sarana yang sangat penting dalam kehidupan anak. Di samping itu, bahasa juga merupakan alat untuk menyatakan pikiran dan perasaan kepada orang lain yang sekaligus berfungsi untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain (Wahyudin dan Agustin, 2009:15).
Pada saat yang sama, perkembangan kompetensi berbahasa, yakni kemampuan untuk menggunakan seluruh  aturan  berbahasa baik untuk ekspresi (berbicara) maupun interpretasi (memberi makna), dipengaruhi oleh pengalaman dan lingkungan anak. Selama tahun-tahun awal prasekolah, khususnya di kelompok bermain, interaksi dengan orang dewasa dan penutur lain yang lebih tua, memainkan peranan yang penting dalam mendukung perkembangan kemampuan berkomunikasi anak.
Ketika memasuki kelompok bermain, anak telah dapat memberikan sejumlah informasi dan menggunakan berbagai bentuk pertanyaan dengan menggunakan kata “apa”, “mengapa”, “kapan”, “di mana”, dan “siapa”. Mereka juga dapat berargumentasi dan dapat tertawa oleh penggunaan kata-kata yang keliru. Anak usia 4 tahun mempunyai selera humor yang relatif baik, senang terhadap rima (persajakan), teka-teki, lelucon sederhana, dan gurauan lisan. Mereka juga dapat menikmati cerita yang dibicarakan kepada mereka, khususnya ketika mereka dapat melihat ke ilustrasi gambar yang menyertai cerita tersebut.
Dalam berbahasa anak dituntut menuntaskan atau menguasai empat tugas pokok yang satu sama lain saling berkaitan. Apabila anak berhasil menuntaskan tugas yang satu, maka berarti juga ia dapat menuntaskan tugas-tugas yang lainnya. Keempat tugas itu adalah sebagai berikut.
a)        Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain.
b)        Pengembangan perbendaharaan kata anak berkembang dimulai secara lambat pada usia dua tahun pertama, kemudian mengalami tempo yang cepat pada usia prasekolah dan terus meningkat setelah anak masuk sekolah.
c)        Penyusunan kata-kata menjadi kalimat, kemampuan menyusun kata-kata menjadi kalimat pada umumnya berkembang sebelum usia dua tahun. Bentuk kalimat pertama adalah kalimat tunggal (kalimat satu kata) dengan disertai gerakan untuk melengkapi cara berpikirnya. Contoh anak menyebut “bola” sambil menunjuk bola itu dengan jarinya. Seiring dengan meningkatnya usia anak dan keluasan pergaulannya, tipe kalimat yang diucapkannya pun semakin panjang dan kompleks.
d)       Ucapan, kemampuan mengucapkan kata-kata merupakan hasil belajar melalui imitasi (peniruan) terhadap suara-suara yang didengar anak dari orang lain (terutama orang tuanya). Kejelasan ucapan itu baru tercapai pada usia sekitar tiga tahun. Hasil studi tentang suara dan kombinasi suara menunjukkan bahwa anak mengalami kemudahan dan kesulitan dalam huruf-huruf tertentu. Huruf-huruf yang mudah diucapkan yaitu huruf hidup (vokal) seperti i, a, e, dan u dan huruf mati (konsonan) seperti t, p, b, m dan n, sedangkan yang sulit diucapkan adalah huruf mati tunggal seperti z, w, s dan g dan huruf mati rangkap (diftong) seperti st, str, dan dr.   (Yusuf, 2005:119).           
            Ada dua tipe perkembangan bahasa anak, yaitu sebagai berikut.
1)        Egocentric speech, yaitu anak berbicara kepada dirinya sendiri (monolog).
2)        Socialized speech, yang terjadi ketika berlangsung kontak antara anak dengan temannya atau dengan lingkungannya. Perkembangan ini dibagi ke dalam lima bentuk: (a) adapted information, di sini terjadi saling tukar gagasan atau adanya tujuan bersama yang dicari, (b) critism, yang menyangkut penilaian anak terhadap ucapan atau tingkah laku orang lain, (c) command (perintah), request (permintaan), dan threat (ancaman), (d) questions (pertanyaan), dan (e) answer (jawaban)
2.4     Membaca
2.4.1 Pengertian Membaca
          Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas dan makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik (Hodgson dalam Tarigan, 2008:7).
Menurut Anderson (dalam Tarigan, 2008:7) membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi (a recording and decoding process), berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian (encoding). Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna.
Membaca merupakan suatu proses yang kompleks dengan melibatkan kedua belahan otak. Membaca merupakan dasar utama untuk memperoleh kemampuan belajar di berbagai bidang. Melalui membaca seseorang dapat membuka cakrawala dunia, mengetahui apa yang sebelumnya tidak diketahui (Subini, 2011:53).
Membaca merupakan modal bagi seseorang untuk mempelajari buku dan mencari informasi tertulis. Bagi siswa membaca juga menjadi modal agar dapat mengikuti kegiatan pembelajaran. Menurut Yusuf (2005:134) “membaca merupakan aktifitas auditif dan visual untuk memperoleh makna dari simbol berupa huruf atau kata.” Menurut Tampubolon dalam Anggie (http://saunganggie.blogspot.com/2009) “membaca pada hakekatnya adalah kegiatan fisik dan mental untuk menemukan makna dari tulisan”.
Membaca bukan hanya mengucapkan bahasa tulis tetapi juga memahami maknanya. Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika anak pada usia sekolah tidak segera memiliki kemampuan membaca, maka anak akan mengalami banyak kesulitan dalam beberapa bidang studi.
Ada lima tahapan perkembangan membaca yaitu : (1) kesiapan membaca, (2) membaca permulaan, (3) ketrampilan membaca cepat, (4) membaca luas dan (5) membaca yang sesungguhnya. Oleh karena itu, anak harus belajar membaca agar dapat belajar. Kemampuan membaca merupakan suatu kemampuan untuk memahami informasi atau wacana yang disampaikan oleh pihak lain melalui tulisan.
Berdasarkan pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa membaca merupakan kegiatan yang sangat kompleks yang mencakup aktifitas fisik dan mental untuk mengenal, memahami makna dari suatu simbol atau tulisan. Dikatakan kegiatan fisik karena bagian tubuh khususnya mata beraktifitas dalam kegiatan membaca. Dikatakan kegiatan mental karena bagian-bagian pikiran khususnya persepsi yaitu kemampuan untuk menafsirkan apa yang dilihat sebagai simbol atau kata dan ingatan terlibat didalam kegiatan ini.
Beberapa hal yang tercakup dalam pengertian membaca yaitu: membaca merupakan suatu proses, strategis, interaktif. Membaca merupakan suatu proses maksudnya adalah informasi dari teks dan pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca mempunyai peran utama dalam membentuk makna. Strategis maksudnya membaca yang efektif menggunakan berbagai strategi yang sesuai dengan teks yang dibaca. Interaktif maksudnya keterlibatan pembaca dengan teks tergantung pada konteks.
Berdasarkan subtansinya pengertian membaca dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu:
1)             Pengertian sederhana, yaitu pengertian yang memandang membaca sebagai proses pengenalan simbol-simbol tertulis bermakna.
2)             Pengertian agak luas, yaitu pengertian yang memandang membaca sebagai proses memahami bacaan,
3)             Pengertian luas, yaitu pengertian yang memandang membaca sebagai proses mengolah bacaan yaitu proses memaknai bacaan secara mendalam
Membaca adalah gerbang menuju penguasaan ilmu pengetahuan. Betapa pentingnya peranan membaca bagi kita semua. Dalam membaca kita mempunyai banyak tujuan, tergantung pada situasi dan kondisi si pembaca. Sejono (dalam Devid Haryalesmana, 2009:56) mengemukakan bahwa tujuan membaca dan menulis permulaan ialah “mengenalkan kepada siswa huruf-huruf abjad sebagai tanda suara dan melatih kecakapan anak untuk mengubah huruf menjadi suara dalam kata- kata sebagai pengertian”. 
Tujuan membaca menurut Smith (Tampubolon, 2009) “membangun pemahaman dari teks yang tertulis, menemukan makna dari bacaan atau tulisan bukan mengenali huruf-huruf”. Menurut Stauffer dalam Mathedu (2009) tujuan membaca membangun konsep, mengembangkan perbendaharaan kata, memberi pengetahuan, menambahkan proses pengayaan pribadi, mengembangkan intelektualitas, mengerti dan memahami problem orang lain, mengembangkan konsep diri dan sebagai suatu kesenangan.
Membaca mampu mengembangkan intelektualitas seseorang, karena dengan membaca pengetahuan seseorang akan bertambah. Ilmu yang tidak kita mengerti akan kita mengerti lewat membaca. Seseorang yang gemar membaca akan nampak berbeda dengan orang yang tidak suka membaca saat mengemukakan pendapat atau berargumentasi terhadap suatu masalah, karena ilmu atau pengalaman nya yang didapat melalui membaca.
Berdasarkan pendapat diatas penulis menyimpulkan bahwa tujuan membaca diantaranya:
1) Mengembangkan intelektualitas/ melatih kecakapan
2) Mendapatkan informasi
3) Membangun konsep diri
4) Melepaskan diri dari kejenuhan, kesedihan, bahkan keputusasaan
5) Membaca karena hobi
  
2.4.2  Tahapan Proses Belajar Membaca
Grainger (2003:185) menyebutkan adanya tiga tahapan dalam proses membaca. Tahap prabaca dapat dilihat dari kesiapan anak untuk memulai pengajaran formal dan tergantung pada kesadaran fonemis anak. Anak yang dinyatakan siap (biasanya pada anak-anak yang baru memasuki usia prasekolah) kemudian akan melalui tahap pertama dalam proses membaca.
Tahap pertama adalah tahap logografis, anak-anak taman kanak-kanak atau awal kelas 1 menebak kata-kata berdasarkan satu atau sekelompok kecil huruf sehingga tingkat diskriminasi sangat buruk. Kemudian setelah mendapat pengajaran, diskriminasi menjadi lebih baik. Anak dapat membedakan kata yang sudah dan belum dikenal, namun mereka belum dapat membaca kata-kata yang belum dikenal. Strategi membaca awal pada tahap logografis secara umum tidak bersifat fonologis, tetapi lebih bersifat pendekatan global atau visual di mana pembaca awal mencoba mengidentifikasi kata secara keseluruhan berdasarkan ciri-ciri yang bisa dikenali.
Tahap kedua adalah tahap alfabetis, pada tahap ini pembaca awal memperoleh lebih banyak pengetahuan tentang bagaimana membagi kata-kata ke dalam fonem-fonem dan bagaimana merepresentasikan bunyi-bunyi yang mereka baca dan eja dengan ortografi alfabet. Tahap ketiga dilalui ketika anak sudah lancar dalam proses dekoding. Anak pada tahap ini mampu memecahkan kata-kata yang beraturan dan tak beraturan dengan menggunakan konteks. Biasanya tahap ini berlangsung ketika anak berada pada pertengahan sampai akhir kelas 3 dan kelas 4 sekolah dasar.
Lebih khususnya, anak-anak berada pada tahap pertama dan kedua dalam proses membaca, yaitu tahap logografis dan alfabetis. Pembagian tahapan ini berdasarkan kemampuan yang harus dikuasai anak, yaitu penguasaan kode alfabetik yang hanya memungkinkan anak untuk membaca secara teknis, belum sampai memahami bacaan seperti pada tahap membaca lanjut.
Pengajaran membaca permulaan di taman kanak-kanak umumnya sudah dimulai sejak awal tahun pertama. Anak-anak diberi stimulasi berupa pengenalan huruf-huruf dalam alfabet. Praktik ini langsung disandingkan dengan keterampilan menulis, di mana anak diminta mengenal bentuk dan arah garis ketika menulis huruf. Metode belajar membaca di taman kanak-kanak biasanya mendapat hambatan dalam penerapannya.
Metode ini diberikan sama pada setiap anak, dan materi ajaran umumnya hanya berasal dari buku penunjang. Jika melihat perbedaan anak dalam gaya belajar, hal ini akan kurang memberi hasil yang optimal. Penanganan secara individual di kelas saat belajar membaca tidaklah dimungkinkan, karena ketersediaan tenaga guru yang terbatas. Untuk mengatasinya guru pun membagi anak dalam kelompok-kelompok kecil setiap harinya.
Dalam hal baca tulis, siswa kelas A (nol kecil) sudah mendapatkan rangsangan berupa huruf abjad sejak minggu kedua mereka bersekolah. Praktek selanjutnya adalah mengenal bentuk dengan belajar menulis huruf dengan menebalkan garis atau meniru tulisan guru di buku kotak-kotak. Praktek ini bisa jadi memang membuat anak mampu menulis atau memegang pensil, tapi anak tidak tahu apa yang ia tulis karena ia hanya sekedar mengikuti pola yang ada.

2.4.3  Kemampuan Membaca Anak Usia Dini
Secara bahasa kemampuan sama dengan kesanggupan atau kecakapan. Jadi, kemampuan adalah kesanggupan individu untuk melakukan pekerjaan yang dibebankan. Sedangkan kemampuan membaca adalah kemampuan individu untuk mendengarkan ujaran yang disampaikan oleh lawan bicara, berbicara dengan lawan bicara, membaca pesan-pesan yang disampaikan dalam bentuk tulis, dan menulis pesan-pesan baik secara lisan maupun tulisan.
Menurut Montessori (Hainstock, 2002:103), masa peka anak untuk belajar membaca dan berhitung berada di usia 4 – 5 tahun, karena di usia ini anak lebih mudah membaca dan mengerti angka. Doman (2005: 44) menyarankan sebaiknya anak mulai belajar membaca di periode usia 1 hingga 5 tahun. Menurutnya, pada masa ini otak anak bagaikan pintu yang terbuka untuk semua informasi, dan anak bisa belajar membaca dengan mudah dan alamiah. Namun menurut Dardjowidjojo (2003:301), dari segi neurologis pada usia 1 tahun otak baru berkembang 60% dari otak orang dewasa. Di usia ini anak belum dapat mengidentifikasi letak garis lurus dan setengah lingkaran apalagi kombinasinya, maka anak belum mungkin belajar membaca.
Dardjowidjojo (2003:301) kemudian menyebutkan bahwa membaca hanya dapat dilakukan ketika anak sudah memenuhi prasyarat – prasyarat tertentu untuk berbicara. Prasyarat ini antara lain: menguasai sistem fonologis (bunyi), sintaksis (struktur kalimat), dan kemampuan semantik (kaitan makna antar kata).
Sementara menurut Grainger (2003:185), kesiapan untuk memulai pengajaran membaca tergantung pada kesadaran fonemis. Istilah ini meliputi banyak aspek kepekaan anak terhadap struktur bunyi kata lisan, menentukan kemampuan memetakan bunyi ke simbol yang penting untuk membaca, menulis, dan mengeja. Faktor ini pula yang nantinya menjadi dasar untuk membedakan kemampuan membaca pada anak normal dan pembaca lemah.
Bahasa terdiri dari berbagai simbol yang dapat terungkap secara lisan maupun tulisan. Pemerolehan bahasa terjadi pada subtahap pemikiran simbolik tahap praoperasional tersebut, sehingga menurut Piaget, bahasa merupakan hasil dari perkembangan intelektual secara keseluruhan dan sebagai bagian dari kerangka fungsi simbolik.
Bahasa berkaitan erat dengan perkembangan kognisi anak, terutama dalam hal kemampuan berpikir. Prinsip yang mempengaruhi penyatuan itu adalah pertama, semua fungsi mental memiliki asal-usul eksternal atau sosial. Anak–anak harus menggunakan bahasa dan menggunakannya pada orang lain sebelum berfokus dalam proses mental mereka sendiri. Kedua, anak–anak harus berkomunikasi secara eksternal menggunakan bahasa selama periode yang lama sebelum transisi kemampuan bicara eksternal ke internal berlangsung.
Jadi, anak perlu belajar bahasa untuk mengasah Keterampilan mereka dalam melakukan proses mental seperti berpikir dan memecahkan masalah, karena bahasa merupakan alat berpikir. Demikian pula dengan membaca, yang merupakan salah satu komponen bahasa yang perlu dipelajari sejak dini.
Salah satu teori membaca yang amat berpengaruh adalah teori rute ganda. Teori rute ganda menjelaskan mekanisme yang terjadi pada pembaca awal dalam mencoba mengatasi kata–kata yang belum dikenal. Pembaca awal akan melalui dua rute yang akan menentukan suatu kata akan dikenali (berhasil dibaca) atau tidak.
Rute pertama (rute visual), merupakan rute pengenalan yang tergantung pada pendekatan mencocokkan pola visual, di mana anak–anak menatap jalinan huruf cetak dan membandingkan pola itu dengan simpanan kata–kata yang telah mereka kenal dan pelajari sebelumnya. Rute kedua (rute fonologis), pembaca mengubah simbol (huruf) menjadi bunyi. Rute kedua mungkin hanya digunakan bila rute pertama gagal.
Pembaca lemah sebagaimana pembaca awal menggunakan metode rute visual, namun mereka berbeda dalam hal kesadaran fonemis, karena anak–anak normal memiliki kesadaran fonemis yang memungkinkan mereka memanfaatkan asosiasi bunyi/simbol dan kemampuan memetakan bunyi ke dalam kata berdasarkan konsep mereka tentang bentuk huruf yang benar.
Maka dapat disimpulkan bahwa anak–anak usia Taman Kanak-kanak memiliki potensi yang terpendam untuk menjadi pembaca yang baik. Tahap perkembangan yang memungkinkan mereka mengerti simbol-simbol dalam bahasa memberi kesempatan untuk cepat belajar dan mengasah ketajaman berpikir. Selain itu, anak-anak sebagai pembaca awal umumnya memiliki kesadaran fonemis yang cukup baik dan sangat berguna dalam proses membaca. Karena itu, diperlukan adanya pemilihan metode yang tepat dengan harapan anak dapat belajar membaca dengan efektif, memanfaatkan segala potensinya dan merasa nyaman dalam belajar menggunakan metode yang memperhatikan kebutuhan belajar mereka.

2.5     Media Pembelajaran
2.5.1  Pengertian Media Pembelajaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 2005:125), media adalah alat, perantara, penghubung sarana, melalui majalah, radio, televisi, film, poster dan spanduk. Istilah media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari “medium” yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Makna umumnya adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber infomasi kepada penerima informasi. Istilah media sangat popular dalam bidang komunikasi. Proses belajar mengajar pada dasarnya juga merupakan proses komunikasi antara guru dan peserta didik serta peserta didik dengan peserta didik.
Beberapa batasan yang diberikan para ahli tentang media diantaranya, Gagne (Sadiman, 1993:6) mengemukakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan peserta didik yang dapat merangsangnya untuk belajar. Kemudian Nasution menyatakan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian peserta didik sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Menurut Suparman (1997:177) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan media adalah alat yang digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi dari pengirim kepada penerima pesan.
Kata media berasal dari bahasa latin, yang bentuk tunggalnya adalah medium. Dalam hal ini akan dibatasi pengertian media dalam dunia pendidikan saja, yakni media yang digunakan sebagai alat dan bahan kegiatan pembelajaran (Daryanto, 2011:4).
Media pembelajaran adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar, dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media. Menurut Heinich, Molenda, Russell, Smaldino, (dalam Daryanto, 2011:4) media pembelajaran adalah media-media yang membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan pembelajaran atau mengandung maksud-maksud pembelajaran.
Gagne dan Briggs (dalam Arsyad, 2011:4) mengemukakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari antara lain buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer.
Media pembelajaran didefinisikan Gagne dan Raiser (Sumantri, 1999:176) sebagai alat-alat fisik dimana pesan-pesan instruksional dikomunikasikan. Dari beberapa batasan di atas, dapat disimpulkan bahwa media adalah semua alat atau benda yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar, dengan maksud untuk menyampaikan pesan pembelajaran dari guru kepada peserta didik, yang bertujuan agar proses interaksi komunikasi antara guru kepada peserta didik berlangsung sehingga memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran.
Media  pembelajaran, menurut Gerlach dan Ely (dalam Asyhar, 2011:7-8), memiliki cakupan yang sangat luas, yaitu termasuk manusia, materi atau kajian yang membangun suatu kondisi yang membuat peserta didik mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. Media pembelajaran mencakup semua sumber yang diperlukan untuk melakukan komunikasi dalam pembelajaran.

2.5.2  Jenis Media Pembelajaran
Dalam situs edu-articles.com, media diklasifikasikan menjadi media visual, media audio, dan media audio visual.
a.         Media visual
Secara garis besar, unsur-unsur yang terdapat pada media visual terdiri dari garis, bentuk, warna dan tekstur. Garis tidak lain merupakan kumpulan dari titik-titik misalnya garis horizontal, vertikal, lengkung, dan lain-lain. Bentuk adalah sebuah konsepsi simbol yang dibangun atas garis-garis atau gabungan garis dengan konsep lainnya (Asyhar, 2011:53).
Media visual dapat memperlancar pemahaman (misalnya melalui elaborasi struktur dan organisasi) dan memperkuat ingatan. Visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata. Agar menjadi efektif, visual sebaiknya ditempatkan pada konteks yang bermakna dan siswa harus berinteraksi dengan visual (image) itu untuk meyakinkan terjadinya proses informasi (Arsyad, 2011:91).
Gambar merupakan media visual yang paling banyak digunakan. Gambar merupakan hasil lukisan yang menggambarkan orang, tempat, dan benda dalam berbagai variasi. Gambar secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu sketsa, lukisan dan foto. Sketsa biasa disebut juga sebagai gambar garis, yakni gambar sederhana atau draft kasar yang melukiskan bagian pokok suatu objek tanpa detail. Lukisan adalah gambar hasil representasi simbolis dan artistik seseorang tentang suatu obyek atau situasi. Foto adalah hasil pemotretan atau photografi menggunakan kamera foto (Asyhar, 2011:58).  
b.        Media Audio
Audio berasal dari kata audible, yang artinya suara yang dapat didengarkan secara wajar oleh telinga manusia. Kemampuan mendengar manusia berada pada daerah frekuensi antara 20 sampai 20.000 hertz. Di luar itu, manusia tidak mampu lagi mendengarkannya (Daryanto, 2011:37).
Kaitannya dengan audio sebagai media pembelajaran maka suara-suara ataupun bunyi direkam dengan menggunakan alat perekam suara, kemudian diperdengarkan kembali kepada peserta didik dengan menggunakan sebuah alat pemutar. Jika suara atau bunyi tadi diperdengarkan ke peserta didik melalui pemancar radio maka media tersebut dikatakan sebagai radio.
c.         Media Audio Visual
Media ini  dapat menampilkan unsur gambar (visual) dan suara (audio) secara bersamaan pada saat mengkomunikasikan pesan atau informasi. Media audio visual terbagi dua macam yakni audio visual murni yaitu baik unsur suara maupun unsur gambar berasal dari satu sumber seperti video kaset dan audio visual tidak murni yaitu unsur suara dan unsur gambarnya berasal dari sumber yang berbeda. Misalnya film bingkai suara yang unsur gambarnya berasal dari slide proyektor dan unsur suaranya berasal dari tape recorder (Asyhar, 2011:73).

2.6     Media Kartu Huruf
Kartu huruf merupakan media yang termasuk pada jenis media grafis atau media dua dimensi, yaitu media yang mempunyai ukuran panjang dan lebar. Menurut Wibawa (Ratnasari, 2003:16) kartu huruf biasanya berisi huruf-huruf, gambar atau kombinasinya dan dapat digunakan untuk mengembangkan perbendaharaan kata dalam pelajaran bahasa pada umumnya dan bahasa asing khususnya.
Arsyad (2011:121) menjelaskan bahwa kartu huruf adalah kartu kecil yang berisi gambar-gambar, teks atau simbol yang mengingatkan atau menuntun siswa kepada sesuatu yang berhubungan dengan gambar itu, dapat digunakan untuk melatih anak dalam mengeja dan memperkaya kosakata. Kartu huruf biasanya berukuran 8 x 12 cm, atau dapat disesuaikan dengan besar kecilnya kelas yang dihadapi.
Kartu huruf merupakan kartu yang berisi gambar, teks atau tanda simbol yang mengingatkan atau menuntun anak kepada sesuatu yang berhubungan dengan gambar tersebut. Kartu huruf juga berupa kartu gambar yang memiliki dua sisi, sisi yang satu menampilkan gambar obyek dan sisi yang lain menampilkan kata yang menerangkan objek.
Kartu gambar tersebut disimpan dalam satu kotak yang menunjukkan jumlah kartu dari sebuah kelompok gambar. Kelompok gambar menunjukkan tema gambar (binatang, sayuran, buah-buahan, bagian-bagian tubuh, nama bilangan, nama kendaraan).
Kartu huruf bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan membaca anak usia. Bagi guru, media ini bertujuan untuk mempermudah dalam mengkondisikan situasi belajar. Keterlibatan anak secara aplikatif dengan bantuan guru yang proaktif akan menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif dan efisien. Guru bertindak sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan.
Media kartu huruf mempunyai kegunaan sebagai berikut:
  1. Untuk memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis;
  2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera;
  3. Menimbulkan kegairahan belajar;
  4. Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan;
  5. Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya.
Kartu huruf memiliki peran dalam membantu memudahkan anak dalam pembelajaran kosakata bahasa Indonesia dan kemampuan membaca. Pemilihan gambar-gambar pada kartu huruf dalam pembelajaran pun harus memperlihatkan sasaran yang harus disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Kartu huruf yang diperlihatkan kepada anak diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berbahasa, menimbulkan sikap aktif dan dapat berkomunikasi di lingkungannya. Media kartu huruf tergolong dalam media berbasis visual yang memegang peranan penting dalam proses belajar.
Arsyad (2000:89) mengemukakan bahwa “Media visual dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Media visual dapat pula menumbuhkan minat anak dan dapat memberikan hubungan antara isi pelajaran dengan dunia nyata. Kartu huruf merupakan salah satu media pembelajaran yang dapat terlihat secara visual sehingga anak akan tertarik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan.

2.7 Strategi Pelaksanaan Pembelajaran Menggunakan Kartu Huruf
1. Komponen-komponen Pembelajaran
  1. Kartu Huruf
Media yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah kartu huruf yang terdiri dari beberapa jenis. Ada kartu huruf yang menunjukkan huruf saja, ada kartu huruf dengan gambar dan lain-lain.
  1. Guru
Mengorganisir dan memotivasi anak-anak untuk melakukan kegiatan yang telah direncanakan dan melaksanakan kegiatannya.
  1. Anak-anak
Anak-anak dan guru berinteraksi dengan melakukan kegiatan dengan menggunakan media kartu huruf. Anak-anak dan guru memberi respon dalam berbagai cara (fisik, bernyanyi, menebak, dll)
2. Strategi Pengaturan Ruangan/Kelas
            Agar pembelajaran berlangsung optimal, maka perlu ditunjang oleh ruang belajar yang menyenangkan sehingga perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
  1. Ruangan selalu bersih
  2. Pada waktu mengikuti kegiatan pembelajaran dapat duduk di lantai beralas tikar atau karpet.
  3. Posisi guru dekat dengan anak
  4. Posisi anak membentuk kelompok lingkaran.
  5. Perabot dalam ruangan supaya ditata dengan rapi agar mewujudkan rasa aman dan menyenangkan.
  6. Ruang kelas berventilasi, sehingga memungkinkan terjadinya sirkulasi udara yang baik. Udara yang bersih dibutuhkan bagi tubuh. Kekurangan oksigen akan berakibat pusing, lemas, pernafasan terganggu.
  7. Jagalah agar suhu udara dalam ruangan tidak terlalu dingin atau panas. Suhu ideal dalam belajar antara 18-230C. Jika tidak ada alat pengatur suhu dalam ruangan, maka cara sederhana yang dianjurkan adalah bukalah semua jendela untuk menjaga kestabilan ruangan.
  8. Ruang kelas cukup luas dan kalau bisa kedap suara agar tidak mengganggu kelas lain.
  9. Hindari gangguan kebisingan dari luar kelas.
3. Pengorganisasian Anak Didik
            Kegiatan pembelajaran menggunakan media kartu huruf dilaksanakan dalam bentuk klasikal, artinya kegiatan yang dilakukan oleh seluruh anak dalam satu kelas, dalam satu satuan waktu dengan kegiatan yang sama. Dalam kegiatan klasikal ini teknik yang digunakan hendaknya komprehensif seperti bernyanyi, bercerita, menggerakkan badan, mendemonstrasikan, menyimak, melakukan instruksi baik dari guru, dan lain-lain.
            Interaksi antara anak dan guru adalah proses komunikasi yang dilakukan timbal balik dalam menyampaikan pesan (message) kepada anak. Guru menyampaikan materi pelajaran sedangkan anak menerima materi pelajaran yang diberikan guru. Hamalik (1990:194-195) menjelaskan tentang cara mengkomunikasikan materi dan menimbulkan motivasi anak sebagai berikut:
1)        Kemukakan tujuan yang hendak dicapai kepada anak agar mendapat perhatian mereka;
2)        Tunjukkan hubungan-hubungan, kunci agar anak benar-benar memahami apa yang sedang dibahas;
3)        Jelaskan materi secara nyata, usahakan menggunakan media pembelajaran sehingga lebih memperjelas materi yang sedang dibahas;
4)        Hindari pembicaraan yang bersifat abstrak yang berada di luar jangkauan pikiran anak, kecuali menggunakan alat bantu tertentu;
5)        Usahakan agar anak mengajukan pertanyaan agar terjadi komunikasi timbal balik.

Kemampuan membaca adalah kemampuan individu untuk mendengarkan ujaran yang disampaikan oleh lawan bicara, berbicara dengan lawan bicara, membaca pesan-pesan yang disampaikan dalam bentuk tulis, dan menulis pesan-pesan baik secara lisan maupun tulisan.
Kartu huruf memiliki peran dalam membantu memudahkan anak dalam pembelajaran kosakata bahasa Indonesia dan kemampuan membaca. Pemilihan gambar-gambar pada kartu huruf dalam pembelajaran pun harus memperlihatkan sasaran yang harus disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Kartu huruf yang diperlihatkan kepada anak diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berbahasa, menimbulkan sikap aktif dan dapat berkomunikasi di lingkungannya. Media kartu huruf tergolong dalam media berbasis visual yang memegang peranan penting dalam proses belajar khususnya dalam pembelajaran membaca bagi anak.

No comments:

Post a Comment

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive