2.1 Karakteristik
Anak Usia Dini
Anak usia dini adalah sosok
individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan
fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Anak usia dini berada pada rentang usia
0-8 tahun. Pada masa ini proses pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai
aspek sedang mengalami masa yang cepat dalam rentang perkembangan hidup
manusia. Proses pembelajaran sebagai bentuk perlakuan yang diberikan pada anak
harus memperhatikan karakteristik yang dimiliki setiap tahapan perkembangan
anak (Sujiono, 2009:6).
Anak usia dini atau anak usia
prasekolah merupakan fase perkembangan individu, ketika anak mulai memiliki
kesadaran tentang dirinya sebagai pria atau wanita, dapat mengatur diri dalam
buang air (toilet training), dan
mengenal beberapa hal yang dianggap berbahaya (mencelakakan dirinya) (Yusuf,
2005:162).
Pada saat anak mulai memasuki
usia 3 tahun, biasanya seorang anak akan semakin mandiri dan mulai mendekatkan
diri pada teman-teman sebayanya. Pada tahapan usia 3 tahun ini anak mulai
menyadari tentang apa yang dirasakan dan apa yang telah mampu dilakukan dan
yang belum mampu dilakukan. Anak akan melakukan kegiatan yang mampu untuk
dilakukannya. Selain itu, pola kegiatan bermainnya pun telah berubah karena
anak mulai memasuki tahapan bermain paralel di mana seorang anak bermain dengan
anak lain tanpa interaksi dan tidak mau memberikan mainannya ketika ada yang
ingin meminjam atau sebaliknya menolak mengembalikan mainan yang dipinjamnya.
Hal ini berdampak pada kegiatan bermain mereka yang seringkali diwarnai dengan
konflik atau pertikaian tetapi biasanya hanya bersifat sementara saja (Sujiono
dan Sujiono, 2010:23).
Pada
hakikatnya anak usia dini selalu termotivasi untuk bermain. Artinya bermain
secara alamiah memberi kepuasan pada anak. Melalui bermain bersama dalam
kelompok atau sendiri tanpa orang lain, anak mengalami kesenangan yang lalu
memberikan kepuasan baginya (Montolalu, 2009:2).
Menurut
Montessori (dalam Putra dan Dwilestari, 2012:35) mengemukakan bahwa anak usia
dini menyerap ilmu pengetahuan secara langsung ke dalam alam psikisnya.
Semata-mata dengan melanjutkan hidup, anak belajar menuturkan bahasa
ibu/aslinya. Anak menciptakan “otot mentalnya” sendiri dengan menggunakan
segala sesuatu yang dijumpainya di sekelilingnya untuk tujuan itu.
Menurut Coughlin (dalam Sujiono dan Sujiono, 2010:24) ciri-ciri umum anak
dalam rentang usia 3-6 tahun, diantaranya:
1) Anak-anak pada usia tersebut menunjukkan
perilaku yang bersemangat, menawan, dan sekaligus tampak kasar pada saat-saat
tertentu.
2) Anak
mulai berusaha untuk memahami dunia di sekeliling mereka walaupun mereka masih
sulit untuk membedakan antara khayalan dan kenyataan.
3) Pada
suatu situasi tertentu anak tampak sangat menawan dan dapat bekerja sama dengan
teman dan orang lain tetapi pada saat yang lain mereka menjadi anak yang
pengatur dan penuntut.
4) Anak
mampu mengembangkan kemampuan berbahasa dengan cepat, mereka seringkali
terlihat berbicara sendiri dengan suara keras ketika mereka memecahkan masalah
atau menyelesaikan suatu kegiatan, serta
5) Secara
fisik, anak memiliki tenaga yang besar tetapi rentang konsentrasinya pendek
sehingga cenderung berpindah dari satu kegiatan ke kegiatan lain.
2.2 Hakekat
Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan pada anak usia dini
pada dasarnya meliputi seluruh upaya dan tindakan yang dilakukan oleh pendidik
dan orang tua dalam proses perawatan, pengasuhan, dan pendidikan pada anak
dengan menciptakan aura dan lingkungan dimana anak dapat mengeksplorasi
pengalaman yang memberikan kesempatan kepadanya untuk mengetahui dan memahami
pengalaman belajar yang diperolehnya dari lingkungan, melalui cara mengamati,
meniru dan bereksperimen yang berlangsung secara berulang-ulang dan melibatkan
seluruh potensi dan kecerdasan anak. Pendidikan anak usia dini pada dasarnya
harus meliputi aspek keilmuan yang menunjang kehidupan anak dan terkait dengan
perkembangan anak (Sujiono, 2009:7).
Pada masa ini, anak sudah
memiliki dasar tentang sikap moralitas terhadap kelompok sosialnya (orang tua,
saudara dan teman sebaya). Melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain
anak belajar memahami tentang kegiatan mana yang baik/boleh/diterima/disetujui
atau buruk/tidak boleh/ditolak/tidak disetujui. (Yusuf, 2005:175).
