A. Proses Belajar Mengajar
1. Pengertian Proses Belajar
Mengajar
Belajar adalah sebuah proses
perubahan yang terjadi pada diri manusia dari tidak bisa menjadi bisa, dari
tidak pandai menjadi pandai, dari tidak tahu menjadi tahu. Proses perubahan itu
memerlukan waktu yang berbeda pada diri seseorang atau individu.
Menurut Slameto (2010:2), belajar ialah suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya.
Menurut
pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah
laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya.
H.C.
Witherington (1986:2&5) mengatakan bahwa belajar adalah perubahan dalam
diri seseorang. Orang yang belajar tidak sama keadaannya dengan sebelum ia
melakukan perbuatan belajar itu. Perubahan ini dapat meliputi macam dirinya,
atau pengetahuannya, atau apa yang dapat dilakukannya.
Menurut Slameto (2010:3-4) ada beberapa ciri
perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar, yaitu:
1.
Perubahan terjadi secara sadar
2.
Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
3.
Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
4.
Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
5.
Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
6.
Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Masih menurut Slameto (2010:5) jenis-jenis belajar, penulis hanya
mengambil 4 dari 11 jenis-jenis belajar, yaitu:
- Belajar
Global/keseluruhan (global whole learning)
|
Di sini bahan pelajaran dielajari secara keseluruhan berulang sampai
pelajar menguasainya; lawan dari belajar bagian. Metode belajar ini sering juga
disebut metode Gestalt.
- Belajar laten
(latent learning)
Dalam belajar laten, perubahan-perubahan tingkah laku yang terlihat tidak
terjadi secara segera, dan oleh karena itu disebut laten. Selanjutnya
eksperimen yang dilakukan terhadap binatang mengenai belajar laten, menimbulkan
pembicaraan yang hangat di kalangan penganut (reinforcement) dalam belajar. Rupanya penguat dianggap oleh
penganut behafiorisme ini bukan
factor atau kondisi yang harus ada dalam belajar. Dalam penelitian mengenai
ingatan, belajar laten ini diakui memang ada yaitu dalam bentuk belajar insidental.
- Belajar
mental (mental learning)
Perubahan kemungkinan tingkah laku yang terjadi di sini tidak nyata
terlihat, melainkan hanya berupa perubahan proses kognitif karena ada bahan
yang dipelajari. Ada
tidaknya belajar mental ini sangat jelas terlihat pada tugas-tugas yang
sifatnya motoris. Sehingga perumusan operasional juga menjadi sangat berbeda. Ada yang mengartikan
belajar mental sebagai belajar dengan cara melakukan observasi dari tingkah
laku orang lain, membayangkan gerakan-gerakan orang lain dan lain-lain.
- Belajar
Prodektif (productive learning)
R. Bergius (1964) memberikan
arti belajar produktif sebagai belajar dengan transfer yang maksimum. Belajar
adalah mengatur kemungkinan untuk melakukan transfer tingkah laku dari satu
situasi ke situasi lain. Belajar disebut produktif bila individu mampu
menstransfer prinsip menyelesaikan satu personal dalam satu situasi ke situasi
lain.
Dari beberapa pendapat di atas,
bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku. Proses belajar mengajar
merupakan inti dari proses pendidikan menyeluruh, gurulah sebagai pemeran
utama. Belajar dan mengajar yang efektif yaitu perlunya bimbingan, kondisi dan
strategi belajar, dan metode belajar. Mengajar adalah membimbing siswa agar
mengalami proses belajar, sedangkan belajar yang efektif ialah mengajar yang
dapat membawa belajar siswa yang efektif pula.
Dalam belajar siswa menghendaki
hasil belajar yang efektif bagi dirinya. Sedangkan mengajar yang efektif ialah
mengajar yang dapat membawa belajar siswa yang efektif pula. Menurut Slameto
(2010:92) guru memiliki tugas untuk mendorong, membimbing dan memberi fasilitas
belajar siswa untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab dalam
perkembangan siswanya.
B. Penerapan Pendekatan Realistik
1. Pengertian
Pendekatan adalah jalan yang
ditempuh oleh guru dalam mencapai tujuan pembelajaran ditinjau dari bagaimana
menyajikan materi. Pendekatan realistik adalah suatu pendekatan yang
menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran. Dalam
realistik siswa dikenalkan dengan masalah sehari-hari yang nyata agar siswa
dapat lebih memahami materi, karena apabila dikaitkan dengan kehidupan nyata
siswa dapat mengingat lebih tajam.
Realistic
Mathematic Education (RME) mencerminkan suatu pandangan tentang matematika
sebagai sebuah subject matter, bagaimana
anak belajar matematika, dan bagaimana matematika diajarkan. (Tim Pengembang
Ilmu Pemdidikan, 2009:177).
Istilah mathematics (Inggris),
mathematik (Jerman), mathematique (Perancis), matematico (Italia),
matematiceski (Rusia), atau mathematic/wiskunde
(Belanda) berasal dari perkataan latin mathematica,
yang mulanya diambil dari perkataan Yunani, mathematike,
yang berarti “realing learning”. Matematika
tumbuh dan berkembang karena proses berfikir, oleh karena itu logika adalah dasar
untuk terbentuknya matematika. Logika adalah masa bayi dari matematika,
sebaliknya matematika adalah masa dewasa dari logika. (Suherman, dkk, 2001:17).
Ada kelebihan dan kerumitan penerapan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME), yaitu:
1. Beberapa kelebihan dari Realistic Mathematic Education (RME)
antara lain:
a.
Realistic
Mathematic Education (RME) memberikan pengertian yang jelas dan operasional
kpada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari
(kehidupan dunia nyata) dan kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia.
b.
Realistic
Mathematic Education (RME) memberikan pengertian yang jelas dan operasional
kepada siswa bahwa matematika adalah suatu budang kajian yang dikonstruksi dan
dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar
dalam bidang tersebut.
c.
Realistic
Mathematic Education (RME) memberikan pengertian yang jelas dan operasional
kepada siswa bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus
tunggal dan tidak harus sama antara orang yang satu dengan orang yang lain.
Setiap orang bisa menemukan atau menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu
bersungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut. Selanjutnya
dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan cara penyelesaian yang
lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang paling tepat, sesuai dengan
proses penyelesaian soal atau masalah tersebut.
d.
Realistic
Mathematic Education (RME) memberikan pengertian yang jelas dan operasional
kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan
sesuatu yang utama dan untuk mempelajari matematika orang harus menjalani prose
situ dan berusaha menemukan sendiri konsep-konsep matematika, dengan bantuan
pihak lain yang sudah lebih tahu (misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani
seluruh proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan terjadi.
2. Sedangkan
beberapa kerumitan dalam Realistic
Mathematic Education (RME) antara lain:
a.
Upaya mengimplementasikan Realistic Mathematic Education (RME), membutuhkan perubahan
pandangan yang sangat mendasar mengenai berbagai hal yang tidak mudah untuk
dipraktekkan, misalnya mengenai siswa, guru dan peranan soal kontekstual. Di
dalam Realistic Mathematic Education
(RME) siswa tidak lagi dipandang sebagai pihak yang mempelajari segala sesuatu
yang sudah “jadi”, tetapi sebagai pihak yang aktif mengkontruksi konsep-konsep
matematika. Guru dipandang lebih sebagai pendamping bagi siswa.
b.
Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi
syarat-syarat yang dituntut Mathematic
Education (RME) tidak selalu mudah untuk setiap topik matematika yang perlu
dipelajari siswa, terlebih lagi karena soal-soal tersebut harus bisa
diselesaikan dengan bermacam-macam cara.
c.
Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara
untuk menyelesaikan soal, juga bukanlah hal yang mudah bagi seorang guru.
d.
Proses pengembangan kemampuan berfikir siswa melalui
kontekstual, proses pematematikaan horizontal dan proses pematematikaan vertikal
juga bukan merupakan sesuatu yang sederhana, karena proses dan mekanisme,
berfikir siswa harus diikuti dengan cermat, agar guru bisa membantu siswa dalam
melakukan penemuan kembali terhadap knsep-konsep matematika tertentu, (Sofa, 2008:25).
2. Tujuan Pendekatan Realistik
Dalam
pembelajaran realistik siswa dituntut untuk lebih aktif dalam mengembangkan
sikap dan pengetahuannya tentang matematika sesuai dengan kemampuan
masing-masing sehingga memberikan hasil belajar yang lebih bermakna bagi siswa.
Realistik merupakan pendekatan yang sangat berguna dalam pembelajaran
matematika, siswa dapat lebih baik mengingat pelajaran yang diberikan karena
dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari yang bersifat nyata.
C. Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar merupakan
interaksi secara aktif antara siswa dengan guru untuk mencapai tujuan yang
telah dirumuskan. Belajar mengajar harus diukung oleh faktor, materi, metode,
serta penilaian untuk melihat hasil belajar. Seorang guru harus menguasai
materi yang akan diajarkan sehingga kegiatan belajar mengajar berjalan lancar,
selain itu guru harus dapat menyajikan materi sesuai dengan kemampuan siswa.
Dalam kegiatan belajar nemgajar
haruslah didukung dengan fasilitas belajar yang lengkap guna meningkatkan hasil
belajar yang berkualitas. Dengan fasilitas yang lengkap dapat mendorong siswa
untuk belajar lebih baik dan bersemangat, dari situlah guru dapat memotivasi
siswa, menyajikan materi dengan menarik sehingga siswa dapat belajar dengan
nyaman tanpa ada rasa jenuh dan bosan.
Menurut Hakim (2009:126) mengatakan bahwa, proses
belajar dapat nencapai hasil yang lebih baik jika siswa terdorong untuk
melakukannya, banyak upaya agar siswa terdorong untuk belajar. Dororngan itu
sendiri ada yang muncul dalam jangka pendek dan ada yang muncul dalam jangka
panjang. Penyajian materi-materi pembelajaran yang menarik dapat menumbuhkan
minat dan menimbulkan dorongan untuk belajar.
D. Hasil Belajar Sebagai Objek Penilaian
Menurut
Sujana (1989:22), ada empat unsur utama proses belajar mengajar, yakni
tujuan-bahan-metode dan alat serta penilaian. Bahan adalah seperangkat
pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dari kurikulum untuk disampaikan atau
dibahas dalam proses belajar mengajar agar sampai kepada tujuan yang telah
ditetapkan. Metode dan alat adalah cara atau teknik yang digunakan dalam
mencapai tujuan. Sedangkan penilaian adalah upaya atau tindakan untuk
mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak.
Dengan kata lain,penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan
proses dan hasil belajar siswa.
E. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
1.
Hakikat
Pembelajaran Matematika
Menurut Trianto
(2009:15) pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang
tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai
produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Dari
sini maka pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan
peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi yang intens dan
terarah menuju suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sedangkan dari
pengertian matematika terdapat beberapa definisi. Dibawah ini disajikan
beberapa definisi atau pengertian tentang matematika.
a.
Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan
eksak dan terorganisir secara sistematik.
b.
Matematika adalah pengetahuan tentang
bilangan dan kalkulasi.
c.
Matematika adalah pengetahuan tentang
penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan.
d.
Matematika adalah pengetahuan tentang
fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.
e.
Matematika adalah pengetahuan tentang
struktur-struktur yang logik.
f.
Matematika adalah pengetahuan tentang
aturan-aturan yang ketat (Soedjadi,1999:7-8).
Menurut Russeffendi,
“matematika itu sebagai ilmu deduktif, bahasa, seni, ratunya ilmu, ilmu tentang
struktur yang terorganisasikan, dan ilmu pola serta hubungan” (Adjie dan Maulana,
2006 :34). Matematika disebut ilmu deduktif sebab, dalam matematika tidak
menerima generalisasi yang berdasarkan pada observasi, eksperimen, coba-coba
(induktif) seperti halnya ilmu-ilmu lain. Kebenaran generalisasi dalam
matematika harus dapat dibuktikan secara deduktif.
Fungsi dari mata pelajaran
matematika itu sendiri yaitu sebagai alat, pola pikir, dan ilmu pengetahuan.
Ketiga fungsi tersebut hendaknya dijadikan acuan dalam pembelajaran matematika.
Dengan mengetahui fungsi-fungsi matematika tersebut diharapkan guru atau
pengelola pendidikan matematika dapat memahami adanya hubungan antara
matematika dengan berbagai ilmu lain atau kehidupan. Sebagai tindak lanjutnya
sangat diharapkan agar siswa diberikan penjelasan untuk melihat berbagai contoh
penggunaan matematika sebagai alat untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran
lain, dalam kehidupan kerja atau kehidupan sehari-hari. Namun tentunya harus
disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak, sehingga diharapkan dapat
membantu proses pembelajaran matematika disekolah.
Dalam pembelajaran matematika
di sekolah, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi, pendekatan,
metode, dan teknik yang banyak melibatkan siswa aktif dalam belajar secara
mental, fisik, maupun sosial. Menurut Adjie dan Maulana (2006 : 35) “ seorang
guru dituntut untuk dapat memilih strategi atau pendekatan model proses
pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan”. Oleh karena itu
kreatifitas amat penting untuk mengembangkan model-model pembelajaran yang
secara khusus cocok dengan
kelas yang dibinanya termasuk sarana dan prasarana.
Matematika yang diajarkan di jenjang persekolahan yaitu Sekolah
Dasar,
Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas disebut matematika
sekolah. Jadi, Matematika sekolah adalah unsur-unsur atau bagian-bagian dari
matematika yang dipilih berdasarkan atau berorientasi kepada kepentingan
kependidikan dan perkembangan IPTEK (Soedjadi, 1999:33).
Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan
sebagai berikut:
- Memahami
konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien,
dan tepat dalam pemecahan masalah.
- Menggunakan
penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika.
- Memecahkan
masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang
model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh.
- Mengkomunikasikan
gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan dan masalah.
- Memiliki
sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki
rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
2.
Hasil Belajar
“Hasil belajar adalah
penguasaan dan pemahaman siswa terhadap konsep penalaran suatu materi
pembelajaran” (Mansyur, 1991:27). Hasil belajar dalam hal ini adalah penguasaan
dan pemahaman para siswa terhadap konsep suatu pokok bahasan tertentu dari
pelajaran matematika yang diambil dari nilai-nilai tes yang diperoleh siswa
sebagai tolak ukur keberhasilan tentang hasil tes.
Hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima
pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan menurut Horwart Kingsley
dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar :
a. Keterampilan dan kebiasaan,
b. Pengetahuan dan pengarahan,
c. Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22).
Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam
perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan (Hamalik, 2002:155).
Perubahan dapat diartikan terjadinya peningkatan dan
pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari
tidak tahu menjadi tahu, sikap tidak sopan menjadi sopan dan sebagainya. Dampak pembelajaran adalah hasil yang
dapat diukur seperti tertuang dalam raport, angka dalam ijazah atau kemampuan
meloncat setelah latihan. Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak
dari suatu interaksi dalam proses pembelajaran (Dimyati
dan Mudjiono, 2002:4-5).
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam
diri siswa dan faktor dari luar diri siswa. Dari pendapat ini faktor yang
dimaksud adalah faktor dalam diri siswa perubahan kemampuan yang dimilikinya
seperti yang dikemukakan oleh Clark dalam Sudjana menyatakan bahwa hasil
belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30%
dipengaruhi oleh lingkungan. Demikian juga faktor dari luar diri siswa
yakni lingkungan yang paling dominan berupa kualitas pembelajaran (Sudjana,
2004 : 39).
Belajar adalah suatu perubahan perilaku, akibat interaksi dengan
lingkungannya. Perubahan perilaku dalam proses belajar terjadi akibat dari
interaksi dengan lingkungan. Interaksi biasanya berlangsung secara sengaja.
Dengan demikian belajar dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan dalam diri
individu. Sebaliknya apabila terjadi perubahan dalam diri individu maka belajar
tidak dikatakan berhasil.
Hasil
belajar siswa dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan
kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang
dimiliki oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif
(intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik).
Bloom (dalam Sudjana, 2004:24) membagi hasil belajar dalam
tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif dan
ranah psikomotoris.
a. Ranah kognitif
Ranah ini
berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni:
1) Pengetahuan (knowledge)
Tipe hasil
pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah. Namun, tipe hasil belajar ini
menjadi prasyarat bagi tipe hasil belajar yang berikutnya. Hal ini berlaku bagi
semua bidang studi pelajaran. Misalnya hafal suatu rumus akan menyebabkan paham
bagaimana menggunakan rumus tersebut; hafal kata-kata akan memudahkan dalam
membuat kalimat.
2) Pemahaman
Pemahaman
dapat dilihat dari kemampuan individu dalam menjelaskan sesuatu masalah atau
pertanyaan.
3) Aplikasi
Aplikasi
adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret atau situasi khusus.
Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, atau petunjuk teknis. Menerapkan
abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi. Mengulang-ulang menerapkannya
pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan.
4) Analisis
Analisis
adalah usaha memilih suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian
sehingga jelas hierarkinya dan atau susunannya. Analisis merupakan kecakapan
yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe sebelumnya.
5) Sintesis
Penyatuan
unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh disebut sintesis.
Berpikir sintesis adalah berpikir divergen dimana menyatukan unsur-unsur
menjadi integritas.
6) Evaluasi
Evaluasi
adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi
tujuan, gagasan, cara kerja, pemecahan metode, dan lain-lain.
b. Ranah afekif
Ranah
afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tampak
pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran,
disiplin, motivasi belajar, menghargai guru, kebiasaan belajar, dan hubungan
sosial.
c. Ranah psikomotoris
Hasil
belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan
bertindak individu.
Dari beberapa pendapat di atas, maka hasil belajar siswa dipengaruhi oleh
dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal) dan
faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan. Dengan demikian hasil belajar adalah sesuatu yang
dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal
tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar
yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupa sehingga nampak pada diri indivdu
penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang
terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu
perubahan tingkah laku secara kuantitatif.
Untuk meningkatkan hasil
belajar yang positif dan berguna bagi siswa, guru harus pandai memilih apa isi
pengajaran serta bagaimana proses belajar itu harus dikelola dan dilaksanakan
di sekolah.
Jadi faktor penentu keberhasilan dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa
terutama pada pembelajaran matematika adalah guru, guru harus menguasai proses
belajar baik dari segi penguasaan materi, penggunaan metode dan alat
pembelajaran, pengelolaan kelas maupun penilaian hasil belajar.
Jika ada guru yang mengatakan
bahwa dia tidak ingin berhasil dalam mengajar, adalah ungkapan seorang guru
yang sudah putus asa dan jauh dari kepribadian seorang guru. Mustahil seorang
guru tidak ingin berhasil dalam mengajar, apalagi jika guru itu hadir dalam
dunia pendidikan berdasarkan tuntunan hati nurani, panggilan jiwanya pasti
merintih atas kegagalan mendidik dan membina anak didiknya.
No comments:
Post a Comment