Tatkala orang mendesain pendidikan,
maka ia harus memulainya dengan merumuskan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan
pendidikan pada dasarnya ditentukan oleh pandangan hidup (way of life)
orang yang mendesain pendidikan itu. Program pendidikan 100% ditentukan oleh
rumusan tujuan.
Manusia Terbaik Sebagai Tujuan Pendidikan
Tujuan
pendidikan sama dengan tujuan manusia. Manusia menginginkan semua manusia,
termasuk anak keturunannya, menjadi manusia yang baik. Sampai di sini tidaklah
ada perbedaan antara seseorang dengan orang lain. Perbedaan akan muncul tatkala
merumuskan ciri-ciri manusia yang baik itu.
Kualitas baik seseorang
ditentukan oleh pandangan hidupnya. Bila pandangan hidupnya berupa agama, maka
manusia yang baik adalah manusia yang baik menurut agamanya. Bila pandangan
hidupnya sesuatu mazhab filsafat, maka manusia yang baik itu adalah manusia
yang baik menurut filsafatnya itu. Bila pandangan hidupnya berupa warisan nilai
dari nenek moyang, maka manusia yang baik itu adalah manusia yang baik menurut
pandangan nenek moyangnya itu.
Dari sinilah muncul
perbedaan-perbedaan tentang tujuan pendidikan. Tatkala membuat rumusan
terjadilah “perdebatan” berkepanjangan. Penganut agama menginginkan tujuan
pendidikan negara dirumuskan berdasarkan agamanya; orang filsafat menginginkan
tujuan pendidikan negara ditentukan oleh ajaran filsafatnya; penganut warisan
nenek moyang demikian juga.
Dari rumusan ini akan muncul tujuan
pendidikan menurut masing-masing negara. Katakanlah ada satu rumusan tujuan
pendidikan dalam satu negara. Apakah itu merupakan jaminan dalam negara itu
tidak ada orang yang menginginkan rumusan yang lain? Tentu ada, karena filsafat
negara belum tentu diyakini oleh semua warga negara. Gejala ini jelas kelihatan
tatkala wakil-wakil rakyat negara itu merumuskan tujuan pendidikan negaranya.
Akhirnya apa yang terjadi? Yang terjadi ialah rumusan tujuan pendidikan negara
ditetapkan dengan voting wakil rakyat. Ini berarti rumusan itu tidak
benar-benar disepakati oleh seluruh warga negara.
Menghadapi perbedaan-perbedaan
pendapat itu kita harus mengambil sikap demokratis. Artinya, biarkan rumusan
itu, dukung pelaksanaan rumusan itu, demi beroperasinya negara, dengan syarat
rumusan itu tidak menyimpang jauh sehingga mengancam keberlangsungan negara
tersebut
Karakteristik Lulusan Yang Diharapkan
Cirinya cukup dua saja yaitu (1)
mampu hidup tenang dan (2) produktif dalam kehidupan bersama.
Cukup dua ciri itu saja: hidup tenang dan produktif. Jika dirinci lebih jauh
maka kita akan memiliki tiga ciri saja sebagai berikut ini.
Pertama, badan sehat serta
kuat. Sehat ialah tidak sakit, jelasnya tidak penyakitan. Ini diperlukan agar
tenang dan mampu produktif. Kuat ialah kemampuan otot dan non-otot dalam
menyelesaikan pekerjaan. Ini penting agar dapat berproduksi maksimal. Kedua,
otaknya cerdas serta pandai. Cerdas artinya pinter. Cirinya yang paling
mudah dikenali ialah ia mampu menyelesaikan masalah secara cepat dan tepat;
juga salah satu ciri orang pinter ialah ia jarang memerintah atau menyuruh
orang lain. Ukuran yang biasa digunakan ialah intelligence quotient (IQ). IQ
tidak dapat ditingkatkan, tetapi dapat dilatih agar aktual efektif. Tugas
pendidikan ialah melatihnya.
Ketiga, lulusan mesti beriman
kuat. Sulit dibayangkan seseorang akan mudah hidup tenang bila ia tidak
beriman. Mungkin saja banyak kesulitan yang dihadapinya tidak mengganggunya
bila masalah itu dapat ia rasionalkan, dapat diselesaikan dengan IQ-nya yang
tinggi. Tetapi akan banyak masalah yang pasti ia tidak akan mampu
merasionalkannya. Pada bagian inilah ia memerlukan iman yang kuat.
Keimanan yang kuat akan memberikan
kemampuan mengendalikan diri yang tinggi. Banyak orang yang tidak tenang
hidupnya hanya gara-gara kurang mampu mengendalikan diri.
Karakteristik berikut merupakan
rincian lebih lanjut dari tiga karakter tadi. Pertama, lulusan harus
berdisiplin tinggi. Disiplin tinggi akan muncul bila ada iman yang kuat dan
pengetahuan mencukupi tentang itu.
Kedua, lulusan harus memiliki
sifat jujur. Sifat ini merupakan salah satu turunan dari hati yang penuh iman.
Jujur barulah terwujud bila orang mampu jujur terhadap diri sendiri; seseorang
mampu jujur terhadap orang lain belumlah dapat dijadikan jaminan bahwa ia
jujur.
Ketiga, lulusan harus
kreatif. Hanya orang yang kreatif yang mampu melakukan inovasi. Orang yang
kreatif dengan sendirinya inovatif selalu tidak puas dengan status quo.
Orang ini selalu gelisah, maka ia selalu mencari.
Keempat, lulusan harus ulet.
Intinya ialah tidak mudah putus asa. Kelima, lulusan harus berdaya saing
tinggi. Pada aspek psikologis, lulusan harus percaya diri yang tinggi. Keenam,
lulusan harus mampu hidup berdampingan dengan orang lain. Ketujuh, lulusan
harus demokratis. Kedelapan, lulusan harus menghargai waktu. Kesembilan,
lulusan harus memiliki kemampuan pengendalian diri yang tinggi.
Pendidikan Berorientasi Kompetensi
Pendidikan yang berorientasi
penguasaan kompetensi (yang sering disebut KBK) agaknya perlu memahami beberapa
konsep berikut. Pertama, kompetensi yang akan dicapai ialah kompetensi
lembaga (seperti kompetensi tamatan SMP, SMA), bukan kompetensi setiap mata
pelajaran. Kedua, sebenarnya, ada atau tidak ada program pendidikan
berorientasi kompetensi (KBK), bila pengajaran dilakukan dengan benar, hasilnya
akan sama dengan pendidikan berorientasi kompetensi; jika pendidikan dilakukan
dengan benar, maka KBK tidaklah diperlukan. Ketiga, inti kompetensi
ialah kemampuan. Kemampuan itu, secara umum ialah kemampuan menjalani hidup.
Karena itu definisi pendidikan berorientasi kompetensi (KBK) ialah pendidikan
menuju life skill (keterampilan menjalani hidup).
Sebenarnya ada teori yang sangat
sederhana dan hasil pendidikannya pasti berupa penguasaan kompetensi. Teorinya:
bila setiap topik atau tema pelajaran atau sesuatu program diajarkan teorinya
lewat tatap muka, lantas teori itu dipraktikumkan, lalu teori itu dipraktekkan,
maka pasti teori itu dikuasai sampai tingkat kompeten.
Penguasaan Kompetensi
Percaya diri itu baru muncul bila
seseorang memiliki kemampuan yang pasti. Kemampuan yang pasti inilah yang
disebut kompetensi itu. Apa percaya diri? Percaya diri, sekurang-kurangnya
percaya diri yang dimaksud disini ialah sifat sanggup bersaing. Untuk mudahnya:
percaya diri ialah berani bersaing. Jadi, syarat mampu bersaing ialah adanya
percaya diri; syarat percaya diri antara lain ialah memiliki kompetensi.
Masyarakat Madani
Pengertian Masyarakat Madani
Kata “Madani” seakar dengan kata
“madinah” dalam bahasa Arab. “Madinah” dalam bahasa Arab artinya “kota” dalam
bahasa Indonesia. Jadi, “masyarakat madani” adalah masyarakat kota. Kata
“masyarakat kota” akan mudah dipahami bila dilawankan dengan “masyarakat
rimba”. Masyarakat madani ialah masyarakat yang punya hukum dan anggota
masyarakatnya taat hukum.
Masyarakat Madinah pada Masa Rasulullah
Tatkala Rasulullah memasuki kota
Madinah hukum yang berlaku di sana lebih kurang dapat dikatakan hukum adat yang
diadatkan oleh para pemimpin kabilah. Kabilah-kabilah itu masing-masing
mengunggulkan kabilahnya. Hegemoni antarkabilah sering terjadi dan
penyelesaiannya sering kali melalui peperangan antarkabilah. Hukum ini mirip
dengan “hukum rimba”.
Tindakan beliau pertama ialah
mempersaudarakan dua kelompok besar yaitu kelompok Muhajirin (orang-orang yang
hijrah dari kota Makkah) dan kelompok Anshar (yaitu penduduk kota Madinah).
Tindakan Rasulullah SAW yang kedua
ialah mengeratkan persaudaraan di antara kabilah-kabilah tadi menuju
keharmonisan pergaulan. Tindakan Rasulullah selanjutnya ialah menerapkan hukum
yang diajarkan Allah secara lebih luas.
Jadi, Rasulullah mengubah hukum yang
berlaku di Madinah dari “hukum rimba” menjadi “hukum kota”. Mungkin penerapan
“hukum kota” di Madinah pada zaman Rasulullah ini dapat dijadikan kunci untuk
memahami efisiensi masyarakat madani.
Unsur-Unsur Utama Masyarakat Madani
Ada tiga unsur penting dalam
membangun masyarakat madani, yaitu :
- adanya hukum yang manusiawi,
- adanya masyarakat yang taat hukum, dan,
- adanya penegak hukum.
Langkah Mewujudkan Masyarakat Madani
Langkah Pertama, membuat
hukum yang manusiawi. Hukum yang manusiawi ialah hukum yang sesuai dengan
hakikat manusia. Kebutuhan manusia yang paling asasi dalam hubungan
bermasyarakat ialah keadilan.
Langkah Kedua, menciptakan
masyarakat yang taat hukum. Cara yang paling utama dalam menciptakan masyarakat
taat hukum ialah melalui pendidikan, terutama sekali pendidikan formal yaitu
sekolah.
Langkah
Ketiga, ialah adanya penegak hukum. Secara sederhana penegak hukum yang
dimaksud ialah orang dan/atau lembaga yang mampu menghukum pelanggar hukum
berdasarkan hukum.
No comments:
Post a Comment