Pendidikan dasar anak usia dini
pada dasarnya harus berdasarkan pada nilai-nilai filosofis dan religi yang
dipegang oleh lingkungan yang berada di sekitar anak dan agama yang dianutnya.
Di dalam Islam dikatakan bahwa “seorang anak terlahir dalam keadaan
fitrah/Islam/lurus”, orang tua mereka yang membuat anaknya menjadi yahudi,
nasrani atau majusi,” maka bagaimana kita bisa menjaga serta meningkatkan
potensi kebaikan tersebut, hal itu tentu harus dilakukan dari sejak usia dini
(Sujiono, 2009:9).
2.3 Kemampuan
Motorik
1. Pengertian
Motorik
Motorik adalah sesuatu
yang berkenaan dengan penggerak (Poerwadarminta, 1996:538). Perkembangan fisik
sangat berkaitan erat dengan perkembangan motorik anak. Motorik merupakan
perkembangan pengendalian gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinir
antara susunan saraf, otot, otak, dan spinal cord.
Perkembangan motorik
beriringan dengan proses pertumbuhan secara genetis atau kematangan fisik anak.
Anak usia 5 bulan tentu saja tidak akan bisa langsung berjalan. Dengan kata
lain, ada tahapan-tahapan umum tertentu yang berproses sesuai dengan kematangan
fisik anak. Fisik atau tubuh manusia merupakan organ yang kompleks dan sangat
mengagumkan terbentuk pada periode prenatal/dalam kandungan (Gesell, dalam
Santrock, 2007:58).
Teori yang menjelaskan
secara detail tentang sistematika motorik anak adalah Dynamic System Theory yang
dikembangkan Thelen & whiteneyerr. Teori tersebut mengungkapkan bahwa untuk
membangun kemampuan motorik anak harus mempersepsikan sesuatu di lingkungannya
yang memotivasi mereka untuk melakukan sesuatu dan menggunakan persepsi mereka
tersebut untuk bergerak. Misalnya ketika anak melihat mainan dengan beraneka
ragam, anak mempersepsikan dalam otaknya bahwa dia ingin memainkannya. Persepsi
tersebut memotivasi anak untuk melakukan sesuatu, yaitu bergerak untuk
mengambilnya. Akibat gerakan tersebut, anak berhasil mendapatkan apa yang di
tujunya yaitu mengambil mainan yang menarik baginya.
Selain itu teori tersebut
pun menjelaskan bahwa ketika bayi di motivasi untuk melakukan sesuatu, mereka
dapat menciptakan kemampuan motorik yang baru. Kemampuan baru tersebut merupakan hasil dari banyak faktor diantaranya yaitu
perkembangan sistem syaraf, kemampuan fisik yang memungkinkannya untuk bergerak,
keinginan anak yang memotivasinya untuk bergerak, dan lingkungan yang mendukung pemerolehan
kemampuan motorik. Hal ini akan
terlihat ketika misalnya anak akan mulai berjalan. Jika sistem syarafnya sudah
matang, proposi kakinya cukup kuat menopang anak
itu sendiri sekaligus
ingin berjalan untuk mengambil mainannya.
Usia emas dalam perkembangan motorik adalah masa anak-anak, yang mana
terjadi dalam usia anak dan terbagi dalam 3 tahapan yaitu usia 0 sampai 3 tahun,
usia 3 sampai 6 tahun, dan usia 6 sampai 11 tahun. seperti yang diungkapkan Petterson (1996:88). Pada usia ini,
kesehatan fisik anak mulai stabil. Anak tidak mengalami sakit seperti usia
sebelumnya. Hal ini menyebabkan perkembangan fisik jadi lebih maskimal dari
pada usia sebelumnya.
Perkembangan fisik sangat berkaitan erat dengan perkembangan motorik
anak, karena motorik merupakan perkembangan pengendalian gerakan tubuh melalui
kegiatan yang terkoordinir antara susunan saraf, otot dan otak. Perkembangan motorik
merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam perkembangan individu
secara keseluruhan. Beberapa pengaruh perkembangan motorik terhadap
konstelasi perkembangan individu dipaparkan oleh Hurlock (1996:54) sebagai berikut:
a. Melalui
keterampilan motorik, anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh perasaan
senang. Seperti anak merasa senang dengan memiliki keterampilan memainkan
boneka, melempar dan menangkap bola atau memainkan alat-alat mainan.
b. Melalui
keterampilan motorik, anak dapat beranjak dari kondisi tidak berdaya pada
bulan-bulan pertama dalam kehidupannya, ke kondisi yang independent. Anak dapat
bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya dan dapat berbuat sendiri untuk
dirinya. Kondisi ini akan menunjang perkembangan rasa percaya diri.
c. Melalui
perkembangan motorik, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan
sekolah. Pada usia prasekolah atau usia kelas-kelas awal Sekolah Dasar, anak
sudah dapat dilatih menulis, menggambar, melukis, dan baris-berbaris.
d. Melalui
perkembangan motorik yang normal memungkinkan anak dapat bermain atau bergaul
dengan teman sebayanya, sedangkan yang tidak normal akan menghambat anak untuk
dapat bergaul dengan teman sebayanya bahkan dia akan terkucilkan atau menjadi
anak yang terpinggirkan
e. Perkembangan
keterampilan motorik sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak.
Perkembangan motorik
sangat dipengaruhi oleh organ otak. Otaklah yang menyetir setiap gerakan yang
dilakukan anak. Perkembangan sistem syaraf otak yang mengatur otot semakin
matang memungkinkan berkembangnya kompetensi atau kemampuan motorik anak.
2. Jenis Motorik
Perkembangan motorik
meliputi motorik kasar dan halus. Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang
menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang
dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri. Contohnya kemampuan duduk,
menendang, berlari, naik-turun tangga dan sebagainya.
Sedangkan motorik halus
adalah gerakan yang menggunakan otot-otot halus atau sebagian anggota tubuh
tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih.
Misalnya, kemampuan memindahkan benda dari tangan, mencoret-coret, menyusun
balok, menggunting, menulis dan sebagainya. Kedua kemampuan tersebut sangat
penting agar anak bisa berkembang dengan optimal.
Kedua jenis perkembangan
motorik anak tersebut akan mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya sampai
dewasa kelak. Karena kedua jenis motorik tersebut akan memberikan dampak yang
cukup besar terhadap perkembangan anak sebagai individu yang menjalankan
berbagai aktifitasnya sehari-hari.
2.4 Pengertian Motorik Halus
Menurut
Moeslichatoen (2004:48)
motorik halus adalah “merupakan kegiatan yang menggunakan otot – otot halus
pada jari dan tangan. Gerakan ini keterampilan bergerak”. Saputra
dan Rudyanto (2005: 118) mengatakan bahwa motorik halus adalah kemampuan anak
beraktivitas dengan menggunakan otot-otot halus (kecil) seperti menulis,
meremas, menggambar, menggenggam, menyusun balok dan memasukkan kelereng.
Sujiono
(2009: 14) berpendapat, motorik halus adalah gerakan yang hanya melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil, seperti
keterampilan menggunakan jari jemari tangan dan gerakan pergelangan tangan yang
tepat. Sehingga gerakan ini tidak memerlukan tenaga melainkan membutuhkan
koordinasi mata dan tangan yang cermat. Dalam melakukan gerakan motorik halus,
anak juga memerlukan dukungan keterampilan fisik lain serta kematangan mental.
Menurut Sumantri (2005: 143)
keterampilan motorik halus adalah pengorganisasian penggunakan sekelompok
otot-otot kecil seperti jari jemari dan tangan yang sering membutuhkan
kecermatan dan koordinasi mata dengan tangan, keterampilan yang mencakup
pemanfaatan dengan alat-alat untuk bekerja dan obyek yang kecil atau
pengontrolan terhadap mesin misalnya mengetik, menjahit dan lain-lain.
Keterampilan motorik halus
sangat penting karena berpengaruh pada segi pembelajaran lainnya. Keadaan ini
sesuai dengan penelitian Tedjasaputra (2001:46) bahwa motorik
halus penting karena ini nantinya akan dibutuhkan anak dari segi akademis.
Kegiatan akademis tersebut seperti menulis, menggunting, menjiplak, mewarnai,
melipat, menarik garis dan menggambar. Hal ini sejalan dengan pendapat Hurlock
(1999:45) bahwa penguasaan motorik
halus penting bagi anak, karena seiring makin banyak keterampilan motorik yang dimiliki semakin baik
pula penyesuaian sosial yang dapat dilakukan anak serta semakin baik prestasi
di sekolah.
Motorik halus adalah gerakan
yang menggunakan otot-otot halus atau sebagian anggota tubuh tertentu, yang
dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih. Motorik halus adalah aktivitas motorik yang melibatkan otot-otot
kecil atau halus, gerakan lebih menuntut koordinasi mata dan tangan serta
kemampuan pengendalian gerak yang baik, yang memungkinkan melakukan ketepatan
dan kecermatan dalam gerakan-gerakan.
Senada dengan pengertian
tersebut, Sujiono (2009:113)
mengatakan bahwa: “Keterampilan motorik halus adalah keterampilan yang
gerakannya hanya melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan
oleh otot-otot kecil. Seperti keterampilan menggunakan jari-jemari tangan dan
gerakan pergelangan tangan yang tepat.”
Koordinasi antara mata dan
tangan dapat dikembangkan melalui kegiatan permainan membentuk atau
memanipulasi dari tanah liat/lilin/adonan, memalu, menggambar, mewarnai,
menempel, menggunting, memotong, merangkai benda dengan benang (meronce).
Pengembangan keterampilan motorik halus akan berpengaruh terhadap kesiapan anak
dalam menulis, kegiatan melatihkan koordinasi antara tangan dan mata yang
dianjurkan dalam jumlah waktu yang cukup meskipun penggunaan tangan secara utuh
belum mungkin tercapai (Sumantri, 2005:145).
Sedangkan menurut Nursalam (2005:35) perkembangan motorik halus adalah
“kemampuan anak untuk mengamati sesuatu dan melakukan gerak yang melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu dan otot-otot kecil, memerlukan koordinasi yang
cermat serta tidak memerlukan banyak tenaga”. Anak dalam melakukan kegiatan
sehari-hari baik di rumah maupun di sekolah akan banyak melakukan gerakan
dengan menggunakan tangan dan kakinya.
Berdasarkan pendapat para
ahli di atas dapat disimpulkan bahwa gerakan motorik halus adalah bila gerakan
hanya melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot
kecil, seperti ketrampilan menggunakan jari-jemari tangan dan gerakan pergelangan
tangan yang tepat. Oleh karena itu, gerakan ini tidak terlalu membutuhkan
tenaga, namun gerakan ini membutuhkan koordinasi mata dan tangan yang cermat.
Karena koordinasi antara mata dan tangan sudah semakin baik maka anak sudah
dapat mengurus diri sendiri dengan pengawasan orang yang lebih tua.
Gerakan motorik halus yang
terlihat saat usia TK, antara lain adalah anak mulai dapat menyikat giginya, menyisir,
membuka dan menutup retsluiting, memakai sepatu sendiri, mengancingkan
pakaian, serta makan sendiri dengan menggunakan sendok dan garpu. Semakin
baiknya gerakan motorik halus anak membuat anak dapat berkreasi, seperti
menggunting kertas dengan hasil guntingan yang lurus, menggambar gambar
sederhana dan mewarnai, menggunakan klip untuk menyatukan dua lembar kertas,
menjahit, menganyam kertas serta menajamkan pensil dengan rautan pensil. Namun,
tidak semua anak memiliki kematangan untuk menguasai kemampuan ini pada tahap
yang sama.
Dalam melakukan gerakan
motorik halus anak juga memerlukan dukungan ketrampilan fisik lain serta
kematangan mental, misalnya ketrampilan membuat gambar. Dalam membuat gambar,
selain anak memerlukan ketrampilan menggerakkan pergelangan dan jari-jari
tangan, anak juga memerlukan kemampuan kognitif yang memungkinkan terbentuknya
sebuah gambar. Misalnya, untuk menggambar lingkaran, anak perlu memahami konsep
lingkaran terlebih dahulu sebelum menerjemahkannya dalam bentuk gambar. Contoh
lain, saat anak berlatih bermain balok dengan menumpuk balok-balok kayu atau
lego, anak memerlukan ketrampilan mengambil balok, dan anak harus mengetahui apa
yang akan diperbuatnya dengan balok-balok itu (Sujiono, 2009 : 11).
Gerakan motorik halus anak
sudah mulai berkembang pesat di usia kira-kira 3 tahun. Di usia itu, anak dapat
meniru cara ayahnya memegang pensil. Namun, posisi jari-jarinya masih belum
cukup jauh dari mata pensil. Namun, saat anak berusia 4 tahun, ia sudah dapat
memegang pensil warna atau crayon untuk menggambar. Gerakan motorik
halus, seperti menulis dan menggambar akan diperlukan anak saat ia bersekolah
nanti.
2.5 Perkembangan
Kemampuan Motorik Halus Anak
Usia Dini
Perkembangan motorik halus anak usia dini
ditekankan pada koordinasi gerakan motorik halus dalam hal ini berkaitan dengan
kegiatan meletakkan atau memegang suatu objek dengan menggunakan jari tangan.
Pada usia 4 tahun koordinasi gerakan motorik halus anak sangat berkembang
bahkan hampir sempurna. Walaupun demikian anak usia ini masih mengalami
kesulitan dalam menyusun balok-balok menjadi suatu bangunan.
Hal ini disebabkan oleh keinginan anak
untuk meletakkan balok secara sempurna sehingga kadang-kadang meruntuhkan
bangunan itu sendiri. Pada usia 5 atau 6 tahun koordinasi gerakan motorik halus
berkembang pesat. Pada masa ini anak telah mampu mengkoordinasikan gerakan
visual motorik, seperti mengkoordinasikan gerakan mata dengan tangan, lengan, dan
tubuh secara bersamaan, antara lain dapat dilihat pada waktu anak menulis atau
menggambar.
Kegiatan motorik halus sebaiknya sudah diperkenalkan kepada anak-anak
usia prasekolah. Tentu saja hal ini seiring dengan kegiatan motorik kasarnya.
Sebab kegiatan motorik halus merupakan langkah awal bagi pematangan dalam hal
menulis dan menggambar. Anak-anak memerlukan persiapan yang matang sebelum
mereka bersekolah, sehingga kelak diharapkan mereka mampu menguasai
gerakan-gerakan yang akan dilakukan nantinya pada saat bersekolah.
Menurut Sumantri (2005:145) aktivitas pengembangan keterampilan motorik
halus anak usia TK bertujuan untuk melatihkan kemampuan koordinasi motorik
anak. Koordinasi antara tangan dan mata dapat dikembangkan melalui kegiatan
permainan membentuk atau memanipulasi dari tanah liat/lilin/adonan, memalu,
menggambar, mewarnai, menempel dan menggunting, memotong merangkai benda dengan
benda (meronce).
Pengembangan keterampilan motorik halus akan berpengaruh terhadap
kesiapan anak dalam menulis (pengembangan bahasa), kegiatan melatih koordinasi
antara tangan dengan mata yang dianjurkan dalam jumlah waktu yang cukup
meskipun penggunaan tangan secara utuh belum mungkin tercapai. Kemampuan daya
lihat juga merupakan kegiatan keterampilan motorik halus lainnya, melatihkan
kemampuan anak melihat kiri dan kanan, atas bawah yang penting untuk persiapan
membaca awal.
Kemudian Saputra dan Rudyanto (2005:115) menjelaskan tujuan dari
pengembangan motorik halus yaitu “mampu memfungsikan otot-otot kecil seperti gerakan
jari tangan, mampu mengkoordinasikan kecepatan mata dengan tangan, mampu
mengendalikan emosi”.
Pengembangan motorik halus dilakukan agar otot-otot kecil seperti jari
tangan dapat berfungsi dengan baik. Selain itu pengembangan motorik halus
dilakukan agar terjadi koordinasi yang baik antara kecepatan mata dengan tangan
serta emosi dapat dikendalikan dengan baik.
Sedangkan menurut Sumantri (2005:146) tujuan pengembangan motorik halus
di usia 4-6 tahun adalah anak mampu mengembangkan kemampuan motorik halus yang
berhubungan dengan keterampilan gerak kedua tangan, mampu menggerakkan anggota
tubuh yang berhubungan dengan gerak jari jemari seperti kesiapan menulis,
menggambar dan memanipulasi benda-benda, mampu mengkoordinasikan indra mata dan
aktivitas tangan serta mampu mengendalikan emosi dalam beraktivitas motorik
halus.
Begitu pula halnya seperti diungkapkan oleh Depdiknas (dalam Sumantri
2005:146) secara khusus tujuan pengembangan motorik halus untuk anak usia TK
(4-6 tahun) adalah anak dapat menunjukkan kemampuan menggerakkan anggota
tubuhnya dan terutama terjadinya koordinasi mata dan tangan sebagai persiapan
untuk pengenalan menulis.
Sudah menjadi ciri khas, hampir semua anak memiliki sifat ingin tahu yang
tinggi, memiliki imajinasi yang alami serta kreatif. Anak-anak akan beradaptasi
dan merespon dengan cepat ketika mereka berinteraksi dengan orang-orang atau
benda yang ada di lingkungannya. Mereka sangat tertarik dengan berbagai hal,
seperti bagaimana sesuatu bekerja atau mengapa sesuatu terjadi sebagaimana
sesuatu itu terjadi.
Keterampilan motorik halus adalah aktivitas-aktivitas yang memerlukan
pemakaian otot-otot kecil pada tangan. Aktivitas ini termasuk memegang benda
kecil seperti manik-manik, butiran kalung, memegang sendok, memegang pensil
dengan benar, menggunting, melipat kertas, mengikat tali sepatu, mengancing,
dan menarik ritsleting. Aktivitas tersebut terlihat mudah namun memerlukan
latihan dan bimbingan agar anak dapat melakukannya secara baik dan benar
(Hamdani, 2010:25).
Keterampilan motorik halus ternyata memang harus melalui proses latihan
yang rutin, berkelanjutan dan tepat sasaran. Hal ini bisa dibuktikan karena
tidak semua anak pandai menggerakkan tangannya, misalnya ada seorang anak yang
kesulitan ketika ia akan memegang sebuah bola pingpong, bola tersebut selalu
lepas ketika akan diraihnya, tetapi ada anak lainnya dengan begitu mudah
memegangnya.
Anak yang mengalami kesulitan dalam motorik halus diakibatkan karena
pesatnya kemajuan teknologi. Adanya permainan melalui video games atau computer
telah menyebabkan anak-anak kurang menggunakan waktu mereka untuk permainan
yang memakai motorik halus. Tentu saja hal ini dapat menyebabkan berkembangnya
otot-otot halus pada tangan mereka kurang berkembang. Keterlambatan otot-otot
ini berdampak pada anak yang mengalami kesulitan menulis ketika mereka mulai
masuk sekolah. Beberapa anak menunjukkan keterlambatan dalam kemampuan motorik
halus karena keterlambatan tumbuh kembang atau diagnose medik seperti down syndrome atau cerebral palsy (cacat mental).
Karakteristik keterampilan motorik halus anak menurut Depdiknas (2007)
antara lain :
1.
Pada usia 4 tahun koordinasi motorik halus anak sudah
lebih substansial sudah mengalami kemajuan dan gerakannya sudah lebih cepat,
bahkan cenderung ingin sempurna.
2.
Pada usia 5 tahun, koordinasi motorik halus anak sudah
lebih sempurna lagi. Tangan, lengan dan tubuh bergerak di bawah koordinasi
mata. Anak juga mampu membuat dan melaksanakan kegiatan yang lebih majemuk,
seperti dalam kegiatan proyek.
Ciri-ciri perkembangan motorik halus anak usia dini diantaranya :
a.
menempel
b.
mengerjakan puzzle (menyusun potongan-potongan gambar)
c.
menjahit sederhana
d.
makin terampil menggunakan jari tangan (mewarnai dengan
rapi)
e.
Mengisi pola sederhana (dengan sobekan kertas, stempel)
f.
Mengancingkan baju
g.
Menggambar dengan gerakan naik turun bersambung
(seperti gunung atau bukit)
h.
Menarik garis lurus, lengkung, miring.
i.
Mengekspresikan gerakan dengan irama bervariasi.
j.
Melempar dan menangkap bola
Tujuan
pengembangan motorik halus untuk anak usia dini yaitu :
a.
Sebagai alat untuk pengembangan keterampilan gerak
kedua tangan.
b.
Anak dapat menciptakan suatu hasil karya yang orisinil
dari anak tersebut.
c.
Sebagai alat untuk pengembangan koordinasi kecepatan
tangan dan kecepatan mata.
d.
Untuk menyeimbangkan penglihatan pada saat seorang guru
menggunakan metode demontrasi dalam pengembangan motorik halus anak.
e.
Sebagai alat untuk melatih penguasaan emosi anak.
f.
Karena dalam membuat hasil karya untuk anak usia dini
sangat menguras emosi anak karena pada dasarnya egosentrisnya sangat tinggi.
Prinsip pengembangan motorik halus menurut (Jamaris, 2003:9) prinsip
untuk pengembangan motorik adalah kematangan, urutan, motivasi, pengalaman, dan
latihan atau praktik.
a.
Kematangan saraf
Pada waktu anak dilahirkan hanya memiliki otak sebesar 25% dari berat
otak orang dewasa. Saraf-saraf tersebut belum berkembang sesuai dengan
fungsinya dalm mengontrol berbagai gerak motorik baik motorik kasar maupun
motorik halus. Dengan bertambahnya umur anak yang makin bertambah dan perkembangan
semakin besar anak mengalami proses neurological naturalation
(kematangan neorologis).
b.
Urutan
Proses perkembangan fisiologis manusia berlangsung secara berurutan yang
terdiri atas :
1)
Pembedaan yang mencakup perkembangan secara berlahan
dari motorik kasar yang belum terarah dengan baik kepada gerak yang lebih
terarah sesuai fungsi gerak motorik kasar.
2)
Keterpaduan yaitu kemampuan dalam menggabungkan
gerakan motorik yang saling berlawanan dalam koordinasi gerak yang baik,
seperti berlari dan berhenti.
c.
Motivasi
Kematangan motorik ini memotivasi untuk melakukan aktifitas motorik dalam
lingkup yang luas, hal ini dapat dilihat dari :
1)
Aktifitas fisiologi meningkat dengan tajam.
2)
Anak seakan-akan
tidak mau berhenti untuk melakukan aktifitas fisik baik yang melibatkan motorik
kasar maupun motorik halus.
Motivasi yang datang dari dalam diri anak tersebut perlu didukung dengan Motivasi
yang datang dari luar. Misalnya memberikan kesempatan pada anak untuk melakukan
berbagai aktifitas motorik dan menyediakan berbagai sarana dan prasarana yang
dibutuhkan anak
d.
Pengalaman latihan
Pada saat anak mencapai kematangan untuk terlihat secara aktif
dalam aktifitas fisik yang ditandai motivasi yang tinggi, orang tua dan guru
perlu memberi kesempatan dan pengalaman yang dapat meningkatkan motorik anak
secara optimal. Peluang ini tidak saja berbentuk memberikan anak melakukan
kegiatan fisik akan tetapi perlu dukungan dengan berbagai fasilitas yang
berguna bagi pengembangan keterampilan motorik kasar maupun motorik halus anak.
2.6 Kegiatan Menggambar
Menurut Depdiknas Pusat Bahasa
(2002), gambar adalah angan-angan gambar yang terbayang (dikhayalkan) di
angan-angan atau bagan gambar yang berupa garis-garis dan merupakan bagian yang
penting-penting saja. Sedangkan menggambar adalah membuat gambar, melukis.
Gambar-menggambar yang perihal/menggambar dan menggambarkan artinya membuat
gambar (lukisan) untuk mewujudkan (membayangkan) gambar; melukiskan
(menceritakan) suatu peristiwa dan sebagainya.
Menurut Susanto (2009), menggambar
adalah membuat guratan di atas sebuah permukaan yang secara grafis menyajikan
kemiripan mengenai sesuatu. Menurut Darmawan (1988) kata menggambar atau
kegiatan menggambar dapat diartikan sebagai memindahkan satu atau beberapa
objek ke atas bidang gambar tanpa melibatkan emosi, perasaan dan karakter
penggambarnya.
Menggambar adalah kegiatan yang
menyenangkan bagi anak-anak. Lewat menggambar, mereka bisa menuangkan beragam
imajinasi yang ada di kepala mereka. Gambar-gambar yang mereka hasilkan juga
dapat menunjukkan tingkat kreativitas dan suasana hati masing-masing anak.
Dalam tahapan pola perkembangan
menggambar pada anak, menurut Yosef (2007) terdiri dari 6 tahap yaitu masa
mencoreng, tahap prabagan, bagan, masa realisme awal.
a. Masa Mencoreng
Tahap
pertama adalah tahap coreng-moreng (usia 8 bulan sampai 4 tahun). Penelitian
menunjukkan bahwa coreng-moreng merupakan bentuk kesadaran anak pada suatu pola
dan pertumbuhan koordinasi tangan dan mata. Goresan-goresan yang dibuat anak
usia 2-3 tahun belum menggambarkan suatu bentuk objek sedangkan hasil
penelitian awal menunjukkan anak usia 4 tahun sudah dapat dikatakan tahap
corengan terkendali dalam menggambar dan belum dapat dikatakan corengan bernama
karena anak belum bisa menulis dan pada awalnya, coretan hanya mengikuti
perkembangan gerak motorik hingga sekarang anak dapat menciptakan goresan
coreng-moreng dengan arah yang sudah terkendali dan merupakan pengalaman
kegiatan motorik.
b. Tahap Prabagan
Tahap
kedua ini memiliki ciri yaitu goresan-goresannya sudah mulai terkontrol karena
anak sudah mulai semakin menguasai gerakan-gerakan, sudah menggunakan
bentuk-bentuk dasar geometris untuk memberi kesan objek dari dunia sekitarnya,
koordinasi tangan lebih berkembang. Periode ini juga menjadi sangat penting
karena dalam lingkup sosial yang lebih luas, anak mendapat kesempatan mencipta,
menjelajah, bereksperimen. Objek gambar sudah bermakna namun hubungan satu dan
lainnya belum jelas, warna masih bersifat subjektif dan tidak sesuai dengan realitas.
Pada
masa ini biasanya anak menggambar lingkaran dan garis. Kadang mereka juga mulai
menggambar binatang dan gambar anak sering disebut sebagai simbol dari
kenyataan. Anak tampak senang dengan simbol yang sederhana dari suatu obyek.
Umumnya hasil gambar bersifat geometris. Gambar binatang seringkali digambar
menjadi bentuk lingkaran sebagai kepala yang langsung dihubungkan dengan
beberapa garis untuk bagian-bagian anggota badan yang lain seperti mata, mulut
dan kaki binatang.
Kebanyakan dari orang tua yang
peduli dengan perkembangan kreativitas putra-putrinya biasanya akan
mengikutsertakan anak-anak mereka untuk kursus menggambar atau kursus melukis
sejak dini, karena semakin muda usia anak, semakin mudah diarahkan potensi dan
bakatnya. Selain itu, aktivitas menggambar juga sudah menjadi bagian dari
kehidupan anak, bukan hanya sebagai kegiatan untuk mengisi waktu kosong anak,
tapi juga sebagai aktualisasi diri anak dalam bidang seni. Terlepas dari itu
semua, perlu diketahui bahwa aktifitas mengambar memiliki banyak manfaat bagi anak,
diantaranya:
a.
Sebagai Media Berekspresi
Seperti halnya orang dewasa,
aktifitas menggambar merupakan cara bagi anak untuk mengungkapkan perasaaan
dirinya. Melalui gambar yang dibuatnya dapat terlihat apa yang sedang dirasakannya,
apakah itu perasaan gembira atau perasaan sedih.
b.
Melatih anak Menggenggam pensil
Bagi sebagian anak, krayon adalah
benda pertama yang digenggamnya sebelum mereka menggenggam pensil. Saat
mewarnai dengan krayon itulah pertama kali anak belajar menggengam dan
mengontrol pensil di tangannya. Kemampuan tersebut yang nantinya akan
membantunya dalam menulis saat anak menempuh pendidikan di sekolah.
c.
Melatih Kemampuan Koordinasi
Kemampuan berkoordinasi merupakan
manfaat lain yang bisa diperoleh dari aktifitas menggambar. Dalam menggambar
diperlukan koordinasi yang bagus antara mata dan tangan, mulai dari bagaimana
cara yang tepat menggenggam pensil, hingga memilih dan menajamkan pensil.
Kemampuan dasar berkordinasi inilah yang dapat mengembangkan kemampuan dasar anak
hingga mereka besar nanti.
d.
Mengembangkan Kemampuan Motorik
Aktifitas menggambar merupakan
aktifitas yang dapat membantu meningkatkan kinerja otot tangan sekaligus
mengembangkan kemampuan motorik anak. Kemampuan tersebut sangat penting dalam
perkembangan aktifitasnya kelak, seperti dalam mengetik, mengangkat benda dan
aktifitas lainnya dimana dibutuhkan kinerja otot lengan dan tangan dalam
prosesnya.
e.
Menggambar Meningkatkan Konsentrasi
Aktifitas menggambar dapat melatih
konsentrasi anak untuk tetap fokus pada pekerjaan yang dilakukannya meskipun
banyak aktifitas lain yang terjadi di sekelilingnya. Seorang anak yang sedang
menyelesaikan tugas menggambar akan fokus pada lembar gambar yang sedang dikerjakannya,
sehingga sekalipun pun di sekelilingnya ribut dengan aktifitas anak-anak lain,
ia akan tetap fokus menyelesaikan tugas menggambarnya. Kemampuan berkonsentrasi
inilah yang kelak berguna bagi anak dalam menyelesaikan soal matematika atau
pelajaran lainnya yang membutuhkan konsentrasi tinggi.
f.
Menggambar Melatih Anak Mengenal Garis Batas Bidang
Mengenal batas bidang gambar
merupakan manfaat lain dari aktifitas menggambar. Di masa awal anak memulai
aktifitas menggambar, mereka tidak akan peduli dengan garis batas gambar di
hadapannya, hal tersebut wajar-wajar saja, biarkan anak merasa nyaman dan
exited terlebih dahulu dengan aktifitas mewarnainya. Seiring dengan berjalannya
waktu dan bertambahnya usia anak, mereka akan mulai menghargai dan
memperhatikan garis-garis batas tersebut, dan berusaha untuk mewarnai gambar di
hadapannya tanpa keluar garis. Membiasakan anak belajar mewarnai sejak kecil
akan melatihnya lebih peka terhadap batasan garis sejak dini. Kemampuan inilah
yang menjadi bekal mereka saat mereka mulai belajar menulis di buku tulis
bergaris.
Mengingat banyaknya manfaat
aktivitas menggambar bagi anak, tak ada salahnya jika para orangtua mulai
membiasakan anak-anaknya menggambar sejak dini, mulailah dengan gambar-gambar
yang tidak terlalu detail agar anak lebih mudah mengaplikasikan yang ingin ditorehnya.
Jangan terlalu banyak memberi aturan, baik dalam pemilihan warna maupun memberi
batasan garis, biarlah ia bereksplorasi dengan warna-warna dan gambar di
hadapannya (mommygadget.com/manfaat-mewarnai-bagi-si-kecil/).
Adapun manfaat kegiatan menggambar yang dilakukan dalam lingkungan
pendidikan seperti di Taman Kanak-kanak adalah sebagai berikut:
a.
Mengembangkan Keterampilan Motorik
Ketika seorang anak menggambar
sering tidak dianggap sebagai pelajaran yang membangun
keterampilan. Namun, menggambar adalah kegiatan yang bagus untuk membantu
anak-anak mengembangkan keterampilan motorik halus mereka. Pengembangan
yang tepat dari keterampilan motorik halus mereka akan membantu anak-anak
dikemudian hari ketika mereka belajar hal-hal seperti menulis, berpakaian dan
mampu makan sendiri. Sering kali menggambar adalah pengalaman pertama
dalam belajar memahami alat tulis. Seorang anak belajar bagaimana
mengkoordinasi tangan dan mata untuk fokus pada garis-garis dalam kertas gambar.
b.
Pemahaman Pelajaran
Para ahli percaya bahwa anak-anak
belajar dengan baik melalui bermain. Sebuah kegiatan menggambar sederhana
dapat membantu pemahaman pelajaran yang diajarkan di kelas. Para guru
pendidikan anak usia dini sering memberikan lembar kertas yang fokus pada
huruf, bentuk dan angka. Tanpa disadari anak-anak bahwa mereka juga sudah
belajar dengan lembar kegiatan menggambar.
c.
Ekspresi Diri
Beberapa anak-anak sering mengalami
kesulitan untuk mengekspresikan perasaan mereka. Menggambar
dapat mengeluarkan ekspresi perasaan mereka dan mengungkapkan
pikiran mereka dengan sangat bebas. Menggambar juga dapat menjadi cara yang
bagus untuk seorang anak bersantai setelah seharian sibuk dengan kegiatan
mereka. Menggambar bebas juga dapat membantu mengembangkan imajinasi anak.
d.
Belajar Konsentrasi
Memperkenalkan kegiatan menggambar
pada anak dapat membantu mereka belajar bagaimana untuk berkonsentrasi dalam
menyelesaikan tugas. Seorang anak akan sangat senang saat mereka berhasil
menyelesaikan sebuah tugas. Selain itu, ketika seorang anak fokus pada
tugas dan berhasil menyelesaikan kegiatan menggambarnya dia akan merasa bangga.
Penyelesaian tugas menggambar juga mengajarkan anak nilai kerja keras dan
dedikasi. Ketika konsentrasi anak meningkatkan mereka akan dapat lebih
fokus pada tugas-tugas lain yang lebih kompleks seperti matematika.
e.
Terampil Dalam Mengambil Keputusan
Memberikan anak-anak suatu kegiatan
yang membantu mereka mengembangkan keterampilan dalam mengambil keputusan
mereka. Ketika menyelesaikan lembar menggambar anak-anak dapat memutuskan
apa warna yang akan digunakan dan kemana arah gambar. Seorang anak juga dapat
membuat keputusan apakah ingin menyelesaikan kegiatannya atau tidak. Anak-anak
yang mampu membuat keputusan untuk menyelesaikan kegiatannya sering memiliki
waktu yang lebih baik secara akademis.
No comments:
Post a Comment