BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka menghadapi era global
yang diperkirakan ketat dengan persaingan disegala bidang kehidupan, khususnya
dunia kerja yang semakin kompetitif, tidak ada alternatif lain selain berupaya
meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui upaya peningkatan mutu
pendidikan di setiap jenjang pendidikan. Guna tercapainya tujuan dimaksud
selain harus didukung pengembangan program dan kurikulum serta berbagai macam
model penyelenggaraan pembelajaran siswa yang telah diamanatkan oleh
Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional serta
dipengaruhi perubahan perkembangan yang semakin cepat, maka peningkatan mutu
atau kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh guru yang profesional atau
dalam perkataan lain profesionalisme guru merupakan pilar utama dalam
peningkatan mutu pendidikan.
Menurut Adler (1982) dalam buku
Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar oleh Ibrahim Bafadal (2003: 4),
guru merupakan unsur manusiawi yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan.
Guru merupakan unsur manusiawi yang sangat dekat hubungannya dengan anak didik
dalam upaya pendidikan sehari-hari di sekolah. Dalam latar pembelajaran di
sekolah pernyataan tersebut sangat tergantung kepada tingkat profesionalisme guru.
Jadi, diantara keseluruhan komponen pada sistem pembelajaran di sekolah ada
sebuah komponen yang paling esensial dan paling menentukan kualitas
pembelajaran yaitu guru. Oleh karena itu, tidak berlebihan kiranya bilamana
dihipotesiskan bahwa peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah tidak mungkin
ada tanpa peningkatan profesionalisme para gurunya.
Mengingat betapa pentingnya peran
guru dalam pendidikan khususnya dalam peningkatan mutu pendidikan, maka perlu
diketahui bagaimana guru dikatakan profesional, bagaimana implementasinya dalam
kegiatan belajar mengajar, serta bagaimana upaya-upaya yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan profesionalisme guru
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
masalah yang akan dibahas dalam kajian ini adalah
sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan profesionalisme guru ?
2. Bagaimana metode mengajar guru yang profesional?
3. Bagaimana meningkatkan profesionalisme guru?
C. Tujuan dan Manfaat Kajian
Tujuan dari kajian ini adalah :
1. Untuk
mengetahui pengertian profesionalisme guru.
2. Untuk
mengetahui metode mengajar guru yang
profesional.
3. Untuk
mengetahui bagaimanakah meningkatkan profesionalisme
guru.
Adapun Manfaat pembahasan kajian ini adalah sebagai berikut:
Sebagai sarana untuk menambah
referensi dan bahan kajian dalam khasanah ilmu pengetahuan di bidang pendidikan
dan untuk penelitian lanjutan mengenai pengaruh kreativitas guru dalam proses
belajar mengajar dan fasilitas belajar yang belum dikaji dalam penelitian ini. Selain itu diharapakan dapat memberikan sumbangan bagi pihak pembaca
dalam usaha meningkatkan hasil belajar siswa dengan memberikan informasi
mengenai hasil belajar mata pelajaran produktif, dilihat dari sudut pandang
kreativitas guru dalam proses belajar mengajar.
D. Sistematika Penulisan
Sistematika
dibagi menjadi 3 bagian sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari: latar belakang masalah; perumusan masalah; tujuan dan manfaat kajian; sistematika penulisan.
BAB II : PEMBAHASAN
Bab ini mengkaji tentang profesionalisme guru, bagaimana metode mengajar guru yang profesional dan bagaimana upaya meningkatkan kemampuan guru agar menjadi profesional.
BAB III : KESIMPULAN
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari: latar belakang masalah; perumusan masalah; tujuan dan manfaat kajian; sistematika penulisan.
BAB II : PEMBAHASAN
Bab ini mengkaji tentang profesionalisme guru, bagaimana metode mengajar guru yang profesional dan bagaimana upaya meningkatkan kemampuan guru agar menjadi profesional.
BAB III : KESIMPULAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. Guru Profesional
Guru sebagai tenaga pendidik
merupakan tenaga yang harus ada pada suatu negara. Karena mereka jugalah yang
nantinya akan menjadi penentu maju mundurnya suatu bangsa. Guru inilah yang
akan mewariskan kebudayaan, sebagai komponen yang menentukan tingginya kualitas
sumber daya manusia, sebagai agen penggerak untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat menuju yang lebih baik. Melalui pendidikan yang diberikan kepada
generasi muda dalam hal ini adalah peserta didik, seorang guru akan senantiasa
menjadi panutan dalam setiap tindakan anak didiknya. Mereka akan menuruti apa
yang telah diajarkan oleh gurunya.
Oleh karena itu guru tersebut harus
senantiasa memiliki kemampuan dan keahlian untuk mengatur, membimbing, dan
mengarahkan anak didik dengan sebaik-baiknya. Guru yang mempunyai kemampuan
seperti itulah yang dikatakan sebagai guru profesional. Dalam
buku Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar oleh Ibrahim Bafadal
(2003: 5), Rice dan Bishprick menyebutkan bahwa guru profesional adalah guru
yang mampu mengelola dirinya sendiri dalam melaksanakan tugas-tugasnya
sehari-hari.
Profesionalisasi guru oleh kedua
pasangan penulis tersebut dipandang sebagai salah satu proses yang bergerak
dari ketidaktahuan (ignorance) menjadi tahu, dari ketidakmatangan (immaturity)
menjadi matang, dari diarahkan oleh orang lain menjadi mengarahkan diri
sendiri. Peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah (MPMBS) mempersyaratkan
adanya guru-guru yang memiliki pengetahuan luas, kematangan, dan mampu
menggerakkan dirinya sendiri dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di
sekolah. Memang benar apabila seorang guru yang mampu mengelola diri sendiri
bisa dikatakan profesional, karena apabila ia telah mampu mengelola dirinya
sendiri maka ia juga akan mampu mengelola orang lain. Namun apabila seorang
guru saja tidak mampu mengelola dirinya sendiri maka bagaimana bisa ia
mengelola orang lain. Guru yang bisa mengelola dirinya sendiri akan berusaha
meningkatkan kemampuan yang dimilikinya.
Sedangkan Glickman (1981) menegaskan
bahwa seseorang akan bekerja secara profesional bilamana orang tersebut
memiliki kemampuan (ability) dan motivasi (motivation). Maksudnya
adalah seseorang akan bekerja secara profesional bilamana memiliki kemampuan
kerja yang tinggi dan kesungguhan hati untuk mengerjakan dengan sebaik-baiknya.
Sebaliknya, seseorang tidak akan bekerja secara profesional bilamana hanya
memenuhi salah satu di antara dua persyaratan di atas.
Sedangkan menurut pengertian lain,
guru profesional adalah guru yang ahli dibidangnya mempunyai pendidikan dan
memperoleh pelatihan yang sesuai dengan bidangnya, melaksanakan proses belajar
dan mengajar di kelas/ sekolah yang menjadi tanggungjawabnya, mengetahui secara
persis apa yang mesti dilakukan dalam membimbing, mengajar, membina dan melatih
peserta didik, sehingga kegiatan proses belajar mengajar dapat terlaksana dengan
sebaik-baiknya sesuai target yang telah diprogramkan (Soeyadi, 2005: 23). Untuk
pengertian yang lebih lanjut, dikatakan bahwa guru memang harus ahli
dibidangnya. Apabila guru hanya memiliki kemampuan dan motivasi yang tinggi
tanpa disertai keahlian yang memadai maka justru akan merugikan orang lain.
Karena mengingat guru di sini sebagai panutan bagi peserta didik. Apabila apa
yang telah ia sampaikan tidak sesuai dengan kenyataan maka akan menjadi suatu
kesalahan yang fatal dan akan merugikan orang lain.
Guru sebagai pendidik profesional
mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada
masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya
(Soetjipto dan Kosasi, 2000: 42). Masyarakat terutama akan melihat bagaimana
sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut
diteladani atau tidak. Bagaimana guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan
pengetahuannya, memberi arahan dan dorongan kepada anak didiknya, dan bagaimana
cara guru berpakaian dan berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa,
teman-temannya serta anggota masyarakat, sering menjadi perhatian masyarakat
luas.
Walaupun banyak teori tentang guru
profesional, namun dalam kaitan dengan implementasi peningkatan mutu pendidikan
berbasis sekolah, berdasarkan teori-teori tersebut, sampai pada kesimpulan
bahwa guru yang profesional adalah guru yang memiliki visi yang tepat dan
berbagai aksi inovatif.
B. Pentingnya Peningkatan Kemampuan Profesional Guru
Banyak alasan yang mendasari mengapa
profesionalisme guru itu perlu ditingkatkan, karena ini berhubungan langsung
dengan upaya peningkatan mutu pendidikan. Apabila diinginkan suatu hasil
pendidikan yang berkualitas maka semua komponen yang terkait dengan pendidikan
tersebut juga harus ditingkatkan salah satunya yaitu guru.
Pentingnya peningkatan kemampuan
profesional guru dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang. Pertama,
ditinjau dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, berbagai metode
dan media baru dalam pembelajaran telah berhasil dikembangkan. Demikian pula
halnya dengan pengembangan materi dalam rangka pencapaian target kurikulum
harus seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Semua itu
harus dikuasai oleh guru dan kepala sekolah, sehingga mampu mengembangkan
pembelajaran yang dapat membawa anak didik menjadi lulusan yang berkualitas
tinggi. Dalam rangka itu, peningkatan profesional guru perlu dilakukan secara
kontinu seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan.
Suatu contoh, disaat ini banyak guru
yang menggunakan media LCD dalam kegiatan belajar mengajar, apabila guru
tersebut tidak menguasai teknologi maka ia akan tertinggal oleh guru-guru yang
memang menguasai IPTEK, ia hanya menulis di papan kemudian para siswa mencatat.
Selain itu, di era seperti ini banyak informasi-informasi yang disajikan lewat
internet. Apabila guru gagap teknologi maka ia akan ketiggalan informasi yang
seharusnya wajib ia ketahui.
Kedua, ditinjau
dari kepuasan dan moral kerja. Sebenarnya peningkatan kemampuan profesional
guru merupakan hak setiap guru. Artinya, setiap pegawai berhak mendapat
pembinaan secara kontinu, apakah dalam bentuk supervisi, studi banding, tugas
belajar, maupun dalam bentuk lainnya. Pemenuhan hak tersebut, bilamana
dilakukan dengan sebaik-baiknya, guru tidak hanya semakin mampu dan terampil
dalam melaksanakan tugas-tugas profesionalnya, melainkan juga semakin puas,
memiliki moral atau semangat kerja yang tinggi, dan berdisiplin.
Ketiga, ditinjau
dari keselamatan kerja. Banyak aktivitas pembelajaran di sekolah yang bilamana
tidak dirancang dan dilakukan secara hati-hati oleh guru mengandung risiko yang
tidak kecil. Aktivitas pembelajaran yang mengandung risiko tersebut banyak
ditemukan pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, khususnya pada pokok-pokok
bahasan yang dalam proses pembelajarannya menuntut keaktifan siswa dan atau
guru menggunakan bahan-bahan kimia. Bilamana pembelajarannya tidak dirancang dan
dilaksanakan secara profesional, tidak menutup kemungkinan terjadi adanya
kecelakaan-kecelakaan tertentu, seperti peledakan bahan kimia, tersentuh
jaringan listrik, dan sebagainya. Dalam rangka mengurangi terjadinya berbagai
kecelakaan atau menjamin keselamatan kerja, pembinaan terhadap guru perlu
dilakukan secara kontinu.
Keempat, peningkatan
kemampuan profesional guru sangat dipentingkan dalam rangka manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah. Sebagaimana ditegaskan bahwa salah satu ciri
implementasi manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah adalah kemandirian
dari seluruh stakeholder sekolah, salah satunya dari guru. Kemandirian
guru akan tumbuh bilamana ada peningkatan kemampuan profesional kepada dirinya.
Jadi, dari uraian di atas sudah
jelas bahwa peningkatan profesionalisme guru memang sangat penting, baik
ditinjau dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dari kepuasan dan
moral kerja, dari keselamatan kerja serta dalam rangka manajemen peningkatan
mutu berbasis sekolah.
C. Metode Pembelajaran Guru Profesional
Penerapan sikap keprofesionalime
guru dapat diketahui dari bagaimana seorang guru tersebut mampu menerapkan
metode pembelajaran yang merupakan cara untuk menyajikan, menguraikan, memberi
contoh, dan memberi latihan kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu yaitu
proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Banyak metode pembelajaran yang
dapat dipergunakan dalam menyajikan pelajaran kepada siswa-siswa, seperti
metode ceramah, diskusi, tanya jawab, demonstrasi, penampilan, metode studi
mandiri, pembelajaran terprogaram, latihan sesama teman, simulasi, karya
wisata, induksi, deduksi, simulasi, studi kasus, pemecahan masalah, insiden,
seminar, bermain peran, proyek, praktikum, dan lain-lain.
Seorang guru kadang-kadang merasa
kaku dalam mempergunakan satu atau dua metode, dan menterjemahkan metode itu
secara sempit dan menerapkan metode di kelas dengan metode yang pernah ia baca.
Metode pembelajaran merupakan cara untuk menyampaikan, menyajikan, memberi
latihan, dan memberi contoh pelajaran kepada siswa. Dengan demikian metode
dapat dikembangkan dari pengalaman, seseorang guru yang berpengalaman dia
dapat menyuguhkan materi kepada siswa, dan siswa mudah menyerapkan materi yang
disampaikan oleh seorang guru secara sempurna dengan memepergunakan metode yang
dikembangkan dengan dasar pengalamannya, metode-metode dapat dipergunakan
secara variatif, dalam arti kata tidak monoton dalam satu metode.
Dalam proses belajar mengajar, guru
dihadapkan untuk memilih metode-metode dari sekian banyak metode yang telah
ditemui para ahli sebelum ia menyampaikan materi pengajaran untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Namun dalam hal ini seorang guru tidak asal memilih metode
pembelajarannya tetapi harus memenuhi pertimbangan-pertimbangan diantaranya
harus memperhatikan tujuan pembelajaran, pengetahuan awal siswa, bidang
studi/pokok bahasan/aspek, alokasi waktu dan sarana penunjang, jumlah siswa
serta pengalaman dan kewibawaan pengajar (Yamin, 2006: 148).
Penentuan tujuan pembelajaran
merupakan syarat mutlak bagi guru dalam memilih metode yang akan digunakan di
dalam menyajikan materi pengajaran. Tujuan pembelajaran merupakan sasaran yang
hendak dicapai pada akhir pengajaran, serta kemampuan yang harus dimiliki
siswa. Sasaran tersebut dapat terwujud dengan menggunakan metode-metode
pembelajaran. Misalnya, seorang guru Olahraga & Kesehatan menetapkan tujuan
pembelajaran agar siswa dapat mendemonstrasikan cara menendang bola dengan baik
dan benar.
Pengetahuan awal dapat berasal dari
pokok bahasan yang akan diajarkan, jika siswa tidak memiliki prinsip, konsep
dan fakta atau memiliki pengalaman, maka kemungkinan besar mereka belum dapat
dipergunakan metode yang bersifat belajar mandiri, penampilan, latihan dengan
teman, sumbang saran, praktikum, bermain peran dan lain-lain. Untuk mengetahui
pengetahuan awal siswa biasanya guru dapat melakukan pretes tertulis maupun
tanya jawab diawal pelajaran. Begitu juga dengan bidang studi harus
diperhatikan. Program pendidikan akademik yang bidang studinya berkaitan dengan
keterampilan, maka metode yang akan digunakan lebih berorientasi pada
masing-masing ranah (kognitif, afektif dan psikomotorik) yang terdapat dalam
pokok bahasan. Misalnya pokok bahasan psikomotorik maka metode yang pergunakan
lebih cocok ke metode demonstrasi dan lain-lain.
Mengenai alokasi waktu dan sarana
penunjang juga merupakan pertimbangan dalam menentukan metode
pembelajaran karena apabila guru menggunakan metode yang kurang tepat maka
proses belajar mengajar akan menjadi terhambat. Selain itu hal terpenting
lainnya yang harus diperhatikan dalam menentukan suatu metode pengajaran adalah
jumlah siswa. Jumlah siswa ini sangat menentukan efektif atau tidaknya
proses pembelajaran di kelas. Apabila ukuran kelas besar dan jumlah siswa yang
banyak metode ceramah yang lebih efektif, di samping metode ceramah guru dapat
melaksanakan tanya jawab, dan diskusi.
Di bawah ini digambarkan
sinkronisasi antara metode dengan kemampuan yang akan dicapai berdasarkan
indikator yang telah dirancang atau disepakati oleh guru atau guru bersama
siswa. Nantinya diharapkan guru, pelatih dan instruktur dapat memilih metode
apa yang paling tepat dengan mempertimbangkan jumlah siswa, alat, fasilitas,
biaya, dan waktu.
No.
|
METODE
|
KEMAMPUAN
YANG AKAN DICAPAI BERDASARKAN INDIKATOR
|
1.
|
Ceramah
|
Menjelaskan
konsep/prinsip/prosedur.
|
2.
|
Demonstrasi
|
Menjelaskan
suatu ketrampilan berdasarkan standart prosedur tertentu.
|
3.
|
Tanya
jawab
|
Mendapatkan
umpan balik/partisipasi/menganalisis
|
4.
|
Penampilan
|
Melakukan
suatu ketrampilan.
|
5.
|
Diskusi
|
Menganalisis/memecahkan
masalah.
|
6.
|
Studi
Mandiri
|
Menjelaskan/menerapkan/menganalisis/mensintesis/
Mengevaluasi/melakukan
sesuatu baik yang bersifat kognitif maupun psikomotor
|
7.
|
Kegiatan
pembelajaran terprogram
|
Menjelaskan
konsep/prinsip/prosedur
|
8.
|
Latihan bersama
teman
|
Melakukan
sesuatu ketrampilan
|
9.
|
Simulasi
|
Menjelaskan/menerapkan/menganalisais
suatu konsep dan prinsip.
|
10.
|
Pemecahan
masalah
|
Menjelaskan/menerapkan/menganalisis
konsep/prosedur/prinsip tertentu
|
Seorang guru yang profesional akan
mampu menyesuaikan kondisi yang tepat pada saat kegiatan belajar mengajar
berlangsung. Mereka akan mampu menerapkan metode apa yang tepat untuk diberikan
kepada anak didiknya. Mereka yang profesional akan terlihat dari bagaimana cara
mereka menyajikan materi kepada para siswa. Jadi, melalui implementasi metode
pembelajaran ini dapat diketahui bagaimanakah guru yang profesional dalam hal
penguasaan cara mengajar.
D. Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru
Telah ditegaskan di muka betapa
pentingnya guru profesional dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Pertanyaannya sekarang adalah upaya-upaya apa yang dapat digunakan dalam rangka
meningkatkan profesionalisme? Atau apa yang dapat dilakukan dalam upaya membuat
guru menjadi berpengetahuan luas, memiliki kematangan yang tinggi, mampu
menggerakkan sendiri, memilki daya abstraksi dan komitmen yang tinggi, lebih
kreatif, dan mandiri?
Guru profesional seharusnya memiliki
empat kompetisi, yaitu kompetisi pedagogis, kognitif, personaliti dan sosial
(Riva, Dede M, 2007). Oleh karena itu, selain terampil mengajar, seorang guru
juga memiliki pengetahuan bijak dan dapat bersosialisasi dengan baik. Profesi
guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan
prinsip-prinsip profesional. Mereka harus (1) memiliki bakat, minat, panggilan
jiwa, dan idealisme, (2) memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan,
keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia, (3) memiliki kualifikasi akademik dan
latar pendidikan sesuai dengan bidang tugas, (4) memiliki kompetensi yang diperlukan
sesuai dengan bidang tugas, (5) memiliki tanggung jawab atas keprofesionalan,
(6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja, (7)
memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan
dengan belajar sepanjang hayat, (8) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan, (9) memilki organisasi profesi yang
mempunyai kewenangan yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas
keprofesionalan guru (Undang-Undang Dasar tentang Guru dan Dosen, 2006: 7).
Bila kita mencermati prinsip-prinsip
di atas, kondisi kerja pada dunia pendidikan di Indonesia masih memiliki titik
lemah pada hal-hal berikut (1) kualifikasi dan latar belakang tidak sesuai
dengan bidang tugas. Di lapangan banyak diantara guru mengajarkan mata
pelajaran yang tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikan dan latar belakang
pendidikan yang dimilikinya, (2) tidak memiliki kompetensi yang diperlukan
sesuai dengan bidang tugas. Guru profesional seharusnya memiliki empat kompetensi
yaitu kompetisi pedagogis, kognitif, personaliti dan sosial. Oleh karena itu,
selain terampil mengajar, seorang guru juga memiliki pengetahuan bijak dan
dapat bersosialisasi dengan baik, (3) Penghasilan tidak ditentukan sesuai
dengan prestasi kerja. Sementara ini guru berprestasi dan tidak berprestasi
mendapatkan penghasilan yang sama.
Memang benar sekarang terdapat
program sertifikasi, namun program tersebut tidak memberikan peluang kepada
seluruh guru. Sertifikasi hanya dapat diikuti oleh guru-guru yang ditunjuk
kepala sekolah yang akhirnya akan berpotensi subyektif, (4) kurangnya
kesempatan untuk mengembangkan profesi secara berkelanjutan. Banyak guru yang
terjebak pada rutinitas. Pihak berwenang pun tidak mendorong guru ke arah
pengembangan kompetensi diri dan karir. Hal itu dapat dilihat dengan munculnya
beasiswa yang diberikan kepada guru dan tidak adanya program kecerdasan guru,
misalnya dengan adanya tunjangan buku referensi, pelatihan berkala dan
sebagainya.
Profesionalisme dalam pendidikan
perlu dimaknai he does his job well artinya guru haruslah orang yang
mempunyai insting pendidik, paling tidak mengerti dan memahami peserta didik.
Guru harus menguasai secara mendalam minimal satu bidang keilmuan. Guru harus
memiliki sikap integritas profesional. Dengan integritas, barulah seorang guru
menjadi teladan. Menyadari banyaknya guru yang belum memenui kriteria
profesional, guru dan penanggung jawab pendidikan harus mengambil langkah
kongkrit.
Hal-hal yang dapat dilakukan
diantaranya (1) penyelenggaraan pelatihan. Dasar profesionalisme adalah
kompetensi, sementara itu, pengembangan kompetensi mutlak harus berkelanjutan,
caranya tiada lain dengan pelatihan, (2) pembinaan perilaku kerja. Studi-studi
psikologi sejak zaman Max Weber diawal abad ke 20 dan penelitian-penelitian
manajemen 20 tahun belakangan bermuara pada satu kesimpulan utama bahwa
keberhasilan pada berbagai wilayah kehidupan ternyata ditentukan oleh perilaku
manusia terutama perilaku kerja, (3) penciptaan waktu luang. Waktu luang sudah
lama menjadi sebuah bagian proses pembudidayaan.
Salah satu tujuan pendidikan adalah
menjadikan manusia makin menjadi “penganggur terhormat”, dalam arti semakin
memiliki banyak waktu luang untuk mempertajam intelektualitas ( mind)
dan kepribadian (personal), (4) peningkatan kesejahteraan. Agar seorang
guru bermartabat dan mampu membangun manusia muda dengan penuh percaya diri,
guru harus memiliki kesejahteraan yang cukup.
Menurut Supratno (2006: 10), untuk
lebih mendukung tercapainya peningkatan kemampuan profesionalisme guru,
pemerintah dalam hal ini Depdiknas senantiasa secara periodik memfasilitasi
kegiatan melalui:
- Peningkatan kualitas guru melalui penyelenggaraan
penyetaraan disetiap jenjang pendidikan.
- Peningkatan kemampuan profesionalisme guru melalui
kegiatan penataran/pelatihan bekerja sama dengan lembaga-lembaga penalaran
atau diklat.
- Memotifasi pengembangan kelompok kerja guru
melalui PKG, PSB SPKG, PPPG dan sebagainya.
- Penyesuaian penataan/ pemerataan jumlah
guru dalam berbagai jumlah studi/mata pelajaran guna memenui kebutuhan
kurikulum.
- Mensubsidi bantuan tenaga guru serta melakukan
pembinaan mutu guru pada setiap sekolah khususnya sekolah swasta.
- Melakukan pembinaan karir guru sesuai jabatan
fungsional guru.
- Secara periodik berusaha meningkatkan guru
melalui berbagai cara atau terobosan.
BAB III
KESIMPULAN
Profesionalisme guru sangat
diperlukan dalam peningkatan mutu pendidikan, karena guru merupakan salah satu
komponen yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Apabila tenaga pengajar
ini bisa dengan profesional melaksanakan tugasnya maka kualitas peserta didik
juga akan baik. Setiap guru harus mengetahui bagaimana guru dikatakan
profesional, sebab dengan pengetahuan tersebut guru bisa menyesuaikan keadaan
yang ada pada dirinya, dalam arti apabila guru tersebut merasa dirinya kurang
profesional maka diharapkan ia akan berusaha meningkatkan keprofesionalisme
dirinya.
Peningkatan profesionalisme guru ini
sangat penting demi terwujudnya sumber daya yang berkualitas yang dapat diandalkan.
Seorang guru yang professional dapat dilihat dari implementasinya dalam
menggunakan metode pembelajaran pada proses kegiata belajar mengajar.
Profesionalisme guru dapat ditingkatkan melalui berbagai upaya baik itu melalui
kegiatan seminar, pelatihan, adanya sertifikasi, melalui kegiatan penyuluhan
dan lain-lain.
Upaya-upaya peningkatan
profesionalitas guru harus dilakukan secara sistematis, dalam arti direncanakan
secara matang, dilaksanakan secara taat asas dan dievaluasi secara obyektif.
Seharusnya yang melakukan upaya peningkatan profesionalisme guru ini tidak
hanya para kepala sekolah maupun pemerintah tetapi yang paling menentukan yaitu
guru yang bersangkutan. Walaupun telah diikutkan pelatihan atau telah
disupervisi tanpa disertai kemauan dan kesadaran dari guru yang bersangkutan,
maka semua kegiatan yang dilakukan akan sia-sia.
DAFTAR
PUSTAKA
Bafadal,
Ibrahim. 2003. Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar. Jakarta:
Bumi Aksara.
Riva, Dede M. Oktober 2007. Upaya Meningkatkan
Profesionalisme Guru. (Online).
Soeryadi, DM. November, 2005. Profesionalisme Guru
Merupakan Pilar Utama dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Media, hlm 23-24.
Soetjipto dan Kosasi, Raflis. 2000. Profesi
Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.
Supratno, Haris. 2006. Peran Strategis LPTK dan
Sertifikasi. Media
Undang-Undang Dasar Nomor 14 Tahun 2005. Tentang
Guru dan Dosen. Bandung: Citra Umbara.
Yamin, Martinis. 2006. Sertifikasi Profesi Keguruan
di Indonesia. Jambi: Gaung Persada Press.
No comments:
Post a Comment