Sunday, December 16, 2018

MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANAK DALAM MEMBILANG MELALUI PENGGUNAAN KARTU HITUNG BERGAMBAR


A.       Karakteristik Anak Usia Dini
Karakteristik   anak  usia dini menurut   Solehudin (2000: 46-48)    adalah:
(1) Memiliki rasa ingin tahu; (2) Antusias dan aktif dalam melakukan     kegiatan;
(3) Berminat terhadap benda-benda yang dimensi dan mengobservasi lingkungan;
(4) Sifat melekat egosentris yang masih kuat melekat; ( 5) Kemampuan sosialisasi dengan teman sudah baik; (6) Kognitif anak berada pada tahap praoprasional kongkrit sehinggga untuk memahami konsep abstrak, anak masih tergantung pada pengalaman langsung; (7) Anak tidak dapat duduk terdiam diri selama 10 menit; (8) Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain sudah meningkat.
Sementara menurut Mustoffa (2004: 5-60) mengidentifikasikan beberapa karakteristik anak usia dini diantaranya: (1) Menggunakan semua indera untuk menjelajah benda, belajar melalui kegiatan motorik dan partisipasi sosial; (2) Rentang perhatian masih pendek, mudah bosan dan mudah palingkan muka jika ada respon baru; (3) Minat mengembangkan dasar-dasar keterampilan berbahasa, bermain-main dengan bunyi mempelajari kosakata dengan konsep-konsepnya mulai mempelajari aturan bersifat inplisit dan mengatur ekspresinya; (4) Perkembangan bahasa yang pesat; (5) Aktif memperhatikan segala sesuatu dengan rentang atensi yang pendek; (6) Menempatkan diri sebagai pusat dunia sendiri, minat prilaku dan pikiran yang terpusat pada diri atau egosentrisme; (7) Selalu ingin tahu tentang dunia anak-anak; (8) Mulai tertarik dengan mekanisme kerja berbagai hal dari dunia luar dan sekitarnya.
Kesimpulan dari uraian diatas adalah  anak  merupakan individu yang aktif, dinamis selalu bereksplorasi dengan lingkungannya dan selalu ingin tahu terhadap apa yang dilihat dan didengarnya.

B.        Perkembangan Kognitif Anak Taman Kanak-Kanak
            Anak Usia Taman Kanak-kanak menurut Garnida (2011) adalah individu yang sedang mengalami atau menjalani suatu proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan fundamental, salah satu aspek perkembangan yang akan dikembangkan adalah perkembangan kognitif.
            Sedangkan Kognitif menurut Garnida (2011) adalah suatu istilah yang digunakan oleh psikolog untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, menilai, dan memikirkan lingkungannya.
            Kognitif sering disebut juga intelek. Pengertian kognitif menurut Chaplin dalam Mohammad Asrori (2007:47) diartikan sebagai:
1.      Proses kognitif, proses berpikir, daya menghubungkan, kemampuan menilai, dan kemampuan mempertimbangkan.
2.      Kemampuan mental atau inteligensi.
Menurut Gagne dalam Maelani (2010:12) “kognitif adalah proses terjadinya secara internal di dalam pusat susunan syaraf pada waktu manusia sedang berpikir".
            Tahapan perkembangan kognitif menurut Jean Piaget dalam Sriningsih (2009:30) antara lain: (1) Sensorimotorik (0-2 Tahun), (2) Praoperasional (2-7 Tahun), (3) Operasional kongkrit (7-12 Tahun), (4) Operasional formal (12 Tahun ke atas). Menurut pendapat tersebut, pada tahap sensori motorik (0-2 Tahun), anak memperoleh pengalaman tentang matematika melalui berbagai kontak fisik dan eksplorasi terhadap lingkungan. Sedangkan pada tahap praoperasional (2-7 Tahun), anak sudah mampu menggunakan simbol-simbol dalam pikirannya untuk mempresentasikan benda atau kejadian.
            Lebih lanjut Santrock dalam Erawati (2010) menegaskan, pada tahap praoperasional anak belum mampu memahami peraturan tertentu atau operasi. Pada tahap ini anak belum mampu berfikir secara operasional. Anak 3-5 tahun termasuk kedalam tahap praoperasional dimana pada tahap ini diajarkan dengan menggunakan benda-benda kongkrit.
            Teori Dienes dalam Erawati (2010:18) konsep matematika termasuk bilangan akan berhasil di pelajari apabila dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dalam teori ini dikemukakan 6 tahapan, yaitu: permainan bebas (free flay), permainan yang disertai aturan (games), persamaan kesamaan sifat (suarching for communities), representasi (representation), simbulasi (symbolization) dan formalisasi (formalization).
            Teori Piaget dipengaruhi aliran konstuktif dimana hal ini terlihat dari pandangan Piaget bahwa anak membangun kemampuan kognitif melalui interaksi dengan dunia sekitarnya.
            Tokoh lain yang melakukan studi terhadap ini secara mendalam ialah Bruner dalam Maelani (2010:12) ia membagi proses perkembangan kognitif kedalam tiga periode:
1.      Enactive stage, merupakan proses yang sangat operasional tidak menggunakan citra (bayangan) maupun kata-kata tetapi langsung bentuk tindakan (action) dan dapat diamati, tahap ini mirip dengan sensor motor dari Piaget.
2.      Iconic stage, merupakan bayangan atau imajinasi, meskipun belum menggunakan bahasa,  dan banyak tergantung pemanfaatan pengamatan visual atau alat indera yang lain dalam melukiskan konsep tanpa mengidentifikasikannya yang mendekati kepada tahap operasi kongkrit dari Piaget.
3.      Symbolic stage, merupakan proses yang lebih dari tindakan dan imajinasi, merujuk dan mengarah pada proses berfikir yang lebih abstrak dan luwes, memungkinkan seseorang untuk terlibat dalam proses berfikir mendalam (reflektif thinking) dengan cara menyusun pernyataan, mencari contoh, dan menyusun konsep-konsep dalam suatu susunan yang hierarkis (berurutan), yang juga mendekati kepada cirri fase oprasi formal dari Piaget.
Usia dini merupakan usia yang paling tepat untuk menstimulasi berbagai hal, termasuk memstimulasi perkembangan kemampuan metematika anak. Masa ini merupakan masa peka yang dapat diberikan pengetahuan  beragam secaraa nyata sesuai dengan tahap perkembangan anak. Seperti diungkapkan oleh Frobel dalam Solehudin (2007:27) bahwa:
     Masa anak itu merupakan Fase yang sangat berharga dan dapat dibentuk dalam kehidupan manusia (a noble and malleable phase of human life). Karenanya masa anak dalah masa emas bagi penyelenggara pendidikan. Masa anak merupakan fase yang sangat fundamental bagi perkembangan individu karena pada fase inilah terjadi peluang yang sangat besar untuk pembentukan dan perkembangan pribadi seseorang (Frobel:1993).

Berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa ketika anak belajar dari pengalaman anak sehari-hari dan secara tidak langsung asfek perkembangan anak terkembangkan. Pada saat anak belajar secara nyata anak secara tidak langsung akan belajar matematika adalah suatu kesatuan integral daripada kehidupan.

 C.  Pembelajaran Matematika di Taman Kanak-kanak
1.   Pengertian Matematika
Dalam memberikan pengertian matematika berbagai pendapat muncul dari para ahli yang dipandang dari pengetahuan dan pengalamannya masing-masing. Seperti yang dikatakan oleh Abraham S Lunchins dan Edith N Lunchins (Suherman dkk, 2003 : 15) adalah sebagai berikut:
    In short the question what is mathematics? My be answered difficulty       devending on when the question is answered, where is answered, who answer   it, and what is regarded as being included in mathematics.” Pendeknya “Apakah matematika itu?” dapat dijawab secara berbeda-beda tergantung pada bilamana pertanyaan itu dijawab, di mana dijawab, siapa yang menjawab, dan apa sajakah yang dipandang termasuk dalam matematika.

Pengertian matematika menurut Johnson  dan Rissing (Sriningsih, 2009: 16) adalah sebagai berikut:
    Matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logik; matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbul mengenai ide daripada mengenai bunyi. Matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat-sifat atau teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya; matematika adalah pola tentang keteraturan pola atau ide, dan matematika itu adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada keterurutannya dan keharmonisannya.

            Sedangkan dalam kamus matematika James dan James (Suherman dkk, 2003 : 16) mengatakan bahwa, “matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri.”
Menurut Ruseffendi (1999: 75) menyatakan bahwa: “matematika itu terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil, dimana setelah dalil-dalil dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering disebut sebagai ilmu deduktif .”
Berdasarkan uraian di atas, matematika merupakan suatu ilmu yang berhubungan dengan struktur-struktur yang abstrak dan teratur. Struktur-struktur yang abstrak itu dapat dilambangkan dengan simbol-simbol yang terorganisai dan untuk memahami struktur-struktur tersebut diperlukan penguasaan tentang konsep-konsep yang terdapat dalam matematika.
2.    Hakikat Pembelajaran Matematika Anak Usia Dini
            Pembelajaran matematika pada anak usia dini merupakan sarana yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan berfikir, mendorong anak untuk mengembangkan berbagai potensi intelektual anak yang dimilikinya dapat dijadikan sebagai sarana untuk menumbuhkan berbagai sikap dan prilaku positif dalam rangka meletakan dasar-dasar kepribadian sedini mungkin seperti sikap kritis, ulet, mandiri, ilmiah, rasional dan lain sebagainya (Sriningsih, 2009: 22).
Kegiatan pembelajaran matematika untuk anak usia dini (termasuk anak usia TK) merupakan pembelajaran matematika terpadu yang memiliki peranan yang sangat penting dalam mengembangkan potensi anak dan peningkatan kualitas praktik-praktik pembelajaran matematika anak usia dini di lapangan. Pentingnya pembelajaran matematika terpadu untuk anak usia dini menurut Sriningsih (2009: 27) dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu:
(1) sudut pandang anak sebagai subjek layanan, anak memiliki posisi yang sangat signifikan dalam rangka menstimulasi dan mengoptimalkan kemampuan berfikir anak. Oleh karena itu guru perlu memahami bagaimana perkembangan pemahaman anak terhadap konsep-konsep matematika serta tahapan pembelajaran matematika. dan (2) sudut pandang guru sebagai pengelola kegiatan pembelajaran, adalah begaimana peran guru dalam mengorkestrasikan berbagai komponen pembelajaranmatematika terpadu sehingga memiliki kontribusi yang signifikan dalam mengoptimalkan kemampuan logika matematika anak dan juga kemamapuan lainnya.

 Berdasarkan pendapat di atas hakikat matematika untuk anak usia dini merupakan suatu upaya yang dapat dilakukan dalam merencanakan dan mengorganisasikan kegiatan pengembangan kecerdasan logika-matematika anak usia dini dengan cara menyajikan tema-tema pembelajaran yang dekat dengan lingkungan anak. Lebih lanjut Sriningsih (2009: 90) menjelaskan bahwa, “Implementasi pembelajaran matematika untuk anak usia dini memerlukan media pembelajaran yang diperlukan oleh anak untuk mengembangkan berbagai kompetensi matematika.”
Standar kompetensi matematika untuk anak usia dini menurut The National Countil Of Matematics (NCTM) yaitu meliputi:
Kompetensi isi dan proses pembelajaran matematika, kompetensi isi yaitu:  bilangan dan operasinya, aljabar, geometri, analisis data, pengukuran, pemecahan masalah, penalaran dan pembuktian, komunikasi, koneksi dan representasi. Sedangkan kompetensi proses yaitu: problem solving, penalaran dan pembultian, komunkasi, koneksi, represntasi.

            Secara khusus pembelajaran matematika di taman kanak-kanak menurut (NCTM) tidak terlepas dari 2 hal penting yaitu: Content / materi dan proses. Ada 5 konten pembelajaran matematika menurut NCTM dalam Copley (2001) mencakup bidang-bidang pengetahuan tentang bilangan, aljabar, geometri, pengukuran dan probabilitas / analisis data. Berikut penjelasan mengenai lima konten matematika yaitu:
1)      Bilangan, mempelajari tentang pengenalan konsep angka / bilangan, banyaknya benda, membedakan angka dan jumlah serta menghitung bilangan dengan benda-benda. Pada saat mempelajari tentang konsep bilangan ini, guru dapat melakukan beberapa paermainan angka yang dapat memotivasi anak dan membuat pembelajaran matematika lebih menyenangkan.
2)      Aljabar, mempelajari tentang pola (parenting), kegiatannya berupa: meronce, menyusun rangkaian warna, menyusun bagian-bagian, suara-suara yang berurutan, variasi dan tepukan gerakan yang terpola.
3)      Geometri, mempelajari tentang bentuk-bentuk geometri seperti lingkaran, bujur sangkar, segitiga, trapesium, segi enam dan belah ketupat. Mempelajari posisi seperti kanan, kiri atas bawah, samping, belakang, depan, dan pergeseran benda.
4)      Pengukuran, mempelajari ukuran suatu benda, volume, perbandingan, berat benda dan luas.
5)      Probabilitas / analisis data, mempelajari tentang bagaimana cara menganalisis banyaknya benda. Memikirkan beberapa kemungkinan yang akan muncul pada saat permainan dadu, menebak jumlah angka yang tinggi atau sebaliknya.

Kegiatan pembelajaran matematika pada anak TK diorganisasikan secara terpadu melalui tema-tema pembelajaran yang paling dekat dengan konteks kehidupan anak dan pengalaman-pengalaman riil. Guru memberikan berbagai pilihan kegiatan sesuai dengan minat anak. Guru dapat menggunakan media permainan dalam pembelajaran yang memungkinkan anak bekerja dan belajar secara individual, kelompok dan juga klasikal. Peranan guru dalam kegiatan pembelajaran sangat dominan yaitu dengan cara mengatur anak untuk mengikuti serangkaian kegiatan belajar yang telah disiapkan sebelumnya.
Dalam kegiatan pembelajaran matematika pada anak usia dini dalam permainan hitung-menghitung bertujuan mengembangkan pemahaman anak terhadap bilangan dan operasi bilangan dengan benda-benda kongkrit sebagai pondasi yang kokoh pada anak untuk mengembangkan kemampuan membilang pada tahap selanjutnya. Sriningsih (2009: 121) menyatakan bahwa, “guru secara bertahap memberikan pengalaman belajar yang dapat menggantikan benda-benda kongkrit dengan alat-alat yang dapat mengantarkan anak pada kemampuan berhitung secara mental.”
3.      Karakteristik pengembangan Logika Matematika Anak TK
            Dalam undang-undang Sisdiknas No.2  Tahun 2003 dijelaskan bahwa anak usia dini adalah 0-6 tahun. Pada usia tersebut anak ada dalam masa peka, yang memiliki kecepatan pertumbuhan otak sangat tinggi hingga mencapai 50% dari keseluruhan perkembangan otak anak selama hidupnya. Artinya masa golden age merupakan waktu yang sangat tepat untuk menggali potensi kecerdasan anak sebanyak-banyaknya (Achdami dkk, 2006:33).
            Pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini perlu diarahkan agar mengalami kemajuan pada setiap tahapan perkembangannya secara optimal. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat karakteristik yang ditemukan pada anak-anak sesuai dengan tingkat usianya, maka dari itu para pendidik ataupun orang-orang disekitar anak dapat memberikan serangkaian bahan dan kegiatan ataupun pembelajaran yang kongkrit, menyenangkan, dan dapat mendorong rasa ingin tahu anak. Kegembiraan terhadap pengalaman-pengalaman melalui kegiatan yang melibatkan seluruh panca indra dan keinginan menjelajah gagasan baru yang dimiliki anak dapat membangun pengetahuan dalam diri anak.
            Piaget (Foreman, 1993) dalam Sujiono (2007:5.4) mengungkapkan bahwa pengetahuan dibangun  berdasarkan kemampuannya dalam memahami perbedaan berdasarkan persamaan yang tampak. Piaget membagi pengetahuan menjadi tiga jenis yang berdasarkan sumber-sumber pengetahuan, salah satunya pengetahuan logika matematika yang meliputi kemampuan dalam membandingkan, mengurutkan, mengelompokan, menghitung, dan berfikir dengan menggunakan logika.
            Menurut Sujiono (2007) orang dengan kecerdasan logika matematika mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) memiliki kemampuan untuk memahami angka dan konsep logika yang sangat bagus, (2) memiliki kemampuan sangat tinggi untuk mengemukakan sesuatu dengan alasan yang kuat, (3) bisa menjelaskan ide secara konseptual dengan sangat baik, (4) selalu tertantang menjalani tugas dari awal hingga akhir, dan (5) membuka diri terhadap upaya untuk menjalani eksperimen tentang sebuah perubahan.
            Selaras dengan pendapat di atas, Taazkiroatun & Fawzia (2004 : 34-35) mengungkapkan anak dengan kecerdasan logika-matematika mudah terlibat dengan angka dan senang berhitung. Anak-anak dengan kecerdasan ini belajar melalui angka dan berfikir logis, melalui dari mengkatagorikan, mengelompokan, menandai persamaan dan perbedaan benda-benda di sekelilingnya, mencermati serta menandai ciri-ciri tentang sesuatu.
            Pengembangan kemampuan logika matematika di taman kanak-kanak dilakukan pada pembelajaran matematika melalui kemampuan berhitung, permulaan dan pemecahan masalah dalam kegiatan sederhana yang terjadi dalam kehidupan anak sehari-hari. Misalnya pada saat anak menyebutkan umur lima tahun dengan mengangkat jari-jari tangannya, atau ketika mereka harus bergantian dengan anak-anak lainya dengan cara dihitung sampai 10 kali ayunan sehingga semua anak dapat giliran bermain.
4.      Materi Pembelajaran Matematika untuk Anak TK
            Menurut Sriningsih (2009:62) kompetensi matematika yang direkomendasikan untuk anak-anak usia dini adalah kompetensi matematika yang dipublikasikan dalam dokumen NCTM (2003) terdiri dari : (1) kompetensi isi pembelajaran matematika antara lain: bilangan dan poerasi bilangan, aljabar, geometri,  pengukuran, analisa data dan probabilitas, dan (2) kompetensi proses pembelajaran matematika antara lain: pemecahan masalah, penalaran, pembuktian,komunikasi, koneksi, representasi.
            Bilangan dan operasi bilangan menurut Adawiyah (2011) merupakan kemampuan anak untuk dapat menggunakan konsep dasar aritmatika dalam pemecahan masalah. Bagi anak TK bilangan dan operasi bilangan dapat dikenalkan melalui kegiatan atau kemampuan inti dalam pengembangan konsep angka, pengelompokan dan klasifikasi himpunan serta menggunakan hubungan satu-satu.
            Menurut Adawiyah (2011), aljabar adalah cabang matematika yang secara kasar dicirikan sebagai bentuk dan perluasan aritmatika, yang memungkinkan penggunaan simbol untuk menyatakan operasi dan huruf untuk mewakili bilangan dan kuantitas. Standar aljabar menekankan hubungan antara kuantitas termasuk fungsi, cara mempresentasikan hubungan matematika dan analisis perubahan. Bagi anak TK aljabar dapat menggunakan pola hubungan dan Fungsi, mengklarifikasikan dan mengurutkan objek yang natural dan menarik bagi anak.
            Geometri menurut Adawiyah (2011) adalah cabang matematika yang pertama kali di perkenalkan oleh Thales (624-547 SM) berkenaan dengan relasi ruang. Geometri dapat dipelajari oleh anak TK dengan cara mengenal bentuk-bentuk geometri (segitiga, segiempat, persegi panjang dan lingkaran) yang berhubungan dengan benda-benda kongkrit.
            Menurut Adawiyah (2011), pengukuran bagi anak TK merupakan pengalaman yang didasarkan pada kemampuan konservasi panjang dan luas. Kegiatan mengukur di TK dapat dilakukan melalui kegiatan mengukur tinggi badan, mengukur panjang meja dengan jengkal tangan dan mengisi air atau pasir kedalam wadah tertentu.
            Sedangkan analisa data probabilitas dapat dilakuakan melalui kegiatan membuat grafik tentang banyaknya jumlah anak perempuan dan laki-laki di sekolah. Kegiatan tersebut bertujuan agar anak dapat melakukan penjumlahan dan berfikir logis.



5.   Hakikat Kemampuan Anak Taman Kanak-Kanak dalam Membilang
a.   Pengertian Membilang
Salah satu unsur yang ada didalam matematika adalah kemampuan membilang. Menurut Copley (2001:55) membilang merupakan komponen penting dalam bilangan dan operasi. Dengan demikian terdapat unsur penting dalam membilang diantaranya:
            Pertama, dengan membilang anak-anak menyadari adanya urutan dalam system bilangan. Bilangan 1 diikuti 1 diikuti bilangan 2 bilangan 2 diikuti bilangan 3 dan seterusnya, hal ini selaras dengan pendapat Copley (2001:55) bahwa “….dalam membilang memerlukan kecakapan membawakan urutan bilangan”. Kedua, dengan membilang anak-anak menyadari bahwa tiap-tiap bilangan adalah satu lebih dari bilangan yang mendahuluinya, atau satu kurang dari bilangan berikutnya. Bilangan 5 adalah 1 lebih dari 4 dan 1 kurang dari 6. Ketiga, dalam kehidupan sehari-hari anak-anak banyak membilang. Membilang dengan satuan 1, 2, 3 dan seterusnya.
Dengan demikian untuk menyadari konsep membilang, diperlukan dua faktor. Pertama, untuk membilang harus ada yang dibilang atau asfek sosial dari pembelajaran. Kedua, untuk membilang dalam diri anak-anak harus ada pengertian tentang perurutan bilangan atau asfek matematis.
            Bilangan dan operasi bilangan menurut Sriningsih (2009:63) “anak dapat menggunakan konsep dasar aritmatika yang meliputi hubungan satu-satu (one-to-one correspondence), berhitung, angka, nilai dan tempat, operasi bilangan bulat da pecahan”.
            Pakasi dalam Andriani (2009:24) menyatakan bahwa konsep membilang merupakan suatu hal yang bersifat abstrak. Konsep ini tidak dapat ditangkap dengan alat indra melainkan dapat di pegang dengan pikiran. Konsep membilang hanya ada dalam pikiran. Misalnya bila anak mengatakan tiga buah titik atau empat buah titik, maka yang dilihat oleh mata adalah titik dan bilangan, bilangan itu anak ketahui dan pahami. Mengembangkan konsep bilangan, anak-anak perlu diberikan kesempatan untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan jumlah.
b.  Kompetensi Membilang
            Kompetensi merupakan prilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian kompetensi adalah kekuasaan untuk menetukan atau memutuskan sesuatu hal. Menurut Uzer Usman (2001) kompetensi adalah kemampuan seseorang baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif.
c.  Indikator Kemampuan Membilang Anak TK
            Copley (2001) mengungkapkan indikator yang berkaitan dengan bilangan yaitu berhitung, kuantitas, operasi bilangan, perbandingan, pengenalan dan penulisan bilangan, dan posisi tempat. Berhitung, merupakan kemampuan untuk menyebutkan angka secara urut dari satu, dua, tiga, dan seterusnya sampai anak mengingatnya.
            Hubungan dari satu ke satu, merupakan kemampuan yang dimiliki anak untuk mengurutkan, menyesuaikan jumlah angka dan benda-benda. Misalnya jika jumlah angka ada yang 10 maka anak harus mengungkapkannya dengan benda yang berjumlah sama yaitu 10.  Kuantitas merupakan kemampuan yang dimiliki anak untuk mengetahui jumlah benda yang ada di hadapannya dengan cara menghitung secara urut benda tersebut.
            Mengenal dan menulis angka merupakan kemampuan yang dimiliki anak untuk mengetahui angka 1-10 atau lebih. Pada mulanya untuk mengenal angka anak diperkenalkan dahulu dengan simbol untuk angka yang kemudian dihubungkan untuk menulis angka. Dapat dilakukan dengan guru atau orang tua, caranya yaitu dengan memperlihatkan beberapa gambar kemudian anak diminta untuk menulis jumlah gambar tersebut dengan angka.
Sedangkan membilang untuk taman kanak-kanak adalah untuk menunjukkan pengetahuan tentang angka dan sistem nomor.  Dalam Standar pendidikan anak usia dini indikator membilang untuk TK kelompok B yaitu:
(1)     Menyebut urutan bilangan dari 1 sampai 10; (2) Mengenal konsep bilangan benda-benda sampai 10; (3) Menunjuk lambang bilangan  1-10; (4) Membuat urutan bilangan 1-10 dengan benda-benda; (5) Meniru lambang bilangan 1-10.
d.  Materi Bilangan Pada Anak TK
            Bilangan dan operasi bilangan merupakan salah satu pembelajaran matematika yang ditetapkan oleh NCTM (2003). Copley (2001) mengemukakan lima kemampuan yang diajarkan dalam bilangan dan operasi bilangan, yaitu (1) counting, (2) quantity, (3) change operations, (4) comparison dan (5) place value. Adapun kemampuan-kemampuan yang akan dibahas dalam pembelajaran kompetensi bilangan anak adalah: (1) counting, (2) hubungan satu-satu, (3) kuantitas dan (4) mengenal angka.
            Counting atau berhitung menurut Adawiyah (2011) merupakan kemampuan anak untuk menyebutkan urutan bilangan / membilang buta (roote counting /rational counting) atau kemampuan memperagakan sebuah pemahaman mengenal angka dan jumlah. Misalnya berhitung 1-10 dengan batu kerikil. Hubungan satu-satu merupakan kemampuan yang bertujuan untuk menanamkan konsep pada anak bahwa satu benda dapat dihubungkan dengan benda lain. Misalnya satu kue untuk satu anak. Kuantitas merupakan kemampuan utuk mengatakan banyaknya benda dalam satu kelompok tertentu dengan menyebutkan angka terakhir pada urutan berhitungnya. Misalnya sepuluh jari yang dimiliki oleh setiap anak. Mengenal angka merupakan kemampuan anak dalam memahami 10 simbol dasar (1,2,3,4,5,6,7,8,9 dan 0) dan mengingat bentuk dari masing-masing simbol tersebut.
e.   Tahapan Pengenalan Bilangan Anak Usia Dini
            Menurut Garnida (2011) anak membangun konsep-konsep matematika melalui berbagai kegiatan sehari-hari yang mereka lakukan. Anak-anak sering mendengar dan mengucapkan kata-kata yang berhubungan dengan matematika dari orang tua, guru, dan sesamanya. Pada umumnya anak mendengar dan mengucapkan terlebih dahulu berbagai konsep yang berhubungan dengan matematika baru kemudian dengan seiring meningkatnya usia dan kemampuan berfikirnya ia mulai memahami konsep-konsep matematika itu dengan lebih mendalam.
            Mengenalkan bilangan pada anak harus menarik dan menyenangkan, hal ini disebabkan agar minat anak tumbuh dengan sendirinya yakni dengan cara bermain. Tentu disini bukan untuk menjejali anak dengan pelajaran materi berhitung tetapi lebih kepada simbol angka yang kongkrit dan menyenangkan yaitu dengan cara bermain. Sebagaimana diungkapkan Montessori dalam Erawati (2010) mengatakan bahwa dengan bermain anak-anak memiliki kemampuan untuk memahami konsep dan pengertian secara alamiah tanpa paksaan seperti konsep bilangan dan konsep warna.
            Sedangkan menurut Simanjuntak dalam Erawati (2010:16) bahwa  pembelajaran matematika dan bilangan berdasarkan tahapan perkembangan mental anak diantaranya sebagai berikut: 1. Belajar matematika dan bilangan dapat dimulai pada usia muda apabila anak telah siap belajar atau disesuaikan dengan perkembangan mental anak, 2. Untuk memudahkan anak belajar matematika harus di mulai dari yang kongkrit (kerja praktek) kearah yang abstrak, 3. Pada saat tahap praoperasional anak berpindah dengan cepat ke tahap operasional kongkrit apabila anak dilatih dengan mainan yang dapat mengembangkan daya pikir anak.
            Menurut  NCTM dalam Andriani (2009:29) terdapat beberapa prinsip dan standar pembelajaran operasi dalam kurikulum pembelajaran matematika untuk pra taman kanak-kanak hingga kelas 2 sekolah dasar. Program instruksi tersebut adalah “understand numbers, way of refresenting numbers, relationship among numbers and system”. Program pembelajaran ini menyebutkan bahwa anak diharapkan dapat memahami bilangan, cara-cara menggambarkan bilangan hubungan-hubungan antara bilangan dan system bilangan sebagai berikut:
a.       Menghitung dengan pemahaman dan mengenali “berapa banyak” objek dalan himpunan benda.
b.      Menggunakan berbagai model untuk mengembangkan pemahaman awal tentang nilai tempat dan sistem bilangan dasar 10.
c.       Mengembangkan pemahaman posisi relatif, besarnya bilangan, bilangan ordinal dan kardinal serta hubungan-hubungannya.
d.      Mengembangkan pemahaman bilangan dan menggunakan cara-cara termasuk menghubungkan, menggabungkan dan menguraikan bilangan.
e.       Menghubungkan bilangan dan angka dengan jumlah-jumlah yang digambarkan, dengan menggunakan berbagai model fisik dan refresentasi.
f.       Memahami dan menggambarkan pecahan-pecahan yang biasa dugunakan seperti ¼ dan ½.
Menurut tahapan perkembangan di atas,  pada tahapan menghitung dengan pemahaman dan mengenali “berapa banyak” objek dalam himpunan benda. Anak diharapkan dapat membilang berbagai himpunan benda dan mengenali beberapa jumlahnya. Hal ini memberikan gambaran bahwa untuk dapat memahami bilangan dan memahami unsur  jumlah terikat didalamnya, anak-anak diharapkan dengan pemahaman dan bukuan dengan hapalan.
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa penyampaian materi pembelajaran membilang untuk anak usia taman kanak-kanak tidaklah mudah, anak tidak dapat memahami materi pembelajaran secara langsung, tetapi harus dilakukan secara bertahap dengan menggunakan media yang sesuai dengan materi pembelajaran membilang untuk anak.





D.     Hakikat Media dalam Pembelajaran
1. Pengertian Media Pembelajaran
            Kata media berasal dari bahasa latin yaitu jamak dari kata medium yang secar harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan (Sadiman, 2002:6)
            Secara umum media pembelajaran dalam pendidikan disebut media, Yaitu berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk berfikir, menurut Gagne (Sadiman, 2003:6). Sedangkan menurut Brigs (Sadiman, 2003:6) media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merasangsang siswa untuk belajar. Jadi, media merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim dan penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, minat dan perhatian sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi (Sadiman, 2003:6)
            Menurut Hamalik (1994:12) mengatakan “media pembelajaran adalah metode dan teknik yang digunakan untuk mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran”.
            Menurut Assocition For Education Communication Technology (AECT) dalam Arsyad (2002:3) media pendidikan adalah segala hal bentuk saluran yang digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi. Sementara itu menurut Gagne dalam Sadiman, A dkk (2003:6) mengatakan “Media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar”.
            Heinich, Molenda dan russel dalam Perman (2010) menyatakan bahwa media dalam aktivitas pembelajaran dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat membawa informasi dan pengetahuan dalam interaksi yang berlangsung antara dosen dan mahasiswa. Heinich, dkk (1996), mengemukakan klasifikasi media yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran yaitu: (1). Media yang tidak diproyeksikan, (2). Media yang diproyeksikan (projected media), (3). Media audio (4). Media video dan Film, (5). Komputer, (6). Multimedia berbasis computer.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan peralatan pembawa pesan atau wahana dari pesan yang oleh sumber pesan (guru) ingin diteruskan kepada penerima pesan (siswa). Selain itu, media pembelajaran memiliki manfaat yang besar dalam memudahkan siswa mempelajari materi pembelajaran. Media pembelajaran yang digunakan harus dapat menarik perhatian siswa pada kegiatan belajar mengajar dan lebih merangsang kegiatan belajar siswa.
2. Jenis-jenis Media Pembelajaran
Menurut Adawiyah (2011), dilihat dari sifatnya  media pembelajaran dapat  media dapat dibagi ke dalam:
a.       Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja, atau media yang hanya memiliki unsur suara, seperti radio dan  rekaman suara.
b.      Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara. Yang termasuk kedalam media ini adalah  film slide, foto, transparansis, lukisan, gambar dan berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis dan lain sebagainya.
c.       Media audio visual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang dapat dilihat, seperti misalnya rekaman video,  berbagai ukuran film, slide suara dan lain sebagainya. Kemampuan media ini dianggap lebih baik dan lebih menarik, sebab mengandung kedua unsur jenis media yang pertama dan kedua.
            Eliyawati (2005) menyebutkan bahwa ada berbagai jenis media belajar, diantaranya: (1) Media visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik; (2) Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya; (3) Projected still media : slide, over head projector (OHP), in focus dan sejenisnya; (4) Projected motion media : film, televise, video (VCD, DVD, VTR), computer dan sejenisnya.
3.   Ciri-Ciri Media Pembelajaran
            Adapun ciri-ciri media pembelajaran menurut Eliyawati (2005) yaitu sebagai berikut:
a.       Media pembelajaran memiliki pengertiam fisk yang dewasa ini dikenal sebagai hardware (perangkat keras), yaitu suatu benda yang dapat dilihat, didengar, atau diraba dengan panca indra.
b.      Media pembelajaran memiliki pengertian yang dikenal sebagai software( perangkat lunak) yaitu kandungan pesan yang terdapat dalam perangkat  keras yang merupakan isi yang ingin disampaikan kepada siswa.
c.       Penekanan  media pembelajaran terdapat pada visual audio.
d.      Media pembelajaran memiliki pengertian alat bantu pada proses belajar baik di dalam maupun di luar kelas.
e.       Media pembelajaran digunakan dalam rangka komunikasi dan interaksi guru dan sisa dalam proses pembelajaran.
f.       Media pembelajaran dapat digunakan secara masal (misalnya radio, televise), kelompok besar dan kelompok kecil (misalnya film, slide, video, OHP), atau perorangan (misalnya: modul,computer, radio tape/kaset, video recorder ).
g.      Sikap, perbuatan, organisasi, strategi, dan manajemen yang berhubungan dengan penerapan suatu ilmu.

4.      Peranan Media Pembelajaran
            Menurut Eliyawati (2005:137) mengatakan bahwa peran media dalam kegiatan pendidikan untuk anak usia dini semakin penting artinya mengingat perkembangan anak pada saat itu berada pada masa berfikir kongkrit. Oleh karena itu salah satu prinsip pendidikan untuk anak usia dini harus berdasarkan realita artinya bahwa anak diharapkan dapat mempelajari sesuatu secara nyata. Dengan demikian, dalam pendidikan untuk anak usia dini harus menggunakan sesuatu yang mungkin anak dapat belajar secara kongkrit. Prinsip tersebut mengisyaratkan perlunya digunakan media sebagai saluran penyampaian pesan-pesan pendidikan untuk anak usia dini.
            Menurut Garnida (2011) peranan media dalam pembelajaran mempunyai pengaruh sebagai berikut: (1) Media dapat menyiarkan informasi penting; (2) Media dapat digunakan untuk memotivasi pembelajaran pada awal pembelajaran;
(3) Media dapat menambah pengayaan dalam belajar; (4) Media dapat menunjukan hubungan-hubungan; (5) Media dapat menyajikan pengalaman-pengalaman yang tidak dapat ditunjukan oleh guru; (6) Media dapat membantu belajar perorangan; (7) Media dapat mendekatkan hal-hal yang ada diluar ke dalam kelas.
Sedangkan Latuheru dalam Supartini (2009) berpendapat bahwa peran media dalam pembelajaran adalah: (1) Membangkitkan motivasi belajar pembelajar; (2) Mengualang apa yang telah dipelajari pembelajar; (3) Merangsang pembelajar untuk belajar penuh semangat; (4) Mengaktifkan respon pembelajar;
(5) Segera diperoleh umpan balik dari pembelajar.

5.  Manfaat dan Pemanfatan Media Pembelajaran
a.  Manfaat Media Pembelajaran
Kemp dan Dayton (Riyana, 2008:9) mengemukakan manfaat penggunaan media dalam pembelajaran adalah:
1)      Penyampaian materi dapat diseragamkan.
2)      Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik.
3)      Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif.
4)      Efesiensi waktu dan tenaga.
5)      Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa.
6)      Media memungkinkan proses belajar dapat dilakuakan dimana saja dan kapan saja.
7)      Media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar, dan mengubah guru ke arah lebih positif dan produktif.
b. Pemanfaatan Media Pembelajaran
Pemanfaatan Media Pembelajaran di TK:
1)      Memungkinkan anak berinteraksi secara langsung dengan lingkungannya.
2)      Memungkinkan adanya keseragaman pengamatan atau persepsi belajar pada masing-masing anak.
3)      Membangkitkan motivasi belajar anak.
4)      Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan.
5)      Menyajikan pesan atau informasi belajar secara serempak bagi seluruh anak.
6)      Mengatasi keterbatasan waktu dan ruang.
7)      Mengontrol arah dan kecepatan belajar anak
Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam pemanfaatan media pembelajaran di TK yaitu: (1) penggunaan media pembelajaran bukan merupakan fungsi tambahan, tetapi memiliki fungsi tersendiri sebagai sarana bantu untuk mewujudkan situasi pembelajaran lebih efektif; (2) media pembelajaran merupakan bagian integral dari keseluruhan proses pembelajaran; (3) media pembelajaran dalam penggunaannya harus relevan dengan tujuan dan isi pembelajaran; (4) media pembelajaran berfungsi mempercepat proses belajar; (5) media pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran; dan (6) media pembelajaran meletakkan dasar-dasar yang kongkret dalam berfikir.
Ada sejumlah pertimbangan dalam memilih media pembelajaran yang tepat. Untuk lebih mudah mengingatnya, pertimbangan tersebut dirumuskan dalam satu kata action, yaitu akronim dari access, cost, technology, interactivity, organization, dan novelty (Kusnandar, 2008: 2).
a)      Access, Kemudahan akses menjadi pertimbangan pertama dalam memilih media. Apakah media yang kita perlukan itu tersedia, mudah dan dapat dimanfaatkan oleh murid.
b)      Cost, Media canggih biasanya mahal. Namun, mahalnya biaya itu harus dihitung dengan aspek manfaatnya.
c)      Technology, Mungkin saja kita tertarik kepada satu media tertentu. Tetapi yang perlu diperhatikan adalah apakah teknologinya tersedia dan mudah dalam menggunakannya.
d)     Interactivity. Media yang baik adalah yang dapat memunculkan komunikasi dua arah atau interaktivitas. Setiap kegiatan pembelajaran yang dikembangkan tentu saja memerlukan media yang sesuai dengan tujuan pembelajaran tersebut.
e)      Organization, Pertimbangan yang juga penting adalah dukungan organisasi. Misalnya, apakah pimpinan sekolah atau yayasan mendukung? Bagaimana pengorganisasiannya? Apakah di sekolah ini tersedia satu unit yang disebut pusat sumber belajar?.
6. Fungsi Media Pembelajaran
Menurut Rahardjo (Andriani, Dwi 2009:14) mengemukakan bahwa media memiliki fungsi yang sangat jelas yaitu memperjelas, memudahkan, dan membuat menarik pesan kurikulum yang akan disampaikan oleh guru kepada peserta didik sehingga dapat memotivasi. Ali (2007: 194) mengemukakan secara sederhana kehadiran media dalam suatu kegiatan pembelajaran memiliki nilai-nilai praktis sebagai berikut: (1) Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki para siswa; (2) Media yang disajikan dapat melampaui batasan ruang kelas; (3) Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya; (4) Media yang disajikan dapat menghasilkan keseragaman pengamatan siswa; (5) Secara potensial, media yang disajikan secara tepat dapat menanamkan konsep dasar yang kongkrit, benar, dan berpijak pada realitas; (6) Dapat membangkitkan keinginan dan minat baru; (7) Media mampu membangkitkan motivasi dan merangsang peserta didik untuk belajar; (8) Media mampu memberikan belajar secara integral dan menyeluruh dari yang kongkrit ke yang abstrak, dari seserhana ke rumit.
Dari semua itu, kemudian dikembangkan media dalam suatu konsepsi teknologi pembelajaran yang memiliki ciri: (a) berorientasi pada sasaran (target oriented), (b) menerapkan konsep pendekatan sistem, dan (c) memanfaatkan sumber belajar yang bervariasi. Sehingga aplikasi media dan teknologi pendidikan, bisa merealisasikan suatu konsep “teaching less learning more”. Artinya secara aktifitas fisik bisa saja aktifitas kegiatan guru di kelas dikurangi, karena ada sebagian tugas guru yang didelegasikan pada media, namun tetap mengusung tercapainya produktifitas belajar siswa.
            Selain itu, Wibawa (Andriani,  Dwi 2009:14) mengemukakan bahwa fungsi media dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
a.       Media mampu memperlihatkan gerakan cepat yang sulit di amati dengan cermat oleh mata biasa.
b.      Media dapat memperbesar benda-benda kecil yang tidak dapat dilihat oleh mata telanjang. Dengan menggunakan peralatan yang canggih dan proyektor mikro orang dapat membuat film menayangkan kuman-kuman yang sangat kecil.
c.       Sebuah proyektor yang terlalu besar tentu saja tidak dapat dibawa ke dalam kelas, dengan menggunakan media maka objek tersebut dapat diamati oleh anak didik.
d.      Objek yang komplek dapat menjadi lebih sederhana dengan menggunakan media.
  1. Media Permainan Kartu Hitung Bergambar
Komariyah dan Soeparno (2010: 66) menjelaskan bahwa, media kartu permainan hitung adalah penggunaan suatu bentuk media pembelajaran yang berbasis permainan terdiri atas kartu-kartu untuk menyampaikan materi melalui pertanyaan-pertanyaan yang telah terkonsep. Media permainan kartu hitung bergambar ini digunakan sebagai media penyampai pesan pada waktu pembelajaran matematika. Kartu hitung sebagai media pembelajaran dengan unsur permainan dapat memberikan rangsangan pada anak-anak untuk terlibat aktif dalam kegiatan proses pembelajaran. Menurut Komariyah dan Soeparno (2010: 66)  “media permainan kartu hitung memiliki dampak yang positif terhadap anak pada proses pembelajaran matematika.”
Berdasarkan pendapat di atas dengan media permaianan kartu hitung bergambar pembelajaan matematika anak TK dapat lebih mudah untuk memahami konsep-konsep berhitung, lebih termotivasi untuk belajar menghitung, memberikan warna dan cara yang menarik untuk belajar matematika, dapat merangkai ide-ide dan metode yang baru dalam menguasai konsep berhitung, dan dapat menumbuhkan minat untuk belajar matematika.
Supaya permainan kartu hitung dapat digunakan secara efektif dan efisien maka ada beberapa tahapan yang harus dilakukan oleh guru dan siswa, yaitu:
1.      Tahap Persiapan, pemanfaatan media permaianan kartu hitung dapat berjalan dengan baik apabila dilakukan persiapan yang terencana sebelum memanfaatkan media.
2.      Tahap Pelaksanaan, setelah tahap persiapan dilaksanakan adalah memanfaatkan media permainan kartu hitung dengan langkah-langkah yang tepat dan bervariasi
3.      Tahap Tindak lanjut, tahap terakhir adalah tindak lanjut, yaitu dimaksudkan untuk mengetahui apabila media permainan kartu hitung dapat meningkatkan hasil belajar anak.
            Sehubungan dengan manfaat permainan dalam pembelajaran matematika Sardiman (2007: 78) menyatakan bahwa, “sebagai media pendidikan, permaianan mempunyai beberapa kelebihan yaitu permainan adalah sesuatu yang menyenangkan untuk dilakukan dan sesuatu yang menghibur permainan memungkinkan adanaya partisipasi aktif dari siswa untuk belajar.” Pendapat ini yang sama dikemukakan oleh Jean Piaget (Ali, 2007: 44) menyatakan bahwa salah satu dasar proses mental menuju kepada pertumbuhan intelektual adalah dengan permainan, sebab anak-anak tidak akan merasa menghadapi kesukaran apabila diajak dalam bentuk permainan karena permainan memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan dari permaianan diantaranya permainan dirancang untuk bisa menjadikan konsep-konsep yang abstrak menjadi konsep kongkrit, dapat dimengerti dan menyenangkan, bisa menarik perhatian anak, memberi motivasi untuk belajar, dan membantu ingatan anak terhadap pelajaran yang diberikan.
Media permainan kartu hitung bergambar yang digunakan dalam penelitian ini adalah kartu dari kertas manila atau sejenis yang digunting dengan ukuran yang sama (7,5 cm x 5,5 cm) yang diberikan gambar-gambar yang pamiliar dengan anak dan ditulisi angka-angka jumlah gambar tersebut. Dalam proses pembelajaran anak bisa belajar berhitung matematika dengan menggunakan media tersebut, anak mengitung jumlah kartu yang dibagikannya dapat dijumlahkan dengan kartu yang didapat oleh temannya. Dalam hal ini peran guru sangat penting utuk mengatur belajar siswa.

  1. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Kemampuan anak dalam memahami angka dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya pengaruh orang tua. Pengaruh orang tua terhadap motivasi dan prestasi matematika anak telah menjadi fokus perhatian dari beberapa penelitian lintas budaya. Eceles (1993 dikutif dari Huntsinger et al., 1997) mengungkapkan adanya lima kategori yang saling berhubungan yang mempengaruhi motivasi dan prestasi akademik anak-anak yaitu: (1) karakteristik orang tua, keluarga, dan lingkungan sosial anak; (2) karakteristik anak dan saudara kandungnya; (3) nilai-nilai dan prilaku orang tua; (4) harapan dan persepsi orang tua; (5) perilaku yang khas dari orang tua (Hartono, 2004).
Hal ini dapat memperkuat pada penelitian yang dilakukan Hunstsinger dan rekan-rekannya (1997) yang membandingkan anak-anak Amerika keturunan Cina, Amerika keturunan Eropa dan Cina-Taiwan beserta keluarga mereka. Dari masing-masing kelompok di atas dipilih 10 anak laki-laki dan perempuan usia prasekolah dan TK. Anak-anak tersebut mempunyai usia dan waktu belajar di taman bermain yang sama dan memiliki orang tua yang usianya, tingkat pendidikan dan status sosial ekonominya pun sama. Kepada anak diberikan tes kemampuan matematika dan tes kematangan penulisan angka, sedangkan  para orang tua diberikan kuesioner mengenai data demografi orang tua, sikap terhadap pelajaran akademik dan kegiatan ekstrakurikuler serta harapan mereka terhadap anak. Selain itu para orang tua diwawancarai mengenai pola pengajaran matematika orang tua pada anak.
Dari tes matematika diperoleh hasil bahwa anak-anak Amerika keturunan Cina mempunyai nilai yang secara signifikan lebih tinggi dari pada sebayanya yang keturunan Eropa, sedangkan anak-anak Cina-Taiwan mempunyai nilai diantara kedua kelompok ini. Selain anak-anak Amerika keturunan Cina dan aanak-anak Cina-Taiwan memperoleh nilai yang lebih tinggi dalam hal penulisan angka pada sebayanya yang berlatar belakang Eropa.  Adapun hasil kuesioner dan wawancara menunjukkan bahwa orang tua Amerika keturunan Cina memiliki sikap yang lebih positif secara signifikan terhadap matematika dari pada orang tua Amerika keturunan Eropa dan Orang tua Cina-Taiwan. Tampak pada adanya perbedaan pola bimbingan anak diantara kelompok ini. Orang tua Amerika keturunan Cina menerapkan teknik yang lebih tegas untuk membimbing belajar matematika dan lebih banyak meluangkan waktu untuk membimbing anak mengerjakan latihan-latihan, dari pada orang tua Cina-Taiwan dan Amerika keturunan Eropa.
Penelitian lain dilakukan oleh Elizabeth Spelke (G.Sianturi, 2005), bahwa anak-anak balita menguasai konsep matematika. Dalam penelitian pertama, anak-anak dihadapkan pada 13 titik berwarna biru di layar komputer. Kemudian ditambahkan 17 titik berwarna biru lainnya sebelum digabungkan. Setelah itu mereka ditunjukkan 50 titik berwarna merah dan ditanya mana yang lebih banyak antara titik berwarna biru atau titik berwarna merah. Hasilnya sekitar dua pertiga dari jawaban yang diberikan anak, yaitu titik yang berwarna merah lebih banyak dari pada titik yang berwarna biru. Dalam percobaan lain, anak-anak diminta untuk membandingkan jumlah titik berwarna biru dilayar dengan suara ketukan sejumlah titik yang berwarna merah. Hasilnya anak-anak dapat menentukan juga mana yang lebih banyak antara jumlah titik biru dengan suara ketukan titik berwarna merah yang benar.  Dari temuan ini menunjukkan bahwa anak-anak memiliki intuisi sejak lahir terhadap matematika yang mungkin dapat digunakan sebagai dasar agar pelajaran sekolah lebih menyenangkan. Menurut Spelke apa yang menjadi pusat perhatian anak pada angka setelah dewasa adalah dapat menentukan suatu angka dengan jumlah sesuatu yang bermacam-macam. Misalnya angka 7 dapat digambarkan dengan tujuh titik, lalu tujuh suara yang dikeluarkan. Dari contoh di atas meskipun melibatkan rangsangan sensor yang berbeda tapi jumlahnya tetap sama yaitu tujuh.
Dari penelitian ini Spelke mengungkapkan bahwa anak-anak memiliki pemahaman terhadap penambahan dan angka. Anak-anak merasa bahwa simbol matematika tidak begitu sulit, dan menarik jika diberikan percobaan yang dikemas melalui permaianan. Sehingga secara tidak langsung anak merasa nyaman dan menyukai bermain matematika.
Penelitian selanjutnya tentang pembelajaran calistung dengan penerapan Beyond Centers and Circles Time (BCCT). Penelitian ini dilakukan pada semester 2 selama lima minggu di TK Nasional KPS Balikpapan, dengan subjek penelitian adalah kelompok B-3 yang berjumlah 24 anak dengan rentang usia 4-6 tahun dan memiliki kemampuan calistung beragam.
Ada tujuh sentra yang dikembangkan dalam BCCT. Namun untuk pembelajaran berhitung dilakukan pada sentra persiapan yang menyediakan alat tulis, angka-angka, pohon hitung dan bahan-bahan lain yang merangsang anak mencoba konsep aksara dan matematika. Ada dua jenis lembar pengamatan yang digunakan oleh peneliti yaitu lembar pengamatan sikap dan hasil pembelajaran. Materi yang diberikan disesuaikan dengan tema yang ada dalam kurikulum.
Tingkat keberhasilan pemahaman anak didik dalam berhitung permulaan dari setiap minggu mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan dari hasil pengamatan dan jumlah anak didik yang memiliki kemampuan berhitung permulaan. Pada minggu ke-1 anak didik yang baik ada lima anak, minggu ke-2 ada delapan anak, minggu ke-3 ada Sembilan anak. Dari hasil tersebut peneliti memberikan kesimpulan bahwa pembelajaran yang menyenangkan melalui metode BCCT dapat meningkatkan konsep calistung sederhana. Semua ini dilakukan anak sambil bermain dan sangat menyenangkan, sehingga tanpa disadari oleh anak ternyata konsep berhitung  dapat diserap dengan baik.

Berdasarkan dari tiga penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa penguasaan anak dalam pembelajaran  matematika yang meliputi pemahaman bilangan dan angka serta berhitung dapat dicapai dan dimiliki oleh anak dengan optimal jika dilakukan melalui kegiatan permainan yang dilakukan secara bebas, artinya guru hanya memberikan dan menyediakan mainan pada anak dan membiarkan anak melakukan permainan tersebut sendiri. Namun permainan tersebut juga dapat dilakukan sebagai kegiatan bermain yang terbimbing, artinya guru memberikan bimbingan terlebih dahulu pada anak sebelum permainan dilakukan ataupun selama permainan berlangsung.  Dalam hal ini bermain sambil belajar, salah satunyak dengan kartu hitung bergambar.           

No comments:

Post a Comment

Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive