Tahun 1487, Bartolomeus Dias mengitari Tanjung Harapan dan
memasuki perairan Samudra Hindia. Selanjutnya pada tahun 1498, Vasco da Gama
sampai di India. Namun, orang-orang Portugis ini segera mengetahui bahwa
barang-barang dagangan yang hendak mereka jual tidak dapat bersaing di pasaran
India yang canggih dengan barang-barang yang mengalir melalui jaringan
perdagangan Asia. Karena itu, mereka sadar harus melakukan peperangan di laut
untuk mengukuhkan diri.
Alfonso de Albuquerque merupakan panglima angkatan laut
terbesar pada masa itu. Pada tahun 1503 Albuquerque berangkat menuju India, dan
pada tahun 1510, dia menaklukan Goa di Pantai Barat yang kemudian menjadi
pangkalan tetap Portugis. Pada waktu itu telah dibangun pangkalan-pangkalan di
tempat-tempat yang agak ke barat, yaitu di Ormuzdan Sokotra. Rencananya ialah
untuk mendominasi perdagangan laut di Asia dengan cara membangun pangkalan
tetap di tempat-tempat krusial yang dapat digunakan untuk mengarahkan teknologi
militer Portugis yang tinggi. Pada tahun 1510, setelah mengalami banyak
pertempuran, penderitaan, dan kekacauan internal, tampaknya Portugis hampir
mencapai tujuannya. Sasaran yang paling penting adalah menyerang ujung timur
perdagangan Asia di Maluku.
Setelah mendengar laporan-laporan pertama dari para pedagang
Asia mengenai kekayaan Malaka yang sangat besar, Raja Portugis mengutus Diogo
Lopez de Sequiera untuk menekan Malaka, menjalin hubungan persahabatan dengan
penguasanya, dan menetap disana sebagai wakil Portugis di sebelah timur India.
Tugas Sequiera tersebut tidak mungkin terlaksana seluruhnya saat dia tiba di
Maluku pada tahun 1509. Pada mulanya dia disambut dengan baik oleh Sultan
Mahmud Syah (1488-1528), tetapi kemudian komunitas dagang internasional yang
ada di kota itu meyakinkan Mahmud bahwa Portugis merupakan ancaman besar
baginya. Akhirnya, Sultan Mahmud melawan Sequiera, menawan beberapa orang anak
buahnya, dan membunuh beberapa yang lain. Ia juga mencoba menyerang empat kapal
Portugis, tetapi keempat kapal tersebut berhasil berlayar ke laut lepas.
Seperti yang telah terjadi di tempat-tempat yang lebih ke barat, tampak jelas
bahwa penaklukan adalah satu-satunya cara yang tersedia bagi Portugis untuk
memperkokoh diri.
Gambar: Alfonso de Albuquerque
Pada bulan April 1511, Albuquerque melakukan pelayaran dari
Goa menuju Malaka dengan kekuatan kira-kira 1200 orang dan 17 buah kapal. Peperangan
pecah segera setelah kedatangannya dan berlangsung terus secara sporadis
sepanjang bulan Juli hingga awal Agustus. Pihak Malaka terhambat oleh
pertikaian antara Sultan Mahmud dan putranya, Sultan Ahmad yang baru saja
diserahi kekuasaan atas negara namun dibunuh atas perintah ayahnya.
Malaka akhirnya berhasil ditaklukan oleh Portugis.
Albuquerque menetap di Malaka sampai bulan November 1511, dan selama itu dia
mempersiapkan pertahanan Malaka untuk menahan setiap serangan balasan
orang-orang Melayu. Dia juga memerintahkan kapal-kapal yang pertama untuk
mencari Kepulauan Rempah. Sesudah itu dia berangkat ke India dengan kapal
besar, dia berhasil meloloskan diri ketika kapal itu karam di lepas pantai
Sumatera beserta semua barang rampasan yang dijarah di Malaka.
Setelah satu kapal layar lagi tenggelam, sisa armada itu
tiba di Ternate pada tahun itu juga. Dengan susah payah, ekspedisi pertama itu
tiba di Ternate dan berhasil mengadakan hubungan dengan Sultan Aby Lais. Sultan
Ternate itu berjanji akan menyediakan cengkeh bagi Portugis setiap tahun dengan
syarat dibangunnya sebuah benteng di pulau Ternate.
Hubungan dagang yang tetap dirintis oleh Antonio de Abrito.
Hubungannya dengan Sultan Ternate yang masih anak-anak, Kacili Abu Hayat, dan
pengasuhnya yaitu Kacili Darwis berlangsung sangat baik. Pihak Ternate tanpa
ragu mengizinkan De Brito membangun benteng pertama Portugis di Pulau Ternate
(Sao Joao Bautista atau Nossa Seighora de Rossario) pada tahun 1522. Penduduk
Ternate menggunakan istilah Kastela untuk benteng itu, bahkan kemudian benteng
itu lebih dikenal dengan nama benteng Gamalama. Sejak tahun 1522 hingga tahun
1570 terjalin suatu hubungan dagang (cengkih) antara Portugis dan Ternate.
Portugis yang sedang menguasai Malaka, terbukti bahwa mereka
tidak menguasai perdagangan Asia yang berpusat disana. Portugis tidak pernah
dapat mencukupi kebutuhannya sendiri dan sangat tergantung kepada para pemasok
bahan makanan dari Asia seperti halnya para penguasa Melayu sebelum mereka di
Malaka. Mereka kekurangan dana dan sumber daya manusia. Organisasi mereka
ditandai dengan perintah-perintah yang saling tumpang tindih dan membingungkan,
ketidakefisienan, dan korupsi. Bahkan gubernur-gubernur mereka di Malaka turut
berdagang demi keuntungan pribadi di pelabuhan Malaya, Johor, pajak dan harga
barang-barangnya lebih rendah, dan hal tersebut telah merusak monopoli yang
seharusnya mereka jaga. Para pedagang Asia mengalihkan sebagian besar
perdagangan mereka ke pelabuhan-pelabuhan lain dan menghindari monopoli
Portugis yang mudah.
Begitu cepat Portugis tidak lagi menjadi suatu kekuatan yang
revolusioner. Keunggulan teknologi mereka yang terdiri atas teknik-teknik
pelayaran dan militer berhasil dipelajari dengan cepat oleh saingan-saingan
mereka dari Indonesia. Seperti meriam Portugis yang dengan cepat berhasil
direbut oleh orang-orang Indonesia. Portugis menjadi suatu bagian dari jaringan
konflik di selat Malaka, dimana Johor dan Aceh berlomba-lomba untuk saling
mengalahkan Portugis agar bisa menguasai Malaka.
Kota Malaka mulai sekarat sebagai pelabuhan dagang selama
berada dibawah cengkeraman Portugis. Mereka tidak pernah berhasil memonopoli
perdagangan Asia. Portugis hanya mempunyai sedikit pengaruh terhadap kebudayaan
orang-orang Indonesia yang tinggal di nusantara bagian barat, dan segera
menjadi bagian yang aneh di dalam lingkungan Indonesia. Portugis telah
mengacaukan secara mendasar organisasi sistem perdagangan Asia. Tidak ada lagi
satu pelabuhan pusat dimana kekayaan Asia dapat saling dipertukarkan, tidak ada
lagi negara Malaya yang menjaga ketertiban selat Malaka dan membuatnya aman
bagi lalu lintas perdagangan. Sebaliknya komunitas dagang telah menyebar ke
beberapa pelabuhan dan pertempuran sengit meletus di Selat.
Segera setelah Malaka ditaklukan, dikirimlah misi
penyelidikan yang pertama ke arah timur dibawah pimpinan Francisco Serrao. Pada
tahun 1512, kapalnya mengalami kerusakan, tetapi dia berhasil mencapai Hitu
(Ambon sebelah utara). Disana dia mempertunjukkan keterampilan perang melawan
suatu pasukan penyerang yang membuat dirinya disukai oleh penguasa setempat.
Hal ini mendorong kedua penguasa setempat yang bersaing (Ternate dan Tidore)
untuk menjajaki kemungkinan memperoleh bantuan Portugis. Portugis disambut baik
di daerah itu karena mereka juga dapat membawa bahan pangan dan membeli
rempah-rempah. Akan tetapi perdagangan Asia segera bangkit kembali, sehingga
Portugis tidak pernah dapat melakukan suatu monopoli yang efektif dalam
perdagangan rempah-rempah.
Sultan Ternate, Abu Lais (1522) membujuk orang Portugis
untuk mendukungnya dan pada tahun 1522, mereka mulai membangun sebuah benteng
disana. Sultan Mansur dari Tidore mengambil keuntungan dari kedatangan
sisa-sisa ekspedisi pelayaran keliling dunia Magellan di tahun 1521 untuk
membentuk suatu persekutuan dengan bangsa Spanyol yang tidak memberikan banyak
hasil dalam periode ini.
Hubungan Ternate dan Portugis berubah menjadi tegang karena
upaya yang lemah Portugis melakukan kristenisasi dan karena perilaku
orang-orang Portugis yang tidak sopan. Pada tahun 1535, orang-orang Portugis di
Ternate menurunkan Raja Tabariji (1523-1535) dari singgasananya dan mengirimnya
ke Goa yang dikuasai Portugis. Disana dia masuk Kristen dan memakai nama Dom
Manuel, dan setelah dinyatakan tidak terbukti melakukan hal-hal yang dituduhkan
kepadanya, dia dikirim kembali ke Ternate untuk menduduki singgasananya lagi.
Akan tetapi dalam perjalanannya dia wafat di Malaka pada tahun 1545. Namun
sebelum wafat, dia menyerahkan Pulau Ambon kepada orang Portugis yang menjadi
ayah baptisnya, Jordao de Freitas.
Akhirnya orang-orang Portugis yang membunuh Sultan Ternate,
Hairun (1535-1570) pada tahun 1570, diusir dari Ternate pada tahun 1575 setelah
terjadi pengepungan selama 5 tahun. Mereka kemudian pindah ke Tidore dan
membangun benteng baru pada tahun 1578. Akan tetapi Ambon-lah yang kemudian
menjadi pusat utama kegiatan-kegiatan Portugis di Maluku sesudah itu. Ternate
sementara itu menjadi sebuah negara yang gigih menganut Islam dan anti Portugis
dibawah pemerintahan Sultan Baabullah (1570-1583) dan putranya Sultan Said
ad-Din Berkat Syah (1584-1606).
Pada waktu itu juga Portugis terlibat perang di Solor. Pada
tahun 1562, para pendeta Dominik membangun benteng dari batang kelapa disana.
Pada tahun berikutnnya dibakar para penyerang beragama Islam dari Jawa. Namun
orang-orang Dominik tetap bertahan dan segera membangun ulang benteng dari
bahan yang lebih kuat dan mulai melakukan kristenisasi pada penduduk lokal.
Pada tahun sesudahnya, muncul serangan-serangan dari Jawa.
Masyarakat Solor sendiri pun tidak secara keseluruhan senang terhadap
orang-orang Portugis dan agama mereka, sehingga seringkali muncul perlawanan.
Pada tahun 1598-1599, pemberontakan besar-besaran dari orang Solor memaksa
pihak Portugis mengirimkan sebuah armada yang terdiri dari 90 kapal untuk
menundukkan para pemberontak itu. Namun Portugis tetap menduduki
benteng-benteng mereka di Solor sampai diusir oleh Belanda pada tahun 1613 dan
setelah itu Portugis melakukan pendudukan kembali pada tahun 1636.
Diantara para petualang Portugis tersebut ada seorang Eropa
yang tugasnya memprakarsai suatu perubahan yang tetap di Indonesia Timur. Orang
ini bernama Francis Xavier (1506-1552) dan Santo Ignaius Loyola yang mendirikan
orde Jesuit. Pada tahun 1546-1547, Xavier bekerja di tengah-tengah orang Ambon,
Ternate, dan Moro untuk meletakkan dasar-dasar bagi suatu misi yang tetap
disana. Pada tahun 1560-an terdapat sekitar 10.000 orang katolik di wilayah itu
dan pada tahun 1590-an terdapat 50.000-an orang. Orang-orang Dominik juga cukup
sukses mengkristenkan Solor. Pada tahun 1590-an orang-orang Portugis dan
penduduk lokal yang beragama Kristen di sana diperkirakan mencapai 25.000
orang.
No comments:
Post a Comment