Sunday, April 23, 2017

PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASAR

IPS merupakan pendidikan yang memiliki misi membantu peserta didik dalam mengembangkan potensinya untuk menggali, mengelola, sumber-sumber fisik dan sosial yang ada di lingkungan sekitarnya. Sehingga mereka dapat hidup selaras dengannya. Pembelajaran IPS sebagai salah satu program pengajaran yang membina dan menyiapkan kehidupan sosial yang baik serta peserta didik sebagai “warga negara Indonesia yang baik dan memasyarakat” diharapkan mampu membina perubahan dan harapan-harapan baru tersebut. Para pelaksana pembelajaran IPS harus selalu mengikuti gejolak kehidupan dan perkembangan masyarakat di sekitarnya, bangsa dan negara dan bahkan kehidupan dunia pada umumnya.
Pembelajaran IPS sebagai bagian program pengajaran di SD, baik secara progmatik maupun prosedural harus berkaitan dan berkesinambungan dengan pembelajaran IPS jenjang selanjutnya (SLTP). Pengenalan pada keadaan lingkungan, baik keadaan lingkungan sosial masyarakat maupun keadaan lingkungan fisik atau geografis yang selalu berubah merupakan materi yang diajarkan dalam proses pembelajaran IPS di SD.
Menurut Bandono (2010:1) CTL merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu peserta didik untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga peserta didik memiliki pengetahuan/keterampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
Pembelajaran CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa sehingga dapat mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Beberapa karakteristik Contextual Teaching and Learning menurut Sutarji dan Sudirjo (2007: 103-104), yaitu:
a.    Membuat hubungan penuh makna. Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam berkelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat.
b.    Melakukan pekerjaan penting. Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai anggota masyarakat.
c.    Belajar mengatur sendiri. Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan: ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produk/hasilnya yang sifatnya nyata.
d.   Kerja sama. Siswa dapat bekerja sama. Guru  membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi.
e.    Berpikir kritis dan kreatif. Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif: dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan bukti-bukti dan logika.
f.     Memelihara individu. Siswa memelihara pribadinya: mengetahui, memberi perhatian, memberi harapan-harapan yang tinggi memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa.
g.    Mencapai standar tinggi, Penggunaan penilaian sebenarnya. Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya. Guru memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang disebut “excellence
h.    Mengadakan assesmen autentik. Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna. Misalnya, siswa boleh menggambar informasi akademis yang telah mereka pelajari untuk diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
Dalam pembelajaran CTL dapat dilakukan dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran yang efektif yaitu :
a.    Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pada CTL, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan bukan secara tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat, tetap harus dikontruksikan melalui pengalaman dengan pemecahan masalah.
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut pengembang filsafat kontruktivisme Mark Baldwin dan dikembangkan serta diperdalam oleh Jean Piaget menyatakan bahwa “Pengetahuan itu terbentuk bukan hanya dari objek semata, tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya”. Siswa perlu dikondisikan untuk terbiasa memecahkan masalah, menemukan hal-hal yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan gagasan-gagasan (Nurhadi, 2004:31).
Landasan berpikir pada kontruktivisme adalah strategi lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pembelajaran. Esensi dari kontruktivisme adalah bagaimana pembelajaran dikemas menjadi proses mengkontruksi bukan menerima pengetahuan. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkontruksi pengetahuan di benak mereka sendiri.
b.    Inkuiri
Inquiry artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Proses menemukan inilah yang dirangsang secara optimal lewat penerapan strategi pembelajaran CTL. Karena strategi pembelajaran CTL menekankan keaktifan siswa dalam menemukan sendiri pengetahuan. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hanya hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi juga hasil dari menemukan sendiri.
Sanjaya (2008: 265) mengatakan “belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itu diharapkan siswa berkembang secara utuh baik intelektual, mental, emosional, maupun pribadinya”.
c.    Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam proses pembelajaran melalui CTL, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Cara guru memancing siswa untuk bertanya akan dapat tereksplorasi dengan baik. Karena itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan seseorang dalam berpikir. Oleh karena itu bertanya dan menjawab pertanyaan menerapkan strategi utama pembelajaran yang berbasis pendekatan kontekstual. Pada semua aktivitas belajar, bertanya dan menjawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, maupun antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.
d.   Masyarakat Belajar (Learning Community)
Dalam learning community, pengetahuan siswa didapatkan dari sharing dengan orang lain, antara teman, antara kelompok; yang sudah tahu memberikan kepada yang belum tahu, yaitu mempunyai pengalaman membagi pengalamannya pada orang lain. Pengetahuan dan pemahaman anak ditopang banyak oleh komunikasi dengan orang lain. Suatu permasalahan tidak mungkin dapat dipecahkan sendiri, tetapi membutuhkan bantuan orang lain. Kerja sama saling memberi dan menerima sangat dibutuhkan untuk memecahkan suatu persoalan. Konsep masyarakat belajar (learning community) dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain.
Selain itu dalam kelas CTL, penerapannya dapat dilakukan melalui kelompok belajar yang bersifat heterogen, yang dapat dilihat dari kemampuannya, bakatnya, kecepatan belajarnya, maupun dari minatnya. Dalam kelompok tersebut biarkan anak saling belajar memberitahukan kepada yang belum tahu, yang terpenting adalah siswa diharapkan mampu menularkan kemampuan dan pengalamannya kepada siswa yang lainnya. Dalam kondisi penerapannya guru dapat mengundang orang yang dianggap memiliki keahlian dan sekiranya selaras dengan materi pelajaran yang akan dan telah dipelajari di kelas.
e.    Pemodelan (modeling)
Modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya: guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru olahraga memberikan contoh bagaimana cara melempar bola, guru kesenian memberikan contoh bagaimana cara memainkan alat musik, guru biologi memberikan contoh bagaimana cara menggunakan termometer, dan lain sebagainya. Proses modeling tidak sebatas  dari guru saja, akan tetapi dapat juga memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan.
Pada asas modeling ini, guru dalam pembelajarannya menggunakan alat peraga sebagai contoh yang menunjang pembelajaran agar dapat ditiru oleh siswa. Sebagai contoh, guru dapat menggunakan alat peraga tertentu, atau bagaimana melafalkan bahasa asing yang tepat. Pembelajaran akan menjadi lebih cepat manakala guru menyiapkan model pembelajaran, misalnya: guru menyuruh siswa untuk mengukur luas sebuah buku gambar yang kemudian ditiru oleh siswa.
f.     Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk “merenung” atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Refleksi merupakan perenungan pembelajaran yang baru dipelajari, yang nantinya dapat diambil kesimpulan tentang pembelajaran yang baru dipelajari tadi. Perenungan itu nantinya dapat menghasilkan wawasan baru atau hanya sekedar pemahaman berkelanjutan.
g.    Penilaian sebenarnya (Aunthentic Assesment)
Pada tahap penilaian, guru tidaklah langsung menilai kemampuan siswa secara langsung, akan tetapi guru menilai dari segi bagaimana pemanfaatan pemahaman siswa pada materi yang telah dipelajarinya dengan diintegrasikan dengan pengalamannya. Penilaian bukan bersifat tes bagaimana siswa menjawab soal-soal yang diberikan, akan tetapi penilaian ini menitikberatkan pada pola pemahaman siswa.
Proses pembelajaran konvensional yang sering dilakukan guru pada saat ini, biasanya ditekankan pada aspek intelektual sehingga alat evaluasi yang digunakan terbatas pada penggunaan tes. Dengan tes dapat diketahui seberapa jauh siswa telah menguasai materi pelajaran. Dalam CTL, keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual saja, akan tetapi perkembangan seluruh aspek. Oleh sebab itu, penilaian keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh aspek hasil belajar seperti tes, akan tetapi juga proses belajar melalui penilaian nyata.
Pelaksanaan pendekatan CTL dalam pembelajaran IPS topik kedudukan dan peran anggota keluarga terdiri dari tiga tahap, yaitu:
a.    Tahap sebelum pertemuan, pada tahap ini kegiatan dilaksanakan adalah membuat rencana pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL.
b.    Tahap pertemuan, pada tahap ini guru melaksanakan perencanaan pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya. Kegiatan ini meliputi pendahuluan, inti dan penutup.

c.    Tahap setelah pertemuan, pada tahap ini guru mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakannya. Kegiatan evaluasi ini sering disebut juga merefleksi diri dilakukan dengan mencatat segala kekurangan yang ada dalam pembelajaran yang harus diperbaiki ataupun hal-hal yang cukup baik yang harus ditingkatkan dalam pembelajaran selanjutnya. 

No comments:

Post a Comment

Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive