Sunday, December 16, 2018

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN REALISTIK



A. Proses Belajar Mengajar
1. Pengertian Proses Belajar Mengajar
            Belajar adalah sebuah proses perubahan yang terjadi pada diri manusia dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak pandai menjadi pandai, dari tidak tahu menjadi tahu. Proses perubahan itu memerlukan waktu yang berbeda pada diri seseorang atau individu.
Menurut  Slameto (2010:2), belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

            H.C. Witherington (1986:2&5) mengatakan bahwa belajar adalah perubahan dalam diri seseorang. Orang yang belajar tidak sama keadaannya dengan sebelum ia melakukan perbuatan belajar itu. Perubahan ini dapat meliputi macam dirinya, atau pengetahuannya, atau apa yang dapat dilakukannya.
Menurut  Slameto (2010:3-4) ada beberapa ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar, yaitu:
1.    Perubahan terjadi secara sadar
2.    Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
3.    Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
4.    Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
5.    Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
6.    Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku

Masih menurut Slameto (2010:5) jenis-jenis belajar, penulis hanya mengambil 4 dari 11 jenis-jenis belajar, yaitu:
  1. Belajar Global/keseluruhan (global whole learning)
6
 
Di sini bahan pelajaran dielajari secara keseluruhan berulang sampai pelajar menguasainya; lawan dari belajar bagian. Metode belajar ini sering juga disebut metode Gestalt.
  1. Belajar laten (latent learning)
Dalam belajar laten, perubahan-perubahan tingkah laku yang terlihat tidak terjadi secara segera, dan oleh karena itu disebut laten. Selanjutnya eksperimen yang dilakukan terhadap binatang mengenai belajar laten, menimbulkan pembicaraan yang hangat di kalangan penganut (reinforcement) dalam belajar. Rupanya penguat dianggap oleh penganut behafiorisme ini bukan factor atau kondisi yang harus ada dalam belajar. Dalam penelitian mengenai ingatan, belajar laten ini diakui memang ada yaitu dalam bentuk belajar insidental.
  1. Belajar mental (mental learning)
Perubahan kemungkinan tingkah laku yang terjadi di sini tidak nyata terlihat, melainkan hanya berupa perubahan proses kognitif karena ada bahan yang dipelajari. Ada tidaknya belajar mental ini sangat jelas terlihat pada tugas-tugas yang sifatnya motoris. Sehingga perumusan operasional juga menjadi sangat berbeda. Ada yang mengartikan belajar mental sebagai belajar dengan cara melakukan observasi dari tingkah laku orang lain, membayangkan gerakan-gerakan orang lain dan lain-lain.
  1. Belajar Prodektif (productive learning)
R. Bergius (1964) memberikan arti belajar produktif sebagai belajar dengan transfer yang maksimum. Belajar adalah mengatur kemungkinan untuk melakukan transfer tingkah laku dari satu situasi ke situasi lain. Belajar disebut produktif bila individu mampu menstransfer prinsip menyelesaikan satu personal dalam satu situasi ke situasi lain.
            Dari beberapa pendapat di atas, bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku. Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan menyeluruh, gurulah sebagai pemeran utama. Belajar dan mengajar yang efektif yaitu perlunya bimbingan, kondisi dan strategi belajar, dan metode belajar. Mengajar adalah membimbing siswa agar mengalami proses belajar, sedangkan belajar yang efektif ialah mengajar yang dapat membawa belajar siswa yang efektif pula.
 Dalam belajar siswa menghendaki hasil belajar yang efektif bagi dirinya. Sedangkan mengajar yang efektif ialah mengajar yang dapat membawa belajar siswa yang efektif pula. Menurut Slameto (2010:92) guru memiliki tugas untuk mendorong, membimbing dan memberi fasilitas belajar siswa untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab dalam perkembangan siswanya.

B. Penerapan Pendekatan Realistik
1. Pengertian
            Pendekatan adalah jalan yang ditempuh oleh guru dalam mencapai tujuan pembelajaran ditinjau dari bagaimana menyajikan materi. Pendekatan realistik adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran. Dalam realistik siswa dikenalkan dengan masalah sehari-hari yang nyata agar siswa dapat lebih memahami materi, karena apabila dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa dapat mengingat lebih tajam.
            Realistic Mathematic Education (RME) mencerminkan suatu pandangan tentang matematika sebagai sebuah subject matter, bagaimana anak belajar matematika, dan bagaimana matematika diajarkan. (Tim Pengembang Ilmu Pemdidikan, 2009:177).
Istilah mathematics (Inggris), mathematik (Jerman), mathematique (Perancis), matematico (Italia), matematiceski (Rusia), atau mathematic/wiskunde (Belanda) berasal dari perkataan latin mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan Yunani, mathematike, yang berarti “realing learning”. Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berfikir, oleh karena itu logika adalah dasar untuk terbentuknya matematika. Logika adalah masa bayi dari matematika, sebaliknya matematika adalah masa dewasa dari logika. (Suherman, dkk, 2001:17).
Ada kelebihan dan kerumitan penerapan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME), yaitu:
1.   Beberapa kelebihan dari Realistic Mathematic Education (RME) antara lain:
a.    Realistic Mathematic Education (RME) memberikan pengertian yang jelas dan operasional kpada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari (kehidupan dunia nyata) dan kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia.
b.    Realistic Mathematic Education (RME) memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa matematika adalah suatu budang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.
c.    Realistic Mathematic Education (RME) memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara orang yang satu dengan orang yang lain. Setiap orang bisa menemukan atau menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu bersungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut. Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang paling tepat, sesuai dengan proses penyelesaian soal atau masalah tersebut.
d.   Realistic Mathematic Education (RME) memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan untuk mempelajari matematika orang harus menjalani prose situ dan berusaha menemukan sendiri konsep-konsep matematika, dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu (misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani seluruh proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan terjadi.
2.   Sedangkan beberapa kerumitan dalam Realistic Mathematic Education (RME) antara lain:
a.       Upaya mengimplementasikan Realistic Mathematic Education (RME), membutuhkan perubahan pandangan yang sangat mendasar mengenai berbagai hal yang tidak mudah untuk dipraktekkan, misalnya mengenai siswa, guru dan peranan soal kontekstual. Di dalam Realistic Mathematic Education (RME) siswa tidak lagi dipandang sebagai pihak yang mempelajari segala sesuatu yang sudah “jadi”, tetapi sebagai pihak yang aktif mengkontruksi konsep-konsep matematika. Guru dipandang lebih sebagai pendamping bagi siswa.
b.      Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut Mathematic Education (RME) tidak selalu mudah untuk setiap topik matematika yang perlu dipelajari siswa, terlebih lagi karena soal-soal tersebut harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara.
c.       Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara untuk menyelesaikan soal, juga bukanlah hal yang mudah bagi seorang guru.
d.      Proses pengembangan kemampuan berfikir siswa melalui kontekstual, proses pematematikaan horizontal dan proses pematematikaan vertikal juga bukan merupakan sesuatu yang sederhana, karena proses dan mekanisme, berfikir siswa harus diikuti dengan cermat, agar guru bisa membantu siswa dalam melakukan penemuan kembali terhadap knsep-konsep matematika tertentu, (Sofa, 2008:25).

2. Tujuan Pendekatan Realistik
      Dalam pembelajaran realistik siswa dituntut untuk lebih aktif dalam mengembangkan sikap dan pengetahuannya tentang matematika sesuai dengan kemampuan masing-masing sehingga memberikan hasil belajar yang lebih bermakna bagi siswa. Realistik merupakan pendekatan yang sangat berguna dalam pembelajaran matematika, siswa dapat lebih baik mengingat pelajaran yang diberikan karena dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari yang bersifat nyata.

C. Kegiatan Belajar Mengajar
            Kegiatan belajar mengajar merupakan interaksi secara aktif antara siswa dengan guru untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Belajar mengajar harus diukung oleh faktor, materi, metode, serta penilaian untuk melihat hasil belajar. Seorang guru harus menguasai materi yang akan diajarkan sehingga kegiatan belajar mengajar berjalan lancar, selain itu guru harus dapat menyajikan materi sesuai dengan kemampuan siswa.
            Dalam kegiatan belajar nemgajar haruslah didukung dengan fasilitas belajar yang lengkap guna meningkatkan hasil belajar yang berkualitas. Dengan fasilitas yang lengkap dapat mendorong siswa untuk belajar lebih baik dan bersemangat, dari situlah guru dapat memotivasi siswa, menyajikan materi dengan menarik sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman tanpa ada rasa jenuh dan bosan.
            Menurut  Hakim (2009:126) mengatakan bahwa, proses belajar dapat nencapai hasil yang lebih baik jika siswa terdorong untuk melakukannya, banyak upaya agar siswa terdorong untuk belajar. Dororngan itu sendiri ada yang muncul dalam jangka pendek dan ada yang muncul dalam jangka panjang. Penyajian materi-materi pembelajaran yang menarik dapat menumbuhkan minat dan menimbulkan dorongan untuk belajar.

D. Hasil Belajar Sebagai Objek Penilaian
            Menurut Sujana (1989:22), ada empat unsur utama proses belajar mengajar, yakni tujuan-bahan-metode dan alat serta penilaian. Bahan adalah seperangkat pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dari kurikulum untuk disampaikan atau dibahas dalam proses belajar mengajar agar sampai kepada tujuan yang telah ditetapkan. Metode dan alat adalah cara atau teknik yang digunakan dalam mencapai tujuan. Sedangkan penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak. Dengan kata lain,penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa.
           
E.   Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
1.        Hakikat Pembelajaran Matematika
Menurut Trianto (2009:15) pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Dari sini maka pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi yang intens dan terarah menuju suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sedangkan dari pengertian matematika terdapat beberapa definisi. Dibawah ini disajikan beberapa definisi atau pengertian tentang matematika.
a.         Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik.
b.        Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
c.         Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan.
d.        Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.
e.         Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik.
f.         Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat (Soedjadi,1999:7-8).
Menurut Russeffendi, “matematika itu sebagai ilmu deduktif, bahasa, seni, ratunya ilmu, ilmu tentang struktur yang terorganisasikan, dan ilmu pola serta hubungan” (Adjie dan Maulana, 2006 :34). Matematika disebut ilmu deduktif sebab, dalam matematika tidak menerima generalisasi yang berdasarkan pada observasi, eksperimen, coba-coba (induktif) seperti halnya ilmu-ilmu lain. Kebenaran generalisasi dalam matematika harus dapat dibuktikan secara deduktif.
Fungsi dari mata pelajaran matematika itu sendiri yaitu sebagai alat, pola pikir, dan ilmu pengetahuan. Ketiga fungsi tersebut hendaknya dijadikan acuan dalam pembelajaran matematika. Dengan mengetahui fungsi-fungsi matematika tersebut diharapkan guru atau pengelola pendidikan matematika dapat memahami adanya hubungan antara matematika dengan berbagai ilmu lain atau kehidupan. Sebagai tindak lanjutnya sangat diharapkan agar siswa diberikan penjelasan untuk melihat berbagai contoh penggunaan matematika sebagai alat untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran lain, dalam kehidupan kerja atau kehidupan sehari-hari. Namun tentunya harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak, sehingga diharapkan dapat membantu proses pembelajaran matematika disekolah.
Dalam pembelajaran matematika di sekolah, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi, pendekatan, metode, dan teknik yang banyak melibatkan siswa aktif dalam belajar secara mental, fisik, maupun sosial. Menurut Adjie dan Maulana (2006 : 35) “ seorang guru dituntut untuk dapat memilih strategi atau pendekatan model proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan”. Oleh karena itu kreatifitas amat penting untuk mengembangkan model-model pembelajaran yang secara khusus cocok dengan kelas yang dibinanya termasuk sarana dan prasarana.
Matematika yang diajarkan di jenjang persekolahan yaitu Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas disebut matematika sekolah. Jadi, Matematika sekolah adalah unsur-unsur atau bagian-bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan atau berorientasi kepada kepentingan kependidikan dan perkembangan IPTEK (Soedjadi, 1999:33).
Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
  1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
  2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
  3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
  4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan dan masalah.
  5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
2.    Hasil Belajar
“Hasil belajar adalah penguasaan dan pemahaman siswa terhadap konsep penalaran suatu materi pembelajaran” (Mansyur, 1991:27). Hasil belajar dalam hal ini adalah penguasaan dan pemahaman para siswa terhadap konsep suatu pokok bahasan tertentu dari pelajaran matematika yang diambil dari nilai-nilai tes yang diperoleh siswa sebagai tolak ukur keberhasilan tentang hasil tes.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar :
a. Keterampilan dan kebiasaan,
b. Pengetahuan dan pengarahan,
c. Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22).
Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan (Hamalik, 2002:155).
Perubahan dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap tidak sopan menjadi sopan dan sebagainya. Dampak pembelajaran adalah hasil yang dapat diukur seperti tertuang dalam raport, angka dalam ijazah atau kemampuan meloncat setelah latihan. Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak dari suatu interaksi dalam proses pembelajaran (Dimyati dan Mudjiono, 2002:4-5).
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa. Dari pendapat ini faktor yang dimaksud adalah faktor dalam diri siswa perubahan kemampuan yang dimilikinya seperti yang dikemukakan oleh Clark dalam Sudjana menyatakan bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh  kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Demikian juga faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan yang paling dominan berupa kualitas pembelajaran (Sudjana, 2004 : 39).
Belajar adalah suatu perubahan perilaku, akibat interaksi dengan lingkungannya. Perubahan perilaku dalam proses belajar terjadi akibat dari interaksi dengan lingkungan. Interaksi biasanya berlangsung secara sengaja. Dengan demikian belajar dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan dalam diri individu. Sebaliknya apabila terjadi perubahan dalam diri individu maka belajar tidak dikatakan berhasil.
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah profesional yang dimiliki oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik di bidang kognitif (intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik).
Bloom (dalam Sudjana, 2004:24) membagi hasil belajar dalam tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotoris.
a. Ranah kognitif
Ranah ini berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni:
1) Pengetahuan (knowledge)
Tipe hasil pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasyarat bagi tipe hasil belajar yang berikutnya. Hal ini berlaku bagi semua bidang studi pelajaran. Misalnya hafal suatu rumus akan menyebabkan paham bagaimana menggunakan rumus tersebut; hafal kata-kata akan memudahkan dalam membuat kalimat.
2) Pemahaman
Pemahaman dapat dilihat dari kemampuan individu dalam menjelaskan sesuatu masalah atau pertanyaan.
3) Aplikasi
Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, atau petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi. Mengulang-ulang menerapkannya pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan.

4) Analisis
Analisis adalah usaha memilih suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan atau susunannya. Analisis merupakan kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe sebelumnya.
5) Sintesis
Penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh disebut sintesis. Berpikir sintesis adalah berpikir divergen dimana menyatukan unsur-unsur menjadi integritas.
6) Evaluasi
Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara kerja, pemecahan metode, dan lain-lain.
b. Ranah afekif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial.
c. Ranah psikomotoris
Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu.
Dari beberapa pendapat di atas, maka hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal) dan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan. Dengan demikian hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupa sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif.
Untuk meningkatkan hasil belajar yang positif dan berguna bagi siswa, guru harus pandai memilih apa isi pengajaran serta bagaimana proses belajar itu harus dikelola dan dilaksanakan di sekolah. Jadi faktor penentu keberhasilan dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa terutama pada pembelajaran matematika adalah guru, guru harus menguasai proses belajar baik dari segi penguasaan materi, penggunaan metode dan alat pembelajaran, pengelolaan kelas maupun penilaian hasil belajar.
Jika ada guru yang mengatakan bahwa dia tidak ingin berhasil dalam mengajar, adalah ungkapan seorang guru yang sudah putus asa dan jauh dari kepribadian seorang guru. Mustahil seorang guru tidak ingin berhasil dalam mengajar, apalagi jika guru itu hadir dalam dunia pendidikan berdasarkan tuntunan hati nurani, panggilan jiwanya pasti merintih atas kegagalan mendidik dan membina anak didiknya.




No comments:

Post a Comment

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive