BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pada
tahun 1883, di umur yang ke 15 sosok pria yang Bernama Muhammad Darwiys yang
tidak lain adalah KH. Ahmad Dahlan, terpengaruh dengan pemikiran-pemikiran
pembaharu dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha,
dan ibn Taimiyah. Buah dari pemikiran tokoh-tokoh Islam ini mempunyai pengaruh
yang besar pada Darwisy. Jiwa dan pemikirannya penuh disemangati oleh aliran
pembaharuan ini yang kelak kemudian hari menampilkan corak keagamaan yang sama,
yaitu melalui Muhammadiyah, yang bertujuan untuk memperbaharui pemahaman
keagamaan (ke-Islaman) di sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih
bersifat ortodoks (kolot). Ortodoksi ini dipandang menimbulkan kebekuan ajaran
Islam, serta stagnasi dan dekadensi (keterbelakangan) ummat Islam. Oleh karena
itu, pemahaman keagamaan yang statis ini harus dirubah dan diperbaharui, dengan
gerakan purifikasi atau pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada al-Qur'an
dan al-Hadits.
Sebagai
seorang yang sangat hati-hati dalam kehidupan sehari-harinya, ada sebuah
nasehat yang ditulisnya dalam bahasa Arab untuk dirinya sendiri, yaitu :
"Wahai
Dahlan, sungguh di depanmu ada bahaya besar dan peristiwa-peristiwa yang akan
mengejutkan engkau, yang pasti harus engkau lewati. Mungkin engkau mampu
melewatinya dengan selamat, tetapi mungkin juga engkau akan binasa karenanya.
Wahai Dahlan, coba engkau bayangkan seolah-olah engkau berada seorang diri
bersama Allah, sedangkan engkau menghadapi kematian, pengadilan, hisab, surga,
dan neraka. Dan dari sekalian yang engkau hadapi itu, renungkanlah yang
terdekat kepadamu, dan tinggalkanlah lainnya (diterjemahkan oleh Djarnawi
Hadikusumo).
|
Kesadaran
seperti itulah yang menyebabkan Dahlan sangat merasakan kemunduran ummat islam
di tanah air. Hal ini merisaukan hatinya. Ia merasa bertanggung jawab untuk
membangunkan, menggerakkan dan memajukan mereka. Dahlan sadar bahwa kewajiban
itu tidak mungkin dilaksanakan seorang diri, tetapi harus dilaksanakan oleh
beberapa orang yang diatur secara seksama. Kerjasama antara beberapa orang itu
tidak mungkin tanpa organisasi.
Maka
Dahlan gigih membina angkatan muda untuk turut bersama-sama melaksanakan upaya
dakwah tersebut, dan juga untuk meneruskan dan melangsungkan cita-citanya
membangun dan memajukan bangsa ini dengan membangkitkan kesadaran akan
ketertindasan dan ketertinggalan ummat Islam di Indonesia.
B.
Identifikasi
masalah
Penulisan
Karya Tulis Ilmiah ini mengambil tema “K.H. Ahmad Dahlan Bapak Pendidikan dan
Pembaruan Islam“ dan berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukan atas,
penulis identifikasi masalah sebagai berikut :
1.
Peranan K.H. Ahmad Dahlan dalam
Pembaruan Islam.
2.
Konsep Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dalam
Pembaruan Islam.
3.
Konsep pendidikan K.H. Ahmad Dahlan
dalam Pembaruan Islam.
C.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah
“Bagaimana peranan K.H. Ahmad Dahlan dalam kesenian musik Indonesia?”
1.
Bagaimana peran K.H. Ahmad Dahlan dalam
Pembaruan Islam?
2.
Bagaimana konsep pemikiran K.H. Ahmad
Dahlan dalam Pembaruan Islam?
3.
Bagaimana konsep pendidikan K.H. Ahmad
Dahlan dalam Pembaruan Islam?
D.
Tujuan
Penulisaan
Pembuatan makalah Karya
Tulis Ilmiah (KTI) mengenai K.H. Ahmad Dahlan Bapak Kesenian Musik bertujuan :
1.
Untuk mengetahui peranan K.H. Ahmad
Dahlan dalam Pembaruan Islam.
2.
Untuk mengetahui konsep pemikiran K.H.
Ahmad Dahlan dalam Pembaruan Islam.
3.
Untuk mengetahui konsep pendidikan K.H.
Ahmad Dahlan dalam Pembaruan Islam.
E.
Manfaat
Manfaat
dari penulisan ini adalah,
ü Penulis
Menambah
wawasan penulis mengenai peranan K.H. Ahmad Dahlan dalam Pembaruan Islam di
Indonesia.
ü Sekolah
Menambah bahan referensi dalam mata
pelajaran sejarah Indonesia.
ü Masyarakat
Menjadikan salah satu acuan dalam mempelajari
konsep pendidikan dan pembaruan Islam.
BAB II
LANDASAN
TEORI
A.
Riwayat Hidup KH. Ahmad
Dahlan
Kyai Haji Ahmad Dahlan
lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868, Nama kecil KH. Ahmad Dahlan adalah
Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang
keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Pendiri Muhammadiyah
ini termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah
seorang yang terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama
Islam di Jawa. Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq,
Maulana 'Ainul Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana
Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang
Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH.
Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan).
Sepulang dari Mekkah,
ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji
Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan
Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH.
Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti
Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Disamping itu KH. Ahmad Dahlan
pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi
Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera
dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang
bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman
Yogyakarta.
Dengan maksud mengajar
agama, pada tahun 1909 Kiai Dahlan masuk Boedi Oetomo - organisasi yang
melahirkan banyak tokoh-tokoh nasionalis. Di sana beliau memberikan
pelajaran-pelajaran untuk memenuhi keperluan anggota. Pelajaran yang diberikannya
terasa sangat berguna bagi anggota Boedi Oetomo sehingga para anggota Boedi
Oetomo ini menyarankan agar Kiai Dahlan membuka sekolah sendiri yang diatur
dengan rapi dan didukung oleh organisasi yang bersifat permanen. Hal tersebut
dimaksudkan untuk menghindari nasib seperti pesantren tradisional yang terpaksa
tutup bila kiai pemimpinnya meninggal dunia. Saran itu kemudian ditindaklanjuti
Kiai Dahlan dengan mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama Muhammadiyah
pada 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330). Organisasi ini bergerak di bidang
kemasyarakatan dan pendidikan. Melalui organisasi inilah beliau berusaha
memajukan pendidikan dan membangun masyarakat Islam.
Bagi Kiai Dahlan, Islam
hendak didekati serta dikaji melalui kacamata modern sesuai dengan panggilan
dan tuntutan zaman, bukan secara tradisional. Beliau mengajarkan kitab suci Al
Qur'an dengan terjemahan dan tafsir agar masyarakat tidak hanya pandai membaca
ataupun melagukan Qur'an semata, melainkan dapat memahami makna yang ada di
dalamnya. Dengan demikian diharapkan akan membuahkan amal perbuatan sesuai
dengan yang diharapkan Qur’an itu sendiri. Menurut pengamatannya, keadaan
masyarakat sebelumnya hanya mempelajari Islam dari kulitnya tanpa mendalami dan
memahami isinya. Sehingga Islam hanya merupakan suatu dogma yang mati.
Di bidang pendidikan,
Kiai Dahlan lantas mereformasi sistem pendidikan pesantren zaman itu, yang
menurutnya tidak jelas jenjangnya dan tidak efektif metodenya lantaran
mengutamakan menghafal dan tidak merespon ilmu pengetahuan umum. Maka Kiai
Dahlan mendirikan sekolah-sekolah agama dengan memberikan pelajaran pengetahuan
umum serta bahasa Belanda. Bahkan ada juga Sekolah Muhammadiyah seperti H.I.S.
met de Qur'an. Sebaliknya, beliau pun memasukkan pelajaran agama pada sekolah-sekolah
umum. Kiai Dahlan terus mengembangkan dan membangun sekolah-sekolah. Sehingga
semasa hidupnya, beliau telah banyak mendirikan sekolah, masjid, langgar, rumah
sakit, poliklinik, dan rumah yatim piatu.
Kegiatan dakwah pun
tidak ketinggalan. Beliau semakin meningkatkan dakwah dengan ajaran
pembaruannya. Di antara ajaran utamanya yang terkenal, beliau mengajarkan bahwa
semua ibadah diharamkan kecuali yang ada perintahnya dari Nabi Muhammad SAW.
Beliau juga mengajarkan larangan ziarah kubur, penyembahan dan perlakuan yang
berlebihan terhadap pusaka-pusaka keraton seperti keris, kereta kuda, dan
tombak. Di samping itu, beliau juga memurnikan agama Islam dari percampuran
ajaran agama Hindu, Budha, animisme, dinamisme, dan kejawen.
Di bidang organisasi, pada
tahun 1918, beliau membentuk organisasi Aisyiyah yang khusus untuk kaum wanita.
Pembentukan organisasi Aisyiyah, yang juga merupakan bagian dari Muhammadiyah
ini, karena menyadari pentingnya peranan kaum wanita dalam hidup dan
perjuangannya sebagai pendamping dan partner kaum pria. Sementara untuk pemuda,
Kiai Dahlan membentuk Padvinder atau Pandu - sekarang dikenal dengan nama
Pramuka - dengan nama Hizbul Wathan disingkat H.W. Di sana para pemuda diajari
baris-berbaris dengan genderang, memakai celana pendek, berdasi, dan bertopi.
Hizbul Wathan ini juga mengenakan uniform atau pakaian seragam, mirip Pramuka
sekarang.
Pembentukan Hizbul
Wathan ini dimaksudkan sebagai tempat pendidikan para pemuda yang merupakan
bunga harapan agama dan bangsa. Sebagai tempat persemaian kader-kader
terpercaya, sekaligus menunjukkan bahwa Agama Islam itu tidaklah kolot
melainkan progressif. Tidak ketinggalan zaman, namun sejalan dengan tuntutan
keadaan dan kemajuan zaman. Karena semua pembaruan yang diajarkan Kyai Dahlan ini
agak menyimpang dari tradisi yang ada saat itu, maka segala gerak dan langkah
yang dilakukannya dipandang aneh. Sang Kiai sering diteror seperti diancam
bunuh, rumahnya dilempari batu dan kotoran binatang.
Ketika mengadakan
dakwah di Banyuwangi, beliau diancam akan dibunuh dan dituduh sebagai kiai
palsu. Walaupun begitu, beliau tidak mundur. Beliau menyadari bahwa melakukan
suatu pembaruan ajaran agama (mushlih) pastilah menimbulkan gejolak dan
mempunyai risiko. Dengan penuh kesabaran, masyarakat perlahan-lahan menerima
perubaban yang diajarkannya. Tujuan mulia terkandung dalam pembaruan yang
diajarkannya. Segala tindak perbuatan, langkah dan usaha yang ditempuh Kiai ini
dimaksudkan untuk membuktikan bahwa Islam itu adalah Agama kemajuan. Dapat
mengangkat derajat umat dan bangsa ke taraf yang lebih tinggi. Usahanya ini
ternyata membawa dampak positif bagi bangsa Indonesia yang mayoritas beragama
Islam. Banyak golongan intelektual dan pemuda yang tertarik dengan metoda yang
dipraktekkan Kiai Dahlan ini sehingga mereka banyak yang menjadi anggota
Muhammadiyah. Dalam perkembangannya, Muhammadiyah kemudian menjadi salah satu
organisasi massa Islam terbesar di Indonesia.
Pada usia 66 tahun,
tepatnya pada tanggal 23 Februari 1923, Kiai Haji Akhmad Dahlan wafat di
Yogyakarta. Beliau kemudian dimakamkan di Karang Kuncen, Yogyakarta. Atas
jasa-jasa Kiai Haji Akhmad Dahlan maka negara menganugerahkan kepada beliau
gelar kehormatan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Gelar kehormatan
tersebut dituangkan dalam SK Presiden RI No.657 Tahun 1961, tgl 27 Desember
1961.
B. Gagasan
Pemikiran KH. Ahmad Dahlan Pembaruan & Pemurnian
Islam
Formalitas beragama adalah fokus
utama yang ingin didekonstruksi oleh Kyai Dahlan. Ide pembaharuannya menyangkut
akidah dan syariat, misalnya tentang upacara ritual kematian, upacara
perkawinan, kehamilan, sunatan, berziarah ke kuburan keramat, memberikan
sesajen kepada hal yang dianggap keramat dan sebagainya. Menurut Kyai Dahlan,
hal-hal tersebut bertentangan dengan Islam dan dapat menimbulkan perbuatan
syirik dan musyrik. Kyai Dahlan juga berupaya menegakkan ajaran Islam sesuai
dengan Al-Qur’an dan Hadist, berusaha mengedepankan ijtihad jika ada hal yang
tidak dapat dalam Al-Qur’an maupun Hadist serta berusaha menghilangkan taqlid
(pendapat ulama terdahulu tanpa ada dasarnya) dalam fiqih dan menegakkan amar
ma’ruf nahi munkar.
1. Pembaharuan Lewat Politik
Sebelum Muhammadiyah berdiri, Kiai
Ahmad Dahlan telah melakukan berbagai kegiatan keagamaan dan dakwah. Tahun
1906, Kiai diangkat sebagai khatib Masjid Besar Yogyakarta dengan gelar Katib
Amin oleh Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat dalam usianya yang relatif muda
sekitar 28 tahun, ketika ayahanda Kyai mulai uzur dari jabatan serupa. Satu
tahun kemudian (1907) Kiai memelopori Musyawarah Alim Ulama. Dalam rapat
pertama beliau menyampaikan arah kiblat Masjid Besar kurang tepat.
Tahun 1922 Kiai membentuk Badan
Musyawarah Ulama. Tujuan badan itu ialah mempersatukan ulama di seluruh Hindia
Belanda dan merumuskan berbagai kaidah hukum Islam sebagai pedoman pengamalan
Islam khususnya bagi warga Muhammadiyah. Badan Musyawarah ini diketuai RH
Moehammad Kamaludiningrat, penghulu Kraton. Meskipun pernah berbeda pendapat,
Moehammad Kamaludiningrat ini yang mendorong para pimpinan Muhammadiyah
kemudian membentuk Majelis Tarjih (1927). Majelis ini diketuai Kiai Mas Mansur.
Dengan tujuan dakwah agar manusia berfikir dan tertarik pada kebagusan Islam
melalui pembuktian jalan kepandaian dan ilmu.
Tahun 1909, Kiai Ahmad Dahlan
bergabung dengan Boedi Oetomo. Tujuannya selain sebagai wadah semangat
kebangsaan, juga untuk memperlancar aktivitas dakwah dan pendidikan Islam yang
dilakukannya. Ketika Muhammadiyah terbentuk, bahkan 7 orang pengurusnya
menyusul bergabung dengan Boedi Oetomo. Hubungan Muhammadiyah dengan Boedi
Oetomo sangat erat, sehingga Kongres Boedi Oetomo tahun 1917 diselenggarakan di
rumah Kiai Ahmad Dahlan.
Di sisi lain Dr. Soetomo pendiri
Boedi Oetomo juga banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan Muhammadiyah dan
menjadi Penasehat (Adviseur Besar) Muhammadiyah. Dalam Kongres Muhammadiyah
ke-26 (Surabaya), Dr.Soetomo memberikan ceramah (khutbah) dengan tema Penolong
Kesengsaraan Oemoem (PKO). Khutbah ini yang mendorong lahirnya PKO dengan rumah
sakit dan panti asuhannya kemudian. Dr.Soetomo pun membantu memperlancar
pengesahan berdirinya Muhammadiyah, tiga tahun setelah berdirinya.
Untuk mengetahui informasi
perkembangan pemikiran di Timur Tengah Ahmad Dahlan menjalin hubungan intensif
melalui Jami’at Khair dan masuk menjadi anggotanya pada tahun 1910. Ketika
Syarikat Islam berdiri, Ahmad Dahlan pun ikut serta menjadi anggota.
Rupannya dengan masuknya Ahmad
Dahlan pada semua organisasi tersebut di atas dakwahnya semakin meluas dan
mendapat respon positif dan di dukung oleh kalangan modernis dan perkotaan.
Dari sinilah Ahmad Dahlan mendapat masukan dari berbagai pihak, yang akhirnya
pada tanggal 18 November 1912 Ahmad Dahlan mendirikan wadah gerakan bagi
pikirannya yaitu “Muhammadiyah”
2. Pembaharuan Lewat Pendidikan
Tak kalah penting dalam pembicaraan
kita tentang Kyai Dahlan adalah semangatnya sebagai seorang pendidik. Beliau
begitu intens mengkritik dualisme pendidikan pada masanya. Pandangan muslim
tradisional terhadap pendidikan terlalu menitikberatkan pada aspek spiritual
dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini terlihat dari lembaga pendidikannya yaitu
pesantren. Pesantren lebih mengembangkan ilmu agama dibanding ilmu pengetahuan
sehingga menyebabkan kemunduran pada dunia Islam karena umat Islam hanya
memikirkan masalah akhirat dan menimbulkan sikap pasrah.
Begitu pun dengan sistem pendidikan
kolonial. Dilihat dari metode pengajaran dan alat-alat pendidikannya, memang
terbilang banyak sekali manfaat dan kemajuan yang bisa diraih siswa dari
pendidikan kolonial ini. hanya saja, dalam sekolah kolonial tidak terdapat
pelajaran tentang agama, khususnya Islam. Hal ini menyebabkan siswa cakap
secara intelektual namun lemah karakter dan moralitasnya. Karena itulah Kyai
Dahlan memandang penting persoalan sinergi antara ilmu umum dan agama. Karena
itulah institusi pendidikan Muhammadiyah tidak memberlakukan pemisahan antara
ilmu umum dan agama.
Sekolah Muhammadiyah yang pertama
telah berdiri satu tahun sebelum Muhammadiyah sebagai organisasi berdiri. Pada
tahun 1911 Kyai Dahlan mendirikan sebuah madrasah di rumahnya yang diharapkan
bisa memenuhi kebutuhan kaum muslim terhadap pendidikan agama dan pada saat
yang sama memberikan mata pelajaran umum. Di sekolah itu, pendidikan agama
diberikan oleh Kyai Dahlan sendiri dan pelajaran umum diajarkan oleh seorang
anggota Budi Utomo yang juga guru di sekolah pemerintah.
Ketika sekolah ini dibuka hanya ada
9 murid yang mendaftar. Hal itu membuktikan bahwa umat Islam belum memandang
pentingnya ilmu pengetahuan umum dan agama. Respon tersebut tidak mematahkan
semangat Kyai Dahlan. Ia tidak segan-segan mendatangi anak-anak sampai ke
rumahnya untuk mengajak mereka masuk sekolah. Kyai Dahlan juga memberikan
perhatian khusus pada pendidikan anak-anak perempuan. Karena bila anak
laki-laki maju, anak perempuan terbelakang maka terjadi kepincangan. Pada tahun
1918 didirikan sekolah Aisyiyah. Suatu pertanda bahwa pemikiran emansipasi
pendidikan juga menjadi perhatian Kyai Dahlan.
Sinergi antara ilmu umum dan agama
juga merupakan tanda bahwa Kyai Dahlan sangat menyadari pentingnya pembangunan
kepribadian sebagai salah satu tujuan pendidikan. Entah disadari atau tidak,
upaya Kyai Dahlan menyinergikan antara ilmu umum dan agama ini merupakan sebuah
antitesis terhadap Prof. Snouck Hurgronje. Inilah sebab mengapa pemikiran Kyai
Dahlan di bidang pendidikan merupakan sebuah terobosan yang membawa dampak
besar bagi umat. Lebih jauh kedepan, dapat kita lihat hasilnya dengan munculnya
kader-kader Muhammadiyah yang turut mewarnai dunia politik dengan membawa identitas
ke-Islamannya.
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
A. Metode
Penelitian
Adanya keberhasilan dalam suatu penelitian dapat ditentukan oleh
pendekatan yang digunakannya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan kualitatif, dimana pendekatan kualitatif disebut juga dengan
pendekatan naturalistik. Disebut kualitatif karena sifat data yang dikumpulkan
bercorak kualitatif, bukan kuantitatif, karena tidak menggunakan alat-alat
pengukur. Sedangkan disebut naturalistik karena situasi lapangan penelitian
bersifat natural atau wajar, sebagaimana adanya, tanpa dimanipulasi, dan tanpa
diatur dengan eksperimen atau tes. Penelitian naturalistik melihat situasi
nyata yang berubah secara alamiah, terbuka, tidak ada rekayasa pengontrolan
variabel (Nasution, 2003:18).
Adapun menurut Moleong penelitian kualitatif
adalah : tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung pada pengamatan manusia pada kawasannya sendiri dan berhubungan
dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan dalam peristilahannya”. Lebih
lanjut penelitian kualitatif ini pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam
lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan
tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya (Nasution, 2003:5).
|
Begitu pula dalam penelitian ini penulis
sebagai instrumen utama yang berusaha mengungkapkan data secara mendalam dengan
dibantu oleh beberapa teknik pengumpulan data. Sebagaimana yang dikemukakan
oleh Moleong bahwa bagi peneliti
kualitatif manusia adalah instrumen utama karena ia menjadi segala dari
keseluruhan penelitian. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana, pengumpul
data, analisis, penafsir, dan pada akhirnya ia menjadi pelopor penelitiannya
(2006:9).
Bogdan dan Taylor berpendapat bahwa “data-data
yang dikumpulkan melalui penelitian kualitatif berupa kata-kata daripada
angka-angka”, namun bukan berarti peneliti mengabaikan data yang bersifat
dokumen sepanjang memang menunjang pencapaian tujuan penelitian (Moleong
(2006:4).
Adapun ciri-ciri dari penelitian kualitatif
adalah sebagai berikut :
1.
Sumber
data ialah situasi yang wajar atau “natural
setting” dimana peneliti mengumpulkan data berdasarkan observasi situasi
yang wajar, sebagaimana adanya tanpa dipengaruhi dengan sengaja.
2.
Peneliti
sebagai instrumen penelitian. Peneliti adalah “key instrument” atau alat
penelitian utama.
3.
Sangat
deskriptif, dalam penelitian ini diusahakan mengumpulkan data deskriptif yang
banyak dituangkan dalam bentuk laporan dan uraian.
4.
Mementingkan
proses maupun produk jadi memperhatikan bagaimana perkembangan terjadinya
sesuatu.
5.
Mencari
makna di belakang kelakuan atau perbuatan, sehingga dapat memahami masalah atau
situasi.
6.
Mengutamakan
data langsung atau “first hand” dimana peneliti terjun langsung ke lapangan
mengadakan observasi atau wawancara.
7.
Triangulasi.
Data atau informasi dari satu pihak harus dicek kebenarannya dengan cara
memperoleh data itu dari sumber lain.
8.
Menonjolkan
rincian kontekstual. Peneliti menumpulkan data dan mencatat data yang sangat
terinci mengenai hal-hal yang dianggap bertalian dengan masalah yang diteliti.
9.
Subjek
yang diteliti dipandang berkdudukan sama dengan peneliti.
10. Mengutamakan perspektif emic, artinya mementingkan pandangan responden, yakni bagaimana ia
memandang dan menafsirkan dunia dari segi pendiriannya.
11. Verifikasi.
12. Sampling yang purposive
13. Menggunakan “audit trail”
14. Partisipasi tanpa mengganggu
15. Mengadakan analisis sejak awal penelitian.
16. Desain penelitian tampil dalam proses
penelitian (Nasution, 2003:9-12)
Setelah menemukan pendekatan, penelitian ini memperhatikan
pula metode yang digunakan agar hasilnya sesuai dengan yang diharapkan, Burgess
mengemukakan bahwa metode penelitian kualitatif sebenarnya meliputi sejumlah
metode penelitian, antara lain kerja lapangan, penelitian lapangan, studi
kasus, ethnografi, prosedur interpretatif dan lain-lain. Metode yang penulis
gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Dimana metode deskriptif
ini adalah metode yang menggambarkan keadaan yang sedang berlangsung pada saat
penelitian dilakukan berdasarkan fakta yang ada (Arikunto, 2006:309).
Selain itu metode ini tidak hanya terbatas
pada pengumpulan dan penyusunan data, karena metode ini mempunyai ciri-ciri
memusatkan pada pemecahan masalah yang ada dan aktual, data yang dikumpulkan
disusun dijelaskan kemudian dianalisis. Lebih lanjut dikemukakan oleh Nazir
bahwa penelitian deskriptif adalah mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat
secara situasi-situasi tertentu, termasuk hubungan kegiatan-kegiatan,
sikap-sikap, pandangan-pandangan serta proses-proses yang berlangsung dan
pengaruhnya dari suatu fenomena (1988:55).
B.
Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data
dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam
pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang
merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, pertanyaan tertulis
maupun lisan. Apabila peneliti menggunakan teknik observasi, maka sumber
datanya bidang berupa benda, gerak atau proses sesuatu.
Menulis Karya Tulis Ilmiah ini kami menggunakan sumber data
berupa tulisan yaitu: Dari internet, Sumber buku yang terkait dengan K.H. Ahmad
Dahlan, dan lain-lain. Melalui pengumpulan data Heuristik kami dapat mengetahui
sejarah K.H. Ahmad Dahlan sebagai
pembaruan Islam. Heuristik merupakan langkah awal dalam penelitian sejarah
untuk berburu dan mengumpulkan berbagi sumber data yang terkait dengan masalah
yang sedang diteliti. misalnya dengan melacak sumber sejarah tersebut dengan
meneliti berbagai dokumen, mengunjungi situs sejarah, mewawancarai para saksi
sejarah.
Selain dari pada kami mencari sumber data melalui internet
browsing, kami juga mendapatkan informasi mengenai K.H. Ahmad Dahlan dari
perpustakaan beserta teman-teman saya yang senantiasa membantu saya dalam sumber
ini.
C.
Teknik
Pengumpulan Data
Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data sekunder
dari berbagai buku, dokumen dan tulisan yang relevan untuk menyusun konsep
penelitian serta mengungkap obyek penelitian. Studi kepustakaan dilakukan
dengan banyak melakukan telah dan pengutipan berbagai teori yang relevan utuk
menyusun konsep penelitian. Studi kepustakaan juga dilakukan untuk menggali
berbagai informasi dan data faktual yang terkait atau merepresentasikan
masalah-masalah yang dijadikan obyek penelitian. Selain dari pada perpustakaan
kami juga mendapatkan informasi mengenai K.H. Ahmad Dahlan dari Perpustakaan sekolah dan browsing internet
atau yang lainnya.
BAB IV
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Peran
K.H. Ahmad Dahlan Dalam Pendidikan Islam
K. H. Ahmad Dahlan
merupakan salah satu tokoh pembaharu dalam Islam sekaligus sebagai pendiri
persyarikatan Muhammadiyah. K. H. Ahmad Dahlan mulai melakukan ide pembaharuan
sekembalinya dari haji pertama yaitu pada tahun 1888, melihat keadaan
masyarakat Islam di Indonesia yang mengalami kemerosotan disebabkan oleh
keterbelakangan pengetahuan akibat tekanan penjajahan pemerintah Belanda.
Pemerintah Belanda menginginkan rakyat pribumi sebagai buruh kasar dengan upah
rendah sehinga tidak lagi memikirkan pendidikan. Adanya perbedaan dalam
pendidikan menyebabkan berkembangnya dualisme pendidikan yakni sistem
pendidikan kolonial Belanda dan sistem pendidikan Islam tradisional yang
berpusatkan di pondok pesantren. Melihat perbedaan pendidikan yang terjadi pada
saat itu maka timbulah ide dari K. H. Ahmad Dahlan untuk melakukan pembaharuan.
Dalam melakukan pembaruan K. H. Ahmad Dahlan tidak hanya mendirikan sekolah,
tetapi ikut membantu mengajar ilmu keagamaan di sekolah lain seperti di
Kweekschool Gubernamen Jetis. K. H. Ahmad Dahlan juga melakukan pembaharuan
lain seperti mendirikan masjid, menerbitkan surat kabar yang memuat tentang
ilmu- ilmu agama islam.
16
|
Karena Nabi merupakan
contoh pengamalan Al-Qur'an dan Hadis, maka dalam proses pembentukan
kepribadian siswa harus diperkenalkan pada kehidupan dan ajaran-ajaran Nabi
saw. K.H. Ahmad Dahlan tidak bekerja sendirian Ia dibantu oleh kawan-kawannya
di Kauman, seperti Haji Sujak, Haji Fachruddin, Haji Tamim, Haji Hisyam, Haji
Syarwani dan Haji Abdul Gani. Sedangkan anggota Budi Oetomo yang paling keras
mendukung segera didirikan sekolah agama yang bersifat modern adalah Mas
Rasyidi siswa Kweekchool di Yogyakarta, dan R. Sosrosugondo seorang guru di
sekolah tersebut. Sekitar sebelas tahun kemudian setelah organisasi
Muhammadiyah didirikan K.H.Ahmad Dahlan meninggal dunia pada tanggal 23
Pebruari 1923.
B.
Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan
Merasa prihatin
terhadap perilaku masyarakat Islam di Indonesia yang masih mencampur-baurkan
adat-istiadat yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran umat islam, inilah
yang menjadi latar belakang pemikiran K.H. ahmad Dahlan untuk melakukan
pembaruan, yang juga melatar belakangi lahirnya Muhammadiyah. Selain faktor
lain diantaranya, yaitu pengaruh pemikiran pembaruan dari para gurunya di Timur
Tengah. Hampir seluruh pemikiran K.H. Ahmad Dahlan berangkat dari
keprihatinannya terhadap situasi dan kondisi global umat Islam waktu itu yang
tenggelam dalam kejumudan (stagnasi), kebodohan, serta keterbelakangan. Kondisi
ini semakin diperparah dengan politik kolonial belanda yang sangat merugikan
bangsa Indonesia. Menurut K.H. Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk
menyelamatkan umat Islam dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran
yang dinamis adalah melalui pendidikan. Memang, Muhammadiyah sejak tahun 1912
telah menggarap dunia pendidikan, namun perumusan mengenai tujuan pendidikan
yang spesifik baru disusun pada 1936. Pada mulanya tujuan pendidikan ini tampak
dari ucapan K.H. Ahmad Dahlan: " Dadiji kjai sing kemajorean, adja kesel
anggonu njambut gawe kanggo Muhammadiyah"( Jadilah manusia yang maju,
jangan pernah lelah dalam bekerja untuk Muhammadiyah).
Untuk mewujudkannya,
menurut K.H. Ahmad Dahlan pendidikan terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Pendidikan
moral, akhlak, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan karakter manusia yang
baik, berdasarkan Al-Qur'an dan Al-Sunnah
2. Pendidikan
Individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh,
yang berkesinambungan antara keyakinan dan intelek, antara akal dan pikiran
serta antara dunia dan akhirat
3. Pendidikan
kemasyarakatan, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kese"iya"an dan
keinginan hidup masyarakat.
Tanpa mengurangi
pemikiran para intelektual muslim lainnya, paling tidak pemikiran Ahmad Dahlan
tentang pendidikan Islam dapat dikatakan sebagai awal kebangkitan pendidikan
Islam di Indonesia. Gagasan pembaruannya sempat mendapat tantangan dari
masyarakat waktu itu, terutama dari lingkunagan pendidikan tradisional. Kendati
demikian, bagi Dahlan, tantangan tersebut bukan merupakan hambatan, melainkan
tantangan yang perlu dihadapi secara arif dan bijaksana.Arus dinamika
pembaharuan terus mengalir dan bergerak menuju kepada berbagai persoalan
kehidupan yang semakin kompleks. Dengan demikian, peranan pendidikan Islam
menjadi semakin penting dan strategis untuk senantiasa mendapat perhatian yang
serius. Hal ini disebabkan, karena pendidikan merupakan media yang sangat
strategis untuk mencerdaskan umat. Melalui media ini, umat akan semakin kritis
dan memiliki daya analisa yang tajam dalam membaca peta kehidupan masa depannya
yang dinamis. Dalam konteks ini, setidaknya pemikiran pendidikan K.H Ahmad
Dahlan dapat diletakkan sebagai upaya sekaligus wacana untuk memberikan
inspirasi bagi pembentukan dan pembinaan peradaban umat masa depan yang lebih
proporsional.
C.
Konsep Pendidikan K.H. Ahmad Dahlan
Kehadiran penjajah
Belanda ke Indonesia telah merusak tatanan sosial yang ada dalam masyarakat
Indonesia. Di jawa, Belanda telah merusak dan menghancurkan komponen kehidupan
perdagangan dan politik umat Islam. Selain itu, kondisi umat Islam mulai
menyimpang dari kesucian dan kemurnian ajaran Islam. Dalam segi kegiatan
keagamaan, mulai berkembang sikap fatalisme, khurafat, takhayul, serta konservatisme
yang tertanam kuat dalam kehidupan keagamaan dan sosial ekonomi masyarakat
Islam. Kondisi ini diperburuk lagi dengan dengan misi kristenisasi yang membuat
umat Islam mengalami kejumudan dalam setiap aspek kehidupannya.
Memperhatikan
perkembangan dan pertumbuhan Islam dan akibat dari pemerintahan kolonial
Belanda, terutama di pulau Jawa, K.H. Ahmad Dahlan merasa sangat prihatin. Umat
Islam saat itu berada dalam keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan. Selain
itu, sistem pendidikan yang ada sangat lemah sehingga tidak mampu menandingi
misi kaum Zindiq maupun Kristen. Melihat kenyataan diatas, beliau sebagai
seorang muallim merasa terpanggil untuk mempertahankan sistem dari abad-abad
permulaan Islam sebagai suatu sistem yang benar dan bebas dari unsur-unsur
bid'ah, berusaha membangun kembali agama Islam yang didasarkan pada sendi-sendi
ajaran yang benar, yakni sejalan dengan Al-Qur'an dan Hadits. Oleh sebab itu
K.H. Ahmad Dahlan memfokuskan dirinya untuk memperbaiki tatanan masyarakat
dengan meningkatkan taraf pendidikan khususnya di
Indonesia.
Pelaksanaan pendidikan
menurut Dahlan hendaknya di dasarkan pada landasan yang kokoh. Landasan ini
merupakan kerangka filosofis bagi merumuskan kerangka filosofis bagi Islam,
baik secara vertikal (Khaliq) maupun Horizontal (makhluk). Dalam pandangan
Islam, paling tidak ada dua sisi tugas penciptaan manusia, yaitu sebagai abd'
Allah dan khalifah fi al-ardh. Dalam proses kejadiannya, manusia diberikan
Allah dengan al-ruh dan al'aql. Untuk itu, pendidikan hendaknya menjadi media
yang dapat mengembangkan potensi al-ruh untuk menalar petunjuk pelaksanaan
ketundukan dan kepatuhan manusia kepada Khaliqnya. Disini eksistensi akal
merupakan potensi dasar bagi peserta didik yang perlu dipelihara dan
dikembangkan guna menyusun kerangka teoritis dan metodologis bagaimana menata
hubungan yang harmonis secara vertikal maupun horizontal dalam konteks tujuan
penciptaannya.
Pendidikan menurut K.H.
Ahmad Dahlan hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses pembangunan
umat. Upaya mengaktualisasikan gagasan tersebut maka konsep pendidikan K.H.
Ahmad Dahlan ini meliputi:
1. Tujuan Pendidikan
Menurut K.H.
Ahmad Dahlan, pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia
muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham
masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.
Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang
saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan
sekolah model Belanda. Di satu sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan utnuk
menciptakan individu yang salih dan mendalami ilmu agama. Sebaliknya,
pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan sekuler yang didalamnya
tidak diajarkan agama sama sekali. Melihat ketimpangan tersebut KH. Ahamd
Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah melahirkan
individu yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spritual
serta dunia dan akhirat. Bagi K.H. Ahmad Dahlan kedua hal tersebut (agama-umum,
material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan
satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH. Ahmad Dahlan mengajarkan
pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah Muhammadiyah.
2. Materi pendidikan
Menurut Dahlan, materi
pendidikan adalah pengajaran Al-Qur'an dan Hadits, membaca, menulis, berhitung,
Ilmu bumi, dan menggambar. Materi Al-Qur'an dan Hadits meliputi; Ibadah,
persamaan derajat, fungsi perbuatan manusia dalam menentukan nasibnya,
musyawarah, pembuktian kebenaran Al-Qur'an dan Hadits menurut akal, kerjasama
antara agama-kebudayaan-kemajuan peradaban, hukum kausalitas perubahan, nafsu
dan kehendak, Demokratisasi dan liberalisasi, kemerdekaan berpikir, dinamika
kehidupan dan peranan manusia di dalamnya, dan akhlak (budi pekerti).
3. Metode Mengajar
Di dalam menyampaikan
pelajaran agama K.H. Ahmad Dahlan tidak menggunakan pendekatan yang
tekstual tetapi kontekstual. Karena pelajaran agama tidak cukup hanya dihafalkan
atau dipahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi dan
kondisi. Cara belajar-mengajar di pesantren menggunakan sistem Weton dan
Sorogan, madrasah Muhammadiyah menggunakan sistem masihal seperti sekolah
Belanda. Bahan pelajaran di pesantren mengambil dari kitab-kitab agama saja.
Sedangkan di madrasah Muhammadiyah bahan pelajarannya mengambil dari kitab
agama dan buku-buku umum. Di pesantren hubungan guru-murid biasanya terkesan
otoriter karena para kiai memiliki otoritas ilmu yang dianggap sakral.
Sedangkan madrasah Muhammadiyah mulai mengembangkan hubungan antara guru-murid
yang akrab.
Usaha dan Jasa-Jasa
Besar K.H. Ahmad Dahlan dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Mengubah dan membetulkan arah kiblat
yang tidak tepat menurut semestinya. Umumnya Masjid-masjid dan langgar-langgar
di Yogyakarta menghadap ke timur dan orang-orang shalat menghadap ke arah barat
lurus. Pada hal kiblat yang sebenarnya menuju Ka'bah dari tanah Jawa miring ke
utara kurang lebih 24 derajat dari sebelah barat. Berdasarkan ilmu pengetahuan
tentang ilmu falaq itu, orang tidak boleh menghadap kiblat menuju barat lurus,
melainkan harus miring ke utara 24 derajat. Oleh sebab itu K.H. Ahmad Dahlan
mengubah bangunan pesantrennya sendiri, supaya menuju kearah kiblat yang betul.
Perubahan yang diadakan oleh K.H. Ahmad Dahlan itu mendapat tantangan keras
dari pembesar-pembesar masjid dan kekuasaan kerajaan (Abuddin Nata, 2004:
106-107).
2.
Mengajarkan dan menyiarkan agama Islam
dengan popular, bukan saja di pesantren, melainkan ia pergi ke tempat-tempat
lain dan mendatangi berbagai golongan. Bahkan dapat dikatakan bahwa K.H. Ahmad
Dahlan adalah bapak muballigh Islam di Jawa Tengah, sebagaimana Syekh M. Jamil
Jambek sebagai bapak muballigh di Sumatera Tengah.
3.
Memberantas bid'ah-bid'ah dan khurafat
serta adat istiadat yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.
4.
Mendirikan perkumpulan/persyarikatan
Muhammadiyah pada tahun 1912 M yang tersebar di seluruh Indonesia sampai
sekarang. Pada permulaan berdirinya, Muhammadiyah mendapat halangan dan
rintangan yang sangat hebatnya, bahkan K.H.Ahmad Dahlan dikatakan telah keluar
dari mazhab, meninggalkan ahli sunnah wal jama'ah. Bermacam-macam tuduhan dan
fitnahan yang dilemparkan kepadanya, tetapi semuanya itu diterimanya dengan sabar
dan tawakal, sehingga Muhammadiyah menjadi satu perkumpulan yang terbesar di
Indonesia serta berjasa kepada rakyat dengan mendirikan sekolah-sekolah, sejak
dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.
Ahmad Dahlan juga
sering mengadakan pengajian agama di langgar atau mushola. Pada tahun 1912
beliau mendirikan Muhammadiyah yang semata-mata bertujuan untuk mengadakan
dakwah Islam, memajukan pendidikan dan pengajaran, menghidupkan sifat
tolong-menolong, mendirikan tempat ibadah dan wakaf, mendidik dan mengasuh
anak-anak agar menjadi umat Islam yang berarti, berusaha ke arah perbaikan
penghidupan dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam. Ide-ide yang di
kemukakan K.H.Ahmad Dahlan telah membawa pembaruan dalam bidang pembentukan
lembaga pendidikan Islam yang semula bersistem pesantren menjadi sistem
klasikal, dimana dalam pendidikan klasikal tersebut dimasukkan pelajaran umum
kedalam pendidikan madrasah. Meskipun demikian, K.H. Ahmad Dahlan tetap
mendahulukan pendidikan moral atau ahlak, pendidikan individu dan pendidikan
kemasyarakatan.
BAB V
KESIMPULAN
DAN REKOMENDASI
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, pemakalah dapat menyimpulkan
bahwasanya K.H. Ahmad Dahlan adalah merupakan tokoh pendidikan yang sangat
besar jasanya bagi dunia pendidikan di Indonesia ini.
Kyai Haji
Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis) lahir di Kauman, Yogyakarta, 1 Agustus 1868,
Sebelum mendirikan organisasi Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan mempelajari
perubahan-perubahan yang terjadi di Mesir, Arab, dan India, untuk kemudian berusaha
menerapkannya di Indonesia. Ahmad Dahlan juga sering mengadakan pengajian agama
di langgar atau mushola. Pada tahun 1912 beliau mendirikan Muhammadiyah yang
semata-mata bertujuan untuk mengadakan dakwah Islam, memajukan pendidikan dan
pengajaran, menghidupkan sifat tolong-menolong, mendirikan tempat ibadah dan
wakaf, mendidik dan mengasuh anak-anak agar menjadi umat Islam yang berarti,
berusaha ke arah perbaikan penghidupan dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran
Islam
Ide-ide
yang di kemukakan K.H.Ahmad Dahlan telah membawa pembaruan dalam bidang
pembentukan lembaga pendidikan Islam yang semula bersistem pesantren menjadi
sistem klasikal, dimana dalam pendidikan klasikal tersebut dimasukkan pelajaran
umum kedalam pendidikan madrasah. Meskipun demikian, K.H. Ahmad Dahlan tetap
mendahulukan pendidikan moral atau ahlak, pendidikan individu dan pendidikan
kemasyarakatan..
B. Rekomendasi
|
Manfaat
untuk penulis diharapkan dari karya tulis ilmiah ini bisa dipetik pemikiran dan
pembaruan yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan khususnya bagi para pembaca dan
generasi muda agar bisa dijadikan penyemangat atau motivasi dalam berjuang
mengisi kemerdekaan dengan menjadi pribadi yang baik, bertanggung jawab dan
berjuang baik untuk kehidupannya pribadi.
Manfaat untuk sekolah
diharapkan karya tulis ilmiah ini dapat membantu menambah sumber referensi
dalam belajar. Manfaat untuk Masyarakat diharapkan karya tulis ilmiah ini dapat
membantu masyarakat untuk Mengenal lebih dalam lagi sang tokoh islam K.H. Ahmad
Dahlan agar masyarakat bisa lebih menghargai lagi perjuangan beliau.
DAFTAR
PUSAKA
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Rineka
Cipta.
Hizah.
Samsul, 2002. Filsafat Pendidikan Islam.
Jakarta: Ciputat pers.
Moleong. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nasution. (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Transito
Sjalaby,
Ahmad. 1973. Sedjarah Pendidikan Islam.
Djakarta: Penerbit Bulan Bintang.
Soedja,
Muhammad, 1993. Cerita Tentang Kyai Haji
Ahmad Dahlan. Jakarta: Rhineka Cipta.
Syamsul
Kurniawan-Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran
Tokoh Pendidikan Islam, (Jogjakarta:Ar-Ruzz Media)
.
No comments:
Post a Comment