Wednesday, April 19, 2017

Karya Tulis Ilmiah K.H. Ahmad Dahlan

BAB 
BAB I
PENDAHULUAN


A.          Latar Belakang
Pada tahun 1883, di umur yang ke 15 sosok pria yang Bernama Muhammad Darwiys yang tidak lain adalah KH. Ahmad Dahlan, terpengaruh dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, dan ibn Taimiyah. Buah dari pemikiran tokoh-tokoh Islam ini mempunyai pengaruh yang besar pada Darwisy. Jiwa dan pemikirannya penuh disemangati oleh aliran pembaharuan ini yang kelak kemudian hari menampilkan corak keagamaan yang sama, yaitu melalui Muhammadiyah, yang bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan (ke-Islaman) di sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih bersifat ortodoks (kolot). Ortodoksi ini dipandang menimbulkan kebekuan ajaran Islam, serta stagnasi dan dekadensi (keterbelakangan) ummat Islam. Oleh karena itu, pemahaman keagamaan yang statis ini harus dirubah dan diperbaharui, dengan gerakan purifikasi atau pemurnian ajaran Islam dengan kembali kepada al-Qur'an dan al-Hadits.
Sebagai seorang yang sangat hati-hati dalam kehidupan sehari-harinya, ada sebuah nasehat yang ditulisnya dalam bahasa Arab untuk dirinya sendiri, yaitu :
"Wahai Dahlan, sungguh di depanmu ada bahaya besar dan peristiwa-peristiwa yang akan mengejutkan engkau, yang pasti harus engkau lewati. Mungkin engkau mampu melewatinya dengan selamat, tetapi mungkin juga engkau akan binasa karenanya. Wahai Dahlan, coba engkau bayangkan seolah-olah engkau berada seorang diri bersama Allah, sedangkan engkau menghadapi kematian, pengadilan, hisab, surga, dan neraka. Dan dari sekalian yang engkau hadapi itu, renungkanlah yang terdekat kepadamu, dan tinggalkanlah lainnya (diterjemahkan oleh Djarnawi Hadikusumo).



Dari pesan itu tersirat sebuah semangat yang besar tentang kehidupan akhirat. Dan untuk mencapai kehidupan akhirat yang baik, maka Dahlan berpikir bahwa setiap orang harus mencari bekal untuk kehidupan akhirat itu dengan memperbanyak ibadah, amal saleh, menyiarkan dan membela agama Allah, serta memimpin ummat ke jalan yang benar dan membimbing mereka pada amal dan perjuangan menegakkan kalimah Allah. Dengan demikian, untuk mencari bekal mencapai kehidupan akhirat yang baik harus mempunyai kesadaran kolektif, artinya bahwa upaya-upaya tersebut harus diserukan (dakwah) kepada seluruh ummat manusia melalui upaya-upaya yang sistematis dan kolektif.
Kesadaran seperti itulah yang menyebabkan Dahlan sangat merasakan kemunduran ummat islam di tanah air. Hal ini merisaukan hatinya. Ia merasa bertanggung jawab untuk membangunkan, menggerakkan dan memajukan mereka. Dahlan sadar bahwa kewajiban itu tidak mungkin dilaksanakan seorang diri, tetapi harus dilaksanakan oleh beberapa orang yang diatur secara seksama. Kerjasama antara beberapa orang itu tidak mungkin tanpa organisasi.
Maka Dahlan gigih membina angkatan muda untuk turut bersama-sama melaksanakan upaya dakwah tersebut, dan juga untuk meneruskan dan melangsungkan cita-citanya membangun dan memajukan bangsa ini dengan membangkitkan kesadaran akan ketertindasan dan ketertinggalan ummat Islam di Indonesia.

B.                 Identifikasi masalah
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini mengambil tema “K.H. Ahmad Dahlan Bapak Pendidikan dan Pembaruan Islam“ dan berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukan atas, penulis identifikasi masalah sebagai berikut :
1.         Peranan K.H. Ahmad Dahlan dalam Pembaruan Islam.
2.         Konsep Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dalam Pembaruan Islam.
3.         Konsep pendidikan K.H. Ahmad Dahlan dalam Pembaruan Islam.

C.                Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah “Bagaimana peranan K.H. Ahmad Dahlan dalam kesenian musik Indonesia?”
1.         Bagaimana peran K.H. Ahmad Dahlan dalam Pembaruan Islam?
2.         Bagaimana konsep pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dalam Pembaruan Islam?
3.         Bagaimana konsep pendidikan K.H. Ahmad Dahlan dalam Pembaruan Islam?

D.                Tujuan Penulisaan
Pembuatan makalah Karya Tulis Ilmiah (KTI) mengenai K.H. Ahmad Dahlan Bapak Kesenian Musik bertujuan :
1.         Untuk mengetahui peranan K.H. Ahmad Dahlan dalam Pembaruan Islam.
2.         Untuk mengetahui konsep pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dalam Pembaruan Islam.
3.         Untuk mengetahui konsep pendidikan K.H. Ahmad Dahlan dalam Pembaruan Islam.
         
E.                 Manfaat
Manfaat dari penulisan ini adalah,     
ü  Penulis
Menambah wawasan penulis mengenai peranan K.H. Ahmad Dahlan dalam Pembaruan Islam di Indonesia.
ü  Sekolah
Menambah bahan referensi dalam mata pelajaran sejarah Indonesia.
ü  Masyarakat    
Menjadikan salah satu acuan dalam mempelajari konsep pendidikan dan pembaruan Islam.







 BAB II
  
LANDASAN TEORI


A.                Riwayat Hidup KH. Ahmad Dahlan






Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868, Nama kecil KH. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Pendiri Muhammadiyah ini termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam di Jawa. Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH. Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan).



Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.
Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.
Dengan maksud mengajar agama, pada tahun 1909 Kiai Dahlan masuk Boedi Oetomo - organisasi yang melahirkan banyak tokoh-tokoh nasionalis. Di sana beliau memberikan pelajaran-pelajaran untuk memenuhi keperluan anggota. Pelajaran yang diberikannya terasa sangat berguna bagi anggota Boedi Oetomo sehingga para anggota Boedi Oetomo ini menyarankan agar Kiai Dahlan membuka sekolah sendiri yang diatur dengan rapi dan didukung oleh organisasi yang bersifat permanen. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari nasib seperti pesantren tradisional yang terpaksa tutup bila kiai pemimpinnya meninggal dunia. Saran itu kemudian ditindaklanjuti Kiai Dahlan dengan mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama Muhammadiyah pada 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330). Organisasi ini bergerak di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Melalui organisasi inilah beliau berusaha memajukan pendidikan dan membangun masyarakat Islam.
Bagi Kiai Dahlan, Islam hendak didekati serta dikaji melalui kacamata modern sesuai dengan panggilan dan tuntutan zaman, bukan secara tradisional. Beliau mengajarkan kitab suci Al Qur'an dengan terjemahan dan tafsir agar masyarakat tidak hanya pandai membaca ataupun melagukan Qur'an semata, melainkan dapat memahami makna yang ada di dalamnya. Dengan demikian diharapkan akan membuahkan amal perbuatan sesuai dengan yang diharapkan Qur’an itu sendiri. Menurut pengamatannya, keadaan masyarakat sebelumnya hanya mempelajari Islam dari kulitnya tanpa mendalami dan memahami isinya. Sehingga Islam hanya merupakan suatu dogma yang mati.
Di bidang pendidikan, Kiai Dahlan lantas mereformasi sistem pendidikan pesantren zaman itu, yang menurutnya tidak jelas jenjangnya dan tidak efektif metodenya lantaran mengutamakan menghafal dan tidak merespon ilmu pengetahuan umum. Maka Kiai Dahlan mendirikan sekolah-sekolah agama dengan memberikan pelajaran pengetahuan umum serta bahasa Belanda. Bahkan ada juga Sekolah Muhammadiyah seperti H.I.S. met de Qur'an. Sebaliknya, beliau pun memasukkan pelajaran agama pada sekolah-sekolah umum. Kiai Dahlan terus mengembangkan dan membangun sekolah-sekolah. Sehingga semasa hidupnya, beliau telah banyak mendirikan sekolah, masjid, langgar, rumah sakit, poliklinik, dan rumah yatim piatu.
Kegiatan dakwah pun tidak ketinggalan. Beliau semakin meningkatkan dakwah dengan ajaran pembaruannya. Di antara ajaran utamanya yang terkenal, beliau mengajarkan bahwa semua ibadah diharamkan kecuali yang ada perintahnya dari Nabi Muhammad SAW. Beliau juga mengajarkan larangan ziarah kubur, penyembahan dan perlakuan yang berlebihan terhadap pusaka-pusaka keraton seperti keris, kereta kuda, dan tombak. Di samping itu, beliau juga memurnikan agama Islam dari percampuran ajaran agama Hindu, Budha, animisme, dinamisme, dan kejawen.
Di bidang organisasi, pada tahun 1918, beliau membentuk organisasi Aisyiyah yang khusus untuk kaum wanita. Pembentukan organisasi Aisyiyah, yang juga merupakan bagian dari Muhammadiyah ini, karena menyadari pentingnya peranan kaum wanita dalam hidup dan perjuangannya sebagai pendamping dan partner kaum pria. Sementara untuk pemuda, Kiai Dahlan membentuk Padvinder atau Pandu - sekarang dikenal dengan nama Pramuka - dengan nama Hizbul Wathan disingkat H.W. Di sana para pemuda diajari baris-berbaris dengan genderang, memakai celana pendek, berdasi, dan bertopi. Hizbul Wathan ini juga mengenakan uniform atau pakaian seragam, mirip Pramuka sekarang.
Pembentukan Hizbul Wathan ini dimaksudkan sebagai tempat pendidikan para pemuda yang merupakan bunga harapan agama dan bangsa. Sebagai tempat persemaian kader-kader terpercaya, sekaligus menunjukkan bahwa Agama Islam itu tidaklah kolot melainkan progressif. Tidak ketinggalan zaman, namun sejalan dengan tuntutan keadaan dan kemajuan zaman. Karena semua pembaruan yang diajarkan Kyai Dahlan ini agak menyimpang dari tradisi yang ada saat itu, maka segala gerak dan langkah yang dilakukannya dipandang aneh. Sang Kiai sering diteror seperti diancam bunuh, rumahnya dilempari batu dan kotoran binatang.
 














Ketika mengadakan dakwah di Banyuwangi, beliau diancam akan dibunuh dan dituduh sebagai kiai palsu. Walaupun begitu, beliau tidak mundur. Beliau menyadari bahwa melakukan suatu pembaruan ajaran agama (mushlih) pastilah menimbulkan gejolak dan mempunyai risiko. Dengan penuh kesabaran, masyarakat perlahan-lahan menerima perubaban yang diajarkannya. Tujuan mulia terkandung dalam pembaruan yang diajarkannya. Segala tindak perbuatan, langkah dan usaha yang ditempuh Kiai ini dimaksudkan untuk membuktikan bahwa Islam itu adalah Agama kemajuan. Dapat mengangkat derajat umat dan bangsa ke taraf yang lebih tinggi. Usahanya ini ternyata membawa dampak positif bagi bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Banyak golongan intelektual dan pemuda yang tertarik dengan metoda yang dipraktekkan Kiai Dahlan ini sehingga mereka banyak yang menjadi anggota Muhammadiyah. Dalam perkembangannya, Muhammadiyah kemudian menjadi salah satu organisasi massa Islam terbesar di Indonesia.
Pada usia 66 tahun, tepatnya pada tanggal 23 Februari 1923, Kiai Haji Akhmad Dahlan wafat di Yogyakarta. Beliau kemudian dimakamkan di Karang Kuncen, Yogyakarta. Atas jasa-jasa Kiai Haji Akhmad Dahlan maka negara menganugerahkan kepada beliau gelar kehormatan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Gelar kehormatan tersebut dituangkan dalam SK Presiden RI No.657 Tahun 1961, tgl 27 Desember 1961.

B.  Gagasan Pemikiran KH. Ahmad Dahlan  Pembaruan & Pemurnian              Islam
Formalitas beragama adalah fokus utama yang ingin didekonstruksi oleh Kyai Dahlan. Ide pembaharuannya menyangkut akidah dan syariat, misalnya tentang upacara ritual kematian, upacara perkawinan, kehamilan, sunatan, berziarah ke kuburan keramat, memberikan sesajen kepada hal yang dianggap keramat dan sebagainya. Menurut Kyai Dahlan, hal-hal tersebut bertentangan dengan Islam dan dapat menimbulkan perbuatan syirik dan musyrik. Kyai Dahlan juga berupaya menegakkan ajaran Islam sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist, berusaha mengedepankan ijtihad jika ada hal yang tidak dapat dalam Al-Qur’an maupun Hadist serta berusaha menghilangkan taqlid (pendapat ulama terdahulu tanpa ada dasarnya) dalam fiqih dan menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
1. Pembaharuan Lewat Politik 
Sebelum Muhammadiyah berdiri, Kiai Ahmad Dahlan telah melakukan berbagai kegiatan keagamaan dan dakwah. Tahun 1906, Kiai diangkat sebagai khatib Masjid Besar Yogyakarta dengan gelar Katib Amin oleh Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat dalam usianya yang relatif muda sekitar 28 tahun, ketika ayahanda Kyai mulai uzur dari jabatan serupa. Satu tahun kemudian (1907) Kiai memelopori Musyawarah Alim Ulama. Dalam rapat pertama beliau menyampaikan arah kiblat Masjid Besar kurang tepat.
Tahun 1922 Kiai membentuk Badan Musyawarah Ulama. Tujuan badan itu ialah mempersatukan ulama di seluruh Hindia Belanda dan merumuskan berbagai kaidah hukum Islam sebagai pedoman pengamalan Islam khususnya bagi warga Muhammadiyah. Badan Musyawarah ini diketuai RH Moehammad Kamaludiningrat, penghulu Kraton. Meskipun pernah berbeda pendapat, Moehammad Kamaludiningrat ini yang mendorong para pimpinan Muhammadiyah kemudian membentuk Majelis Tarjih (1927). Majelis ini diketuai Kiai Mas Mansur. Dengan tujuan dakwah agar manusia berfikir dan tertarik pada kebagusan Islam melalui pembuktian jalan kepandaian dan ilmu.
Tahun 1909, Kiai Ahmad Dahlan bergabung dengan Boedi Oetomo. Tujuannya selain sebagai wadah semangat kebangsaan, juga untuk memperlancar aktivitas dakwah dan pendidikan Islam yang dilakukannya. Ketika Muhammadiyah terbentuk, bahkan 7 orang pengurusnya menyusul bergabung dengan Boedi Oetomo. Hubungan Muhammadiyah dengan Boedi Oetomo sangat erat, sehingga Kongres Boedi Oetomo tahun 1917 diselenggarakan di rumah Kiai Ahmad Dahlan.
Di sisi lain Dr. Soetomo pendiri Boedi Oetomo juga banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan Muhammadiyah dan menjadi Penasehat (Adviseur Besar) Muhammadiyah. Dalam Kongres Muhammadiyah ke-26 (Surabaya), Dr.Soetomo memberikan ceramah (khutbah) dengan tema Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO). Khutbah ini yang mendorong lahirnya PKO dengan rumah sakit dan panti asuhannya kemudian. Dr.Soetomo pun membantu memperlancar pengesahan berdirinya Muhammadiyah, tiga tahun setelah berdirinya.
Untuk mengetahui informasi perkembangan pemikiran di Timur Tengah Ahmad Dahlan menjalin hubungan intensif melalui Jami’at Khair dan masuk menjadi anggotanya pada tahun 1910. Ketika Syarikat Islam berdiri, Ahmad Dahlan pun ikut serta menjadi anggota.
Rupannya dengan masuknya Ahmad Dahlan pada semua organisasi tersebut di atas dakwahnya semakin meluas dan mendapat respon positif dan di dukung oleh kalangan modernis dan perkotaan. Dari sinilah Ahmad Dahlan mendapat masukan dari berbagai pihak, yang akhirnya pada tanggal 18 November 1912 Ahmad Dahlan mendirikan wadah gerakan bagi pikirannya yaitu “Muhammadiyah”
2. Pembaharuan Lewat Pendidikan 
Tak kalah penting dalam pembicaraan kita tentang Kyai Dahlan adalah semangatnya sebagai seorang pendidik. Beliau begitu intens mengkritik dualisme pendidikan pada masanya. Pandangan muslim tradisional terhadap pendidikan terlalu menitikberatkan pada aspek spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini terlihat dari lembaga pendidikannya yaitu pesantren. Pesantren lebih mengembangkan ilmu agama dibanding ilmu pengetahuan sehingga menyebabkan kemunduran pada dunia Islam karena umat Islam hanya memikirkan masalah akhirat dan menimbulkan sikap pasrah.
Begitu pun dengan sistem pendidikan kolonial. Dilihat dari metode pengajaran dan alat-alat pendidikannya, memang terbilang banyak sekali manfaat dan kemajuan yang bisa diraih siswa dari pendidikan kolonial ini. hanya saja, dalam sekolah kolonial tidak terdapat pelajaran tentang agama, khususnya Islam. Hal ini menyebabkan siswa cakap secara intelektual namun lemah karakter dan moralitasnya. Karena itulah Kyai Dahlan memandang penting persoalan sinergi antara ilmu umum dan agama. Karena itulah institusi pendidikan Muhammadiyah tidak memberlakukan pemisahan antara ilmu umum dan agama.
Sekolah Muhammadiyah yang pertama telah berdiri satu tahun sebelum Muhammadiyah sebagai organisasi berdiri. Pada tahun 1911 Kyai Dahlan mendirikan sebuah madrasah di rumahnya yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhan kaum muslim terhadap pendidikan agama dan pada saat yang sama memberikan mata pelajaran umum. Di sekolah itu, pendidikan agama diberikan oleh Kyai Dahlan sendiri dan pelajaran umum diajarkan oleh seorang anggota Budi Utomo yang juga guru di sekolah pemerintah.
Ketika sekolah ini dibuka hanya ada 9 murid yang mendaftar. Hal itu membuktikan bahwa umat Islam belum memandang pentingnya ilmu pengetahuan umum dan agama. Respon tersebut tidak mematahkan semangat Kyai Dahlan. Ia tidak segan-segan mendatangi anak-anak sampai ke rumahnya untuk mengajak mereka masuk sekolah. Kyai Dahlan juga memberikan perhatian khusus pada pendidikan anak-anak perempuan. Karena bila anak laki-laki maju, anak perempuan terbelakang maka terjadi kepincangan. Pada tahun 1918 didirikan sekolah Aisyiyah. Suatu pertanda bahwa pemikiran emansipasi pendidikan juga menjadi perhatian Kyai Dahlan.
Sinergi antara ilmu umum dan agama juga merupakan tanda bahwa Kyai Dahlan sangat menyadari pentingnya pembangunan kepribadian sebagai salah satu tujuan pendidikan. Entah disadari atau tidak, upaya Kyai Dahlan menyinergikan antara ilmu umum dan agama ini merupakan sebuah antitesis terhadap Prof. Snouck Hurgronje. Inilah sebab mengapa pemikiran Kyai Dahlan di bidang pendidikan merupakan sebuah terobosan yang membawa dampak besar bagi umat. Lebih jauh kedepan, dapat kita lihat hasilnya dengan munculnya kader-kader Muhammadiyah yang turut mewarnai dunia politik dengan membawa identitas ke-Islamannya.



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN


A. Metode Penelitian
   Adanya keberhasilan dalam suatu penelitian dapat ditentukan oleh pendekatan yang digunakannya. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, dimana pendekatan kualitatif disebut juga dengan pendekatan naturalistik. Disebut kualitatif karena sifat data yang dikumpulkan bercorak kualitatif, bukan kuantitatif, karena tidak menggunakan alat-alat pengukur. Sedangkan disebut naturalistik karena situasi lapangan penelitian bersifat natural atau wajar, sebagaimana adanya, tanpa dimanipulasi, dan tanpa diatur dengan eksperimen atau tes. Penelitian naturalistik melihat situasi nyata yang berubah secara alamiah, terbuka, tidak ada rekayasa pengontrolan variabel (Nasution, 2003:18).
Adapun menurut Moleong penelitian kualitatif adalah : tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia pada kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan dalam peristilahannya”. Lebih lanjut penelitian kualitatif ini pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya (Nasution, 2003:5).
           


Oleh karena data yang hendak diperoleh dari penelitian ini bersifat kualitatif berupa deskripsi tentang suatu peristiwa yang diambil dari situasi yang wajar, maka dibutuhkan ketelitian dari peneliti untuk dapat mengamati secermat mungkin aspek-aspek yang diteliti, dari hal tersebut terlihat di sini bahwa peranan peneliti sangat menentukan sebagai alat penelitian utama (key instrumen) yang mengadakan sendiri pengamatan atau wawancara berstruktur. Manusia sebagai instrumen dapat memahami makna interaksi antar manusia, membaca gerak muka, menyelami perasaan dan nilai yang terkandung dalam ucapan atau perbuatan responden. Walaupun digunakan alat rekam atau kamera peneliti tetap memegang peran utama sebagai alat penelitian (Nasution, 2003:9).
Begitu pula dalam penelitian ini penulis sebagai instrumen utama yang berusaha mengungkapkan data secara mendalam dengan dibantu oleh beberapa teknik pengumpulan data. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Moleong  bahwa bagi peneliti kualitatif manusia adalah instrumen utama karena ia menjadi segala dari keseluruhan penelitian. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana, pengumpul data, analisis, penafsir, dan pada akhirnya ia menjadi pelopor penelitiannya (2006:9).
Bogdan dan Taylor berpendapat bahwa “data-data yang dikumpulkan melalui penelitian kualitatif berupa kata-kata daripada angka-angka”, namun bukan berarti peneliti mengabaikan data yang bersifat dokumen sepanjang memang menunjang pencapaian tujuan penelitian (Moleong (2006:4).
Adapun ciri-ciri dari penelitian kualitatif adalah sebagai berikut :
1.        Sumber data ialah situasi yang wajar atau “natural setting” dimana peneliti mengumpulkan data berdasarkan observasi situasi yang wajar, sebagaimana adanya tanpa dipengaruhi dengan sengaja.
2.        Peneliti sebagai instrumen penelitian. Peneliti adalah “key instrument” atau alat penelitian utama.
3.        Sangat deskriptif, dalam penelitian ini diusahakan mengumpulkan data deskriptif yang banyak dituangkan dalam bentuk laporan dan uraian.
4.        Mementingkan proses maupun produk jadi memperhatikan bagaimana perkembangan terjadinya sesuatu.
5.        Mencari makna di belakang kelakuan atau perbuatan, sehingga dapat memahami masalah atau situasi.
6.        Mengutamakan data langsung atau “first hand” dimana peneliti terjun langsung ke lapangan mengadakan observasi atau wawancara.
7.        Triangulasi. Data atau informasi dari satu pihak harus dicek kebenarannya dengan cara memperoleh data itu dari sumber lain.
8.        Menonjolkan rincian kontekstual. Peneliti menumpulkan data dan mencatat data yang sangat terinci mengenai hal-hal yang dianggap bertalian dengan masalah yang diteliti.
9.        Subjek yang diteliti dipandang berkdudukan sama dengan peneliti.
10.    Mengutamakan perspektif emic, artinya mementingkan pandangan responden, yakni bagaimana ia memandang dan menafsirkan dunia dari segi pendiriannya.
11.    Verifikasi.
12.    Sampling yang purposive
13.    Menggunakan “audit trail”
14.    Partisipasi tanpa mengganggu
15.    Mengadakan analisis sejak awal penelitian.
16.    Desain penelitian tampil dalam proses penelitian (Nasution, 2003:9-12)
Setelah menemukan pendekatan, penelitian ini memperhatikan pula metode yang digunakan agar hasilnya sesuai dengan yang diharapkan, Burgess mengemukakan bahwa metode penelitian kualitatif sebenarnya meliputi sejumlah metode penelitian, antara lain kerja lapangan, penelitian lapangan, studi kasus, ethnografi, prosedur interpretatif dan lain-lain. Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Dimana metode deskriptif ini adalah metode yang menggambarkan keadaan yang sedang berlangsung pada saat penelitian dilakukan berdasarkan fakta yang ada (Arikunto, 2006:309).
Selain itu metode ini tidak hanya terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data, karena metode ini mempunyai ciri-ciri memusatkan pada pemecahan masalah yang ada dan aktual, data yang dikumpulkan disusun dijelaskan kemudian dianalisis. Lebih lanjut dikemukakan oleh Nazir bahwa penelitian deskriptif adalah mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat secara situasi-situasi tertentu, termasuk hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan serta proses-proses yang berlangsung dan pengaruhnya dari suatu fenomena (1988:55).


B.       Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, pertanyaan tertulis maupun lisan. Apabila peneliti menggunakan teknik observasi, maka sumber datanya bidang berupa benda, gerak atau proses sesuatu.
Menulis Karya Tulis Ilmiah ini kami menggunakan sumber data berupa tulisan yaitu: Dari internet, Sumber buku yang terkait dengan K.H. Ahmad Dahlan, dan lain-lain. Melalui pengumpulan data Heuristik kami dapat mengetahui sejarah  K.H. Ahmad Dahlan sebagai pembaruan Islam. Heuristik merupakan langkah awal dalam penelitian sejarah untuk berburu dan mengumpulkan berbagi sumber data yang terkait dengan masalah yang sedang diteliti. misalnya dengan melacak sumber sejarah tersebut dengan meneliti berbagai dokumen, mengunjungi situs sejarah, mewawancarai para saksi sejarah.
Selain dari pada kami mencari sumber data melalui internet browsing, kami juga mendapatkan informasi mengenai K.H. Ahmad Dahlan dari perpustakaan beserta teman-teman saya yang senantiasa membantu saya dalam sumber ini.

C.      Teknik Pengumpulan Data
Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data sekunder dari berbagai buku, dokumen dan tulisan yang relevan untuk menyusun konsep penelitian serta mengungkap obyek penelitian. Studi kepustakaan dilakukan dengan banyak melakukan telah dan pengutipan berbagai teori yang relevan utuk menyusun konsep penelitian. Studi kepustakaan juga dilakukan untuk menggali berbagai informasi dan data faktual yang terkait atau merepresentasikan masalah-masalah yang dijadikan obyek penelitian. Selain dari pada perpustakaan kami juga mendapatkan informasi mengenai K.H. Ahmad Dahlan dari  Perpustakaan sekolah dan browsing internet atau yang lainnya.


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A.      Peran K.H. Ahmad Dahlan Dalam Pendidikan Islam
K. H. Ahmad Dahlan merupakan salah satu tokoh pembaharu dalam Islam sekaligus sebagai pendiri persyarikatan Muhammadiyah. K. H. Ahmad Dahlan mulai melakukan ide pembaharuan sekembalinya dari haji pertama yaitu pada tahun 1888, melihat keadaan masyarakat Islam di Indonesia yang mengalami kemerosotan disebabkan oleh keterbelakangan pengetahuan akibat tekanan penjajahan pemerintah Belanda. Pemerintah Belanda menginginkan rakyat pribumi sebagai buruh kasar dengan upah rendah sehinga tidak lagi memikirkan pendidikan. Adanya perbedaan dalam pendidikan menyebabkan berkembangnya dualisme pendidikan yakni sistem pendidikan kolonial Belanda dan sistem pendidikan Islam tradisional yang berpusatkan di pondok pesantren. Melihat perbedaan pendidikan yang terjadi pada saat itu maka timbulah ide dari K. H. Ahmad Dahlan untuk melakukan pembaharuan. Dalam melakukan pembaruan K. H. Ahmad Dahlan tidak hanya mendirikan sekolah, tetapi ikut membantu mengajar ilmu keagamaan di sekolah lain seperti di Kweekschool Gubernamen Jetis. K. H. Ahmad Dahlan juga melakukan pembaharuan lain seperti mendirikan masjid, menerbitkan surat kabar yang memuat tentang ilmu- ilmu agama islam.
16
K.H. Ahmad Dahlan memiliki pandangan yang sama dengan Sayyid Ahmad Khan (Tokoh Pembaru Islam di India) mengenai pentingnya pembentukan kepribadian. Ahmad Khan sangat bangga dengan pendidikan para pendahulunya dan mengakui bahwa pendidikan yang demikian telah menghasilkan orang-orang besar sepanjang sejarahnya. Akan tetapi Ahmad Khan juga mengakui bahwa meniru metode pendidikan para pendahulunya tidak akan membuahkan hasil yang diinginkan. Metode-metode baru yang sesuai dengan zaman harus digali. Ahmad Khan berpandangan bahwa pendidikan sangat penting dalam pembentukan kepribadian. Sayyid Ahmad Khan tidak menganjurkan adanya masyarakat yang sekuler atau pluralis, meskipun ia mencoba mendorong kaum muslimin untuk berhubungan dengan orang-orang Barat, untuk makan bersama mereka, untuk menghormati agama mereka, untuk mempelajari ilmu-ilmu mereka, dan lain-lainnya. K.H. Ahmad Dahlan menganggap bahwa pembentukan kepribadian sebagai target penting dari tujuan-tujuan pendidikan. Ia berpendapat bahwa tak seorangpun dapat mencapai kebesaran di dunia ini dan di akhirat kecuali mereka yang memiliki kepribadian yang baik. Seorang yang berkepribadian yang baik adalah orang yang mengamalkan ajaran-ajaran Al-Qur'an dan Hadis.
Karena Nabi merupakan contoh pengamalan Al-Qur'an dan Hadis, maka dalam proses pembentukan kepribadian siswa harus diperkenalkan pada kehidupan dan ajaran-ajaran Nabi saw. K.H. Ahmad Dahlan tidak bekerja sendirian Ia dibantu oleh kawan-kawannya di Kauman, seperti Haji Sujak, Haji Fachruddin, Haji Tamim, Haji Hisyam, Haji Syarwani dan Haji Abdul Gani. Sedangkan anggota Budi Oetomo yang paling keras mendukung segera didirikan sekolah agama yang bersifat modern adalah Mas Rasyidi siswa Kweekchool di Yogyakarta, dan R. Sosrosugondo seorang guru di sekolah tersebut. Sekitar sebelas tahun kemudian setelah organisasi Muhammadiyah didirikan K.H.Ahmad Dahlan meninggal dunia pada tanggal 23 Pebruari 1923.

B. Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan
Merasa prihatin terhadap perilaku masyarakat Islam di Indonesia yang masih mencampur-baurkan adat-istiadat yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran umat islam, inilah yang menjadi latar belakang pemikiran K.H. ahmad Dahlan untuk melakukan pembaruan, yang juga melatar belakangi lahirnya Muhammadiyah. Selain faktor lain diantaranya, yaitu pengaruh pemikiran pembaruan dari para gurunya di Timur Tengah. Hampir seluruh pemikiran K.H. Ahmad Dahlan berangkat dari keprihatinannya terhadap situasi dan kondisi global umat Islam waktu itu yang tenggelam dalam kejumudan (stagnasi), kebodohan, serta keterbelakangan. Kondisi ini semakin diperparah dengan politik kolonial belanda yang sangat merugikan bangsa Indonesia. Menurut K.H. Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan. Memang, Muhammadiyah sejak tahun 1912 telah menggarap dunia pendidikan, namun perumusan mengenai tujuan pendidikan yang spesifik baru disusun pada 1936. Pada mulanya tujuan pendidikan ini tampak dari ucapan K.H. Ahmad Dahlan: " Dadiji kjai sing kemajorean, adja kesel anggonu njambut gawe kanggo Muhammadiyah"( Jadilah manusia yang maju, jangan pernah lelah dalam bekerja untuk Muhammadiyah).
Untuk mewujudkannya, menurut K.H. Ahmad Dahlan pendidikan terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1.    Pendidikan moral, akhlak, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan karakter manusia yang baik, berdasarkan Al-Qur'an dan Al-Sunnah
2.    Pendidikan Individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh, yang berkesinambungan antara keyakinan dan intelek, antara akal dan pikiran serta antara dunia dan akhirat
3.    Pendidikan kemasyarakatan, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kese"iya"an dan keinginan hidup masyarakat.
Tanpa mengurangi pemikiran para intelektual muslim lainnya, paling tidak pemikiran Ahmad Dahlan tentang pendidikan Islam dapat dikatakan sebagai awal kebangkitan pendidikan Islam di Indonesia. Gagasan pembaruannya sempat mendapat tantangan dari masyarakat waktu itu, terutama dari lingkunagan pendidikan tradisional. Kendati demikian, bagi Dahlan, tantangan tersebut bukan merupakan hambatan, melainkan tantangan yang perlu dihadapi secara arif dan bijaksana.Arus dinamika pembaharuan terus mengalir dan bergerak menuju kepada berbagai persoalan kehidupan yang semakin kompleks. Dengan demikian, peranan pendidikan Islam menjadi semakin penting dan strategis untuk senantiasa mendapat perhatian yang serius. Hal ini disebabkan, karena pendidikan merupakan media yang sangat strategis untuk mencerdaskan umat. Melalui media ini, umat akan semakin kritis dan memiliki daya analisa yang tajam dalam membaca peta kehidupan masa depannya yang dinamis. Dalam konteks ini, setidaknya pemikiran pendidikan K.H Ahmad Dahlan dapat diletakkan sebagai upaya sekaligus wacana untuk memberikan inspirasi bagi pembentukan dan pembinaan peradaban umat masa depan yang lebih proporsional.
C. Konsep Pendidikan K.H. Ahmad Dahlan
Kehadiran penjajah Belanda ke Indonesia telah merusak tatanan sosial yang ada dalam masyarakat Indonesia. Di jawa, Belanda telah merusak dan menghancurkan komponen kehidupan perdagangan dan politik umat Islam. Selain itu, kondisi umat Islam mulai menyimpang dari kesucian dan kemurnian ajaran Islam. Dalam segi kegiatan keagamaan, mulai berkembang sikap fatalisme, khurafat, takhayul, serta konservatisme yang tertanam kuat dalam kehidupan keagamaan dan sosial ekonomi masyarakat Islam. Kondisi ini diperburuk lagi dengan dengan misi kristenisasi yang membuat umat Islam mengalami kejumudan dalam setiap aspek kehidupannya.
Memperhatikan perkembangan dan pertumbuhan Islam dan akibat dari pemerintahan kolonial Belanda, terutama di pulau Jawa, K.H. Ahmad Dahlan merasa sangat prihatin. Umat Islam saat itu berada dalam keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan. Selain itu, sistem pendidikan yang ada sangat lemah sehingga tidak mampu menandingi misi kaum Zindiq maupun Kristen. Melihat kenyataan diatas, beliau sebagai seorang muallim merasa terpanggil untuk mempertahankan sistem dari abad-abad permulaan Islam sebagai suatu sistem yang benar dan bebas dari unsur-unsur bid'ah, berusaha membangun kembali agama Islam yang didasarkan pada sendi-sendi ajaran yang benar, yakni sejalan dengan Al-Qur'an dan Hadits. Oleh sebab itu K.H. Ahmad Dahlan memfokuskan dirinya untuk memperbaiki tatanan masyarakat dengan meningkatkan taraf pendidikan khususnya di Indonesia.    
Pelaksanaan pendidikan menurut Dahlan hendaknya di dasarkan pada landasan yang kokoh. Landasan ini merupakan kerangka filosofis bagi merumuskan kerangka filosofis bagi Islam, baik secara vertikal (Khaliq) maupun Horizontal (makhluk). Dalam pandangan Islam, paling tidak ada dua sisi tugas penciptaan manusia, yaitu sebagai abd' Allah dan khalifah fi al-ardh. Dalam proses kejadiannya, manusia diberikan Allah dengan al-ruh dan al'aql. Untuk itu, pendidikan hendaknya menjadi media yang dapat mengembangkan potensi al-ruh untuk menalar petunjuk pelaksanaan ketundukan dan kepatuhan manusia kepada Khaliqnya. Disini eksistensi akal merupakan potensi dasar bagi peserta didik yang perlu dipelihara dan dikembangkan guna menyusun kerangka teoritis dan metodologis bagaimana menata hubungan yang harmonis secara vertikal maupun horizontal dalam konteks tujuan penciptaannya.
Pendidikan menurut K.H. Ahmad Dahlan hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses pembangunan umat. Upaya mengaktualisasikan gagasan tersebut maka konsep pendidikan K.H. Ahmad Dahlan ini meliputi:
1. Tujuan Pendidikan
 Menurut K.H. Ahmad Dahlan, pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang saling bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah model Belanda. Di satu sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan utnuk menciptakan individu yang salih dan mendalami ilmu agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan pendidikan sekuler yang didalamnya tidak diajarkan agama sama sekali. Melihat ketimpangan tersebut KH. Ahamd Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spritual serta dunia dan akhirat. Bagi K.H. Ahmad Dahlan kedua hal tersebut (agama-umum, material-spritual dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa KH. Ahmad Dahlan mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah Muhammadiyah.
2. Materi pendidikan
Menurut Dahlan, materi pendidikan adalah pengajaran Al-Qur'an dan Hadits, membaca, menulis, berhitung, Ilmu bumi, dan menggambar. Materi Al-Qur'an dan Hadits meliputi; Ibadah, persamaan derajat, fungsi perbuatan manusia dalam menentukan nasibnya, musyawarah, pembuktian kebenaran Al-Qur'an dan Hadits menurut akal, kerjasama antara agama-kebudayaan-kemajuan peradaban, hukum kausalitas perubahan, nafsu dan kehendak, Demokratisasi dan liberalisasi, kemerdekaan berpikir, dinamika kehidupan dan peranan manusia di dalamnya, dan akhlak (budi pekerti).
3. Metode Mengajar
Di dalam menyampaikan pelajaran agama K.H. Ahmad Dahlan tidak   menggunakan pendekatan yang tekstual tetapi kontekstual. Karena pelajaran agama tidak cukup hanya dihafalkan atau dipahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi dan kondisi. Cara belajar-mengajar di pesantren menggunakan sistem Weton dan Sorogan, madrasah Muhammadiyah menggunakan sistem masihal seperti sekolah Belanda. Bahan pelajaran di pesantren mengambil dari kitab-kitab agama saja. Sedangkan di madrasah Muhammadiyah bahan pelajarannya mengambil dari kitab agama dan buku-buku umum. Di pesantren hubungan guru-murid biasanya terkesan otoriter karena para kiai memiliki otoritas ilmu yang dianggap sakral. Sedangkan madrasah Muhammadiyah mulai mengembangkan hubungan antara guru-murid yang akrab.
Usaha dan Jasa-Jasa Besar K.H. Ahmad Dahlan dapat diuraikan sebagai berikut:
1.      Mengubah dan membetulkan arah kiblat yang tidak tepat menurut semestinya. Umumnya Masjid-masjid dan langgar-langgar di Yogyakarta menghadap ke timur dan orang-orang shalat menghadap ke arah barat lurus. Pada hal kiblat yang sebenarnya menuju Ka'bah dari tanah Jawa miring ke utara kurang lebih 24 derajat dari sebelah barat. Berdasarkan ilmu pengetahuan tentang ilmu falaq itu, orang tidak boleh menghadap kiblat menuju barat lurus, melainkan harus miring ke utara 24 derajat. Oleh sebab itu K.H. Ahmad Dahlan mengubah bangunan pesantrennya sendiri, supaya menuju kearah kiblat yang betul. Perubahan yang diadakan oleh K.H. Ahmad Dahlan itu mendapat tantangan keras dari pembesar-pembesar masjid dan kekuasaan kerajaan (Abuddin Nata, 2004: 106-107).
2.      Mengajarkan dan menyiarkan agama Islam dengan popular, bukan saja di pesantren, melainkan ia pergi ke tempat-tempat lain dan mendatangi berbagai golongan. Bahkan dapat dikatakan bahwa K.H. Ahmad Dahlan adalah bapak muballigh Islam di Jawa Tengah, sebagaimana Syekh M. Jamil Jambek sebagai bapak muballigh di Sumatera Tengah.
3.      Memberantas bid'ah-bid'ah dan khurafat serta adat istiadat yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.
4.      Mendirikan perkumpulan/persyarikatan Muhammadiyah pada tahun 1912 M yang tersebar di seluruh Indonesia sampai sekarang. Pada permulaan berdirinya, Muhammadiyah mendapat halangan dan rintangan yang sangat hebatnya, bahkan K.H.Ahmad Dahlan dikatakan telah keluar dari mazhab, meninggalkan ahli sunnah wal jama'ah. Bermacam-macam tuduhan dan fitnahan yang dilemparkan kepadanya, tetapi semuanya itu diterimanya dengan sabar dan tawakal, sehingga Muhammadiyah menjadi satu perkumpulan yang terbesar di Indonesia serta berjasa kepada rakyat dengan mendirikan sekolah-sekolah, sejak dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.
Ahmad Dahlan juga sering mengadakan pengajian agama di langgar atau mushola. Pada tahun 1912 beliau mendirikan Muhammadiyah yang semata-mata bertujuan untuk mengadakan dakwah Islam, memajukan pendidikan dan pengajaran, menghidupkan sifat tolong-menolong, mendirikan tempat ibadah dan wakaf, mendidik dan mengasuh anak-anak agar menjadi umat Islam yang berarti, berusaha ke arah perbaikan penghidupan dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam. Ide-ide yang di kemukakan K.H.Ahmad Dahlan telah membawa pembaruan dalam bidang pembentukan lembaga pendidikan Islam yang semula bersistem pesantren menjadi sistem klasikal, dimana dalam pendidikan klasikal tersebut dimasukkan pelajaran umum kedalam pendidikan madrasah. Meskipun demikian, K.H. Ahmad Dahlan tetap mendahulukan pendidikan moral atau ahlak, pendidikan individu dan pendidikan kemasyarakatan.



BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


A. Kesimpulan
            Dari pembahasan di atas, pemakalah dapat menyimpulkan bahwasanya K.H. Ahmad Dahlan adalah merupakan tokoh pendidikan yang sangat besar jasanya bagi dunia pendidikan di Indonesia ini.
            Kyai Haji Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis) lahir di Kauman, Yogyakarta, 1 Agustus 1868, Sebelum mendirikan organisasi Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan mempelajari perubahan-perubahan yang terjadi di Mesir, Arab, dan India, untuk kemudian berusaha menerapkannya di Indonesia. Ahmad Dahlan juga sering mengadakan pengajian agama di langgar atau mushola. Pada tahun 1912 beliau mendirikan Muhammadiyah yang semata-mata bertujuan untuk mengadakan dakwah Islam, memajukan pendidikan dan pengajaran, menghidupkan sifat tolong-menolong, mendirikan tempat ibadah dan wakaf, mendidik dan mengasuh anak-anak agar menjadi umat Islam yang berarti, berusaha ke arah perbaikan penghidupan dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam
            Ide-ide yang di kemukakan K.H.Ahmad Dahlan telah membawa pembaruan dalam bidang pembentukan lembaga pendidikan Islam yang semula bersistem pesantren menjadi sistem klasikal, dimana dalam pendidikan klasikal tersebut dimasukkan pelajaran umum kedalam pendidikan madrasah. Meskipun demikian, K.H. Ahmad Dahlan tetap mendahulukan pendidikan moral atau ahlak, pendidikan individu dan pendidikan kemasyarakatan..

B. Rekomendasi


Berdasarkan  kesimpulan  yang telah dipaparkan,  maka  penulis  mengajukan  rekomendasi  yang  dipandang  bermanfaat bagi Pribadi, Lembaga (sekolah), dan Masyarakat diantaranya yaitu :
            Manfaat untuk penulis diharapkan dari karya tulis ilmiah ini bisa dipetik pemikiran dan pembaruan yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan khususnya bagi para pembaca dan generasi muda agar bisa dijadikan penyemangat atau motivasi dalam berjuang mengisi kemerdekaan dengan menjadi pribadi yang baik, bertanggung jawab dan berjuang baik untuk kehidupannya pribadi.
Manfaat untuk sekolah diharapkan karya tulis ilmiah ini dapat membantu menambah sumber referensi dalam belajar. Manfaat untuk Masyarakat diharapkan karya tulis ilmiah ini dapat membantu masyarakat untuk Mengenal lebih dalam lagi sang tokoh islam K.H. Ahmad Dahlan agar masyarakat bisa lebih menghargai lagi perjuangan beliau.



DAFTAR PUSAKA


Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Rineka Cipta.

Hizah. Samsul, 2002. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat pers.    

Moleong. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nasution. (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Transito

Sjalaby, Ahmad. 1973. Sedjarah Pendidikan Islam. Djakarta: Penerbit Bulan Bintang.

Soedja, Muhammad, 1993. Cerita Tentang Kyai Haji Ahmad Dahlan. Jakarta:  Rhineka Cipta.

Syamsul Kurniawan-Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, (Jogjakarta:Ar-Ruzz Media)  
  
.



                                           











No comments:

Post a Comment

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive