Saturday, December 9, 2017

Makalah Tentang Konstitusi

BAB I
PENDAHULUAN


1.1.Latar Belakang
Sebagai negara yang berdasarkan hukum tentunya Indonesia memiliki konstitusi yang kita kenal dengan Undang-Undang Dasar 1945. Keberadaan UUD’45 sebagai konstitusi di Indonesia mengalami sejarah yang sangat panjang hingga akhirnya dapat diterima sebagai landasan hukum bagi pelaksanaan ketatanegaraan di Indonesia.
Dalam sejarahnya UUD’45 dirancang sejak 29 mei s/d 16 juni 1945 oleh Badan Penyelidikan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang beranggotakan 21 orang diketuai oleh Ir. Soekarno dan wakil Drs. Moh. Hatta. Latar belakang terbentuknya UUD’45 adalah bermula dari janji jepang untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia di kemudian hari. Karena menurut jepang Indonesia adalah saudara muda yang harus dibimbing agar kelak bisa berdiri sendiri. Tapi janji tinggallah janji, semua penjajah sama saja.
Setelah jepang dipukul mundur oleh sekutu, jepang tidak ingat lagi akan janjinya, kemudian momen tersebut dimanfaatkan untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Setelah kemerdekaan diraih, maka bangsa Indonesia membutuhkan konstitusi resmi, karenanya sehari setelah ikrar kemerdekaan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidang
Sidang PPKI menghasilkan beberapa keputusan yaitu sebagai berikut :
  1. Menetapkan dan mengesahkan pembukaan UUD’45 yang bahannya diambil dari RUU yang disusun oleh panitia perumus pada tanggal 22 juni 1945;
  2. Menetapkan dan mengesahkan UUD’45 yang bahannya hampir seluruhnya diambil dari RUU yang disusun oleh panitia perumus pada tanggal 16 juni 1945;
  3. Memilh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai presiden dan wakil presiden;
  4. Pekerjaan presiden untuk sementara waktu dibantu oleh PPKI yang kemudian menjadi Komite Nasional.
1.2.Rumusan Masalah
Atas dasar latar belakang di atas, penulis akan menguraikan perkembangan dan pelaksanaan UUD 1945 sebagai konstitusi di Indonesia sejak disahkan sampai saat ini dengan rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana pelaksanaan UUD 1945 sejak disahkan sampai saat sekarang ?
2.      Hal apa saja yang membedakan antar periode pelaksanaan UUD 1945 sebagai konstitusi ?

1.3.Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui pelaksanaan UUD 1945 sejak disahkan sampai saat sekarang.
2.      Untuk mengetahui perbedaan prinsipil khususnya mengenai otonomi daerah antar periode pelaksanaan UUD 1945.



BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Masa Pemberlakuan UUD 1945 (Periode Awal)
Mengenai pengaturan Pemerintahan Daerah Secara tekstual dapat dilihat dalam UUD 1945 yaitu dalam Pasal 1, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 18. Secara tersirat dalam Pasal 18 dapat di tafsirkan Pemerintahan Daerah lebih mengedepankan aspek desentralisasi. Menurut penjelasan Pasal 18 bahwa oleh karena Negara indonesia itu suatu eenheidsaat, maka Indonesia tak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat pula.
Berarti dalam konsep ini sangat berbeda dengan konsep dalam Negara Federasi dimana dalam lingkungan Negaranya terbagi dalam Negara-Negara. Keinginan untuk menggunakan desentralisasi dalam pemerintahan Indonesia merdeka sebenarnya telah diutarakan jauh sebelum Indonesia merdeka, antara lain oleh Hatta. Hasrat ini di gagas dan di kedepankan dalam rapat-rapat BPUPKI dan menjadi lebih konkret dalam forum PPKI, ketika Amir dan Ratulangi mengutarakan perlunya penegasan mengenai desentralisasi.
Pendapat ini yang kemudan di setujui oleh peserta rapat, antara lain oleh Supomo dengan mengutarakan bahwa pengaturan (lebih lanjut) mengenai desentralisasi akan diatur dalam undang-undang. Prinsip-prinsip dan pandangan inilah yang kemudian diadopsi dalam UUD 1945 , khususnya dalam kaidah Pasal 18.
Pasal 18 yang merupakan hasil pengesahan terhadap Pasal 17 rancangan UUD mengandung prinsip bahwa dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia akan dibagi-bagi dalam satuan-satuan pemerintahan yang tersusun dalam daerah besar dan kecil, disini mengandung makna adanya penerapan prinsip desentralisasi teritorial. Karena di Indonesia terdapat konsep Negara hukum dan kedaulatan rakyat jika dikaitkan dengan sendi desentralisasi, di samping dekonsentrasi, maka akan di temukan adanya pemencaran kekuasaan. Ini dapat dilihat dari kaidah Pasal 18 UUD 1945, yang secara Konstitusional pemencaran kekuasan di lakukan melalui badan-badan publik satuan pemerintahan di daerah dalam wujud desentralisasi teritorial, yang mempunyai kewenangan, tugas dan tanggung jawab yang mandiri.
Dengan demikian pelaksanaan Pasal 18 secara tidak langsung memberikan justifikasi adanya pemerintah pusat dan daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah merupakan konsekwensi politis dari Negara Kesatuan dan merupakan amanat Konstitusi yang harus dipertimbangkan sehingga perkembangan bergerak antara dua kutub, antara sentralisasi dengan desentralisasi. Yang akhirnya antara kedua kutub tersebut harus berjalan seimbang sehingga Negara tidak mungkin memilih salah satu alternative sentralisasi atau desentralisasi.

2.2. Masa Pemberlakuan Konstitusi RIS 1949
Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1949 bisa dikatakan sebagai jalan tengah teradap kemelut yang terjadi antara Indonesia dengan Belanda, dimana Negara Indonesia mengalami perubahan dari bentuk Kesatuan menjadi Negara Federal. Perubahan ini secara langsung turut mempengaruhi pelaksanaan pemerintahan sampai di daerah-daerah. Bukan lagi hubungan pusat dengan daerah , tetapi antara pemerintah Negara Federal dengan pemerintah Negara Bagianserta pemerintah Negara Bagian dengan pemerintah daerah di bawahnya. Pemberlakuan Konstitusi RIS, dalam realitannya membawa konsekwensi atas pembagian wilayah (daerah) dalam pelaksanaan pemerintahan.
Kekuasaan dalam Konstitusi RIS dilakukan oleh pemerintah bersama dengan DPR dan senat, yang memperkenalkan sistem bikameral di parlemen yang juga ada di Negara Serikat pada umumnya. Penataan lembaga Negara dan kekuasaan masing-masing dikuti dengan penataan wilayah pemerintahan di Negara Bagian atau daerah yang tidak berdiri sendiri sebagai Negara Bagian.
Pembagian kekuasaan dalam kerangka pemerintahan Negara Federal ditentukan ditentukan terlebih dahulu kekuasaan pada Negara (daerah) bagian, kemudian kekuasaan yang dilimpahkan pada Pemerintah Federal. Kedudukan daerah-daerah swapraja masuk dalam tugas dan kekuasaan daerah-daerah bagian. Kedudukan Negara Bagian dan satuan kenegaraan dalam daerah bagian tetap berdaulat, yang berdampingan dengan Negara Federal. Kedudukan Pemerintahan Daerah-daerah bagian mengacu pada konsep demokrasi yang diatur secara tegas dalam Konstitusi Federal, demikian pula dengan satuan-satuan kenegaraan yang tegak sendiri dan yang bukan berstatus Negara.
Disamping itu, memperkenalkan bicameral sistem dalam wujud parlemen, yang bersama dengan pemerintah (eksekutif) menyelenggarakan Negara dan pemerintahan setelah penataan struktur dan kekuasaan lembaga Negara selesai, Pemerintah Federal menata pelaksanaan pemerintahan Negara-Negara Bagiandan satuan kenegaraan lainnya. Konstitusi RIS memberikan batasan dalam memberikan status Negara kepada daerah-daerah yang dipandang tidak sanggup melaksanakan dan memenuhi hak-hak, kekuasaan-kekuasaan dan kewajiban-kewajiban suatu Negara.
Lahirnya Konstitusi RIS di Indonesia menjadi legitimasi bagi lahirnya Negara serikat/Federasi Indonesia. Masalahnya secara teoritis Negara Federasi/Serikat lahir oleh adanya Negara-Negara yang bersepakat untuk saling menggabungkan diri dan membentuk satu Kesatuan Negara Federasi/Serikat namun di Indonesia beranjak dari satu Negara yang dipecah dalam Negara-Negara Bagian yang mempunyai kedaulatan dan UUD sendiri.
Sehingga pada dasarnya menurut hemat penulis bentuk Negara Serikat ini bisa dikatakan sangat di paksakan. Bentuk Negara RIS di Indonesia saat itu hanya sebagai batu loncatan guna melepaskan cengkraman kekuasaan Belanda di Indonesia. Karena dari sisi historis Negara Indonesia lahir dari adanya perjuangan revolusi daerah-daerah jajahan di Indonesia yang bersatu untuk membentuk satu Negara karena adanya kesamaan nasib.
Selain itu tuntutan adanya peralihan di Indonesia dari Negara Kesatuan ke bentuk Negara Serikat sebenarnya bukanlah kehendak Indonesia itu sendiri tapi karena adanya campur tangan kekuasaan Negara asing yang mencoba untuk kembali menjajah Indonesia. Dari uraian diatas dapat dirumuskan bahwa Konstitusi lebih mengatur secara jelas mengenai aspek Federalistis di Indonesia. Artinya ketika secara teoritis dalam Negara Federal kedududukan daerah disini berdiri dengan kedaulatan sendiri dan berdampingan menjalankan pemerintahan dengan pemerintahan Negara Federal.

2.3. Masa Pemberlakuan UUDS 1950
Pemberlakuan UUD Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950) merupakan salah satu usaha pemerintah Indonesia untuk menstabilkan kembali penyelenggaraan Negara setelah mengalami gejolak politik. Gejolak politik ini diakibatkan oleh perseteruan Negara Republik Indonesia dengan Negara asing yang dulunya sempat menanamkan pengaruh di Indonesia melalui politik penjajahan sehingga segala bentuk dan sistem penyelenggaraan Negara diatur dan tunduk pada sistem yang diterapkan oleh Negara pendudukan (penjajah).
Untuk itu, melalui landasan hukum UU No. 7/1950 dilakukan perubahan mendasar mengenai hukum dasar penyelenggaraan Negara dan pemerintahan, melalui perubahan Konstitusi Sementara RIS menjadi UUDS 1950 yang ditandatangani oleh Presiden RIS pada 15 Agustus 1950. Rencana Undang-undang tentang perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia tersebut di atas disetujui.  seluruhnya dalam Sidang ke-I Babak ke-3 rapat ke-71 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat pada hari Senen tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta.
Pergantian Konstitusi pada saat itu diawali oleh kesepakatan dan persetujuan antara perwakilan pemerintah RIS dan pemerintah RI dalam sidang (pertemuan) pada hari Jumat 9 Mei 1950, yang melahirkan beberapa kesepakatan penting. 1) Menyetujui melaksanakan Negara Kesatuan sebagai jelmaan daripada RI berdasarkan proklamasi 17 Agustus 1945. 2) Menyetujui pergantian Konstitusi RIS 1949 menjadi UUDS 1950 sebagai hukum dasar Negara. 3) Untuk meratifikasi persetujuan ini, maka masing-masing pemerintahan RIS mengajukan kepada DPR dan senat, sedangkan pemerintah RI mengajukan kepada BP KNIP.
UUDS Negara Kesatuan tersebut memuat apa yang ditentukan dalam piagam persetujuan antara RIS dan pemerintahan RI, antara lain Dasar-dasar yang sesungguhnya sudah diakui oleh RIS maupun oleh RI, tetapi tidak atau kurang dijelaskan dalam Konstitusi sementara RIS maupun di dalam UUD RI ditegaskan di dalam UUDS Negara Kesatuan ini, Dasar-dasar yang sama di RIS dan di RI, tetapi yang dinyatakan dengan susunan kata-kata berlainan sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan persangkaan akan adanya perbedaan paham;

2.4. Masa Pemberlakuan UUD RI 1945 (Periode Dekrit II : Dekrit Presiden RI)
Setelah pemberlakuan UUDS sekitar 9 (sembilan) Tahun, maka pada 5 Juli 1959, melalui Dekrit Presiden RI diberlakukan kembali UUD 1945 yang dulunya berfungsi sebagai hukum Negara dalam penyelenggaraan Negara dan pemerintah pada saat NKRI diproklamasikan. Dekrit Presiden dibingkai dalam Keppres No. 150/1959.
Keppres ini berisikan tiga hal pokok, yaitu pembubaran konstituante, penetapan UUD 1945, dan pembentukan MPRS serta pembentukan DPAS. UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara pada saat diproklamasikan dan diberlakukan kembali pada saat keluarnya Kepress No. 150/1959 (Dekrit Presiden 5 Juli 1959) memuat ketentuan dasar atau ketentuan pokok, yang menjiwai pelaksanaan Pemerintahan Daerah, antara lain (1) Kaidah Pasal 1 mengenai Bentuk dan Kedaulatan NKRI.110 (2) kaidah Pasal 4 dan Pasal 5 mengenai kekuasaan pemerintahan Negara 111 dan (3) kaidah Pasal 18 mengenai Pemerintah Daerah.
Pergantian UUD bukan saja dipergunakan untuk menyesuaikan susunan pemerintahan di daerah dengan susunan menurut UUD 1945, tetapi juga sekaligus melakukan penyempurnaan terhadap UU No. 1/1957 dalam suatu bentuk yang formal undang-undang yakni dengan menerbitkan UU No. 18 Tahun 1965.
Setelah terjadi peralihan kekuasaan dari era pemerintahan di bawah Ir. Soekarno kepada pemerintah Soeharto yang mengusung simbol “Orde Baru” untuk melaksanakan UUD 1945 sebagaimana mestinya, maka pemerintah menerbitkan UU No. 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Hingga Pada era bergulirnya reformasi 1998 dengan lengsernya Suharto Pemerintah Di bawah pimpinan Habibie, menerbitkan UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai landasan hukum pelaksanaan pemerintah daerah. Ditengah-tengah pemberlakuan UU No. 22/1999, guliran konsep amandemen terhadap UUD 1945 berjalan. Pemerintahan dibawah pimpinan Presiden Habibie dan parlemen melahirkan suatu kesepakatan untuk memulai proses amandemen UUD 1945, yang dilakukan dalam empat tahapan (mulai Tahun 1999 s/d 2002).

2.5. Masa Pemberlakuan UUD 1945 (Periode III: Amandemen UUD 1945)
Pemberlakuan UUD NRI Tahun 1945 ini merupakan pemberlakuan periode ketiga UUD 1945 setelah mengalami amandemen empat tahap. Pada Tahun 1999, perjalanan NKRI kembali mengalami dinamika ketataNegaraan, dengan dilakukannya amandemen mengenai UUD 1945 yang secara langsung turut mempengaruhi landasan pelaksanaan pemerintahan, khususnya pelaksanaan pemerintahan di daerah. Sebagai dasar dari pelaksanaan pemerintahan di daerah berubah, pokok pikiran yang menjiwai penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berbeda pemaknaannya dengan pemberlakuan UUD 1945 periode sebelumnya (saat proklamasi dan saat keluarnya Dekrit Presiden).
Perubahan dapat dilihat dalam beberapa hal, antara lain : pertama, pada UUD 1945 hasil proklamasi dan dekrit presiden 5 juli 1959 menegaskan mengenai representasi kedaulatan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR serta tidak menegaskan secara tersurat dalam Pasalnya mengenai Negara hukum (makna Negara
hukum dicantumkan dalam penjelasannya).
Sementara, menurut UUD 1945 hasil amandemen menegaskan mengenai kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD serta menambah satu Pasal yang secara tekstual menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Kedua,. mengenai Hak dan kekuasaan presiden dalam pembentukan peraturan perundang-undangan mengalami perubahan, seperti dalam kata “memegang kekuasaan” dan kata “persetujuan DPR”,115 yang berubah menjadi kata“ berhak mengajukan” dan kata “kepada Dewan Perwakilan Rakyat”.
Ketiga, pemerintah daerah yang diatur dalam Kaidah Pasal 18 UUD RI 1945 masih abstrak karena hanya secara tersurat dalam kata “daerah besar dan kecil” dan kata “bentuk susunan pemerintahannya”. Sementara, dalam UUD NRI 1945 (amandemen) mengenai Pemerintahan Daerah, dalam Pasal 18 lebih jelas tersurat dengan kata “daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota”, dan kata “mengatur dan mengurus sendirimenurut asas otonomi dan tugas pembantuan“, “memiliki dewan perwakilan rakyat daerah”, “Pemerintahan Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya”, serta “menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain”.
Keempat, UUD NRI 1945 (amandemen) mengubah (menambah) Pasal 18 sebelumnya menjadi 3 Pasal, yaitu dalam Pasal 18A mengenai hubungan wewenang dan hubungan keuangan, dan Pasal 18B mengenai pengakuan kekhususan dan keistimewaan daerah. Realisasi dari amanat amandemen UUD ini secara langsung membawa konsekuensi terhadap landasan hukum Pemerintahan Daerah. Kaidah Pasal 18 UUD 1945 sebelumnya diamandemen diperluas (ditambah) dengan 2 Pasal, yang tentunya kaidah yang terkandung di dalamnya turut berubah.


BAB III
PENUTUP


Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1949 bisa dikatakan sebagai jalan tengah teradap kemelut yang terjadi antara Indonesia dengan Belanda, dimana Negara Indonesia mengalami perubahan dari bentuk Kesatuan menjadi Negara Federal. Perubahan ini secara langsung turut mempengaruhi pelaksanaan pemerintahan sampai di daerah-daerah. Bukan lagi hubungan pusat dengan daerah , tetapi antara pemerintah Negara Federal dengan pemerintah Negara Bagianserta pemerintah Negara Bagian dengan pemerintah daerah di bawahnya. Pemberlakuan Konstitusi RIS, dalam realitannya membawa konsekwensi atas pembagian wilayah (daerah) dalam pelaksanaan pemerintahan.
Pemberlakuan UUD Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950) merupakan salah satu usaha pemerintah Indonesia untuk menstabilkan kembali penyelenggaraan Negara setelah mengalami gejolak politik. Gejolak politik ini diakibatkan oleh perseteruan Negara Republik Indonesia dengan Negara asing yang dulunya sempat menanamkan pengaruh di Indonesia melalui politik penjajahan sehingga segala bentuk dan sistem penyelenggaraan Negara diatur dan tunduk pada sistem yang diterapkan oleh Negara pendudukan (penjajah).
Setelah amandemen UUD 1945 rampung dilaksanakan dan diterapkan secara menyeluruh, maka penamaan UUD 1945 berubah menjadi UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Karena pada masa ini adalah masa kembalinya ke UUD 1945 maka konsep otonomi daerah di Indonesiapun diatur berdasarkan ketentuan yang terdapat di dalam UUD 1945. Sehingga peran pemerintah pusat pun disini begitu dominan.


DAFTAR PUSTAKA



Bagir Manan. Hubungan Antara pusat dan daerah menurut UUD 1945 . Jakarta : Pustaka Sinar Harapam. 1994

Jimly Asshiddiqie. Pengantar Pemikiran UUD Negara Kesatuan Rl. Jakarta: The Habibie Center. 2001

Martin H. Hutabarat et.al.. Hukum dan Politik Indonesia: Tinjauan Analitis Dekrit Presiden dan Otonomi Daerah Jakarta; Sinar Harapan. 1996

Miriam Budiardjo. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia. 1977

Mardiasmo. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Andi. 2002

Moh. Kusnardi dan Harmailly Ibrahim. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta:PSHTN FH-UI. 1983.


Yamin. Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia (Cet. IV). Jakarta : Djambatan. 1960

No comments:

Post a Comment

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive