Atribusi
adalah sebuah teori yang membahas tentang upaya-upaya yang dilakukan untuk
memahami penyebab-penyebab perilaku kita dan orang lain. Definisi formalnya,
atribusi berarti upaya untuk memahami penyebab di balik perilaku orang lain,
dan dalam beberapa kasus juga penyebab di balik perilaku kita sendiri
Sementara
menurut Weiner (Weiner, 1980, 1992) attribution theory is probably the most
influential contemporary theory with implications for academic motivation.
Artinya Atribusi adalah teori kontemporer yang paling berpengaruh dengan
implikasi untuk motivasi akademik. Hal ini dapat diartikan bahwa teori ini
mencakup modifikasi perilaku dalam arti bahwa ia menekankan gagasan bahwa
peserta didik sangat termotivasi dengan hasil yang menyenangkan untuk dapat
merasa baik tentang diri mereka sendiri.
Teori yang
dikembangkan oleh Bernard Weiner ini merupakan gabungan dari dua bidang minat
utama dalam teori psikologi yakni motivasi dan penelitian atribusi. Teori yang
diawali dengan motivasi, seperti halnya teori belajar dikembangkan terutama
dari pandangan stimulus-respons yang cukup popular dari pertengahan 1930-an
sampai 1950-an.
Sebenarnya
istilah atribusi mengacu kepada penyebab suatu kejadian atau hasil menurut
persepsi individu. Dan yang menjadi pusat perhatian atau penekanan pada
penelitian di bidang ini adalah cara-cara bagaimana orang memberikan penjelasan
sebab-sebab kejadian dan implikasi dari penjelasan-penjelasan tersebut. Dengan
kata lain, teori itu berfokus pada bagaimana orang bisa sampai memperoleh
jawaban atas pertanyaan “mengapa”?
Model Atribusi
mengenai motivasi mempunyai beberapa komponen, yang terpenting adalah hubungan
antara atribusi, perasaan dan tingkah laku. Menurut Weiner, urutan-urutan logis
dari hubungan psikologi itu ialah bahwa perasaan merupakan hasil dari atribusi
atau kognisi. Perasaan tidak menentukan kognisi, misalnya semula orang merasa
bersyukur karena memperoleh hasil positif dan kemudian memutuskan bahwa
keberhasilan itu berkat bantuan orang lain. Hal ini merupakan urutan yang tidak
logis (Weiner, 1982 hal 204).
Hubungan
antara kepercayaan, pada reaksi afektif dan tingkah laku. Penyebab keberhasilan
dan kegagalan menurut persepsi menyebabkan pengharapan untuk terjadinya
tindakan yang akan datang dan menimbulkan emosi tertentu. Tindakan yang
menyusul dipengaruhi baik oleh perasaan individu maupun hasil tindakan yang
diharapkan terjadi.
Menurut teori
atribusi, keberhasilan atau kegagalan seseorang dapat dianalisis dalam tiga
karakteristik, yakni :
1. Penyebab keberhasilan atau
kegagalan mungkin internal atau eksternal. Artinya, kita mungkin berhasil atau
gagal karena factor-faktor yang kami percaya memiliki asal usul mereka di dalam
diri kita atau karena factor yang berasal di lingkungan kita.
2. Penyebab keberhasilan atau
kegagalan seseorang dapat berupa stabil atau tidak stabil. Maksudnya, jika kita
percaya penyebab stabil maka hasilnya mungkin akan sama jika melakukan perilaku
yang sama pada kesempatan lain.
3. Penyebab keberhasilan atau
kegagalan dapat berupa dikontrol atau tidak terkendali. Faktor terkendali
adalah salah satu yang kami yakin kami dapat mengubah diri kita sendiri jika
kita ingin melakukannya. Adapun factor tak terkendali adalah salah satu yang
kita tidak percaya kita dengan mudah dapat mengubahnya.
Merupakan
factor internal yang dapat dikontrol, yakni kita dapat mengendalikan usaha
dengan mencoba lebih keras. Demikian juga factor eksternal dapat dikontrol ,
misalnya seseorang gagal dalam suatu lembaga pelatihan , namun dapat berhasil
jika dapat mengambil pelatihan yang lebih mudah. Atau dapat disebut sebagai
factor tidak terkendali apabila kalkulus dianggap sulit kareba bersifat
abstrak, akan tetap abstrak, tidak akan terpengaruh terhadap apa yang kita lakukan.
Secara umum,
ini berarti bahwa ketika peserta didik berhasil di tugas akademik, mereka
cenderung ingin atribut keberhasilan ini untuk usaha mereka sendiri, tetapi
ketika mereka gagal, mereka ingin atribut kegagalan mereka untuk factor-faktor
dimana mereka tidak memiliki kendali, sepeti mengajarkan hal buruk atau
bernasib buruk.
Menurut
Weiner, factor paling penting yang mempengaruhi atribusi ada empat factor yakni
antara lain :
1. Ability yakni kemampuan, adalah factor internal dan
relative stabil dimana peserta didik tidak banyak latihan control langsung.
2. Task difficulty yakni kesulitan tugas dan stabil
merupakan factor eksternal yang sebgaian besar di luar pembelajaran control.
3. Effort yakni upaya, adalah factor internal dan tidak
stabil dimana peserta didik dapat latihan banyak control.
4. Luck yakni factor eksternal dan tidak stabil dimana
peserta didik latihan control sangat kecil.
Implementasi Teori Atribusi Dalam Pembelajaran
Teori atribusi yang dikembangkan
oleh Bernard Weiner dalam lingkungan pendidikan menitik beratkan pada :
1. Pengaruh hasil perbuatan berupa keberhasilan dan
kegagalan.
2. Memberikan suatu kerangka kerja untuk melakukan analisa
terhadap interaksi guru dan peserta didik di kelas.
Model pembelajaran langsung dalam
teori ini merupakan model pembelajaran yang sering digunakan oleh sebagian
besar Guru. Menurut Arends(1997), pembelajaran langsung disajikan dalam lima
tahap,yaitu:”(1)penyampaian tujuan pembelajaran,(2)mendemonstrasikan
pengetahuan dan keterampilan,(3)pemberian latihan terbimbing,(4) mengecek
pemahaman dan memberikan umpan balik,(5)pemberian perluasan latihan dan
pemindahan ilmu. Penerapan Teori Atribusi Weiner dalam pembelajaran langsung
dimaksudkan untuk memberikan kesempatan yang lebih luas kepada peserta didik
agar mengembangkan lingkungan proaktif yang positif. Dengan kata lain suasana
pembelajaran menjadi berpusat pada peserta didik (student oriented).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan ke beberapa
sekolah, yang sengaja difokuskan pada pembelajaran ( materi matematika ).
Sementara hasil observasi menunjukan proses pembelajaran umumnya masih
didominasi oleh guru, sehinga komunikasi antara guru dengan peserta didik belum
optimal. Selain itu, dalam menanggapi hasil pekerjaan siswa, guru hanya menyatakan
benar atau salah tanpa menanyakan alas an dan penyebab jawaban siswa. Kebiasaan
inilah yang dapat mengakibatkan ketuntasan belajar dan pencapaian hasil belajar
peserta didik tidak mencapai tujuan yang diharapkan.
Untuk mengatasi masalah diatas, Soedjadi (1998/1999)
mengatakan perlunya diupayakan pembelajaran yang memberi kesempatan luas pada
peserta didik untuk aktif belajar dengan merubah pola pembelajaran yang semula
berpusat pada guru ( teacher oriented ) hendaknya
berubah menjadi terpusat pada peserta didik (student
oriented). Dalam hal ini, dipilih sebuah alternative pola pembelajaran yang
dapat mengaktifkan peserta didik dan meningkatkan komunikasi antara guru dan
peserta didik, dengan menerapkan teori atribusi dari Bernard Weiner.
Ada 3 langkah penerapan teori atribusi dalam pembelajaran
terdiri dari :
1. Membangun konsep
2. Menanggapi hasil kerja peserta didik
3. Memantapkan pemahaman konsep
Terdapat 3 faktor yang dapat ditemukan di kelas, yang
mendukung perlunya teori Weiner
a. Tingkah laku guru yang berlainan yang ditujukan kepada
peserta didik yang diyakini tak akan bisa berhasil
b. Penggunaan pujian dan celaan yang berbeda-beda di kelas
c. Ciri siswa/peserta didik
Tingkah laku guru terhadap peserta didik yang rendah
prestasi belajarnya tentu mendapat bimbingan yang berbada dengan peserta didik
yang lain. Contohnya ialah, mendudukkan peserta didik yang berprestasi rendah
jauh dari guru dan atau didalam kelompok, menuntut kerja dan usaha yang semula
jauh dari perhatian guru dikarenakan kurangnya kesempatan untuk menjawab
pertanyaan ataupun bertanya.
Sementara penggunaan pujian dan celaan yang berbeda,
dimaksudkan kedalam bentuk pemberian reward dan punishman yang berkaitan dengan
bentuk penugasan. Pujian secara khas diberikan untuk usaha yang membuahkan
hasil baik. Dalam sebuah penelitian, peserta didik yang mendapat pujian karena
sukses ternyata kemampuannya dinilai lebih rendah daripada peserta didik yang
menerima celaan.
Adapun pada ciri peserta didik, terdapat tiga ciri yang
berfungsi di dalam kelas terkait mengenai keberhasilan atau kegagakan peserta
didik. Ketiga cirri tersebut adalah tingkat perkembangan, rasa harga didi
peserta didik dan jenis kelamin.
Yang perlu diperhatikan pada teori Weiner dalam pembelajaran
yang terkait dengan keberhasilan dan kegagalan peserta didik, lebih menekankan
pada unsure kesiapan peserta didik untuk menerima materi pelajaran, dan
didukung oleh serangkain motivasi belajar peserta didik dengan memandang pada
iklim kelas yang lebih menekankan pada proses belajar dari pada hasil belajar
yang kompetitif. Dengan kata lain, kondisi kelas disusun untuk memperkuat
kepercayaan bahwa keberhasilan belajar dapat dicapai dengan jalan usaha yang
konstruktif dengan mengembangkan lingkungan proaktif yang positif.
No comments:
Post a Comment