a.
Pengertian
Konsep
pendekatan bermain kadang disebut Play Practise atau Minor Games dan telah ada sejak 15 atau 20
tahun seperti dijelaskan Jack Halbert
dalam Mark Allemand dan American
Sport Education Program (2004: 1) bahwa : “The games approach, sometimes called "play practice" or
"minor games," has been around for 15 or 20 years”.
Konsep
pendekatan permainan yang populer adalah pendekatan TGfU dan persamaannya dikemukakan Webb (2002) yaitu:
There are other terms and variations of Bunker
and Thorpe's (1982) Teaching Games for Understanding. Some of these include:
Game Sense' (ASC, 1999), Play Practice (Launder, 2001), the Games Concept
Approach (Wright, Fry, McNeill, Tan, Tan & Schemp, 2001, cited in Light,
2003) and more recently, Playing for Life.
Istilah lain dan variasi
dari Bunker dan Thorpe (1982) pengajaran permainan untuk
pemahaman. Beberapa
di antaranya adalah: Game
Approach (ASC, 1999), Play
Practise (Launders, 2001), Konsep
Pendekatan Bermain (Wright, Fry, McNeill,
Tan, Tan & Schemp, 2001, dikutip dalam Light, 2003) dan baru-baru,
ini bermain untuk kehidupan. (tersedia pada laman http://ro.uow.edu.au/cgi/viewcontent.cgi).
Istilah
lainnya, modifikasi TGfU adalah Concept-Based Games diungkapkan Mandigo, et.al (2007: 20) yaitu “Another modification of the original TGfU
model was Concept-Based Games, adopted by the Ministry of Education in
Singapore as the curriculum of choice for all physical education programs.”
Dari konsep di atas, pendekatan permainan dan
pendekatan yang lainnya merupakan
variasi atau istilah yang sama yaitu suatu model permainan yang dimodifikasi
seperti penjelasan Harvey dan Hans
(2010: 3) yaitu :
Play practice, first
conceptualized by Alan Launder (2001), is similar to TGFU in that one of the
original ideas was to give beginning players the opportunity to enjoy sport and games by
playing appropriately modified versions of the game, while helping them develop sufficient levels of skillfulness to
continue playing the game or sport in the future. As Werner,
Thorpe, and Bunker (1996) noted about TGFU, The primary purpose of teaching any game should be to improve students' game
performances and to improve their enjoyment and participation in
games, which might lead to a healthier lifestyle.
Praktek
bermain
2. pertama kali dikonseptualisasikan oleh Alan Launder
(2001), mirip dengan TGfU karena
salah satu ide awal adalah untuk memberi kesempatan bagi siswa untuk menikmati olahraga dan
permainan dengan permainan yang sesuai atau dimodifikasi, sambil membantu
mereka mengembangkan tingkat kemahiran yang cukup untuk terus bermain dalam
permainan atau olahraga di masa depan.
Sebagaimana Werner, Thorpe, dan Bunker (1996) dalam Tinning (2010) mencatat
tentang TGfU, tujuan utama pengajaran
permainan apapun harus bertujuan meningkatkan performa permainan siswa dan meningkatkan kesenangan
dan partisipasi mereka dalam permainan, yang mungkin menyebabkan gaya hidup
sehat.
Dari banyaknya istilah yang digunakan,
tetapi tidak mengurangi hakekat dari pendekatan ini yaitu mengadaptasi dan memodifikasi
permainan agar
sesuai dengan perkembangan peserta didik,
hal ini diungkapkan Paul Webb, et al. (2002: 1) “Modifying
and adapting games is an important part of using this approach.”
Kenyataan
bahwa bermain (games) dapat membantu
mengembangkan keterampilan psikomotor anak pertama kali dinyatakan oleh Maulden
& Redfern (1969) dalam Kirk (2006: 627).
Lebih jauh, Maulden & Redfern mempertahankan inklusi bermain pada
kurikulum pendidikan primer jika dan hanya jika bermain dapat menyediakan
kesempatan belajar bagi seluruh siswa.
b. Penekanan
pendekatan bermain bagi anak
Berdasarkan
pada persfektif perkembangan dan pendekatan gerak (Laban, 1963 dalam Kirk,
2006) Maulden dan Redfern menekankan aspek-aspek jasmani dalam permainan sama
kedudukannya dengan komponen-komponen sosial, moral, dan intelektual.
Sebagai
tambahan, Maulden dan Redfern mengusulkan bahwa:
1. Tingkat
perkembangan dalam bermain menuju pada perkembangan penguasaan keterampilan
2. Penggunaan
pendekatan pemecahan masalah melalui situasi seperti bermain sebenarnya (game like situation) menciptakan
situasi yang mengutamakan taktik
3. Mengelompokkan
perbedaan tingkat keterampilan pada
konstruksi yang umum (misalnya: mengumpan, meraih ball possesion, dan menguasai objek)
4. Kategori
bermain (net, memukul, dan berlari), sama seperti menunjukkan kesamaan permainan,
dan analisis permainan
5. Intervensi
permainan, yang berarti memberikan siswa pilihan dan apresiasi terhadap
nilai-nilai aturan pertandingan.
c.
Kelebihan pendekatan bermain
Hasil
penelitian antara model pendekatan taktis dan pendekatan teknis yang dilakukan Alison & Thorpe,
(1997), Rink, (1996), Turner &
Martinek, (1992) dalam Hopper (2002: 2) yaitu :
Several research
studies compared the effectiveness of the skill and tactical approaches (Alison
& Thorpe, 1997; Rink, 1996b; Turner & Martinek, 1992), and an entire
issue of the Journal of Teaching in Physical Education was devoted to research
on the subject (Rink, 1996a). Though the results of these studies were
inconclusive, it was noted that children in a tactical approach model reported
increased enjoyment when learning.
Hasil studi mencatat bahwa, anak-anak dalam model pendekatan taktis disimpulkan mengalami
peningkatan signifikan dalam kesenangan ketika belajar.
Tujuan primer dalam mengajar permainan apapun harus dapat meningkatkan kinerja bermain dan kesenangan serta partisipasi
yang mungkin menyebabkan gaya hidup yang lebih
sehat. Penjelasan
ini diungkapkan Werner
et al. (1996) dalam Tinning ( 2010: 61) yaitu : ‘The primary purpose of teaching any game should be to improve students'
game performance and to improve their enjoyment and participation in games,
which might lead to a more healthy lifestyle" (p. 30).’
Terciptanya kegembiraan atau
kesenangan dalam proses pembelajaran merupakan
investasi yang sangat berharga karena
kegembiraan adalah motivator
yang paling penting untuk keterlibatan
siswa dalam mengikuti pembelajaran Penjas, hal ini dijelaskan Wankel & Kreisel (1985),
Scanlan et.al. (1993), dalam Unierzyski, P and Crespo,
M (2007: 2) yaitu : ‘Having fun is the most
important motivator for children’s involvement in sport.’ Pendapat ahli
lainnya bahwa siswa lebih
termotivasi dan tertarik pada pelajaran permainan yang menekankan games
/permainan.
Pendekatan
taktis merupakan pendekatan pembelajaran permainan yang sesuai dengan tingkat perkembangan jasmani, sosial, dan mental para
siswa, hal ini dijelaskan Hopper (2002: 2) yaitu “In
this approach, students are taught to appreciate the advanced from of the game
by participating in a modified game that
is appropriate for their physical, social, and mental development.”
Dalam pendekatan ini,
siswa diajarkan untuk mengapresiasi
lanjutan dari permainan
dengan berpartisipasi dalam permainan
modifikasi yang sesuai untuk perkembangan jasmani, sosial, dan mental.
Prinsip
pembelajaran berpusat pada siswa juga berlandaskan pada kenyataan bahwa siswa
sebagai individu di samping mempunyai sifat yang universal, terdapat juga
perbedaan yang berarti dan perbedaan itu harus dihargai.
d. Kelemahan pendekatan bermain
Setiap kelemahan dari pendekatan bermain dijelaskan
Ring, Franch, Graham (1996) dalam Metzler (2000: 347) yaitu :
Surmised
that the tactical approach was no more effective than a skill-based approach in
promoting student achievement, decision making, or positive affect. They
cautioned that the tactical model might tend to develop tactics too far ahead
of skill, so that students understand what to do but are no more able to
execute the needed skills in game play than students who learn skills first,
then tactics.
Diduga bahwa pendekatan taktis adalah tidak lebih
efektif dari pendekatan berbasis keterampilan dalam mempromosikan prestasi
siswa, pemecahan masalah, atau efek positif lainnya. Mereka memperingatkan
bahwa model taktis mungkin cenderung untuk mengembangkan taktik terlalu jauh di
depan keterampilan, sehingga siswa memahami apa yang harus dilakukan tetapi
tidak mampu menjalankan keterampilan yang dibutuhkan dalam bermain game,
dibandingkan siswa yang belajar keterampilan terlebih dulu kemudian belajar
taktik.
Akan tetapi, tujuan utama pembelajaran penjas di
sekolah dasar adalah menyediakan kesempatan belajar bagi seluruh siswa dan
mengutamakan pengenalan serta penguasaan gerak dasar dibandingkan dengan
penguasaan keterampilan dalam olahraga atau permainan.
e.
Konsep pendekatan bermain
Konsep pendekatan bermain menekankan penggunaan permainan dan minigames untuk mengarahkan siswa pada situasi permainan yang sebenarnya
(Ma’mun, 2013). Pendekatan ini membutuhkan perhatian lebih, dan bukan hanya sekedar menempatkan para siswa di lapangan, melemparkan, memukul, dan menendang bola, serta membiarkan mereka bermain
begitu saja. Penerapan langkah-langkah yang
harus dilakukan dalam menggunakan pendekatan permainan yaitu:
a.
Shaping
(pembentukan)
b.
Focus
(memusatkan perhatian)
c.
Enhancing
(meningkatkan)
Membentuk permainan
memungkinkan untuk mengubah permainan dengan cara yang kondusif untuk
belajar keterampilan siswa, pembentukan
permainan dengan cara memodifikasi bentuk peraturan, lingkungan (area bermain),
tujuan dari permainan, dan jumlah pemain.
Tujuannya untuk meningkatkan partisipasi siswa jangan sampai permainan
didominasi oleh siswa yang mempunyai keterampilan lebih tinggi atau lebih kuat
tetapi setiap siswa memiliki
kesempatan untuk belajar dan mempraktekkan keterampilan yang dibutuhkan. Diperlukan perhatian yang serius pada tujuan
spesifik dari permainan. Peran guru
yang aktif diperlukan sepanjang permainan, meningkatkan aspek bermain dengan menghentikan permainan pada saat mendidik dan menginstruksikan para siswa tentang bagaimana mereka dapat meningkatkan keterampilan mereka dalam pengambilan keputusan atau teknis.
No comments:
Post a Comment