Anak-anak usia dini adalah manusia yang utuh
tapi belum sempurna secara mental dan pikirnya. Perasaan anak sudah ada sejak
lahir dan semakin tumbuh kembang semakin sempurna perasaan anak. Terkadang
orang tua meniadakan perasaan dan pikir anak ini sehingga menghambat komunikasi
anak terhadap orang tuanya. Kebutuhan dasar anak adalah didengarkan,
dimengerti, dihargai dan dipahami perasaannya. Sedang selama ini orang tua
banyak yang menganggap bahwa orang tualah yang harus didengar. Anak-anak
seringkali belum mampu mengatakan apa yang dirasakan dan diinginkan karena
keterbatasan kosa kata, maka anak lebih banyak menggunakan bahasa tubuh untuk
ekspresikan perasaan dan pikiranya. Misalnya anak mengatakan, “bu, aku benci
sama bu guru, karena tadi memarahi aku di depan kelas”. Kemudian ibunya
bisa dipastikan akan menjawab, “pasti kamu melakukan kesalahan makanya bu
guru marah sama kamu. Kalau kamu gak salah, gak mungkin bu guru tiba-tiba
memarahimu”. Ini adalah pikiran orang tua tanpa memahami perasaan anak
dibalik kata-kata benci.
Hambatan-hambatan komunikasi anak terhadap
orang tua maupun teman sejawatnya adalah sering orang tua tidak bisa membaca
bahasa tubuh anak-anak dan tidak bisa memahami perasaan anak serta 12 gaya
komunikasi populer yang dilakukan orang tua. Pemahaman perasaan anak ini kadang
memang susah diartikan, misalnya anak pulang dari sekolah sambil lesu dan
tegang. Sampai rumah langsung bilang “ulanganku jelek dan temen-temen
meledeki aku”. kadang orang tua hanya memandang saja dan bilang “gitu
saja lemes, makanya belajar”. atau anak kelihatan lemes dan tidak
bergairah, kadang orang tua hanya bilang “ tuh kan sudah dibilangi, jangan
lari-lari, sakitkan sekarang” . anak sebenarnya tidak butuh diingatkan atau
dimarahi seperti itu, tetapi butuh pelukan dan kasih sayang, butuh ditenangkan.
Orang tua seharusnya memahami bahasa tubuh anak sehingga bisa memahami perasaan
anak agar komunikasi antara anak dan orang tua bisa berjalan wajar dan ank
tidak terkendala dalam berkomunikasi.
Hambatan yang paling besar komunikasi anak
adalah 12 gaya populer orang tua dalam berkomunikasi. 12 gaya populer itu
adalah:
1.
Memerintah
Tujuan orang tua memerintah adalah orang tua
ingin mengendalikan masalah dengan cepat dan praktis. Pesan yang ditangkap anak
adalah mereka harus patuh, tidak boleh membantah dan anak tidak punya pilihan
lain. Dengan komunikasi model seperti ini anak jadi terbiasa tidak mau
berkomunikasi karena dalam dirinya ada anggapan bahwa berkomunikasipun akan
percuma karena tidak akan dindengar oleh orang tuanya. Misalnya, anak bilang “pak,
aku gak mau berangkat sekolah”. Kalau bapaknya menjawab “apa-apaan sih,
kenapa jadi malas begitu, pokoknya besok harus berangkat sekolah”. Untuk
membiasakan anak berkomunikasi seharusnya diajak dialog kenapa gak mau
berangkat sekolah.
2. Menyalahkan
Tujuan orang tua menyalahkan adalah orang tua
ingin menunjukan kesalahan anak sehingga tidak diulang kembali, tetapi pesan
yang ditangkap anak adalah anak merasa tidak pernah benar dan baik. Dengan
komunikasi seperti ini anak menjadi tidak mau berkomunikasi karena
berkomunikasi yang benar maupun baik tetap saja merasa tidak dianggap oleh
orang tuanya. Misalnya anak bilang kepada ibunya “bu, kakiku luka nih…sakit
sekali. Tadi habis jatuh..” Dan ibunya akan bilang “Nah, kan? Dari tadi
ibu bilang jangan lari-lari, makanya jatuh.. Ga pernah mau dengerin ibu sih”. Sejak
itu anak akan males kalau punya masalah bilang ke ibunya, karena kalau bilang
maka akan disalahkan.
3. Meremehkan
Tujuan orang tua meremehkan adalah menunjukan
ketidakmampuan anak dan merasa orang tua merasa lebih mampu, tetapi pesan yang
diterima oleh anak adalah anak merasa tidak berharga dan tidak mampu. Dengan
model komunikasi seperti ini anak tidak memiliki kepercayaan diri untuk
berkomunikasi, karena baru mau berkomunikasi sudah dianggap tidak mampu.
Misalnya, anak bilang “pak, aku gak bisa mewarnai gambar ini”, kalau
bapaknya menjawab, “masa mewarnai seperti ini saja tidak bisa, bisanya apa
dong?”. Kalau terjadi seperti itu maka anak punya kecenderung males
berkomunikasi dengan ayahnya, karena dia tidak mau diremehkan lagi.
4. Membandingkan
Tujuan orang tua membandingkan ini adalah
orang tua ingin memberi motivasi dengan memberi contoh orang lain, tetapi pesan
yang diterima anak adalah anak merasa tidak disayang, pilih kasih dan merasa
dirinya selalu jelek. Dengan model komunikasi seperti ini anak merasa tidak
berharga dan rasa percaya dirinya menjadi rendah. Misalnya, anak bilang “aku
mau digosoki gigi sama ibu”. Kalau ibunya menjawab “iih.. masa sudah
besar masih dibantu,...lihat adikmu sudah bisa gosok gigi sendiri”. kalau
terjadi seperti ini maka anak akan males untuk berkomunikasi dengan ibunya
karena merasa tidak berharga dan bodoh dibandingkan dengan adiknya.
5. Mencap
Tujuan orang tua mencap adalah ingin memberi
tahu kekurangan anak, tetapi pesan yang diterima oleh anak adalah merasa anak
yang seperti itu dan merasa tidak berdaya. Misalnya Anak bilang: “bapak..
gendong pak…aku ga mau jalan..dengkulku sakit nih”. Kalau bapaknya menjawab
“Kamu ini memang anak cengeng, begini saja minta gendong. Jalan sendiri..!”.
Kalau komunikasi model ini diterapkan maka anak akan tidak mau
berkomunikasi dengan bapaknya, karena kalau berkomunikasi akan dicap sebagai
anak yang tidak mampu dan tidak berharga.
6. Mengancam
Tujuan orang tua mengancam adalah agar anak
patuh dan menurut dengan proses yang cepat, tetapi pesan yang diterima oleh
anak adalah anak merasa cemas dan mengalami ketakutan. Dengan model komunikasi
seperti ini anak merasa takut untuk berkomunikasi dengan orang tuanya.
Misalnya, anak bilang “ibu, tungguin....bantuin aku pakai sepatu”. Kalau
ibunya menjawab “Pakai sendiri ah. Cepetan, ntar ibu tinggal lo..Biar kamu
pulang sendiri”. kalau komunikasi seperti ini terjadi berulang kali maka
anak tidak mau berkomunikasi dengan ibunya, karena kalau mau berkomunikasi maka
anak akan dimarahi dan terancam.
7. Menasehati
Tujuan orang tua menasehati adalah agar anak
tahu mana yang baik dan mana yang buruk, tetapi pesan yang diterima oleh anak
adalah orang tuanya terlalu bawel, sok tahu dan membosankan. Model komunikasi
seperti ini membuat anak merasa bodoh dan tidak tahu apa-apa dibandingkan
dengan orang tuanya. Misalnya, anak bilang “bu, tadi Rahma ngetawain aku”. Kalau
ibunya menjawab “Makanya kamu jangan suka ngetawain orang, kalau dibalas
begitu baru tahu rasanya kan? Lain kali sama teman yang baik, jangan maumu
sendiri”. kalau kaomunikasi model seperti ini terjadi berulang kali, maka
anak akan merasa jemu berkomunikasi dengan orang tuanya.
8. Membohongi
Tujuan orang tua membohongi adalah agar
urusan menjadi gampang dan mudah serta anak tidak bertanya-tanya lagi, tetapi
pesan yang diterima oleh anak adalah semua orang dewasa tidak dapat dipercaya
dan suka bohong. Komunikasi model seperti ini juga menciptakan anak suka
berbohong, karena melihat orang tuanya. Misalnya, anak bertanya pada bapaknya,
“bapak, kenapa sih bulannya cuma kelihatan setengah”, kalau bapaknya
menjawab, “iya, kan yang setengah dimakan raksasa”. Kalau anak
mengetahui yang sebenarnya, maka anak akan males untuk berkomunikasi dengan
bapaknya, karena menganggap bapaknya suka berbohong.
9. Menghibur
Tujuan orang tua menghibur adalah agar anak
tidak sedih atau kecewa, sehingga anak jadi senang dan tidak larut dalam
kesedihan, tetapi pesan yang diterima oleh anak adalah anak tidak suka dihibur,
karena kemarahan anak pada teman sejawat atau pada orang tua itu bersifat
spontan dan cepat hilang. Jadi hiburan terhadap anak sebenarnya sangat tidak
diperlukan. Misalnya anak bilang ke bapaknya, “pak, aku ngga mau temenan
sama ruri..dia suka nakalin aku...”. kalau bapaknya menjawab “ya
sudah....berteman sama yang lain saja, kan masih banyak temen yang lain”. Sebenarnya
anak tidak butuh dihibur seperti itu karena anak hanya mengekspresikan rasa
ketidak senangannya pada saat itu juga, tetapi besoknya pasti pasti berteman
juga sama temannya itu.
10. Mengkritik
Tujuan orang tua menghibur adalah agar
anaknya memperbaiki kesalahan dan meningkatkan kemampuan anak tersebut, namun
pesan yang diterima anak adalah diri anak akan selalu merasa kurang dan salah.
Pada dasarnya anak tidak suka dikritik karena akan kehilangan motivasi dan
percaya diri. Misalnya anak bertanya pada bapaknya “bapak, nih aku sudah
selesai mewarnai”. Kalau bapaknya mengkritik dan menjawab “ masak begini
dibilang selesai, coba lihat masih banyak yang belum diwarnai”. Kritikan
terhadap anak kadang membuat anak males untuk berkomunikasi dengan orang tua,
karena kalu berkomunikasi takut untuk dikritik.
11. Menyindir
Tujuan orang tua menghibur adalah memotivasi,
mengingatkan agar tidak selalu melakukan kesalahan dengan cara menyatakan yng
sebaliknya, namun pesan yang diterima anak adalah hal itu sangat menyakitkan
hati dan perasaan anak. Misalnya anak bilang “aku gak mau minum vitaminnya,
rasanya ga enak”, kalau bapaknya menjawab “ooo, kakak suka ya kalau sakit...vitamin
kan membuat badan jadi ga gampang sakit...kalau gak mau berarti kakak emang
seneng sakit ya”. Sindiran akan membuat anak males untuk berkomunikasi
dengan orang tuanya karena anak merasa sakit hati dan merasa lemah.
12. Menganalisa
Tujuan orang tua menganalisa adalah orang tua
mencari penyebab sisi positif dan negatif anak atau kesalahan anak dan berupaya
mencegah agar tidak melakukan kesalahn yang sama lagi, namun pesan yang
diterima anak adalah menganggap orang tua sok pintar dan sok tahu perasaan
anak. Misalnya anak bilang ke bapaknya “bapak, aku gak mau belajar sepeda
lagi”. Ketika bapaknya menjawab “itu karena cara belajarmu yang salah,
mestinya tanganmu jangan kaku dan pandangan harus ke depan, kamu kan selalu
melihat ke bawah, terus rambutmu itu mestinya dikuncir biar kamu bisa leluasa
bergerak gak bingung aja sama rambut”. Orang tua punya kecenderung untuk
mengukur kemampuan anak itu sama dengan kemampuannya. Kalau komunikasi semacam
ini terus menerus dilakukan, maka anak akan males untuk berkomunikasi dengan
orang tuanya, karena anak menganggap orang tuanya tidak tahu perasaan dan usaha
anak.
Dari pemahaman 12 gaya pengasuhan yang
populer ini, maka orang tua merasakan betapa pentingnya memahami bahasa tubuh
anak, jadi orang tua bisa menebak suasana hati anak. Kalaupun salah menebaknya,
anak akan memberikan petunjuk sampai kita bisa tahu apa yang sebenarnya
dirasakan anak dan anak sendiri akhirnya mengenali perasaan apa yang dia rasakan.
No comments:
Post a Comment