New Zealand (Selandia Baru) merupakan
sebuah Negara kepulauan di sebelah barat daya Samudera Pasifik dan di Tenggara Australia
yang terdiri dari dua pulau besar yaitu Pulau Utara dan Pulau Selatan serta
beberapa pulau kecil lainnnya dan menjadi wilayah Persemakmuran Britania.
Dulunya Selandia Baru adalah kepulauan yang tidak berpenghuni dan terisolasi
selama 80 miliar tahun. Dipercaya bangsa Polinesialah yang pertama kali
menemukan kepulauan ini pada tahun 800an M hingga kemudian mereka dinamakan
bangsa Maori. Nama Selandia Baru diberikan oleh Abel Janszoon Tasman pada tahun
1642. Pada tahun 1768 banyak bangsa Eropa yang mendatangi Selandia Baru baik
yang mendatangi Selandia Baru, baik untuk berdagang, menyebarkan agama atau sekedar
untuk singgah.
Bukti arkeologis menunjukkan bahwa
suku Maori bermigrasi ke New Zealand sekitar 1200 M dari Cook Island, Society
Island dan Marquesas Island yang terletak di Samudera Pasifik. Tidak diketahui
dengan jelas mengapa suku Maori bermigrasi ke New Zealand dan tidak ke
pulau-pulau lain.
Menurut legenda atau mitos setempat
nenek moyang suku Maori yang berasal dari suatu wilayah di Polynesia memutuskan
untuk berlayar untuk bermigrasi dengan kano, sejenis perahu kecil agak langsing
yang memuat 2-3 orang. Penduduk pertama yang menghuni New Zealand kala itu,
memenuhi kebutuhan pangan dengan berburu sepanjang garis pantai untuk
mendapatkan daging dari mamalia laut. Selain itu mereka juga membuka hutan di sekitar
hunian mereka dan mengumpulkan kayu untuk memasak.
Sebelum kedatangan bangsa-bangsa
Eropa pada akhir abad ke 18, suku Maori telah menetap dengan permanen di daerah
New Zealand dan membangun budaya khas mereka sendiri. Perekonomian mereka
berbeda dari satu region ke region lainnya. Pada wilayah North Island, yang
memiliki tanah lebih subur dibanding di wilayah lain, pertanian kentang atau
dikenal dengan kumara dalam bahasa lokal menjadi sumber bahan makanan utama
mereka. Sedangkan di wilayah dekat pantai, tentu saja ikan menjadi sumber makanan
keseharian mereka.
Budaya rumah tangga yang dimiliki
oleh komunitas suku Maori cukup teratur. Lelaki bertugas untuk berburu dan
membajak sawah sedangkan wanitanya menyingai rerumputan, menjahit dan memasak
untuk kebutuhan primer sehari-hari. Pembagian status sosial juga terlihat dalam
komunitas suku Maori. Aktivitas-aktivitas sebagai contoh, bercocok tanam,
memanen hasil pertanian, dan lain-lain dilakukan menurut kemampuan
masing-masing individunya. Setiap individu minimal memiliki keahlian di bidang
seni seperti pembuat puisi atau pujangga, pembuat tato dan carving.
Suku Maori tinggal di sebuah desa
yang dilindungi seperti sebuah benteng kecil. Orang-orang dibagi menjadi
beberapa suku kecil atau iwi, tergantung nenek moyangnya masing-masing. Setiap
suku kecil memiliki beberapa dan atau hapu dalam bahasa setempat. Tentunya anak
laki-laki pertama mendapat perhatian dan kehormatan lebih lama dan karena akan
menjadi pemimpin tertinggi suku atau dikenal dengan sebutan ariki.
Suku Maori percaya sama seperti halnya
bangsa Polinesia, termasuk adanya konsep tapu (Larangan), mana (penghargaan
individual), mauri (daya hidup), utu (hari pembalasan), dan makutu (sihir).
Suku maori percaya pada banyak dewa hutan, atau Tangaroa, dewa laut bangsa
polinesia. Sedangkan dewa tertingginya adalah Io. Suku Maori percaya betul
adanya atau yaitu roh yang akan menghukum bagi siapa saja yang berbuat jahat
atau melanggar aturan.
Kebudayan Maori adalah termasuk
salah satu yang kaya dan beragam, dari tradisional hingga kontemporer. Seni
tradisional seperti mengukir, menenun, kappa haka (kinerja kelompok),
whaikorero (pidato), dan moko (tato), yang dipraktekkan di seluruh negeri.
Praktis mengikuti jejak dari tipuna (nenek moyang) mereka, meniru teknik yang
digunakan ratusan tahun lalu, namun juga mengembangkan teknik-teknik baru dan
bentuk yang menarik. Hari ini budaya Maori juga termasuk seni, film, televisi,
puisi, teater dan hip-hop (spoller-ukiran).
Maori adalah budaya lisan yang kaya
dengan cerita dan legenda. Kisah penciptaan Maori menggambarkan dunia yang
dibentuk oleh pemisahan Ranginul (Dewa Langit) dan Papatuanuku (Dewi Bumi) oleh
anak-anak mereka. Banyak ukiran Maori dan karya seni grafis menggambarkan
perjuangan ini.
Penciptaan Selandia Baru dijelaskan oleh legenda Maui, dewa ini
mengelola, antara lain untuk memanfaatkan matahari untuk membuat hari lebih
lama lagi. Namun, klaim yang terbesar untuk ketenaran adalah memancing sebuah
pulau di utara, seperti digambarkan sebagai sebuah Ika Te Maui (ikan Maui).
Jika melihat dari peta udara, pulau Utara (Selandia Baru) sangat menyerupai
seekor ikan. Maori percaya bagian utara dari pulau tersebut adalah bagian ekor
ikan dan Welington Harbour adalah mulutnya. Maori menggambarkan Pulau Selatan
sebagai Waka Maui’s (sampan) dan Stewart Island (Rakiura) sebagai punganya
(jangkar).
Bahasa yang digunakan oleh Suku
Maori adalah bahasa Maori (atau Bahasa Maori dalam bahasa ini sendiri: Te Reo
Maori). Bagian dari rumpun bahasa Polinesia, bahasa ini memiliki hubungan erat
dengan bahasa Rarotonga (Kepulauan Cook) dan Tahiti, hubungan sedikit lebih
jauh dengan bahasa Hawaii dan lebih jauh lagi dengan bahasa Samoa dan Tonga.
Pada dasarnya Bahasa Maori hanya
digunakan di Selandia Baru. Penggunanya mencapai 100.000 orang hampir semuanya
keturunan Maori. Perkiraan jumlah pembicaraanya bervariasi: sensus penduduk
tahun 1996 mencatat ada 10.000 orang, sementara perkiraan lain menyebutkan jumlah
yang lebih rendah hingga hanya 50.000. Tingkat kemahiran orang-orang yang
mengaku bisa berbahasa Maori tidak diketahui orang yang hanya bisa berbahasa
Maori. Kemungkinan sedikit sekali jumlahnya, berkisar belasan orang. Tetapi,
cukup banyak orang yang belajar bahasa Maori lebih dahulu sebelum bahasa
Inggris, karena bahasa Maori bertahan sebagai bahasa komunitas di beberapa
pemukiman terpencil di daerah Nothland, Uruwera dan East Cape. Bahasa Maori
dapat dikatakan berhenti menjadi bahasa yang hidup di masyarakat sejak zaman
pasca perang, ketika terjadi urbanisasi besar-besaran populasi Maori ke
kota-kota.
Sejak datangnya bangsa Maori ke
Selandia Baru hingga sebelum masa kolonialisasi oleh Kerajaan Inggris, bahasa
Maori adalah bahasa yang dominan di wilayah tersebut. Mulai tahun 1860-an,
bahasa Maori mulai terdesak oleh bahasa Inggris, yang dibawa oleh pemukim dari Inggris
yang mencakup misionaris, pencari emas dan pedagang. Di akhir abad ke-19, sistem
pendidikan Inggris mulai diperkenalkan bagi seluruh penduduk Selandia Baru dan
dari tahun 1880-an penggunaan bahasa Maori di sekolah dilarang. Semakin banyak
orang Maori yang belajar bahasa Inggris karena keharusan dan karena prestise
dan kesempatan yang didapatkan dari kemampuan berbahasa Inggris. Namun
demikian, sampai masa Perang Dunia II, banyak orang Maori masih menggunakan
bahasa Maori sebagai bahasa ibu. Pada zaman itu, Bahasa Maori digunakan saat
beribadah di gereja, di rumah untuk pertemuan-pertemuan politik dan banyak
Koran diterbitkan dalam bahasa ini.
Bahkan hingga tahun 1930-an anggota
parlemen dari kalangan Maori dirugikan karena hingga zaman itu, semua pertemuan
di parlemen Selandia Baru hanya menggunakan bahasa Inggris. Dalam periode ini, jumlah
pembicara bahasa Maori menurun drastis hingga pada tahun 1980an kurang dari 20%
dari orang Maori bisa berbahasa Maori dengan cukup baik seperti layaknya sebagai
bahasa ibu. Bahkan dari jumlah tersebut, banyak yang tidak menggunakan bahasa
Maori di rumahnya lagi.
Mulai tahun 1980an para pemimpin
bangsa Maori mulai menyadari bahwa hilangnya bahasa mereka, yang dapat
berakibat buruk pada identitas budaya bangsa Maori. Kebudayaan Maori yang mulai
pupus dicoba diangkat melalui program-program yang salah satu bagian
utamanya adalah program penghidupan
kembali bahasa Maori. Program-program tersebut antara lain gerakan Kohanga Reo
yang mengajarkan bahasa Maori seak dini hingga usia sekolah. Program ini
kemudian diikuti dengan pendirian Kura Kaupapa, sekolah dasar dalam bahasa
Maori.
Tidak ada system tulisan asli bahasa
Maori. Para Misionaris yang pertama kali mencoba menuliskan bahasa ini
menggunakan alphabet latin sejak 1814. Pada tahun 1820 Profesor Samual Lee dari
Universitas Cambridge bekerja sama dengan seorang kepala suku bernama Hongi
Hika dan saudara mudanya Waikato untuk membuat sistem tulisan Maori secara
sistematis. Usaha mereka mengunakan ejaan fonetis berhasil dengan sukses, dan
bahasa tulis Maori tidak banyak berubah sejak saat itu.
Perubahan kecil yang dibuat kemudian hanyalah pembedaan tulisan untuk
bunyi w dan wh serta penambahan macron di akhir abad ke-19, walaupun penggunaan
macron secara umum baru mulai terbiasakan pada abad ke -20. Melek huruf menjadi
konsep baru yang menarik yang disambut gembira oleh bangsa Maori. Para
Misionaris melaporkan bahwa di tahun 1820-an orang Maori di seantero negeri
saling mengajarkan baca tulis satu sama lain, menggunakan peralatan seadanya seperti
daun dan arang, pahatan kayu, dan kulit binatang bila kertas tidak tersedia.
No comments:
Post a Comment