Dan tujuan akhir dari akhlak, yaitu memutuskan diri kita dari
cinta kepada dunia, dan menancapkan dalam diri kita cinta kepada Allah SWT.
Maka, tidak ada lagi sesuatu yang dicintai selain berjumpa dengan dzat ilahi
rabbi, dan tidak menggunakan semua hartanya kecuali karenanya…"
Jelaslah, al-Ghazāli menempatkan kebahagiaan jiwa manusia sebagai
tujuan akhir dan kesempurnaan dari akhlak. Kebahagiaan tertinggi dari jiwa
berarti mengenal adanya Allah tanpa keraguan ( ma’rifatullah).
Allah merupakan sumber cinta dalam manusia dan kebenaran yang
memuaskan rohani. Implikasi etis, jiwa manusia meninggalkan segala hal duniawi
supaya mengalami kebahagiaan jiwa. Manusia yang berpegang pada prinsip akhlak
akan mengupayakan hidupnya secara bijak. Semua perbuatannya/amalnya diyakini
keterarahan kepada Allah yang telah menanamkan segala yang baik dalam ciptaan.
Dengan keseimbangan jiwanya, ia tidak membiarkan diri hanyut akan hal-hal
bersifat material sejauh hal itu bisa menambah kesempurnaan akhlak.
Kebahagiaan itu diyakini mampu diwujudkan dalam
keutamaan-keutamaan hidup. Jalan keutamaan itu sendiri perlu dilatihkan dan
diterangi dengan prinsip akhlak di mana terjadi perpaduan anugerah Tuhan dan
rasionalitas manusia untuk terarah pada kebaikan moral. Bahkan, dalam daya jiwa
difokuskan suatu perbuatan mesti diorientasikan pada tindakan yang mengarah
pada keadilan dan memandang kebebasan mutlak setiap individu.
Kesuksesan hakiki akan dapat diraih jika mengikuti konsep 7B,
yaitu:
1. Beribadah dengan benar
2. Bertakwa dengan baik
3. Belajar tiada henti
4. Bekerja keras dan ikhlas
5. Bersahaja dalam hidup
6. Bantu sesama dan
7. Bersihkan hati selalu
Dengan 7 konsep tersebut kita dapat mengimplikasikan dalam
kehidupan sehari – hari namun tetap dengan akhlak yang baik maka kesuksesan
akan dengan mudah kita dapat, baik kesuksesan dunia maupun akhirat.
“Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan (amal) seorang
mukmin pada hari kiamat, melebihi akhlak yang luhur”(Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi).
No comments:
Post a Comment