Pengambilan
sampel merupakan suatu proses pemilihan dan penentuan jenis sampel serta
perhitungan besarnya sampel yang akan menjadi subjek atau objek penelitian.
Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai
teknik sampling yang digunakan. Menurut Sugiyono (2010:217) Teknik sampling
pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu Probability Sampling
dan Nonprobability Sampling. Probability Sampling meliputi simple
random, proportionate stratified random, disproportionate stratified random, dan
area random. Non probability sampling meliputi sampling sistematis,
sampling kuota, sampling aksidental, purposive sampling, sampling jenuh,
dan snowball sampling.
Berikut ini
keterangan-keterangan mengenai sampel tersebut di atas.
a.
Probability Sampling
Probability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan
peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi
anggota sampel.
1. Simple
random sampling
Simple
random sampling adalah teknik untuk mendapatkan sampel yang langsung
dilakukan pada unit sampling. Dengan demikian setiap unit sampling
sebagai unsur populasi yang terpencil memperoleh peluang yang sama untuk
menjadi sampel atau untuk mewakili populasi. Contoh populasi terdiri dari 500
orang mahasiswa program S1 (unit sampling). Untuk memperoleh sampel
sebanyak-sebanyak 150 orang dari populasi tersebut, digunakan teknik ini, baik
dengan cara undian, ordinal, maupun tabel bilangan random.
2. Proportionate
stratified random sampling
Teknik ini hampir sama dengan simple random sampling namun penentuan
sampelnya memperhatikan strata (tingkatan) yang ada dalam populasi.
Misalnya, populasi adalah karyawan PT. XYZ berjumlah 125. Dengan tingkat
kesalahan 5% diperoleh besar sampel adalah 95. Populasi sendiri terbagi ke
dalam tiga bagian (marketing, produksi dan penjualan) yang masing-masing
berjumlah :
Marketing
: 15
Produksi
: 75
Penjualan : 35
Penjualan : 35
Maka jumlah
sample yang diambil berdasarkan masing-masing bagian tersebut ditentukan
kembali dengan rumus n = (populasi kelas / jml populasi keseluruhan) x jumlah
sampel yang ditentukan
Marketing
: 15 / 125 x
95 = 11,4
dibulatkan 11
Produksi
: 75 / 125 x
95 = 57
Penjualan : 35 / 125 x 95 = 26.6 dibulatkan 27
Penjualan : 35 / 125 x 95 = 26.6 dibulatkan 27
Sehingga
dari keseluruhan sample kelas tersebut adalah 11 + 57 + 27 = 95 sampel.
3. Disproportionate Stratified
Random Sampling
Disproporsional
stratified random sampling adalah teknik yang hampir mirip dengan proportionate
stratified random sampling dalam hal heterogenitas populasi. Namun,
ketidakproporsionalan penentuan sample didasarkan pada pertimbangan jika
anggota populasi berstrata namun kurang proporsional pembagiannya.
Misalnya,
populasi karyawan PT. XYZ berjumlah 1000 orang yang berstrata berdasarkan
tingkat pendidikan SMP, SMA, DIII, S1 dan S2. Namun jumlahnya sangat tidak
seimbang yaitu :
SMP : 100 orang
SMA : 700 orang
DIII : 180 orang
S1 : 10 orang
S2 : 10 orang
DIII : 180 orang
S1 : 10 orang
S2 : 10 orang
Jumlah
karyawan yang berpendidikan S1 dan S2 ini sangat tidak seimbang (terlalu kecil
dibandingkan dengan strata yang lain) sehingga dua kelompok ini seluruhnya
ditetapkan sebagai sampel.
4. Cluster
Sampling
Cluster
sampling atau sampling area digunakan jika sumber data
atau populasi sangat luas misalnya penduduk suatu provinsi, kabupaten, atau
karyawan perusahaan yang tersebar di seluruh provinsi. Untuk menentukan mana
yang dijadikan sampelnya, maka wilayah populasi terlebih dahulu ditetapkan
secara random, dan menentukan jumlah sample yang digunakan pada masing-masing
daerah tersebut dengan menggunakan teknik proporsional stratified random
sampling mengingat jumlahnya yang bisa saja berbeda.
Contoh:
Peneliti
ingin mengetahui tingkat efektivitas proses belajar mengajar di tingkat SMA.
Populasi penelitian adalah siswa SMA seluruh Indonesia. Karena jumlahnya sangat
banyak dan terbagi dalam berbagai provinsi, maka penentuan sampelnya dilakukan
dalam tahapan sebagai berikut :
1.
Menentukan
sample daerah. Misalnya ditentukan secara acak 10 Provinsi yang akan dijadikan
daerah sampel.
2.
Mengambil
sampel SMA di tingkat Provinsi secara acak yang selanjutnya disebut sampel
provinsi. Karena provinsi terdiri dari Kabupaten/Kota, maka diambil secara acak
SMA tingkat Kabupaten yang akan ditetapkan sebagai sampel (disebut Kabupaten
Sampel), dan seterusnya, sampai tingkat kelurahan / Desa yang akan dijadikan
sampel. Setelah digabungkan, maka keseluruhan SMA yang dijadikan sampel ini
diharapkan akan menggambarkan keseluruhan populasi secara keseluruhan.
b. Nonprobability Sampling
Nonprobability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi
peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih
menjadi sampel. Teknik sampel ini meliputi, sampling sistematis, kuota,
aksidental, purposive, jenuh, snowball.
1. Sampling
Sistematis
Sampling sistematis
adalah teknik sampling yang menggunakan nomor urut dari populasi baik yang
berdasarkan nomor yang ditetapkan sendiri oleh peneliti maupun nomor identitas tertentu,
ruang dengan urutan yang seragam atau pertimbangan sistematis lainnya.
Contoh:
Akan diambil
sampel dari populasi karyawan yang berjumlah 125. Karyawan ini diurutkan dari
1–125 berdasarkan absensi. Peneliti bisa menentukan sampel yang diambil berdasarkan
nomor genap (2, 4, 6, dan seterusnya) atau nomor ganjil (1, 2, 3, dan
seterusnya), atau bisa juga mengambil nomor kelipatan (2, 4, 8, 16, dan
seterusnya).
2. Sampling Kuota
Sampling
kuota adalah teknik sampling yang menentukan jumlah sampel
dari populasi yang memiliki ciri tertentu sampai jumlah kuota (jatah) yang
diinginkan.
Misalnya
akan dilakukan penelitian tentang persepsi siswa terhadap kemampuan mengajar
guru. Jumlah Sekolah adalah 10, maka sampel kuota dapat ditetapkan
masing-masing 10 siswa per sekolah.
3. Sampling Incidential
Incidential merupakan
teknik penentuan sampel secara kebetulan atau siapa saja yang kebetulan
(incidential) bertemu dengan peneliti yang dianggap cocok dengan karakteristik
sampel yang ditentukan akan dijadikan sampel.
Misalnya
penelitian tentang kepuasan pelanggan pada pelayanan Mall A. Sampel ditentukan
berdasarkan ciri-ciri usia di atas 15 tahun dan baru pernah ke Mall A tersebut,
maka siapa saja yang kebetulan bertemu di depan Mall A dengan peneliti (yang
berusia di atas 15 tahun) akan dijadikan sampel.
4. Purposive Sampling
Purposive
sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
khusus sehingga layak dijadikan sampel. Misalnya, peneliti ingin meneliti
permasalahan seputar daya tahan mesin tertentu. Maka sampel ditentukan adalah
para teknisi atau ahli mesin yang mengetahui dengan jelas permasalahan ini atau
penelitian tentang pola pembinaan olahraga renang. Maka sampel yang diambil
adalah pelatih-pelatih renang yang dianggap memiliki kompetensi di bidang ini.
Teknik ini biasanya dilakukan pada penelitian kualitatif.
5. Sampling
Jenuh
Sampling
jenuh adalah sampel yang mewakili jumlah populasi. Biasanya
dilakukan jika populasi dianggap kecil atau kurang dari 100. Misalnya akan
dilakukan penelitian tentang kinerja guru di SMA XXX Jakarta. Karena jumlah
guru hanya 35, maka seluruh guru dijadikan sampel penelitian
6. Snowball
Sampling
Snowball
sampling adalah teknik penentuan jumlah sampel yang semula
kecil kemudian terus membesar ibarat bola salju. Misalnya akan dilakukan
penelitian tentang pola peredaran narkoba di wilayah A. Sampel mula-mula adalah
5 orang narapidana, kemudian terus berkembang pada pihak-pihak lain sehingga
sampel atau responden terus berkembang sampai ditemukannya informasi yang
menyeluruh atas permasalahan yang diteliti.
No comments:
Post a Comment