A.
Karakteristik Anak Usia Dini
Karakteristik
anak usia dini menurut Solehudin (2000: 46-48) adalah:
(1)
Memiliki rasa ingin tahu; (2) Antusias dan aktif dalam melakukan kegiatan;
(3)
Berminat terhadap benda-benda yang dimensi dan mengobservasi lingkungan;
(4)
Sifat melekat egosentris yang masih kuat melekat; ( 5) Kemampuan sosialisasi
dengan teman sudah baik; (6) Kognitif anak berada pada tahap praoprasional
kongkrit sehinggga untuk memahami konsep abstrak, anak masih tergantung pada
pengalaman langsung; (7) Anak tidak dapat duduk terdiam diri selama 10 menit; (8)
Kemampuan berkomunikasi dengan orang lain sudah meningkat.
Sementara
menurut Mustoffa (2004: 5-60) mengidentifikasikan beberapa karakteristik anak
usia dini diantaranya: (1) Menggunakan semua indera untuk menjelajah benda,
belajar melalui kegiatan motorik dan partisipasi sosial; (2) Rentang perhatian
masih pendek, mudah bosan dan mudah palingkan muka jika ada respon baru; (3) Minat
mengembangkan dasar-dasar keterampilan berbahasa, bermain-main dengan bunyi
mempelajari kosakata dengan konsep-konsepnya mulai mempelajari aturan bersifat
inplisit dan mengatur ekspresinya; (4) Perkembangan bahasa yang pesat; (5) Aktif
memperhatikan segala sesuatu dengan rentang atensi yang pendek; (6) Menempatkan
diri sebagai pusat dunia sendiri, minat prilaku dan pikiran yang terpusat pada
diri atau egosentrisme; (7) Selalu ingin tahu tentang dunia anak-anak; (8) Mulai
tertarik dengan mekanisme kerja berbagai hal dari dunia luar dan sekitarnya.
Kesimpulan
dari uraian diatas adalah anak merupakan individu yang aktif, dinamis selalu
bereksplorasi dengan lingkungannya dan selalu ingin tahu terhadap apa yang
dilihat dan didengarnya.
B.
Perkembangan Kognitif Anak Taman Kanak-Kanak
Anak Usia Taman Kanak-kanak menurut
Garnida (2011) adalah individu yang sedang mengalami atau menjalani suatu
proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan fundamental, salah
satu aspek perkembangan yang akan dikembangkan adalah perkembangan kognitif.
Sedangkan Kognitif menurut Garnida
(2011) adalah suatu istilah yang digunakan oleh psikolog untuk menjelaskan
semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan
pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan,
memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis
yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati,
membayangkan, menilai, dan memikirkan lingkungannya.
Kognitif sering disebut juga intelek.
Pengertian kognitif menurut Chaplin dalam Mohammad Asrori (2007:47) diartikan
sebagai:
1. Proses
kognitif, proses berpikir, daya menghubungkan, kemampuan menilai, dan kemampuan
mempertimbangkan.
2. Kemampuan
mental atau inteligensi.
Menurut
Gagne dalam Maelani (2010:12) “kognitif adalah proses terjadinya secara
internal di dalam pusat susunan syaraf pada waktu manusia sedang
berpikir".
Tahapan perkembangan kognitif
menurut Jean Piaget dalam Sriningsih (2009:30) antara lain: (1) Sensorimotorik
(0-2 Tahun), (2) Praoperasional (2-7 Tahun), (3) Operasional kongkrit (7-12
Tahun), (4) Operasional formal (12 Tahun ke atas). Menurut pendapat tersebut,
pada tahap sensori motorik (0-2 Tahun), anak memperoleh pengalaman tentang
matematika melalui berbagai kontak fisik dan eksplorasi terhadap lingkungan.
Sedangkan pada tahap praoperasional (2-7 Tahun), anak sudah mampu menggunakan
simbol-simbol dalam pikirannya untuk mempresentasikan benda atau kejadian.
Lebih lanjut Santrock dalam Erawati
(2010) menegaskan, pada tahap praoperasional anak belum mampu memahami
peraturan tertentu atau operasi. Pada tahap ini anak belum mampu berfikir
secara operasional. Anak 3-5 tahun termasuk kedalam tahap praoperasional dimana
pada tahap ini diajarkan dengan menggunakan benda-benda kongkrit.
Teori Dienes dalam Erawati (2010:18)
konsep matematika termasuk bilangan akan berhasil di pelajari apabila
dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dalam teori ini dikemukakan 6 tahapan,
yaitu: permainan bebas (free flay),
permainan yang disertai aturan (games),
persamaan kesamaan sifat (suarching for
communities), representasi (representation), simbulasi (symbolization) dan formalisasi (formalization).
Teori Piaget dipengaruhi aliran
konstuktif dimana hal ini terlihat dari pandangan Piaget bahwa anak membangun
kemampuan kognitif melalui interaksi dengan dunia sekitarnya.
Tokoh lain yang melakukan studi
terhadap ini secara mendalam ialah Bruner dalam Maelani (2010:12) ia membagi
proses perkembangan kognitif kedalam tiga periode:
1. Enactive stage,
merupakan proses yang sangat operasional tidak menggunakan citra (bayangan)
maupun kata-kata tetapi langsung bentuk tindakan (action) dan dapat diamati,
tahap ini mirip dengan sensor motor dari Piaget.
2. Iconic stage,
merupakan bayangan atau imajinasi, meskipun belum menggunakan bahasa, dan banyak tergantung pemanfaatan pengamatan
visual atau alat indera yang lain dalam melukiskan konsep tanpa
mengidentifikasikannya yang mendekati kepada tahap operasi kongkrit dari
Piaget.
3. Symbolic stage,
merupakan proses yang lebih dari tindakan dan imajinasi, merujuk dan mengarah
pada proses berfikir yang lebih abstrak dan luwes, memungkinkan seseorang untuk
terlibat dalam proses berfikir mendalam (reflektif thinking) dengan cara
menyusun pernyataan, mencari contoh, dan menyusun konsep-konsep dalam suatu
susunan yang hierarkis (berurutan), yang juga mendekati kepada cirri fase
oprasi formal dari Piaget.
Usia
dini merupakan usia yang paling tepat untuk menstimulasi berbagai hal, termasuk
memstimulasi perkembangan kemampuan metematika anak. Masa ini merupakan masa
peka yang dapat diberikan pengetahuan
beragam secaraa nyata sesuai dengan tahap perkembangan anak. Seperti
diungkapkan oleh Frobel dalam Solehudin (2007:27) bahwa:
Masa anak itu merupakan Fase yang sangat berharga dan dapat dibentuk
dalam kehidupan manusia (a noble and malleable phase of human life). Karenanya
masa anak dalah masa emas bagi penyelenggara pendidikan. Masa anak merupakan
fase yang sangat fundamental bagi perkembangan individu karena pada fase inilah
terjadi peluang yang sangat besar untuk pembentukan dan perkembangan pribadi
seseorang (Frobel:1993).
Berdasarkan
uraian diatas disimpulkan bahwa ketika anak belajar dari pengalaman anak
sehari-hari dan secara tidak langsung asfek perkembangan anak terkembangkan.
Pada saat anak belajar secara nyata anak secara tidak langsung akan belajar
matematika adalah suatu kesatuan integral daripada kehidupan.
C. Pembelajaran
Matematika di Taman Kanak-kanak
1.
Pengertian Matematika
Dalam memberikan
pengertian matematika berbagai pendapat muncul dari para ahli yang dipandang
dari pengetahuan dan pengalamannya masing-masing. Seperti yang dikatakan oleh
Abraham S Lunchins dan Edith N Lunchins (Suherman dkk, 2003 : 15) adalah
sebagai berikut:
In short the question
what is mathematics? My be answered
difficulty devending on when the question
is answered, where is answered, who answer it, and what is regarded
as being included in mathematics.” Pendeknya “Apakah matematika itu?” dapat dijawab secara
berbeda-beda tergantung pada bilamana pertanyaan itu dijawab, di mana dijawab,
siapa yang menjawab, dan apa sajakah yang dipandang termasuk dalam matematika.
Pengertian matematika menurut Johnson dan
Rissing (Sriningsih, 2009: 16) adalah sebagai berikut:
Matematika adalah pola
berfikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logik; matematika itu adalah
bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan
akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbul
mengenai ide daripada mengenai bunyi. Matematika adalah pengetahuan struktur
yang terorganisasi, sifat-sifat atau teori-teori dibuat secara deduktif
berdasarkan kepada unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori
yang telah dibuktikan kebenarannya; matematika adalah pola tentang keteraturan
pola atau ide, dan matematika itu adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada
keterurutannya dan keharmonisannya.
Sedangkan dalam kamus matematika James dan James (Suherman dkk, 2003 : 16)
mengatakan bahwa, “matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk,
susunan, besaran dan konsep-konsep yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu
aljabar, analisis dan geometri.”
Menurut Ruseffendi
(1999: 75) menyatakan bahwa: “matematika itu terorganisasikan dari unsur-unsur
yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil,
dimana setelah dalil-dalil dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena
itulah matematika sering disebut sebagai ilmu deduktif .”
Berdasarkan uraian di
atas, matematika merupakan suatu ilmu yang berhubungan dengan struktur-struktur
yang abstrak dan teratur. Struktur-struktur yang abstrak itu dapat dilambangkan
dengan simbol-simbol yang terorganisai dan untuk memahami struktur-struktur
tersebut diperlukan penguasaan tentang konsep-konsep yang terdapat dalam
matematika.
2.
Hakikat Pembelajaran Matematika Anak
Usia Dini
Pembelajaran matematika pada anak usia dini
merupakan sarana yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan berfikir,
mendorong anak untuk mengembangkan berbagai potensi intelektual anak yang
dimilikinya dapat dijadikan sebagai sarana untuk menumbuhkan berbagai sikap dan
prilaku positif dalam rangka meletakan dasar-dasar kepribadian sedini mungkin
seperti sikap kritis, ulet, mandiri, ilmiah, rasional dan lain sebagainya
(Sriningsih, 2009: 22).
Kegiatan pembelajaran
matematika untuk anak usia dini (termasuk anak usia TK) merupakan pembelajaran
matematika terpadu yang memiliki peranan yang sangat penting dalam mengembangkan
potensi anak dan peningkatan kualitas praktik-praktik pembelajaran matematika
anak usia dini di lapangan. Pentingnya pembelajaran matematika terpadu untuk
anak usia dini menurut Sriningsih (2009: 27) dapat dilihat dari dua sudut
pandang yaitu:
(1) sudut pandang anak sebagai subjek layanan,
anak memiliki posisi yang sangat signifikan dalam rangka menstimulasi dan
mengoptimalkan kemampuan berfikir anak. Oleh karena itu guru perlu memahami
bagaimana perkembangan pemahaman anak terhadap konsep-konsep matematika serta
tahapan pembelajaran matematika. dan (2) sudut pandang guru sebagai pengelola
kegiatan pembelajaran, adalah begaimana peran guru dalam mengorkestrasikan
berbagai komponen pembelajaranmatematika terpadu sehingga memiliki kontribusi
yang signifikan dalam mengoptimalkan kemampuan logika matematika anak dan juga
kemamapuan lainnya.
Berdasarkan
pendapat di atas hakikat matematika untuk anak usia dini merupakan suatu upaya
yang dapat dilakukan dalam merencanakan dan mengorganisasikan kegiatan
pengembangan kecerdasan logika-matematika anak usia dini dengan cara menyajikan
tema-tema pembelajaran yang dekat dengan lingkungan anak. Lebih lanjut
Sriningsih (2009: 90) menjelaskan bahwa, “Implementasi pembelajaran matematika
untuk anak usia dini memerlukan media pembelajaran yang diperlukan oleh anak
untuk mengembangkan berbagai kompetensi matematika.”
Standar kompetensi
matematika untuk anak usia dini menurut The National Countil Of
Matematics
(NCTM) yaitu meliputi:
Kompetensi isi dan proses pembelajaran
matematika, kompetensi isi yaitu: bilangan dan operasinya, aljabar,
geometri, analisis data, pengukuran, pemecahan masalah, penalaran dan
pembuktian, komunikasi, koneksi dan representasi. Sedangkan kompetensi proses
yaitu: problem solving, penalaran dan pembultian, komunkasi, koneksi,
represntasi.
Secara khusus
pembelajaran matematika di taman kanak-kanak menurut (NCTM) tidak terlepas dari
2 hal penting yaitu: Content / materi dan proses. Ada 5 konten pembelajaran
matematika menurut NCTM dalam Copley (2001) mencakup bidang-bidang pengetahuan
tentang bilangan, aljabar, geometri, pengukuran dan probabilitas / analisis
data. Berikut penjelasan mengenai lima konten matematika yaitu:
1) Bilangan,
mempelajari tentang pengenalan konsep angka / bilangan, banyaknya benda,
membedakan angka dan jumlah serta menghitung bilangan dengan benda-benda. Pada
saat mempelajari tentang konsep bilangan ini, guru dapat melakukan beberapa
paermainan angka yang dapat memotivasi anak dan membuat pembelajaran matematika
lebih menyenangkan.
2) Aljabar,
mempelajari tentang pola (parenting), kegiatannya berupa: meronce, menyusun
rangkaian warna, menyusun bagian-bagian, suara-suara yang berurutan, variasi
dan tepukan gerakan yang terpola.
3) Geometri,
mempelajari tentang bentuk-bentuk geometri seperti lingkaran, bujur sangkar,
segitiga, trapesium, segi enam dan belah ketupat. Mempelajari posisi seperti
kanan, kiri atas bawah, samping, belakang, depan, dan pergeseran benda.
4) Pengukuran,
mempelajari ukuran suatu benda, volume, perbandingan, berat benda dan luas.
5) Probabilitas
/ analisis data, mempelajari tentang bagaimana cara menganalisis banyaknya
benda. Memikirkan beberapa kemungkinan yang akan muncul pada saat permainan
dadu, menebak jumlah angka yang tinggi atau sebaliknya.
Kegiatan pembelajaran matematika
pada anak TK diorganisasikan secara terpadu melalui tema-tema pembelajaran yang
paling dekat dengan konteks kehidupan anak dan pengalaman-pengalaman riil. Guru
memberikan berbagai pilihan kegiatan sesuai dengan minat anak. Guru dapat
menggunakan media permainan dalam pembelajaran yang memungkinkan anak bekerja
dan belajar secara individual, kelompok dan juga klasikal. Peranan guru dalam
kegiatan pembelajaran sangat dominan yaitu dengan cara mengatur anak untuk
mengikuti serangkaian kegiatan belajar yang telah disiapkan sebelumnya.
Dalam kegiatan pembelajaran
matematika pada anak usia dini dalam permainan hitung-menghitung bertujuan
mengembangkan pemahaman anak terhadap bilangan dan operasi bilangan dengan
benda-benda kongkrit sebagai pondasi yang kokoh pada anak untuk mengembangkan kemampuan
membilang pada tahap selanjutnya. Sriningsih (2009: 121) menyatakan bahwa,
“guru secara bertahap memberikan pengalaman belajar yang dapat menggantikan
benda-benda kongkrit dengan alat-alat yang dapat mengantarkan anak pada
kemampuan berhitung secara mental.”
3.
Karakteristik pengembangan Logika Matematika Anak TK
Dalam
undang-undang Sisdiknas No.2 Tahun 2003
dijelaskan bahwa anak usia dini adalah 0-6 tahun. Pada usia tersebut anak ada
dalam masa peka, yang memiliki kecepatan pertumbuhan otak sangat tinggi hingga
mencapai 50% dari keseluruhan perkembangan otak anak selama hidupnya. Artinya
masa golden age merupakan waktu yang
sangat tepat untuk menggali potensi kecerdasan anak sebanyak-banyaknya (Achdami
dkk, 2006:33).
Pertumbuhan
dan perkembangan anak usia dini perlu diarahkan agar mengalami kemajuan pada
setiap tahapan perkembangannya secara optimal. Dalam setiap tahapan
perkembangan terdapat karakteristik yang ditemukan pada anak-anak sesuai dengan
tingkat usianya, maka dari itu para pendidik ataupun orang-orang disekitar anak
dapat memberikan serangkaian bahan dan kegiatan ataupun pembelajaran yang
kongkrit, menyenangkan, dan dapat mendorong rasa ingin tahu anak. Kegembiraan
terhadap pengalaman-pengalaman melalui kegiatan yang melibatkan seluruh panca
indra dan keinginan menjelajah gagasan baru yang dimiliki anak dapat membangun
pengetahuan dalam diri anak.
Piaget
(Foreman, 1993) dalam Sujiono (2007:5.4) mengungkapkan bahwa pengetahuan
dibangun berdasarkan kemampuannya dalam
memahami perbedaan berdasarkan persamaan yang tampak. Piaget membagi
pengetahuan menjadi tiga jenis yang berdasarkan sumber-sumber pengetahuan,
salah satunya pengetahuan logika matematika yang meliputi kemampuan dalam
membandingkan, mengurutkan, mengelompokan, menghitung, dan berfikir dengan
menggunakan logika.
Menurut
Sujiono (2007) orang dengan kecerdasan logika matematika mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut: (1) memiliki kemampuan untuk memahami angka dan konsep logika
yang sangat bagus, (2) memiliki kemampuan sangat tinggi untuk mengemukakan
sesuatu dengan alasan yang kuat, (3) bisa menjelaskan ide secara konseptual
dengan sangat baik, (4) selalu tertantang menjalani tugas dari awal hingga
akhir, dan (5) membuka diri terhadap upaya untuk menjalani eksperimen tentang
sebuah perubahan.
Selaras
dengan pendapat di atas, Taazkiroatun & Fawzia (2004 : 34-35) mengungkapkan
anak dengan kecerdasan logika-matematika mudah terlibat dengan angka dan senang
berhitung. Anak-anak dengan kecerdasan ini belajar melalui angka dan berfikir
logis, melalui dari mengkatagorikan, mengelompokan, menandai persamaan dan
perbedaan benda-benda di sekelilingnya, mencermati serta menandai ciri-ciri
tentang sesuatu.
Pengembangan
kemampuan logika matematika di taman kanak-kanak dilakukan pada pembelajaran
matematika melalui kemampuan berhitung, permulaan dan pemecahan masalah dalam
kegiatan sederhana yang terjadi dalam kehidupan anak sehari-hari. Misalnya pada
saat anak menyebutkan umur lima tahun dengan mengangkat jari-jari tangannya,
atau ketika mereka harus bergantian dengan anak-anak lainya dengan cara
dihitung sampai 10 kali ayunan sehingga semua anak dapat giliran bermain.
4.
Materi Pembelajaran Matematika untuk Anak TK
Menurut Sriningsih (2009:62) kompetensi matematika yang
direkomendasikan untuk anak-anak usia dini adalah kompetensi matematika yang
dipublikasikan dalam dokumen NCTM (2003) terdiri dari : (1) kompetensi isi
pembelajaran matematika antara lain: bilangan dan poerasi bilangan, aljabar,
geometri, pengukuran, analisa data dan
probabilitas, dan (2) kompetensi proses pembelajaran matematika antara lain:
pemecahan masalah, penalaran, pembuktian,komunikasi, koneksi, representasi.
Bilangan
dan operasi bilangan menurut Adawiyah (2011) merupakan kemampuan anak untuk
dapat menggunakan konsep dasar aritmatika dalam pemecahan masalah. Bagi anak TK
bilangan dan operasi bilangan dapat dikenalkan melalui kegiatan atau kemampuan
inti dalam pengembangan konsep angka, pengelompokan dan klasifikasi himpunan
serta menggunakan hubungan satu-satu.
Menurut
Adawiyah (2011), aljabar adalah cabang matematika yang secara kasar dicirikan
sebagai bentuk dan perluasan aritmatika, yang memungkinkan penggunaan simbol
untuk menyatakan operasi dan huruf untuk mewakili bilangan dan kuantitas.
Standar aljabar menekankan hubungan antara kuantitas termasuk fungsi, cara
mempresentasikan hubungan matematika dan analisis perubahan. Bagi anak TK
aljabar dapat menggunakan pola hubungan dan Fungsi, mengklarifikasikan dan
mengurutkan objek yang natural dan menarik bagi anak.
Geometri
menurut Adawiyah (2011) adalah cabang matematika yang pertama kali di
perkenalkan oleh Thales (624-547 SM) berkenaan dengan relasi ruang. Geometri
dapat dipelajari oleh anak TK dengan cara mengenal bentuk-bentuk geometri
(segitiga, segiempat, persegi panjang dan lingkaran) yang berhubungan dengan
benda-benda kongkrit.
Menurut
Adawiyah (2011), pengukuran bagi anak TK merupakan pengalaman yang didasarkan
pada kemampuan konservasi panjang dan luas. Kegiatan mengukur di TK dapat
dilakukan melalui kegiatan mengukur tinggi badan, mengukur panjang meja dengan
jengkal tangan dan mengisi air atau pasir kedalam wadah tertentu.
Sedangkan
analisa data probabilitas dapat dilakuakan melalui kegiatan membuat grafik
tentang banyaknya jumlah anak perempuan dan laki-laki di sekolah. Kegiatan
tersebut bertujuan agar anak dapat melakukan penjumlahan dan berfikir logis.
5. Hakikat Kemampuan Anak Taman Kanak-Kanak
dalam Membilang
a.
Pengertian Membilang
Salah
satu unsur yang ada didalam matematika adalah kemampuan membilang. Menurut
Copley (2001:55) membilang merupakan komponen penting dalam bilangan dan
operasi. Dengan demikian terdapat unsur penting dalam membilang diantaranya:
Pertama, dengan membilang anak-anak
menyadari adanya urutan dalam system bilangan. Bilangan 1 diikuti 1 diikuti
bilangan 2 bilangan 2 diikuti bilangan 3 dan seterusnya, hal ini selaras dengan
pendapat Copley (2001:55) bahwa “….dalam membilang memerlukan kecakapan
membawakan urutan bilangan”. Kedua, dengan membilang anak-anak menyadari bahwa
tiap-tiap bilangan adalah satu lebih dari bilangan yang mendahuluinya, atau
satu kurang dari bilangan berikutnya. Bilangan 5 adalah 1 lebih dari 4 dan 1
kurang dari 6. Ketiga, dalam kehidupan sehari-hari anak-anak banyak membilang.
Membilang dengan satuan 1, 2, 3 dan seterusnya.
Dengan
demikian untuk menyadari konsep membilang, diperlukan dua faktor. Pertama,
untuk membilang harus ada yang dibilang atau asfek sosial dari pembelajaran.
Kedua, untuk membilang dalam diri anak-anak harus ada pengertian tentang
perurutan bilangan atau asfek matematis.
Bilangan dan operasi bilangan
menurut Sriningsih (2009:63) “anak dapat menggunakan konsep dasar aritmatika
yang meliputi hubungan satu-satu (one-to-one correspondence), berhitung, angka,
nilai dan tempat, operasi bilangan bulat da pecahan”.
Pakasi dalam Andriani (2009:24)
menyatakan bahwa konsep membilang merupakan suatu hal yang bersifat abstrak.
Konsep ini tidak dapat ditangkap dengan alat indra melainkan dapat di pegang
dengan pikiran. Konsep membilang hanya ada dalam pikiran. Misalnya bila anak
mengatakan tiga buah titik atau empat buah titik, maka yang dilihat oleh mata
adalah titik dan bilangan, bilangan itu anak ketahui dan pahami. Mengembangkan
konsep bilangan, anak-anak perlu diberikan kesempatan untuk melaksanakan
berbagai kegiatan yang berhubungan dengan jumlah.
b. Kompetensi Membilang
Kompetensi
merupakan prilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan
sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
pengertian kompetensi adalah kekuasaan untuk menetukan atau memutuskan sesuatu
hal. Menurut Uzer Usman (2001) kompetensi adalah kemampuan seseorang baik yang
kualitatif maupun yang kuantitatif.
c. Indikator Kemampuan Membilang Anak TK
Copley (2001) mengungkapkan
indikator yang berkaitan dengan bilangan yaitu berhitung, kuantitas, operasi
bilangan, perbandingan, pengenalan dan penulisan bilangan, dan posisi tempat. Berhitung,
merupakan kemampuan untuk menyebutkan angka secara urut dari satu, dua, tiga,
dan seterusnya sampai anak mengingatnya.
Hubungan dari satu ke satu,
merupakan kemampuan yang dimiliki anak untuk mengurutkan, menyesuaikan jumlah
angka dan benda-benda. Misalnya jika jumlah angka ada yang 10 maka anak harus
mengungkapkannya dengan benda yang berjumlah sama yaitu 10. Kuantitas merupakan kemampuan yang dimiliki
anak untuk mengetahui jumlah benda yang ada di hadapannya dengan cara
menghitung secara urut benda tersebut.
Mengenal dan menulis angka merupakan
kemampuan yang dimiliki anak untuk mengetahui angka 1-10 atau lebih. Pada
mulanya untuk mengenal angka anak diperkenalkan dahulu dengan simbol untuk
angka yang kemudian dihubungkan untuk menulis angka. Dapat dilakukan dengan
guru atau orang tua, caranya yaitu dengan memperlihatkan beberapa gambar kemudian
anak diminta untuk menulis jumlah gambar tersebut dengan angka.
Sedangkan membilang
untuk taman kanak-kanak adalah untuk menunjukkan pengetahuan tentang angka dan
sistem nomor. Dalam Standar pendidikan
anak usia dini indikator membilang untuk TK kelompok B yaitu:
(1) Menyebut urutan bilangan
dari 1 sampai 10; (2) Mengenal konsep bilangan benda-benda sampai 10; (3) Menunjuk
lambang bilangan 1-10; (4) Membuat
urutan bilangan 1-10 dengan benda-benda; (5) Meniru lambang bilangan 1-10.
d. Materi
Bilangan Pada Anak TK
Bilangan
dan operasi bilangan merupakan salah satu pembelajaran matematika yang
ditetapkan oleh NCTM (2003). Copley (2001) mengemukakan lima kemampuan yang
diajarkan dalam bilangan dan operasi bilangan, yaitu (1) counting, (2) quantity,
(3) change operations, (4) comparison dan (5) place value. Adapun kemampuan-kemampuan yang akan dibahas dalam
pembelajaran kompetensi bilangan anak adalah: (1) counting, (2) hubungan satu-satu, (3) kuantitas dan (4) mengenal
angka.
Counting atau berhitung menurut Adawiyah
(2011) merupakan kemampuan anak untuk menyebutkan urutan bilangan / membilang
buta (roote counting /rational counting) atau kemampuan
memperagakan sebuah pemahaman mengenal angka dan jumlah. Misalnya berhitung
1-10 dengan batu kerikil. Hubungan satu-satu merupakan kemampuan yang bertujuan
untuk menanamkan konsep pada anak bahwa satu benda dapat dihubungkan dengan
benda lain. Misalnya satu kue untuk satu anak. Kuantitas merupakan kemampuan
utuk mengatakan banyaknya benda dalam satu kelompok tertentu dengan menyebutkan
angka terakhir pada urutan berhitungnya. Misalnya sepuluh jari yang dimiliki
oleh setiap anak. Mengenal angka merupakan kemampuan anak dalam memahami 10
simbol dasar (1,2,3,4,5,6,7,8,9 dan 0) dan mengingat bentuk dari masing-masing
simbol tersebut.
e. Tahapan Pengenalan Bilangan Anak Usia Dini
Menurut Garnida (2011) anak
membangun konsep-konsep matematika melalui berbagai kegiatan sehari-hari yang
mereka lakukan. Anak-anak sering mendengar dan mengucapkan kata-kata yang
berhubungan dengan matematika dari orang tua, guru, dan sesamanya. Pada umumnya
anak mendengar dan mengucapkan terlebih dahulu berbagai konsep yang berhubungan
dengan matematika baru kemudian dengan seiring meningkatnya usia dan kemampuan
berfikirnya ia mulai memahami konsep-konsep matematika itu dengan lebih
mendalam.
Mengenalkan bilangan pada anak harus
menarik dan menyenangkan, hal ini disebabkan agar minat anak tumbuh dengan
sendirinya yakni dengan cara bermain. Tentu disini bukan untuk menjejali anak
dengan pelajaran materi berhitung tetapi lebih kepada simbol angka yang
kongkrit dan menyenangkan yaitu dengan cara bermain. Sebagaimana diungkapkan
Montessori dalam Erawati (2010) mengatakan bahwa dengan bermain anak-anak
memiliki kemampuan untuk memahami konsep dan pengertian secara alamiah tanpa
paksaan seperti konsep bilangan dan konsep warna.
Sedangkan menurut Simanjuntak dalam
Erawati (2010:16) bahwa pembelajaran
matematika dan bilangan berdasarkan tahapan perkembangan mental anak
diantaranya sebagai berikut: 1. Belajar matematika dan bilangan dapat dimulai
pada usia muda apabila anak telah siap belajar atau disesuaikan dengan
perkembangan mental anak, 2. Untuk memudahkan anak belajar matematika harus di
mulai dari yang kongkrit (kerja praktek) kearah yang abstrak, 3. Pada saat
tahap praoperasional anak berpindah dengan cepat ke tahap operasional kongkrit
apabila anak dilatih dengan mainan yang dapat mengembangkan daya pikir anak.
Menurut NCTM dalam Andriani (2009:29) terdapat
beberapa prinsip dan standar pembelajaran operasi dalam kurikulum pembelajaran
matematika untuk pra taman kanak-kanak hingga kelas 2 sekolah dasar. Program
instruksi tersebut adalah “understand
numbers, way of refresenting numbers, relationship among numbers and system”. Program pembelajaran
ini menyebutkan bahwa anak diharapkan dapat memahami bilangan, cara-cara
menggambarkan bilangan hubungan-hubungan antara bilangan dan system bilangan
sebagai berikut:
a. Menghitung
dengan pemahaman dan mengenali “berapa banyak” objek dalan himpunan benda.
b. Menggunakan
berbagai model untuk mengembangkan pemahaman awal tentang nilai tempat dan
sistem bilangan dasar 10.
c. Mengembangkan
pemahaman posisi relatif, besarnya bilangan, bilangan ordinal dan kardinal
serta hubungan-hubungannya.
d. Mengembangkan
pemahaman bilangan dan menggunakan cara-cara termasuk menghubungkan,
menggabungkan dan menguraikan bilangan.
e. Menghubungkan
bilangan dan angka dengan jumlah-jumlah yang digambarkan, dengan menggunakan
berbagai model fisik dan refresentasi.
f. Memahami
dan menggambarkan pecahan-pecahan yang biasa dugunakan seperti ¼ dan ½.
Menurut
tahapan perkembangan di atas, pada
tahapan menghitung dengan pemahaman dan mengenali “berapa banyak” objek dalam
himpunan benda. Anak diharapkan dapat membilang berbagai himpunan benda dan
mengenali beberapa jumlahnya. Hal ini memberikan gambaran bahwa untuk dapat
memahami bilangan dan memahami unsur
jumlah terikat didalamnya, anak-anak diharapkan dengan pemahaman dan
bukuan dengan hapalan.
Berdasarkan
paparan di atas dapat disimpulkan bahwa penyampaian materi pembelajaran
membilang untuk anak usia taman kanak-kanak tidaklah mudah, anak tidak dapat
memahami materi pembelajaran secara langsung, tetapi harus dilakukan secara
bertahap dengan menggunakan media yang sesuai dengan materi pembelajaran membilang
untuk anak.
D. Hakikat Media dalam Pembelajaran
1.
Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa latin
yaitu jamak dari kata medium yang secar harfiah berarti perantara atau
pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke
penerima pesan (Sadiman, 2002:6)
Secara umum media pembelajaran dalam
pendidikan disebut media, Yaitu berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa
yang dapat merangsangnya untuk berfikir, menurut Gagne (Sadiman, 2003:6).
Sedangkan menurut Brigs (Sadiman, 2003:6) media adalah segala alat fisik yang
dapat menyajikan pesan serta merasangsang siswa untuk belajar. Jadi, media
merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari
pengirim dan penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, minat dan
perhatian sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi (Sadiman, 2003:6)
Menurut Hamalik (1994:12) mengatakan
“media pembelajaran adalah metode dan teknik yang digunakan untuk
mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses
pendidikan dan pengajaran”.
Menurut Assocition For Education Communication Technology (AECT) dalam
Arsyad (2002:3) media pendidikan adalah segala hal bentuk saluran yang
digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi. Sementara itu menurut Gagne
dalam Sadiman, A dkk (2003:6) mengatakan “Media adalah berbagai jenis komponen
dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar”.
Heinich, Molenda dan russel dalam
Perman (2010) menyatakan bahwa media dalam aktivitas pembelajaran dapat
didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat membawa informasi dan pengetahuan
dalam interaksi yang berlangsung antara dosen dan mahasiswa. Heinich, dkk
(1996), mengemukakan klasifikasi media yang dapat digunakan dalam kegiatan
pembelajaran yaitu: (1). Media yang tidak diproyeksikan, (2). Media yang
diproyeksikan (projected media), (3).
Media audio (4). Media video dan Film, (5). Komputer, (6). Multimedia berbasis
computer.
Dari pendapat di atas,
dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan peralatan pembawa pesan
atau wahana dari pesan yang oleh sumber pesan (guru) ingin diteruskan kepada
penerima pesan (siswa). Selain itu, media pembelajaran
memiliki manfaat yang besar dalam memudahkan siswa mempelajari materi
pembelajaran. Media pembelajaran yang digunakan harus dapat menarik perhatian
siswa pada kegiatan belajar mengajar dan lebih merangsang kegiatan belajar
siswa.
2.
Jenis-jenis Media Pembelajaran
Menurut
Adawiyah (2011), dilihat dari sifatnya media pembelajaran dapat media
dapat dibagi ke dalam:
a.
Media auditif, yaitu
media yang hanya dapat didengar saja, atau media yang hanya memiliki unsur
suara, seperti radio dan rekaman suara.
b.
Media visual, yaitu
media yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara. Yang termasuk
kedalam media ini adalah film slide, foto, transparansis, lukisan, gambar
dan berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis dan lain
sebagainya.
c.
Media
audio visual, yaitu jenis media yang selain mengandung
unsur suara juga mengandung unsur gambar yang dapat dilihat, seperti misalnya
rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara dan lain sebagainya.
Kemampuan media ini dianggap lebih baik dan lebih menarik, sebab mengandung
kedua unsur jenis media yang pertama dan kedua.
Eliyawati (2005) menyebutkan bahwa
ada berbagai jenis media belajar, diantaranya: (1) Media visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik;
(2) Media Audial : radio, tape
recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya; (3) Projected still media : slide, over head projector (OHP), in focus
dan sejenisnya; (4) Projected motion
media : film, televise, video (VCD, DVD, VTR), computer dan sejenisnya.
3. Ciri-Ciri Media Pembelajaran
Adapun ciri-ciri media pembelajaran
menurut Eliyawati (2005) yaitu sebagai berikut:
a. Media
pembelajaran memiliki pengertiam fisk yang dewasa ini dikenal sebagai hardware (perangkat keras), yaitu suatu
benda yang dapat dilihat, didengar, atau diraba dengan panca indra.
b. Media
pembelajaran memiliki pengertian yang dikenal sebagai software( perangkat lunak) yaitu kandungan pesan yang terdapat dalam
perangkat keras yang merupakan isi yang
ingin disampaikan kepada siswa.
c. Penekanan media pembelajaran terdapat pada visual
audio.
d. Media
pembelajaran memiliki pengertian alat bantu pada proses belajar baik di dalam
maupun di luar kelas.
e. Media
pembelajaran digunakan dalam rangka komunikasi dan interaksi guru dan sisa
dalam proses pembelajaran.
f. Media
pembelajaran dapat digunakan secara masal (misalnya radio, televise), kelompok
besar dan kelompok kecil (misalnya film, slide, video, OHP), atau perorangan
(misalnya: modul,computer, radio tape/kaset, video recorder ).
g. Sikap,
perbuatan, organisasi, strategi, dan manajemen yang berhubungan dengan
penerapan suatu ilmu.
4.
Peranan Media Pembelajaran
Menurut Eliyawati (2005:137)
mengatakan bahwa peran media dalam kegiatan pendidikan untuk anak usia dini
semakin penting artinya mengingat perkembangan anak pada saat itu berada pada
masa berfikir kongkrit. Oleh karena itu salah satu prinsip pendidikan untuk anak
usia dini harus berdasarkan realita artinya bahwa anak diharapkan dapat
mempelajari sesuatu secara nyata. Dengan demikian, dalam pendidikan untuk anak
usia dini harus menggunakan sesuatu yang mungkin anak dapat belajar secara
kongkrit. Prinsip tersebut mengisyaratkan perlunya digunakan media sebagai
saluran penyampaian pesan-pesan pendidikan untuk anak usia dini.
Menurut Garnida (2011) peranan media
dalam pembelajaran mempunyai pengaruh sebagai berikut: (1) Media dapat
menyiarkan informasi penting; (2) Media dapat digunakan untuk memotivasi
pembelajaran pada awal pembelajaran;
(3)
Media dapat menambah pengayaan dalam belajar; (4) Media dapat menunjukan
hubungan-hubungan; (5) Media dapat menyajikan pengalaman-pengalaman yang tidak
dapat ditunjukan oleh guru; (6) Media dapat membantu belajar perorangan; (7) Media
dapat mendekatkan hal-hal yang ada diluar ke dalam kelas.
Sedangkan
Latuheru dalam Supartini (2009) berpendapat bahwa peran media dalam
pembelajaran adalah: (1) Membangkitkan motivasi belajar pembelajar; (2) Mengualang
apa yang telah dipelajari pembelajar; (3) Merangsang pembelajar untuk belajar
penuh semangat; (4) Mengaktifkan respon pembelajar;
(5)
Segera diperoleh umpan balik dari pembelajar.
5. Manfaat dan Pemanfatan Media Pembelajaran
a. Manfaat Media Pembelajaran
Kemp
dan Dayton (Riyana, 2008:9) mengemukakan manfaat penggunaan media dalam
pembelajaran adalah:
1) Penyampaian
materi dapat diseragamkan.
2) Proses
pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik.
3) Proses
pembelajaran menjadi lebih interaktif.
4) Efesiensi
waktu dan tenaga.
5) Meningkatkan
kualitas hasil belajar siswa.
6) Media
memungkinkan proses belajar dapat dilakuakan dimana saja dan kapan saja.
7) Media
dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar, dan
mengubah guru ke arah lebih positif dan produktif.
b. Pemanfaatan Media
Pembelajaran
Pemanfaatan Media
Pembelajaran di TK:
1)
Memungkinkan anak berinteraksi secara langsung dengan
lingkungannya.
2)
Memungkinkan adanya keseragaman pengamatan atau persepsi belajar
pada masing-masing anak.
3)
Membangkitkan motivasi belajar anak.
4)
Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang
maupun disimpan menurut kebutuhan.
5)
Menyajikan pesan atau informasi belajar secara serempak bagi
seluruh anak.
6)
Mengatasi keterbatasan waktu dan ruang.
7)
Mengontrol arah dan kecepatan belajar anak
Hal-hal yang perlu di
perhatikan dalam pemanfaatan media pembelajaran di TK yaitu: (1) penggunaan
media pembelajaran bukan merupakan fungsi tambahan, tetapi memiliki fungsi
tersendiri sebagai sarana bantu untuk mewujudkan situasi pembelajaran lebih
efektif; (2) media pembelajaran merupakan bagian integral dari keseluruhan
proses pembelajaran; (3) media pembelajaran dalam penggunaannya harus relevan
dengan tujuan dan isi pembelajaran; (4) media pembelajaran berfungsi
mempercepat proses belajar; (5) media pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan
kualitas proses pembelajaran; dan (6) media pembelajaran meletakkan dasar-dasar
yang kongkret dalam berfikir.
Ada sejumlah
pertimbangan dalam memilih media pembelajaran yang tepat. Untuk lebih mudah
mengingatnya, pertimbangan tersebut dirumuskan dalam satu kata action,
yaitu akronim dari access, cost, technology, interactivity, organization, dan
novelty (Kusnandar, 2008: 2).
a)
Access,
Kemudahan akses menjadi pertimbangan
pertama dalam memilih media. Apakah media yang kita perlukan itu tersedia,
mudah dan dapat dimanfaatkan oleh murid.
b)
Cost,
Media canggih biasanya mahal. Namun,
mahalnya biaya itu harus dihitung dengan aspek manfaatnya.
c)
Technology,
Mungkin saja kita tertarik kepada
satu media tertentu. Tetapi yang perlu diperhatikan adalah apakah teknologinya
tersedia dan mudah dalam menggunakannya.
d) Interactivity. Media yang baik adalah yang dapat
memunculkan komunikasi dua arah atau interaktivitas. Setiap kegiatan
pembelajaran yang dikembangkan tentu saja memerlukan media yang sesuai dengan
tujuan pembelajaran tersebut.
e)
Organization,
Pertimbangan yang juga penting
adalah dukungan organisasi. Misalnya, apakah pimpinan sekolah atau yayasan
mendukung? Bagaimana pengorganisasiannya? Apakah di sekolah ini tersedia satu
unit yang disebut pusat sumber belajar?.
6.
Fungsi Media Pembelajaran
Menurut
Rahardjo (Andriani, Dwi 2009:14) mengemukakan bahwa media memiliki fungsi yang
sangat jelas yaitu memperjelas, memudahkan, dan membuat menarik pesan kurikulum
yang akan disampaikan oleh guru kepada peserta didik sehingga dapat memotivasi.
Ali (2007: 194) mengemukakan secara sederhana kehadiran media dalam suatu
kegiatan pembelajaran memiliki nilai-nilai praktis sebagai berikut: (1) Media
pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki para siswa;
(2) Media yang disajikan dapat melampaui batasan ruang kelas; (3) Media
pembelajaran memungkinkan adanya interaksi antara peserta didik dengan
lingkungannya; (4) Media yang disajikan dapat menghasilkan keseragaman
pengamatan siswa; (5) Secara potensial, media yang disajikan secara tepat dapat
menanamkan konsep dasar yang kongkrit, benar, dan berpijak pada realitas; (6) Dapat
membangkitkan keinginan dan minat baru; (7) Media
mampu membangkitkan motivasi dan merangsang peserta didik untuk belajar; (8) Media
mampu memberikan belajar secara integral dan menyeluruh dari yang kongkrit ke
yang abstrak, dari seserhana ke rumit.
Dari
semua itu, kemudian dikembangkan media dalam suatu konsepsi teknologi
pembelajaran yang memiliki ciri: (a) berorientasi pada sasaran (target oriented), (b) menerapkan konsep pendekatan sistem, dan (c)
memanfaatkan sumber belajar yang bervariasi. Sehingga aplikasi media dan
teknologi pendidikan, bisa merealisasikan suatu konsep “teaching less
learning more”. Artinya secara aktifitas fisik bisa saja aktifitas kegiatan
guru di kelas dikurangi, karena ada sebagian tugas guru yang didelegasikan pada
media, namun tetap mengusung tercapainya produktifitas belajar siswa.
Selain itu, Wibawa (Andriani, Dwi 2009:14) mengemukakan bahwa fungsi media
dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Media
mampu memperlihatkan gerakan cepat yang sulit di amati dengan cermat oleh mata
biasa.
b. Media
dapat memperbesar benda-benda kecil yang tidak dapat dilihat oleh mata
telanjang. Dengan menggunakan peralatan yang canggih dan proyektor mikro orang
dapat membuat film menayangkan kuman-kuman yang sangat kecil.
c. Sebuah
proyektor yang terlalu besar tentu saja tidak dapat dibawa ke dalam kelas, dengan
menggunakan media maka objek tersebut dapat diamati oleh anak didik.
d. Objek
yang komplek dapat menjadi lebih sederhana dengan menggunakan media.
- Media Permainan Kartu Hitung Bergambar
Komariyah dan Soeparno
(2010: 66) menjelaskan bahwa, media kartu permainan hitung adalah penggunaan
suatu bentuk media pembelajaran yang berbasis permainan terdiri atas
kartu-kartu untuk menyampaikan materi melalui pertanyaan-pertanyaan yang telah
terkonsep. Media permainan kartu hitung bergambar ini digunakan sebagai media
penyampai pesan pada waktu pembelajaran matematika. Kartu hitung sebagai media
pembelajaran dengan unsur permainan dapat memberikan rangsangan pada anak-anak
untuk terlibat aktif dalam kegiatan proses pembelajaran. Menurut Komariyah dan
Soeparno (2010: 66) “media permainan
kartu hitung memiliki dampak yang positif terhadap anak pada proses
pembelajaran matematika.”
Berdasarkan pendapat di
atas dengan media permaianan kartu hitung bergambar pembelajaan matematika anak
TK dapat lebih mudah untuk memahami konsep-konsep berhitung, lebih termotivasi
untuk belajar menghitung, memberikan warna dan cara yang menarik untuk belajar
matematika, dapat merangkai ide-ide dan metode yang baru dalam menguasai konsep
berhitung, dan dapat menumbuhkan minat untuk belajar matematika.
Supaya permainan kartu
hitung dapat digunakan secara efektif dan efisien maka ada beberapa tahapan
yang harus dilakukan oleh guru dan siswa, yaitu:
1.
Tahap Persiapan, pemanfaatan media permaianan kartu hitung dapat
berjalan dengan baik apabila dilakukan persiapan yang terencana sebelum
memanfaatkan media.
2.
Tahap Pelaksanaan, setelah tahap persiapan dilaksanakan adalah
memanfaatkan media permainan kartu hitung dengan langkah-langkah yang tepat dan
bervariasi
3.
Tahap Tindak lanjut, tahap terakhir adalah tindak lanjut, yaitu
dimaksudkan untuk mengetahui apabila media permainan kartu hitung dapat
meningkatkan hasil belajar anak.
Sehubungan dengan manfaat permainan dalam pembelajaran matematika Sardiman
(2007: 78) menyatakan bahwa, “sebagai media pendidikan, permaianan mempunyai
beberapa kelebihan yaitu permainan adalah sesuatu yang menyenangkan untuk
dilakukan dan sesuatu yang menghibur permainan memungkinkan adanaya partisipasi
aktif dari siswa untuk belajar.” Pendapat ini yang sama dikemukakan oleh Jean
Piaget (Ali, 2007: 44) menyatakan bahwa salah satu dasar proses mental menuju
kepada pertumbuhan intelektual adalah dengan permainan, sebab anak-anak tidak
akan merasa menghadapi kesukaran apabila diajak dalam bentuk permainan karena
permainan memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan dari permaianan diantaranya
permainan dirancang untuk bisa menjadikan konsep-konsep yang abstrak menjadi
konsep kongkrit, dapat dimengerti dan menyenangkan, bisa menarik perhatian
anak, memberi motivasi untuk belajar, dan membantu ingatan anak terhadap
pelajaran yang diberikan.
Media permainan kartu
hitung bergambar yang digunakan dalam penelitian ini adalah kartu dari kertas
manila atau sejenis yang digunting dengan ukuran yang sama (7,5 cm x 5,5 cm)
yang diberikan gambar-gambar yang pamiliar dengan anak dan ditulisi angka-angka
jumlah gambar tersebut. Dalam proses pembelajaran anak bisa belajar berhitung
matematika dengan menggunakan media tersebut, anak mengitung jumlah kartu yang
dibagikannya dapat dijumlahkan dengan kartu yang didapat oleh temannya. Dalam
hal ini peran guru sangat penting utuk mengatur belajar siswa.
- Penelitian Terdahulu yang Relevan
Kemampuan anak dalam
memahami angka dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya pengaruh orang
tua. Pengaruh orang tua terhadap motivasi dan prestasi matematika anak telah
menjadi fokus perhatian dari beberapa penelitian lintas budaya. Eceles (1993
dikutif dari Huntsinger et al., 1997) mengungkapkan adanya lima kategori yang
saling berhubungan yang mempengaruhi motivasi dan prestasi akademik anak-anak
yaitu: (1) karakteristik orang tua, keluarga, dan lingkungan sosial anak; (2)
karakteristik anak dan saudara kandungnya; (3) nilai-nilai dan prilaku orang
tua; (4) harapan dan persepsi orang tua; (5) perilaku yang khas dari orang tua
(Hartono, 2004).
Hal ini dapat memperkuat
pada penelitian yang dilakukan Hunstsinger dan rekan-rekannya (1997) yang
membandingkan anak-anak Amerika keturunan Cina, Amerika keturunan Eropa dan
Cina-Taiwan beserta keluarga mereka. Dari masing-masing kelompok di atas
dipilih 10 anak laki-laki dan perempuan usia prasekolah dan TK. Anak-anak
tersebut mempunyai usia dan waktu belajar di taman bermain yang sama dan
memiliki orang tua yang usianya, tingkat pendidikan dan status sosial
ekonominya pun sama. Kepada anak diberikan tes kemampuan matematika dan tes
kematangan penulisan angka, sedangkan
para orang tua diberikan kuesioner mengenai data demografi orang tua,
sikap terhadap pelajaran akademik dan kegiatan ekstrakurikuler serta harapan
mereka terhadap anak. Selain itu para orang tua diwawancarai mengenai pola
pengajaran matematika orang tua pada anak.
Dari tes matematika
diperoleh hasil bahwa anak-anak Amerika keturunan Cina mempunyai nilai yang
secara signifikan lebih tinggi dari pada sebayanya yang keturunan Eropa,
sedangkan anak-anak Cina-Taiwan mempunyai nilai diantara kedua kelompok ini.
Selain anak-anak Amerika keturunan Cina dan aanak-anak Cina-Taiwan memperoleh
nilai yang lebih tinggi dalam hal penulisan angka pada sebayanya yang berlatar
belakang Eropa. Adapun hasil kuesioner
dan wawancara menunjukkan bahwa orang tua Amerika keturunan Cina memiliki sikap
yang lebih positif secara signifikan terhadap matematika dari pada orang tua
Amerika keturunan Eropa dan Orang tua Cina-Taiwan. Tampak pada adanya perbedaan
pola bimbingan anak diantara kelompok ini. Orang tua Amerika keturunan Cina
menerapkan teknik yang lebih tegas untuk membimbing belajar matematika dan
lebih banyak meluangkan waktu untuk membimbing anak mengerjakan
latihan-latihan, dari pada orang tua Cina-Taiwan dan Amerika keturunan Eropa.
Penelitian lain
dilakukan oleh Elizabeth Spelke (G.Sianturi, 2005), bahwa anak-anak balita
menguasai konsep matematika. Dalam penelitian pertama, anak-anak dihadapkan
pada 13 titik berwarna biru di layar komputer. Kemudian ditambahkan 17 titik
berwarna biru lainnya sebelum digabungkan. Setelah itu mereka ditunjukkan 50
titik berwarna merah dan ditanya mana yang lebih banyak antara titik berwarna
biru atau titik berwarna merah. Hasilnya sekitar dua pertiga dari jawaban yang
diberikan anak, yaitu titik yang berwarna merah lebih banyak dari pada titik
yang berwarna biru. Dalam percobaan lain, anak-anak diminta untuk membandingkan
jumlah titik berwarna biru dilayar dengan suara ketukan sejumlah titik yang
berwarna merah. Hasilnya anak-anak dapat menentukan juga mana yang lebih banyak
antara jumlah titik biru dengan suara ketukan titik berwarna merah yang
benar. Dari temuan ini menunjukkan bahwa
anak-anak memiliki intuisi sejak lahir terhadap matematika yang mungkin dapat
digunakan sebagai dasar agar pelajaran sekolah lebih menyenangkan. Menurut
Spelke apa yang menjadi pusat perhatian anak pada angka setelah dewasa adalah
dapat menentukan suatu angka dengan jumlah sesuatu yang bermacam-macam.
Misalnya angka 7 dapat digambarkan dengan tujuh titik, lalu tujuh suara yang
dikeluarkan. Dari contoh di atas meskipun melibatkan rangsangan sensor yang
berbeda tapi jumlahnya tetap sama yaitu tujuh.
Dari penelitian ini
Spelke mengungkapkan bahwa anak-anak memiliki pemahaman terhadap penambahan dan
angka. Anak-anak merasa bahwa simbol matematika tidak begitu sulit, dan menarik
jika diberikan percobaan yang dikemas melalui permaianan. Sehingga secara tidak
langsung anak merasa nyaman dan menyukai bermain matematika.
Penelitian selanjutnya
tentang pembelajaran calistung dengan penerapan Beyond Centers and Circles Time
(BCCT). Penelitian ini dilakukan pada semester 2 selama lima minggu di TK
Nasional KPS Balikpapan, dengan subjek penelitian adalah kelompok B-3 yang
berjumlah 24 anak dengan rentang usia 4-6 tahun dan memiliki kemampuan
calistung beragam.
Ada tujuh sentra yang
dikembangkan dalam BCCT. Namun untuk pembelajaran berhitung dilakukan pada
sentra persiapan yang menyediakan alat tulis, angka-angka, pohon hitung dan bahan-bahan
lain yang merangsang anak mencoba konsep aksara dan matematika. Ada dua jenis lembar
pengamatan yang digunakan oleh peneliti yaitu lembar pengamatan sikap dan hasil
pembelajaran. Materi yang diberikan disesuaikan dengan tema yang ada dalam kurikulum.
Tingkat keberhasilan
pemahaman anak didik dalam berhitung permulaan dari setiap minggu mengalami
peningkatan. Hal ini ditunjukkan dari hasil pengamatan dan jumlah anak didik
yang memiliki kemampuan berhitung permulaan. Pada minggu ke-1 anak didik yang
baik ada lima anak, minggu ke-2 ada delapan anak, minggu ke-3 ada Sembilan
anak. Dari hasil tersebut peneliti memberikan kesimpulan bahwa pembelajaran yang
menyenangkan melalui metode BCCT dapat meningkatkan konsep calistung sederhana.
Semua ini dilakukan anak sambil bermain dan sangat menyenangkan, sehingga tanpa
disadari oleh anak ternyata konsep berhitung
dapat diserap dengan baik.
Berdasarkan dari tiga
penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa penguasaan anak dalam
pembelajaran matematika yang meliputi
pemahaman bilangan dan angka serta berhitung dapat dicapai dan dimiliki oleh
anak dengan optimal jika dilakukan melalui kegiatan permainan yang dilakukan
secara bebas, artinya guru hanya memberikan dan menyediakan mainan pada anak
dan membiarkan anak melakukan permainan tersebut sendiri. Namun permainan
tersebut juga dapat dilakukan sebagai kegiatan bermain yang terbimbing, artinya
guru memberikan bimbingan terlebih dahulu pada anak sebelum permainan dilakukan
ataupun selama permainan berlangsung. Dalam
hal ini bermain sambil belajar, salah satunyak dengan kartu hitung bergambar.
No comments:
Post a Comment