Saturday, December 22, 2018

Landasan Teori Pendidikan Anak Usia Dini



A. Konsep Pendidikan Anak Usia Dini
Dunia pendidikan memang sangat diperlukan untuk membentuk generasi seperti itu. Akan tetapi, pendidikan sebagai proses berkelanjutan tidak semata diarahkan kepada hal yang bersifat “reaktif” atau untuk kepentingan jangka pendek, ia juga harus bersifat “proaktif” yang artinya pendidikan juga harus berorientasi kepada kemampuan untuk mengantisipasi permasalahan yang lebih luas dan mampu menjawab tantangan yang lebih kompleks di masa yang akan datang. Untuk membentuk generasi yang demikian itu, maka calon-calon generasi mendatang itu harus dipersiapkan pertumbuhan dan perkembangannya sedini mungkin, yakni sejak mereka lahir sampai berusia enam tahun, sehingga mereka memiliki akar yang kuat sebagai pondasi untuk memasuki pendidikan yang lebih tinggi.
Menurut Sujiono (2009:7) pendidikan anak usia dini pada dasarnya meliputi seluruh upaya dan tindakan yang dilakukan oleh pendidik dan orang tua dalam proses perawatan, pengasuhan, dan pendidikan pada anak dengan menciptakan aura dan lingkungan dimana anak dapat mengeksplorasi pengalaman yang memberikan kesempatan kepadanya untuk mengetahui dan memahami pengalaman belajar yang diperolehnya dari lingkungan, melalui cara mengamati, meniru dan bereksperimen yang berlangsung secara berulang-ulang dan melibatkan seluruh potensi dan kecerdasan anak. Pendidikan anak usia dini pada dasarnya harus meliputi aspek keilmuan yang menunjang kehidupan anak dan terkait dengan perkembangan anak.
5
Arti pentingnya pendidikan dini pada anak telah menjadi perhatian internasional. Dalam pertemuan Forum Pendidikan Dunia tahun 2000 di Dakkar, Senegal, telah menghasilkan enam kesepakatan sebagai kerangka aksi pendidikan untuk semua yang salah satu butirnya menyatakan: “memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini (PAUD), terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung. Anggapan bahwa pendidikan baru bisa dimulai setelah usia sekolah dasar yaitu usia tujuh tahun ternyata tidaklah benar. Bahkan pendidikan yang dimulai pada usia Taman Kanak-kanak (4 - 6 tahun) pun sebenarnya sudah terlambat.
Menurut hasil penelitian di bidang neurologi seperti yang dilakukan oleh Dr. Benyamin S. Bloom, seorang ahli pendidikan dari Universitas Chicago, Amerika Serikat, mengemukakan bahwa pertumbuhan sel jaringan otak pada anak usia 0 - 4 tahun mencapai 50% (Cropley, 94). Artinya bila pada usia tersebut otak anak tidak mendapatkan rangsangan yang maksimal maka otak anak tidak akan berkembang secara optimal. Hasil penelitian di Baylor College of Medicine menyatakan bahwa lingkungan memberi peran yang sangat besar dalam pembentukan sikap, kepribadian, dan pengembangan kemampuan anak secara optimal. Anak yang tidak mendapat lingkungan baik untuk merangsang pertumbuhan otaknya, misal jarang disentuh, jarang diajak bermain, jarang diajak berkomunikasi, maka perkembangan otaknya akan lebih kecil 20 - 30% dari ukuran normal seusianya (Depdiknas, 2007:1).
Anak sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas terhadap kelompok sosialnya (orang tua, saudara dan teman sebaya). Melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain anak belajar memahami tentang kegiatan mana yang baik/boleh/diterima/disetujui atau buruk/tidak boleh/ditolak/tidak disetujui. (Yusuf, 2005:175).
Secara keseluruhan hingga usia delapan tahun, 80% kapasitas kecerdasan manusia sudah terbentuk, artinya kapasitas kecerdasan anak hanya bertambah 30% setelah usia empat tahun hingga mencapai usia delapan tahun. Selanjutnya kapasitas kecerdasan anak tersebut akan mencapai 100% setelah berusia sekitar 18 tahun. Oleh sebab itu masa kanak-kanak dari usia 0 - 8 tahun disebut masa emas yang hanya terjadi satu kali dalam perkembangan kehidupan manusia sehingga sangatlah penting untuk merangsang pertumbuhan otak anak melalui perhatian kesehatan anak, penyediaan gizi yang cukup, dan pelayanan pendidikan.
Menurut psikologi perkembangan dan berdasarkan riset neurologi tentang pertumbuhan otak, usia dini meliputi anak yang berusia 0 - 8 tahun.
Dalam hal ini, pendidikan anak usia dini merupakan konsep tentang perlakuan dini terhadap anak yang berada pada usia prasekolah atau usia sekolah yaitu di kelas-kelas awal SD (kelas 1, 2 dan 3). Namun dalam hal ini pembahasan mengenai anak usia dini dibatasi mulai usia 0 - 6 tahun sebagaimana yang termaktub dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 pasal 1 ayat 14 dan pasal 28 ayat 1 bahwa pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
Menurut Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai berusia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikan Anak Usia Dini (selanjutnya, PAUD) merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual, sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama), bahasa, dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Seperti halnya jenjang pendidikan lainnya, jenjang PAUD merupakan tanggung jawab pemerintah, masyarakat dan orang tua. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya, dikenal adanya tiga bentuk jalur pelaksanaan PAUD, yakni; Pertama adalah PAUD jalur pendidikan formal yakni pendidikan yang terstruktur untuk anak anak berusia empat tahun sampai enam tahun seperti Taman Kanak-kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA), dan bentuk lain yang sederajat. Kedua, PAUD jalur pendidikan nonformal, yakni pendidikan yang melaksanakan program pembelajaran secara fleksibel untuk anak sejak lahir (usia tiga bulan) sampai berusia enam tahun, seperti Taman Penitipan Anak (TPA), Kelompok Bermain (Play Group), dan bentuk lain yang sederajat. Ketiga, PAUD jalur pendidikan informal sebagai bentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan untuk pembinaan dan pengembangan anak sejak lahir (usia tiga bulan) sampai berusia enam tahun.
Pendidikan bisa saja diberikan untuk bayi yang belum lahir seperti yang dilakukan para orang tua dengan cara memperdengarkan musik klasik kepada bayinya yang masih berada dalam kandungan. Secara garis besar, pendidikan biasanya berawal pada saat bayi dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Dalam agama Islam ada anjuran, “tuntutlah ilmu mulai dari buaian sampai liang lahat”, yang berarti bahwa pendidikan itu harus dilakukan sedini mungkin, dimana saja, kapan saja dan berlangsung seumur hidup. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 diamanatkan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Masyarakat, dan Orang Tua. Dalam hal penyelenggaraan PAUD dewasa ini terlihat bahwa masyarakat yang lebih berperan, dimana institusi-institusi pendidikan yang dibangun dan dikelola oleh masyarakat lebih banyak dan beragam yakni mencapai sekitar 80 persen sedangkan yang dibangun oleh pemerintah hanya 10 persen dari lembaga yang ada. Meski pengelolaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama, ternyata angka partisipasi pendidikan di Indonesia di berbagai jenjang pendidikan masih tergolong rendah, termasuk dalam hal ini rendahnya partisipasi anak balita untuk memasuki PAUD.
Minimnya pengetahuan orang tua tentang pentingnya PAUD, keterbatasan ekonomi keluarga, dan keterbatasan anggaran biaya pemerintah untuk alokasi penyelenggaraan PAUD merupakan faktor penyebab anak usia balita tidak tersentuh pendidikan. Berdasarkan hasil pendataan Depdiknas tahun 2004, baru sekitar 15,6 persen dari 11,5 juta anak usia 4-6 tahun yang bersekolah di TK, sedangkan untuk anak usia 0-3 tahun, hanya sekitar 15,8 persen yang tersentuh pelayanan anak usia dini. Data itu menunjukkan, bahwa terjadi peningkatan angka partisipasi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2002, sebanyak 72 persen anak Indonesia usia nol sampai enam tahun di Indonesia, belum tersentuh pendidikan usia dini, karena pada tahun itu baru 7,34 juta atau 28 persen dari 26,1 juta anak usia 0-6 tahun yang mendapat pendidikan usia dini. Sebagian besar di antara mereka, yakni 2,6 juta, mendapatkan pendidikan dengan jalan masuk ke Sekolah Dasar pada usia lebih awal. Sebanyak 2,5 juta anak mendapat pendidikan di Bina Keluarga Balita (BKB), 2,1 juta anak bersekolah di TK atau Raudhatul Atfhal, dan sekitar 100.000 anak di Kelompok Bermain.
Oleh karena itu, PAUD memegang peranan penting dalam pendidikan anak. Melalui PAUD anak dapat dididik oleh gurunya dengan metode dan kurikulum yang jelas. Melalui PAUD, mereka dapat bermain dan menyalurkan energinya melalui berbagai kegiatan fisik, musik, atau keterampilan tangan. Mereka juga dapat belajar berinteraksi secara interpersonal dan intrapersonal. Kepada mereka secara bertahap dapat dikenalkan huruf atau membaca, lingkungan hidup, pertanian, dan bahkan industri.
Pengenalan itu tidaklah berlebihan, karena dalam penyampaiannya disesuaikan dengan dunia anak, yakni dunia bermain sehingga proses belajarnya menyenangkan. Anak memang seringkali mengeskpresikan ide dan perasaannya melalui permainan, sehingga ketika mereka merasa menikmati dan senang dengan apa yang diajarkan itu, maka dengan sendirinya akan bermanfaat bagi perkembangannya. Satuan PAUD seperti Kelompok Bermain merupakan media bagi anak untuk bersosialisasi dalam masyarakat kecil. Kelompok Bermain merupakan kegiatan bermain yang teratur pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan dan program kesejahteraan bagi anak berusia dua tahun sampai enam tahun. Dalam kelompok itu, mereka akan menyesuaikan diri dalam lingkungan yang lebih luas, selangkah lebih mandiri, memiliki kebanggaan menjadi anggota kelompok bermain di luar anggota keluarganya, dan sejumlah manfaat lainnya yang pada gilirannya secara tidak sadar mendorong minat dan potensi anak untuk belajar.
Ada empat pertimbangan pokok pentingnya pendidikan anak usia dini, yaitu: (1) menyiapkan tenaga manusia yang berkualitas, (2) mendorong percepatan perputaran ekonomi dan rendahnya biaya sosial karena tingginya produktivitas kerja dan daya tahan, (3) meningkatkan pemerataan dalam kehidupan masyarakat, (4) menolong para orang tua dan anak-anak.
Pendidikan anak usia dini tidak sekedar berfungsi untuk memberikan pengalaman belajar kepada anak, tetapi yang lebih penting berfungsi untuk mengoptimalkan perkembangan otak. Pendidikan anak usia dini sepatutnya juga mencakup seluruh proses stimulasi psikososial dan tidak terbatas pada proses pembelajaran yang terjadi dalam lembaga pendidikan. Artinya, pendidikan anak usia dini dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja seperti halnya interaksi manusia yang terjadi di dalam keluarga, teman sebaya, dan dari hubungan kemasyarakatan yang sesuai dengan kondisi dan perkembangan anak usia dini.

B. Jenis Layanan Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan untuk semua (education for All), termasuk pendidikan anak usia dini telah menjadi perhatian masyarakat seluruh dunia. Hal ini ditunjukkan dengan diadakannya pertemuan Forum Pendidikan Dunia pada tahun 2002 di Dakar Senegal. Pada pertemuan ini, dihasilkan 6 komitmen sebagai kerangka aksi pendidikan untuk semua (The Dakar Framework for Action) yang disahkan dan diterima Forum Pendidikan Dunia (The World Education Forum) dengan dua belas strategi yang akan dilakukan untuk mendukung dan melaksanakan keenam komitmen tersebut.
Setiap anak memiliki hak yang sama dan harus diperhatikan oleh seluruh masyarakat. Hak Setiap Anak tersebut adalah :
1. Untuk dilahirkan, untuk memiliki nama dan kewarganegaraan;
2. Untuk memilik keluarga yang menyayangi dan mengasihi saya;
3. Untuk hidup dalam komunitas yang aman, damai dan lingkungan yang sehat;
4. Untuk mendapatkan makanan yang cukup dan tubuh yang sehat dan aktif;
5. Untuk mendapatkan pendidikan yang baik dan mengembangkan potensinya;
6. Untuk diberikan kesempatan bermain waktu santai;
7. Untuk dilindungi dari penyiksaan, eksploitasi, penyia-siaan, kekerasan dan dari mara bahaya;
8. Untuk dipertahankan dan diberikan bantuan oleh pemerintah;
9. Agar bisa mengekspresikan pendapat sendiri.
Setiap pelanggaran atas hak anak tersebut mendapat sanksi, baik secara legislatif, administratif maupun tindakan lainnya secara moral dan politis. Landasan Dasar PAUD di Indonesia meliputi landasan yuridis (hukum), empiris maupun keilmuan. Jalur dan Bentuk layanan pendidikan anak usia dini di Indonesia tertuang dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bagian VII Pasal 28 ayat (14), yaitu sebagai berikut :


  1. Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
  2. Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan atau informal.
  3. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman kanak-kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA) dan bentuk lain yang sederajat.
  4. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
  5. Pendidikan anak usia dini pada jalur informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
  6. Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Jalur dan bentuk layanan PAUD dilaksanakan melalui jalur formal (TK/RA), Nonformal (KB, TPA, dan bentuk lain yang sejenis, seperti posyandu dan BKB). Program PAUD jenis apa pun yang akan, sedang dan telah diselenggarakan oleh berbagai pihak, yang terpenting adalah menyediakan wahana yang dapat memfasilitasi hak-hak anak untuk menyenangkan sesuai dengan tahap perkembangan anak dan konvensi Hak Anak.

C. Penyelenggaraan PAUD di TK
Pendidikan Anak Usia Dini sangat penting dilaksanakan sebagai dasar bagi pembentukan kepribadian manusia secara utuh, yaitu untuk pembentukan karakter, budi pekerti luhur, cerdas, ceria, terampil dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pendidikan usia dini dapat dimulai di rumah atau dalam keluarga, perkembangan anak pada tahun-tahun pertama sangat penting dan akan menentukan kualitasnya di masa depan. Salah satu lembaga pendidikan anak usia dini adalah Taman Kanak-kanak (TK).
1.  Dasar Penyelenggaraan Pendidikan TK
  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
  2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
  3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1990 tentang  Pendidikan Prasekolah.
2.  Kebijakan Penyelenggaraan TK
  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002, Pasal 9 ayat 1 : “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai minat dan bakatnya”.
  2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
1.    Pasal 28 (1) : “Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar”.
2.    Pasal 28 (2) : “Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal”.
3.    Pasal 28 (3) : “Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak  (TK), Raudhatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat”.
  1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1990
1.         Pasal 1.1 : “Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik di luar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar, yang diselenggarakan di jalur pendidikan sekolah atau di jalur pendidikan luar sekolah”.
2.         Pasal 1.2 : “Taman Kanak-Kanak adalah salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang menyediakan program pendidikan dini bagi anak usia empat tahun sampai memasuki pendidikan dasar”.
3.    Tujuan Pendidikan TK
a.      Membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Pasal 1.14 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003);
b.      Mengembangkan kepribadian dan potensi diri sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik (Penjelasan Pasal 28 ayat 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003);
c.      Membantu meletakkan dasar kearah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya (Pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1990).
4.    Bentuk dan Program Pendidikan TK
  1. TK merupakan satuan pendidikan pada jalur formal bagi anak usia 4 s.d 6 tahun (Pasal 1.14 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 jo. Pasal 4 ayat 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1990);
  2. Lama pendidikan : 1 atau 2 tahun (Pasal 4 ayat 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1990);
  3. Pendidikan di TK dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1.  Kelompok A untuk anak usia 4-5 tahun;
2.  Kelompok B untuk anak usia 5-6 tahun.
  1. Pengelompokan sebagaimana dimaksud pada butir di atas bukan merupakan jenjang yang harus diikuti oleh setiap anak didik. Dengan kata lain, bahwa setiap anak didik dapat berada selama 1 (satu) tahun pada Kelompk A atau Kelompok B, atau selama 2 (dua) tahun pada Kelompok A dan Kelompok B.
5.    Pelaksanaan Pendidikan TK
Sebutan “Taman” pada Taman Kanak-Kanak mengandung makna “tempat yang aman dan nyaman (safe and comportable) untuk bermain” sehingga pelaksanaan pendidikan di TK harus mampu menciptakan lingkungan bermain yang aman dan nyaman sebagai wahana tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan tahap tumbuh kembang anak didik, kesesuaian dan keamanan alat dan sarana bermain, serta metode yang digunakan dengan mempertimbangkan waktu, tempat, serta teman bermain.
Penataan lingkungan tempat anak bermain perlu diperhatikan dan dipersiapkan sebaik-baiknya, agar tercipta rasa aman dan nyaman, sehingga akan menumbuhkan keberanian anak untuk memenuhi rasa ingin tahunya (self curiousity) dan keinginan untuk menjalin hubungan sosial dengan lingkungannya.
Lingkungan yang bersih, tertata rapi dengan sentuhan estetika, menarik dan teratur akan menumbuhkan sikap dan perilaku anak yang konsisten. Lingkungan yang kaya akan sentuhan nilai-nilai religious, sosial-budaya, pengenalan abjad, angka, bentuk, gambar, dan aneka warna akan mampu menumbuhkan minat anak secara lebih signifikan. Perpustakaan hendaknya dilengkapi dengan buku-buku cerita, gambar-gambar dan rak dengan berbagai permainan, model, peralatan untuk bermain peran yang ada di lingkungan anak juga akan memperkaya imajinasi, kreatifitas dan mental anak dalam mengekspresikan diri.
Pelaksanaan pendidikan di TK menganut prinsip : “Bermain sambil Belajar dan Belajar seraya Bermain”. Bermain merupakan cara terbaik untuk mengembangkan potensi anak didik. Sebelum bersekolah, bermain merupakan cara alamiah untuk menemukan lingkungan, orang lain dan dirinya sendiri.
Melalui pendekatan bermain, anak-anak dapat mengembangkan aspek psikis dan fisik meliputi moral dan nilai-nilai agama, social emosional, kognitif, bahasa, fisik/motorik, kemandirian dan seni. Pada prinsipnya bermain mengandung makna yang menyenangkan, mengasyikkan, tanpa ada paksaan dari luar diri anak, dan lebih mementingkan proses mengeksplorasi potensi diri daripada hasil akhir.
Pendekatan bermain sebagai metode pembelajaran di TK hendaknya disesuaikan dengan perkembangan usia dan kemampuan anak didik, yaitu secara berangsur-angsur dikembangkan dari bermain sambil belajar (unsur bermain lebih dominan) menjadi belajar seraya bermain (unsur belajar mulai dominan). Dengan demikain anak didik tidak merasa canggung menghadapi pendekatan pembelajaran pada jenjang pendidikan selanjutnya.  
Pengenalan membaca, menulis dan berhitung (calistung) dilakukan melalui pendekatan yang sesuai dengan tahap perkembangan anak. Oleh karena itu pendidikan di TK tidak diperkenankan mengajarkan materi calistung secara langsung sebagai pembelajaran sendiri-sendiri (fragmented) kepada anak-anak. Konteks pembelajaran calistung di TK hendaknya dilakukan dalam kerangka pengembangan seluruh aspek tumbuh kembang anak, dilakukan melalui pendekatan bermain dan disesuaikan dengan tugas perkembangan anak. Menciptakan lingkungan yang kaya dengan “keaksaraan” akan lebih memacu kesiapan anak untuk memulai kegiatan calistung.
Kegiatan berbahasa pada anak dimulai dari konteks lingkungan terdekat. Penggunaan bahasa ibu merupakan awal perkembangan kemampuan berkomunikasi secara lisan atau verbal dan tulisan. Apabila akan melakukan pengenalan bahasa asing di TK perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a.    Dilakukan dalam situasi alamiah, bukan situasi kelas, bersifat individual atau kelompok kecil,
b.    Bersifat pengenalan kosa kata dan pengucapannya,
c.    Tidak mengurangi kecintaan terhadap bahasa Indonesia, bahasa ibu atau bahasa daerah,
d.   Sesuai dengan situasi dan kondisi wilayah setempat.

e.    Penggunaan bahasa asing dengan maksud hanya untuk mencari ‘prestise’ dan mengabaikan kepatutan pada perkembangan anak tidak diperkenankan.

No comments:

Post a Comment

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive