Saturday, December 9, 2017

Teknik Pengambilan Sampel Pada Penelitian Pendidikan

Pengambilan sampel merupakan suatu proses pemilihan dan penentuan jenis sampel serta perhitungan besarnya sampel yang akan menjadi subjek atau objek penelitian. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan. Menurut Sugiyono (2010:217) Teknik sampling pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu Probability Sampling dan Nonprobability Sampling. Probability Sampling meliputi simple random, proportionate stratified random, disproportionate stratified random, dan area random. Non probability sampling meliputi sampling sistematis, sampling kuota, sampling aksidental, purposive sampling, sampling jenuh, dan snowball sampling. 
Berikut ini keterangan-keterangan mengenai sampel tersebut di atas.
a.    Probability Sampling
            Probability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.
1. Simple random sampling
Simple random sampling adalah teknik untuk mendapatkan sampel yang langsung dilakukan pada unit sampling. Dengan demikian setiap unit sampling sebagai unsur populasi yang terpencil memperoleh peluang yang sama untuk menjadi sampel atau untuk mewakili populasi. Contoh populasi terdiri dari 500 orang mahasiswa program S1 (unit sampling). Untuk memperoleh sampel sebanyak-sebanyak 150 orang dari populasi tersebut, digunakan teknik ini, baik dengan cara undian, ordinal, maupun tabel bilangan random.
2. Proportionate stratified random sampling
Teknik ini hampir sama dengan simple random sampling namun penentuan sampelnya memperhatikan strata (tingkatan) yang ada dalam populasi.
Misalnya, populasi adalah karyawan PT. XYZ berjumlah 125. Dengan tingkat kesalahan 5% diperoleh besar sampel adalah 95. Populasi sendiri terbagi ke dalam tiga bagian (marketing, produksi dan penjualan) yang masing-masing berjumlah :
Marketing       : 15
Produksi         : 75
Penjualan       : 35
Maka jumlah sample yang diambil berdasarkan masing-masing bagian tersebut ditentukan kembali dengan rumus n = (populasi kelas / jml populasi keseluruhan) x jumlah sampel yang ditentukan
Marketing       : 15 / 125 x 95            = 11,4 dibulatkan 11
Produksi         : 75 / 125 x 95            = 57
Penjualan       : 35 / 125 x 95            = 26.6 dibulatkan 27
Sehingga dari keseluruhan sample kelas tersebut adalah 11 + 57 + 27 = 95 sampel.
3. Disproportionate Stratified Random Sampling
Disproporsional stratified random sampling adalah teknik yang hampir mirip dengan proportionate stratified random sampling dalam hal heterogenitas populasi. Namun, ketidakproporsionalan penentuan sample didasarkan pada pertimbangan jika anggota populasi berstrata namun kurang proporsional pembagiannya.
Misalnya, populasi karyawan PT. XYZ berjumlah 1000 orang yang berstrata berdasarkan tingkat pendidikan SMP, SMA, DIII, S1 dan S2. Namun jumlahnya sangat tidak seimbang yaitu :
SMP    : 100 orang
SMA    : 700 orang
DIII     : 180 orang
S1        : 10 orang
S2        : 10 orang
Jumlah karyawan yang berpendidikan S1 dan S2 ini sangat tidak seimbang (terlalu kecil dibandingkan dengan strata yang lain) sehingga dua kelompok ini seluruhnya ditetapkan sebagai sampel.
4. Cluster Sampling
Cluster sampling atau sampling area digunakan jika sumber data atau populasi sangat luas misalnya penduduk suatu provinsi, kabupaten, atau karyawan perusahaan yang tersebar di seluruh provinsi. Untuk menentukan mana yang dijadikan sampelnya, maka wilayah populasi terlebih dahulu ditetapkan secara random, dan menentukan jumlah sample yang digunakan pada masing-masing daerah tersebut dengan menggunakan teknik proporsional stratified random sampling mengingat jumlahnya yang bisa saja berbeda.
Contoh:
Peneliti ingin mengetahui tingkat efektivitas proses belajar mengajar di tingkat SMA. Populasi penelitian adalah siswa SMA seluruh Indonesia. Karena jumlahnya sangat banyak dan terbagi dalam berbagai provinsi, maka penentuan sampelnya dilakukan dalam tahapan sebagai berikut :
1.    Menentukan sample daerah. Misalnya ditentukan secara acak 10 Provinsi yang akan dijadikan daerah sampel.
2.    Mengambil sampel SMA di tingkat Provinsi secara acak yang selanjutnya disebut sampel provinsi. Karena provinsi terdiri dari Kabupaten/Kota, maka diambil secara acak SMA tingkat Kabupaten yang akan ditetapkan sebagai sampel (disebut Kabupaten Sampel), dan seterusnya, sampai tingkat kelurahan / Desa yang akan dijadikan sampel. Setelah digabungkan, maka keseluruhan SMA yang dijadikan sampel ini diharapkan akan menggambarkan keseluruhan populasi secara keseluruhan.
b. Nonprobability Sampling
        Nonprobability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik sampel ini meliputi, sampling sistematis, kuota, aksidental, purposive, jenuh, snowball.
1. Sampling Sistematis
Sampling sistematis adalah teknik sampling yang menggunakan nomor urut dari populasi baik yang berdasarkan nomor yang ditetapkan sendiri oleh peneliti maupun nomor identitas tertentu, ruang dengan urutan yang seragam atau pertimbangan sistematis lainnya.
Contoh:
Akan diambil sampel dari populasi karyawan yang berjumlah 125. Karyawan ini diurutkan dari 1–125 berdasarkan absensi. Peneliti bisa menentukan sampel yang diambil berdasarkan nomor genap (2, 4, 6, dan seterusnya) atau nomor ganjil (1, 2, 3, dan seterusnya), atau bisa juga mengambil nomor kelipatan (2, 4, 8, 16, dan seterusnya).
2. Sampling Kuota
Sampling kuota adalah teknik sampling yang menentukan jumlah sampel dari populasi yang memiliki ciri tertentu sampai jumlah kuota (jatah) yang diinginkan.
Misalnya akan dilakukan penelitian tentang persepsi siswa terhadap kemampuan mengajar guru. Jumlah Sekolah adalah 10, maka sampel kuota dapat ditetapkan masing-masing 10 siswa per sekolah.
3. Sampling Incidential
Incidential merupakan teknik penentuan sampel secara kebetulan atau siapa saja yang kebetulan (incidential) bertemu dengan peneliti yang dianggap cocok dengan karakteristik sampel yang ditentukan akan dijadikan sampel.
Misalnya penelitian tentang kepuasan pelanggan pada pelayanan Mall A. Sampel ditentukan berdasarkan ciri-ciri usia di atas 15 tahun dan baru pernah ke Mall A tersebut, maka siapa saja yang kebetulan bertemu di depan Mall A dengan peneliti (yang berusia di atas 15 tahun) akan dijadikan sampel.
4. Purposive Sampling
Purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan khusus sehingga layak dijadikan sampel. Misalnya, peneliti ingin meneliti permasalahan seputar daya tahan mesin tertentu. Maka sampel ditentukan adalah para teknisi atau ahli mesin yang mengetahui dengan jelas permasalahan ini atau penelitian tentang pola pembinaan olahraga renang. Maka sampel yang diambil adalah pelatih-pelatih renang yang dianggap memiliki kompetensi di bidang ini. Teknik ini biasanya dilakukan pada penelitian kualitatif.
5. Sampling Jenuh
Sampling jenuh adalah sampel yang mewakili jumlah populasi. Biasanya dilakukan jika populasi dianggap kecil atau kurang dari 100. Misalnya akan dilakukan penelitian tentang kinerja guru di SMA XXX Jakarta. Karena jumlah guru hanya 35, maka seluruh guru dijadikan sampel penelitian
6. Snowball Sampling

Snowball sampling adalah teknik penentuan jumlah sampel yang semula kecil kemudian terus membesar ibarat bola salju. Misalnya akan dilakukan penelitian tentang pola peredaran narkoba di wilayah A. Sampel mula-mula adalah 5 orang narapidana, kemudian terus berkembang pada pihak-pihak lain sehingga sampel atau responden terus berkembang sampai ditemukannya informasi yang menyeluruh atas permasalahan yang diteliti.

No comments:

Post a Comment

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive