BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sebagai
negara yang berdasarkan hukum tentunya Indonesia memiliki konstitusi yang kita
kenal dengan Undang-Undang Dasar 1945. Keberadaan UUD’45 sebagai konstitusi di
Indonesia mengalami sejarah yang sangat panjang hingga akhirnya dapat diterima
sebagai landasan hukum bagi pelaksanaan ketatanegaraan di Indonesia.
Dalam
sejarahnya UUD’45 dirancang sejak 29 mei s/d 16 juni 1945 oleh Badan
Penyelidikan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang
beranggotakan 21 orang diketuai oleh Ir. Soekarno dan wakil Drs. Moh. Hatta.
Latar belakang terbentuknya UUD’45 adalah bermula dari janji jepang untuk
memberikan kemerdekaan kepada Indonesia di kemudian hari. Karena menurut jepang
Indonesia adalah saudara muda yang harus dibimbing agar kelak bisa berdiri
sendiri. Tapi janji tinggallah janji, semua penjajah sama saja.
Setelah
jepang dipukul mundur oleh sekutu, jepang tidak ingat lagi akan janjinya,
kemudian momen tersebut dimanfaatkan untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
Setelah kemerdekaan diraih, maka bangsa Indonesia membutuhkan konstitusi resmi,
karenanya sehari setelah ikrar kemerdekaan Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) mengadakan sidang
Sidang PPKI menghasilkan beberapa keputusan yaitu
sebagai berikut :
- Menetapkan dan mengesahkan pembukaan UUD’45 yang bahannya diambil dari
RUU yang disusun oleh panitia perumus pada tanggal 22 juni 1945;
- Menetapkan dan mengesahkan UUD’45 yang bahannya hampir seluruhnya
diambil dari RUU yang disusun oleh panitia perumus pada tanggal 16 juni
1945;
- Memilh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai presiden dan wakil
presiden;
- Pekerjaan presiden untuk sementara waktu dibantu oleh PPKI yang
kemudian menjadi Komite Nasional.
1.2.Rumusan Masalah
Atas dasar latar belakang di atas, penulis akan menguraikan perkembangan
dan pelaksanaan UUD 1945 sebagai konstitusi di Indonesia sejak disahkan sampai
saat ini dengan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
pelaksanaan UUD 1945 sejak disahkan sampai saat sekarang ?
2. Hal apa
saja yang membedakan antar periode pelaksanaan UUD 1945 sebagai konstitusi ?
1.3.Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui pelaksanaan UUD 1945 sejak disahkan
sampai saat sekarang.
2.
Untuk mengetahui perbedaan prinsipil khususnya mengenai
otonomi daerah antar periode pelaksanaan UUD 1945.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Masa Pemberlakuan UUD 1945 (Periode Awal)
Mengenai pengaturan Pemerintahan Daerah Secara
tekstual dapat dilihat dalam UUD 1945 yaitu dalam Pasal 1, Pasal 4, Pasal 5 dan
Pasal 18. Secara tersirat dalam Pasal 18 dapat di tafsirkan Pemerintahan Daerah
lebih mengedepankan aspek desentralisasi. Menurut penjelasan Pasal 18 bahwa
oleh karena Negara indonesia itu suatu eenheidsaat,
maka Indonesia tak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat pula.
Berarti dalam konsep ini sangat berbeda dengan konsep dalam
Negara Federasi dimana dalam lingkungan Negaranya terbagi dalam Negara-Negara. Keinginan
untuk menggunakan desentralisasi dalam pemerintahan Indonesia merdeka
sebenarnya telah diutarakan jauh sebelum Indonesia merdeka, antara lain oleh
Hatta. Hasrat ini di gagas dan di kedepankan dalam rapat-rapat BPUPKI dan
menjadi lebih konkret dalam forum PPKI, ketika Amir dan Ratulangi mengutarakan
perlunya penegasan mengenai desentralisasi.
Pendapat ini yang kemudan di setujui oleh peserta
rapat, antara lain oleh Supomo dengan mengutarakan bahwa pengaturan (lebih lanjut)
mengenai desentralisasi akan diatur dalam undang-undang. Prinsip-prinsip dan
pandangan inilah yang kemudian diadopsi dalam UUD 1945 , khususnya dalam kaidah
Pasal 18.
Pasal 18 yang merupakan hasil pengesahan terhadap
Pasal 17 rancangan UUD mengandung prinsip bahwa dari wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia akan dibagi-bagi dalam satuan-satuan pemerintahan yang
tersusun dalam daerah besar dan kecil, disini mengandung makna adanya penerapan
prinsip desentralisasi teritorial. Karena di Indonesia terdapat konsep Negara
hukum dan kedaulatan rakyat jika dikaitkan dengan sendi desentralisasi, di samping
dekonsentrasi, maka akan di temukan adanya pemencaran kekuasaan. Ini dapat
dilihat dari kaidah Pasal 18 UUD 1945, yang secara Konstitusional pemencaran
kekuasan di lakukan melalui badan-badan publik satuan pemerintahan di daerah
dalam wujud desentralisasi teritorial, yang mempunyai kewenangan, tugas dan tanggung
jawab yang mandiri.
Dengan demikian pelaksanaan Pasal 18 secara tidak langsung
memberikan justifikasi adanya pemerintah pusat dan daerah. Penyelenggaraan
otonomi daerah merupakan konsekwensi politis dari Negara Kesatuan dan merupakan
amanat Konstitusi yang harus dipertimbangkan sehingga perkembangan bergerak antara
dua kutub, antara sentralisasi dengan desentralisasi. Yang akhirnya antara
kedua kutub tersebut harus berjalan seimbang sehingga Negara tidak mungkin
memilih salah satu alternative sentralisasi atau desentralisasi.
2.2. Masa Pemberlakuan Konstitusi RIS 1949
Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1949 bisa dikatakan
sebagai jalan tengah teradap kemelut yang terjadi antara Indonesia dengan Belanda,
dimana Negara Indonesia mengalami perubahan dari bentuk Kesatuan menjadi Negara
Federal. Perubahan ini secara langsung turut mempengaruhi pelaksanaan pemerintahan
sampai di daerah-daerah. Bukan lagi hubungan pusat dengan daerah , tetapi
antara pemerintah Negara Federal dengan pemerintah Negara Bagianserta
pemerintah Negara Bagian dengan pemerintah daerah di bawahnya. Pemberlakuan
Konstitusi RIS, dalam realitannya membawa konsekwensi atas pembagian wilayah (daerah)
dalam pelaksanaan pemerintahan.
Kekuasaan dalam Konstitusi RIS dilakukan oleh pemerintah
bersama dengan DPR dan senat, yang memperkenalkan sistem bikameral di parlemen
yang juga ada di Negara Serikat pada umumnya. Penataan lembaga Negara dan
kekuasaan masing-masing dikuti dengan penataan wilayah pemerintahan di Negara
Bagian atau daerah yang tidak berdiri sendiri sebagai Negara Bagian.
Pembagian kekuasaan dalam kerangka pemerintahan Negara
Federal ditentukan ditentukan terlebih dahulu kekuasaan pada Negara (daerah)
bagian, kemudian kekuasaan yang dilimpahkan pada Pemerintah Federal. Kedudukan
daerah-daerah swapraja masuk dalam tugas dan kekuasaan daerah-daerah bagian. Kedudukan
Negara Bagian dan satuan kenegaraan dalam daerah bagian tetap berdaulat, yang
berdampingan dengan Negara Federal. Kedudukan Pemerintahan Daerah-daerah bagian
mengacu pada konsep demokrasi yang diatur secara tegas dalam Konstitusi Federal,
demikian pula dengan satuan-satuan kenegaraan yang tegak sendiri dan yang bukan
berstatus Negara.
Disamping itu, memperkenalkan bicameral sistem dalam
wujud parlemen, yang bersama dengan pemerintah (eksekutif) menyelenggarakan
Negara dan pemerintahan setelah penataan struktur dan kekuasaan lembaga Negara
selesai, Pemerintah Federal menata pelaksanaan pemerintahan Negara-Negara
Bagiandan satuan kenegaraan lainnya. Konstitusi RIS memberikan batasan dalam
memberikan status Negara kepada daerah-daerah yang dipandang tidak sanggup melaksanakan
dan memenuhi hak-hak, kekuasaan-kekuasaan dan kewajiban-kewajiban suatu Negara.
Lahirnya Konstitusi RIS di Indonesia menjadi
legitimasi bagi lahirnya Negara serikat/Federasi Indonesia. Masalahnya secara
teoritis Negara Federasi/Serikat lahir oleh adanya Negara-Negara yang
bersepakat untuk saling menggabungkan diri dan membentuk satu Kesatuan Negara
Federasi/Serikat namun di Indonesia beranjak dari satu Negara yang dipecah
dalam Negara-Negara Bagian yang mempunyai kedaulatan dan UUD sendiri.
Sehingga pada dasarnya menurut hemat penulis bentuk
Negara Serikat ini bisa dikatakan sangat di paksakan. Bentuk Negara RIS di
Indonesia saat itu hanya sebagai batu loncatan guna melepaskan cengkraman
kekuasaan Belanda di Indonesia. Karena dari sisi historis Negara Indonesia
lahir dari adanya perjuangan revolusi daerah-daerah jajahan di Indonesia yang
bersatu untuk membentuk satu Negara karena adanya kesamaan nasib.
Selain itu tuntutan adanya peralihan di Indonesia dari
Negara Kesatuan ke bentuk Negara Serikat sebenarnya bukanlah kehendak Indonesia
itu sendiri tapi karena adanya campur tangan kekuasaan Negara asing yang
mencoba untuk kembali menjajah Indonesia. Dari uraian diatas dapat dirumuskan
bahwa Konstitusi lebih mengatur secara jelas mengenai aspek Federalistis di
Indonesia. Artinya ketika secara teoritis dalam Negara Federal kedududukan daerah
disini berdiri dengan kedaulatan sendiri dan berdampingan menjalankan
pemerintahan dengan pemerintahan Negara Federal.
2.3. Masa Pemberlakuan UUDS 1950
Pemberlakuan UUD Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950) merupakan
salah satu usaha pemerintah Indonesia untuk menstabilkan kembali
penyelenggaraan Negara setelah mengalami gejolak politik. Gejolak politik ini
diakibatkan oleh perseteruan Negara Republik Indonesia dengan Negara asing yang
dulunya sempat menanamkan pengaruh di Indonesia melalui politik penjajahan
sehingga segala bentuk dan sistem penyelenggaraan Negara diatur dan tunduk pada
sistem yang diterapkan oleh Negara pendudukan (penjajah).
Untuk itu, melalui landasan hukum UU No. 7/1950 dilakukan
perubahan mendasar mengenai hukum dasar penyelenggaraan Negara dan pemerintahan,
melalui perubahan Konstitusi Sementara RIS menjadi UUDS 1950 yang ditandatangani
oleh Presiden RIS pada 15 Agustus 1950. Rencana Undang-undang tentang perubahan Konstitusi Sementara Republik
Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia
tersebut di atas disetujui. seluruhnya
dalam Sidang ke-I Babak ke-3 rapat ke-71 Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia Serikat pada hari Senen tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta.
Pergantian Konstitusi pada saat itu diawali oleh kesepakatan
dan persetujuan antara perwakilan pemerintah RIS dan pemerintah RI dalam sidang
(pertemuan) pada hari Jumat 9 Mei 1950, yang melahirkan beberapa kesepakatan
penting. 1) Menyetujui melaksanakan Negara Kesatuan sebagai jelmaan daripada RI
berdasarkan proklamasi 17 Agustus 1945. 2) Menyetujui pergantian Konstitusi RIS
1949 menjadi UUDS 1950 sebagai hukum dasar Negara. 3) Untuk meratifikasi
persetujuan ini, maka masing-masing pemerintahan RIS mengajukan kepada DPR dan
senat, sedangkan pemerintah RI mengajukan kepada BP KNIP.
UUDS Negara Kesatuan tersebut memuat apa yang ditentukan
dalam piagam persetujuan antara RIS dan pemerintahan RI, antara lain Dasar-dasar
yang sesungguhnya sudah diakui oleh RIS maupun oleh RI, tetapi tidak atau
kurang dijelaskan dalam Konstitusi sementara RIS maupun di dalam UUD RI
ditegaskan di dalam UUDS Negara Kesatuan ini, Dasar-dasar yang sama di RIS dan
di RI, tetapi yang dinyatakan dengan susunan kata-kata berlainan sedemikian rupa
sehingga dapat menimbulkan persangkaan akan adanya perbedaan paham;
2.4. Masa Pemberlakuan UUD RI 1945 (Periode Dekrit II : Dekrit Presiden
RI)
Setelah pemberlakuan UUDS sekitar 9 (sembilan) Tahun, maka
pada 5 Juli 1959, melalui Dekrit Presiden RI diberlakukan kembali UUD 1945 yang
dulunya berfungsi sebagai hukum Negara dalam penyelenggaraan Negara dan
pemerintah pada saat NKRI diproklamasikan. Dekrit Presiden dibingkai dalam
Keppres No. 150/1959.
Keppres ini berisikan tiga hal pokok, yaitu pembubaran
konstituante, penetapan UUD 1945, dan pembentukan MPRS serta pembentukan DPAS. UUD
1945 sebagai Konstitusi Negara pada saat diproklamasikan dan diberlakukan
kembali pada saat keluarnya Kepress No. 150/1959 (Dekrit Presiden 5 Juli 1959)
memuat ketentuan dasar atau ketentuan pokok, yang menjiwai pelaksanaan Pemerintahan
Daerah, antara lain (1) Kaidah Pasal 1 mengenai Bentuk dan Kedaulatan NKRI.110 (2) kaidah Pasal 4 dan Pasal 5 mengenai kekuasaan
pemerintahan Negara 111 dan (3) kaidah Pasal 18
mengenai Pemerintah Daerah.
Pergantian UUD bukan saja dipergunakan untuk menyesuaikan
susunan pemerintahan di daerah dengan susunan menurut UUD 1945, tetapi juga
sekaligus melakukan penyempurnaan terhadap UU No. 1/1957 dalam suatu bentuk
yang formal undang-undang yakni dengan menerbitkan UU No. 18 Tahun 1965.
Setelah terjadi peralihan kekuasaan dari era
pemerintahan di bawah Ir. Soekarno kepada pemerintah Soeharto yang mengusung
simbol “Orde Baru” untuk melaksanakan UUD 1945 sebagaimana mestinya, maka
pemerintah menerbitkan UU No. 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di
Daerah. Hingga Pada era bergulirnya reformasi 1998 dengan lengsernya Suharto
Pemerintah Di bawah pimpinan Habibie, menerbitkan UU No. 22/1999 tentang
Pemerintahan Daerah sebagai landasan hukum pelaksanaan pemerintah daerah.
Ditengah-tengah pemberlakuan UU No. 22/1999, guliran konsep amandemen terhadap
UUD 1945 berjalan. Pemerintahan dibawah pimpinan Presiden Habibie dan parlemen
melahirkan suatu kesepakatan untuk memulai proses amandemen UUD 1945, yang
dilakukan dalam empat tahapan (mulai Tahun 1999 s/d 2002).
2.5. Masa Pemberlakuan UUD 1945 (Periode III: Amandemen UUD 1945)
Pemberlakuan UUD NRI Tahun 1945 ini merupakan pemberlakuan
periode ketiga UUD 1945 setelah mengalami amandemen empat tahap. Pada Tahun
1999, perjalanan NKRI kembali mengalami dinamika ketataNegaraan, dengan dilakukannya
amandemen mengenai UUD 1945 yang secara langsung turut mempengaruhi landasan
pelaksanaan pemerintahan, khususnya pelaksanaan pemerintahan di daerah. Sebagai
dasar dari pelaksanaan pemerintahan di daerah berubah, pokok pikiran yang
menjiwai penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berbeda pemaknaannya dengan
pemberlakuan UUD 1945 periode sebelumnya (saat proklamasi dan saat keluarnya
Dekrit Presiden).
Perubahan dapat dilihat dalam beberapa hal, antara
lain : pertama, pada UUD 1945 hasil proklamasi dan dekrit presiden 5 juli 1959
menegaskan mengenai representasi kedaulatan rakyat dan dilakukan sepenuhnya
oleh MPR serta tidak menegaskan secara tersurat dalam Pasalnya mengenai Negara
hukum (makna Negara
hukum dicantumkan
dalam penjelasannya).
Sementara, menurut UUD 1945 hasil amandemen menegaskan
mengenai kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD serta menambah
satu Pasal yang secara tekstual menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara hukum.
Kedua,. mengenai Hak dan kekuasaan presiden dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan mengalami perubahan, seperti dalam kata “memegang kekuasaan”
dan kata “persetujuan DPR”,115 yang
berubah menjadi kata“ berhak mengajukan” dan kata “kepada Dewan Perwakilan
Rakyat”.
Ketiga, pemerintah daerah yang diatur dalam Kaidah
Pasal 18 UUD RI 1945 masih abstrak karena hanya secara tersurat dalam kata
“daerah besar dan kecil” dan kata “bentuk susunan pemerintahannya”. Sementara,
dalam UUD NRI 1945 (amandemen) mengenai Pemerintahan Daerah, dalam Pasal 18 lebih
jelas tersurat dengan kata “daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota”, dan
kata “mengatur dan mengurus sendirimenurut asas otonomi dan tugas pembantuan“,
“memiliki dewan perwakilan rakyat daerah”, “Pemerintahan Daerah menjalankan
otonomi seluas-luasnya”, serta “menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan
lain”.
Keempat, UUD NRI 1945 (amandemen) mengubah (menambah)
Pasal 18 sebelumnya menjadi 3 Pasal, yaitu dalam Pasal 18A mengenai hubungan
wewenang dan hubungan keuangan, dan Pasal 18B mengenai pengakuan kekhususan dan
keistimewaan daerah. Realisasi dari amanat amandemen UUD ini secara langsung membawa
konsekuensi terhadap landasan hukum Pemerintahan Daerah. Kaidah Pasal 18 UUD
1945 sebelumnya diamandemen diperluas (ditambah) dengan 2 Pasal, yang tentunya
kaidah yang terkandung di dalamnya turut berubah.
BAB III
PENUTUP
Konstitusi Republik Indonesia
Serikat Tahun 1949 bisa dikatakan sebagai jalan tengah teradap kemelut yang
terjadi antara Indonesia dengan Belanda, dimana Negara Indonesia mengalami
perubahan dari bentuk Kesatuan menjadi Negara Federal. Perubahan ini secara
langsung turut mempengaruhi pelaksanaan pemerintahan sampai di daerah-daerah.
Bukan lagi hubungan pusat dengan daerah , tetapi antara pemerintah Negara
Federal dengan pemerintah Negara Bagianserta pemerintah Negara Bagian dengan
pemerintah daerah di bawahnya. Pemberlakuan Konstitusi RIS, dalam realitannya
membawa konsekwensi atas pembagian wilayah (daerah) dalam pelaksanaan
pemerintahan.
Pemberlakuan UUD Sementara Tahun
1950 (UUDS 1950) merupakan salah satu usaha pemerintah Indonesia untuk
menstabilkan kembali penyelenggaraan Negara setelah mengalami gejolak politik.
Gejolak politik ini diakibatkan oleh perseteruan Negara Republik Indonesia
dengan Negara asing yang dulunya sempat menanamkan pengaruh di Indonesia
melalui politik penjajahan sehingga segala bentuk dan sistem penyelenggaraan
Negara diatur dan tunduk pada sistem yang diterapkan oleh Negara pendudukan
(penjajah).
Setelah amandemen UUD 1945 rampung
dilaksanakan dan diterapkan secara menyeluruh, maka penamaan UUD 1945 berubah
menjadi UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Karena pada masa ini adalah
masa kembalinya ke UUD 1945 maka konsep otonomi daerah di Indonesiapun diatur
berdasarkan ketentuan yang terdapat di dalam UUD 1945. Sehingga peran
pemerintah pusat pun disini begitu dominan.
DAFTAR
PUSTAKA
Bagir Manan. Hubungan Antara pusat dan
daerah menurut UUD 1945 . Jakarta : Pustaka Sinar Harapam. 1994
Jimly Asshiddiqie. Pengantar Pemikiran UUD
Negara Kesatuan Rl. Jakarta: The Habibie Center. 2001
Martin H. Hutabarat et.al.. Hukum dan
Politik Indonesia: Tinjauan Analitis Dekrit Presiden dan Otonomi Daerah
Jakarta; Sinar Harapan. 1996
Miriam Budiardjo. Dasar-dasar Ilmu Politik.
Jakarta: Gramedia. 1977
Mardiasmo. Otonomi dan Manajemen Keuangan
Daerah. Yogyakarta: Andi. 2002
Moh. Kusnardi dan Harmailly Ibrahim. Hukum
Tata Negara Indonesia. Jakarta:PSHTN FH-UI. 1983.
Yamin. Proklamasi dan Konstitusi Republik
Indonesia (Cet. IV). Jakarta : Djambatan. 1960
No comments:
Post a Comment