Wednesday, April 19, 2017

Karya Tulis Ilmiah "Ismail Marzuki"

BAB 
BAB I
PENDAHULUAN


A.          Latar Belakang
Masa kolonial juga membawa pengaruh besar ke dalam seni musik Indonesia. Masa kolonial ini dimulai dengan masuknya bangsa Eropa ke Indonesia. Bangsa Eropa yang masuk ke Indonesia dimulai dari bangsa Portugis, Inggris, lalu disusul oleh Belanda. Orang-orang Eropa ini (khususnya Portugis) banyak memperkenalkan alat musik asal Negara mereka. Alat musik tersebut diantaranya biola, selo (cello), gitar, seruling (flute), dan ukulele.  Alat musik ini akhirnya berkembang dengan sangat pesat di daerah Pulau Jawa.Para musisi pun menciptakan musik dengan perpaduan musik barat dan musik Indonesia  yang dikenal dengan  musik keroncong.
Keroncong yang dikenal sebagai musik khas daerah Jawa ternyata merupakan keturunan dari musik orang-orang Portugis. Dalam perkembangannya, sejumlah unsur tradisional asli Nusantara (Indonesia), seperti penggunaan seruling dan beberapa komponen gamelan membuat keroncong menjadi khas Nusantara (Indonesia). Dahulu, dalam sejarahnya, keroncong pertama kali dikenalkan oleh para pelaut asal Portugis di abad ke-16. Keroncong itu merupakan sejenis musik yang dikenal dengan sebutan fado oleh bangsa PortugisPada awal tahun 1900 musik keroncong menjadi musik yang jarang diminati dan kadang di anggap musik randahan.
1
Tapi, setelah tahun 1930-an musik keroncong mulai berkembang dan banyak diminati. Ini dapat di lihat dari musik-musik keroncong yang di masukkan ke dalam produksi-produksi film dalam negeri. Pada saat itu, lagu keroncong yang paling popular adalah lagu Bengawan Solo yang di ciptakan oleh Gesang Martohartono. Lagu ini ditulis pada tahun 1940 bersamaan ketika tentara Jepang menguasai pulau Jawa pada Perang Dunia ke II. Saat ini musik keroncong tidak hanya dikenal di dalam negeri melainkan di kenal di mancanegara.Orang-orang Eropa juga membawa sistem solmisasi dalam berbagai karya lagu. Selain itu bangsa eropa juga memiliki peranan dalam memperkenalkan tangga nada diatonis  dan sistem penulisan notasi yang saat ini di gunakan oleh hampir seluruh musisi di Indonesia.

B.                 Identifikasi masalah
Sesuai dengan judul Karya Tulis Ilmiah ini “Ismail Marzuki Bapak Kesenian Musik “dan berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukan atas, masalah yang dapat penulis indentifikasi sebagai berikut :
1.         Perkembangan musik pada zaman kolonial.
2.         Peranan Ismail Marzuki dalam Musik Indonesia.
3.         Kondisi politik yang mempengaruhi perkembangan musik Indonesia

C.                Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah “Bagaimana peranan Ismail Marzuki dalam kesenian musik Indonesia?”
1.         Bagaimana perkembangan musik pada zaman kolonial?
2.         Bagaimana peranan Ismail Marzuki dalam Musik Indonesia?
3.         Bagaimana kondisi politik yang mempengaruhi perkembangan musik Indonesia?

D.                Tujuan Penulisaan
Pembuatan makalah Karya Tulis Ilmiah (KTI) mengenai Ismail Marzuki Bapak Kesenian Musik bertujuan agar;
1.         Mengetahui perkembangan musik pada zaman kolonial.
2.         Mengetahu peranan Ismail Marzuki dalam Musik Indonesia
3.         Mengetahui kondisi politik yang mempengaruhi perkembangan musik Indonesia khususnya pada zaman kolonial.
         



E.                 Manfaat
Manfaat dari penulisan ini adalah,     
ü  Penulis
Menambah wawasan penulis mengenai peranan Ismail Marzuki dalam perkembangan musik Indonesia.
ü  Sekolah
Menjadikan bahan referensi dalam mata pelajaran sejarah Indonesia.
ü  Masyarakat    
Menjadikan salah satu acuan dalam mempelajari perkembangan musik Indonesia.







 BAB II 
LANDASAN TEORI


A.                Riwayat Hidup Ismail Marzuki

 
Biografi Ismail Marzuki. Ia lahir di Kwitang, Senen, Batavia, 11 Mei 1914, Ismail Marzuki yang lebih dikenal dengan panggilan Maing ini merupakan salah satu maestro musik legendaris di indonesia, memang memiliki bakat seni yang sulit dicari bandingannya. Sosoknya pun mengagumkan. Ia terkenal sebagai pemuda yang berkepribadian luhur dan tergolong anak pintar. Ismail sejak muda senang tampil necis. Bajunya disetrika licin, sepatunya mengkilat dan ia senang berdasi. Darah seni Ismail mengalir dari ayahnya, Marzuki, yang saat itu seorang pegawai di perusahaan Ford Reparatieer TIO. Pak Marzuki dikenal gemar memainkan kecapi dan piawai melagukan syair-syair yang bernapaskan Islam. Jadi tidak aneh kalau kemudian Ismail sejak kecil sudah tertarik dengan lagu-lagu.
4
Orang tua Ismail Marzuki termasuk golongan masyarakat Betawa intelek yang berpikiran maju. Ismail Marzuki yang dipanggil dengan nama Ma'ing, sejak bocah sudah menunjukkan minat yang besar terhadap seni musik. Ayahnya berpenghasilan cukup sehingga sanggup membeli piringan hitam dan gramafon yang populer disebut "mesin ngomong" oleh masyarakat Betawi tempo dulu.
Ma'ing disekolahkan ayahnya ke sebuah sekolah Kristen HIS Idenburg, Menteng. Nama panggilannya di sekolah adalah Benyamin. Tapi kemudian ayahnya merasa khawatir kalau nantinya bersifat kebelanda-belandaan, Ma'ing lalu dipindahkan ke Madrasah Unwanul-Falah di Kwitang. Beranjak dewasa, dia dibelikan ayahnya alat musik sederhana. Bahkan tiap naik kelas Ma'ing diberi hadiah harmonika, mandolin, dan gitar. Setelah lulus, Ma'ing masuk sekolah MULO dan membentuk grup musik sendiri. Di situ dia memainkan alat musik banyo dan gemar memainkan lagu-lagu gaya Dixieland serta lagu-lagu Barat yang digandrungi pada masa itu.
Setelah tamat MULO, Ma'ing bekerja di Socony Service Station sebagai kasir dengan gaji 30 gulden sebulan, sehingga dia sanggup menabung untuk membeli biola. Namun, pekerjaan sebagai kasir dirasakan kurang cocok baginya, sehingga ia pindah pekerjaan dengan gaji tidak tetap sebagai verkoper (penjual) piringan hitam produksi Columbia dan Polydor yang berkantor di Jalan Noordwijk (sekarang Jalan Ir. H. Juanda) Jakarta. Penghasilannya tergantung pada jumlah piringan hitam yang dia jual. Rupanya, pekerjaan ini hanya sebagai batu loncatan ke jenjang karier berikutnya dalam bidang musik.
Selama bekerja sebagai penjual piringan hitam, Ma'ing banyak berkenalan dengan artis pentas, film, musik dan penyanyi, di antaranya Zahirdin, Yahya, Kartolo, dan Roekiah (orangtua Rachmat Kartolo). Pada 1936, Ma'ing memasuki perkumpulan orkes musik Lief Jawa sebagai pemain gitar, saksofon, dan harmonium pompa.
Tahun 1934, Belanda membentuk Nederlands Indische Radio Omroep Maatshappij (NIROM) dan orkes musik Lief Java mendapat kesempatan untuk mengisi acara siaran musik. Tapi Ma'ing mulai menjauhkan diri dari lagu-lagu Barat, kemudian menciptakan lagu-lagu sendiri antara lain "Ali Baba Rumba", "Ohle le di Kotaraja", dan "Ya Aini". Lagu ciptaannya kemudian direkam ke dalam piringan hitam di Singapura. Orkes musiknya punya sebuah lagu pembukaan yang mereka namakan Sweet Jaya Islander. Lagu tersebut tanpa pemberitahuan maupun basa-basi dijadikan lagu pembukaan siaran radio NIROM, sehingga grup musik Ma'ing mengajukan protes, namun protes mereka tidak digubris oleh direktur NIROM.
Pada periode 1936-1937, Ma'ing mulai mempelajari berbagai jenis lagu tradisional dan lagu Barat. Ini terlibat pada beberapa ciptaannya dalam periode tersebut, "My Hula-hula Girl". Kemudian lagu ciptaannya "Bunga Mawar dari Mayangan" dan "Duduk Termenung" dijadikan tema lagu untuk film "Terang Bulan". Awal Perang Dunia II (1940) mulai mempengaruhi kehidupan di Hindia-Belanda (Indonesia). Radio NIROM mulai membatasi acara siaran musiknya, sehingga beberapa orang Indonesia di Betawi mulai membuat radio sendiri dengan nama Vereneging Oostersche Radio Omroep (VORO) berlokasi di Karamat Raya. Antene pemancar mereka buat sendiri dari batang bambu.
Tiap malam Minggu orkes Lief Java mengadakan siaran khusus dengan penyanyi antara lain Annie Landouw. Ma'ing malah jadi pemain musik sekaligus mengisi acara lawak dengan nama samaran "Paman Lengser" dibantu oleh "Botol Kosong" alias Memet. Karena Ma'ing sangat gemar memainkan berbagai jenis alat musik, suatu waktu dia diberi hadiah sebuah saksofon oleh kawannya yang ternyata menderita penyakit paru-paru. Setelah dokter menjelaskan pada Ma'ing, lalu alat tiup tersebut dimusnahkan. Tapi, mulai saat itu pula penyakit paru-paru mengganggu Ma'ing.
Ketika Ma'ing membentuk organisasi Perikatan Radio Ketimuran (PRK), pihak Belanda memintanya untuk memimpin orkes studio ketimuran yang berlokasi di Bandung (Tegal-Lega). Orkesnya membawakan lagu-lagu Barat. Pada periode ini dia banyak mempelajari bentuk-bentuk lagu Barat, yang digubahnya dan kemudian diterjemahkannya ke dalam nada-nada Indonesia. Sebuah lagu Rusia ciptaan R. Karsov diterjemahkan ke dalam bahasa Sunda menjadi "Panon Hideung". Sebuah lagu ciptaannya berbahasa Belanda tapi memiliki intonasi Timur yakni lagu "Als de orchideen bloeien". Lagu ini kemudian direkam oleh perusahaan piringan hitam His Master Voice (HMV). Kelak lagu ini diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Indonesia dengan judul "Bila Anggrek Mulai Berbunga".
Tahun 1940, Ma'ing menikah dengan penyanyi kroncong Bulis binti Empi. Pada Maret 1942, saat Jepang menduduki seluruh Indonesia, Radio NIROM dibubarkan diganti dengan nama Hoso Kanri Kyoku. PRK juga dibubarkan Jepang, dan orkes Lief Java berganti nama Kireina Jawa. Saat itu Ma'ing mulai memasuki periode menciptakan lagu-lagu perjuangan. Mula-mula syair lagunya masih berbentuk puitis yang lembut seperti "Kalau Melati Mekar Setangkai", "Kembang Rampai dari Bali" dan bentuk hiburan ringan, bahkan agak mengarah pada bentuk seriosa.
Pada periode 1943-1944, Ma'ing menciptakan lagu yang mulai mengarah pada lagu-lagu perjuangan, antara lain "Rayuan Pulau Kelapa", "Bisikan Tanah Air", "Gagah Perwira", dan "Indonesia Tanah Pusaka". Kepala bagian propaganda Jepang, Sumitsu, mencurigai lagu-lagu tersebut lalu melaporkannya ke pihak Kenpetai (Polisi Militer Jepang), sehingga Ma'ing sempat diancam oleh Kenpetai. Namun, putra Betawi ini tak gentar. Malah pada 1945 lahir lagu "Selamat Jalan Pahlawan Muda".
Setelah Perang Dunia II, ciptaan Ma'ing terus mengalir, antara lain "Jauh di Mata di Hati Jangan" (1947) dan "Halo-halo Bandung" (1948). Ketika itu Ma'ing dan istrinya pindah ke Bandung karena rumah meraka di Jakarta kena serempet peluru mortir. Ketika berada di Bandung selatan, ayah Ma'ing di Jakarta meninggal. Ma'ing terlambat menerima berita. Ketika dia tiba di Jakarta, ayahnya telah beberapa hari dimakamkan. Kembang-kembang yang menghiasi makam ayahnya dan telah layu, mengilhaminya untuk menciptakan lagu "Gugur Bunga".
Lagu-lagu ciptaan lainnya mengenai masa perjuangan yang bergaya romantis tanpa mengurangi nilai-nilai semangat perjuangan antara lain "Ke Medan Jaya", "Sepasang Mata Bola", "Selendang Sutra", "Melati di Tapal Batas Bekasi", "Saputangan dari Bandung Selatan", "Selamat Datang Pahlawan Muda". Lagu hiburan populer yang (kental) bernafaskan cinta pun sampai-sampai diberi suasana kisah perjuangan kemerdekaan. Misalnya syair lagu "Tinggi Gunung Seribu Janji", dan "Juwita Malam". Lagu-lagu yang khusus mengisahkan kehidupan para pejuang kemerekaan, syairnya dibuat ringan dalam bentuk populer, tidak menggunakan bahasa Indonesia tinggi yang sulit dicerna. Simak saja syair "Oh Kopral Jono" dan "Sersan Mayorku". Lagu-lagu ciptaannya yang berbentuk romantis murni hiburan ringan, walaupun digarap secara populer tapi bentuk syairnya berbobot seriosa. Misalnya lagu "Aryati", "Oh Angin Sampaikan. Tahun 1950 dia masih mencipta lagu "Irian Samba" dan tahun 1957 lagu "Inikah Bahagia" -- suatu lagu yang banyak memancing tandatanya dari para pengamat musik.

B.  Sejarah Musik
Dari perjalanan sejarah terlihat bahwa perekembangan musik nasional di Indonesia pada masa kolonial Belanda (1908-1942) yaitu periode dalam sejarah pergerakan, bersamaan dengan berdirinya Budi Utomo yang berjuang pada awal periode itu disebut sebagai angkatan perintis kemerdekaan masa kolonialisme.Dalam perjalanan sejarah di Indonesia bangsa Belanda pernah mengajarkan instrumen musik  asal Barat kepada abdi dalem Kesultanan Kraton Yogyakarta dan Kasunanan Kraton Surakarta. Hal ini dilakukan,tujuannya agar dapat memainkan lagu kebangsaan ‘Wilhelmus’ saat upacara kunjungan tamu resmi pejabat dari negeri Belanda. Pada tanggal 26 mei 1923, terbentuklah tradisi musik diatonik yang dikembangkan dengan baik oleh Walter Spies dan beberapa orang Eropa serta seorang Letnan Angkatan Darat Hindia Belanda Dongelman.
Pada tanggal 28 Oktober 1928, pemuda Indonesia mengucapkan ikrar sumpah pemuda, yaitu Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa. Sebagai simbol ikrar teks sumpah pemuda tersebut, berkumandanglah lagu ‘Indonesia Raya’ untuk pertama kalinya yang diciptakan Wage Rudolf Supratman ( W.R. Supratman). Diakuinya bahasa melayu sebagai bahasa nasional dan sekaligus diakuinya musik diatonis sebagai musik nasional, disebabkan perlakuan istimewa terhadap lagu ‘Indonesia Raya’ sebagai akibat diakuinya bahasa melayu sebagai bahasa nasional.
Hal ini memicu timbulnya konflik para cendekiawan Jawa pada masa itu yang menginginkan lagu ‘Indonesia Raya’ menggunakan musik khas Jawa melalui instrumen pukul gamelan. Upaya telah dilakukan dengan mencoba para empu gamelan pada tahun 1930-an dengan memodernisir gamelan secara praktek maupun teori. Perubahan-perubahan dalam notasi musik diantaranya pernah ditulis dalam buku kecil Muhamad Yamin, bahwa usaha-usaha memainkan lagu ‘Indonesia Raya’ dengan gamelan terbukti mengalami kegagalan, oleh karena secara teknis lagu itu memakai sistem tangganada diatonis, sementara instrumen gamelan memakai sistem tangga nada pentatonik.
Pada masa pendudukan Jepang dan Orde Lama 1942-1965, yaitu diawali perjuangan revolusi Indonesia, sebagai angkatan pendobrak hingga pasca kolonialisme. Perkembangan musik menjadi isu politik yang beredar, karena perbedaan pendapat di kalangan para pejuang seniman Indonesia. Perkembangan musik berfungsi sebagai salah satu sarana pendidikan nasional mengalir setelah munculnya generasi penerus sesudah W.R. Supratman dan Mochamad Syafei pendiri  INS Kayu Tanam di Sumatera Barat. Di Jawa di kenal generasi berikutnya yaitu Ismail Marzuki, Kusbini, Bintang Sudibyo, R. Soenarjo, H. Mutahar, R.A.J. Soedjasmin dan lain-lain..




BAB III
METODOLOGI PENELITIAN


A. Metode Penelitian
            Metode yang digunakan dalam  penulisan karya tulis ilmiah ini termasuk metode Kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan memahami realitas sosial, yaitu melihat dunia dari apa adanya, bukan dunia yang seharusnya, maka seorang peneliti kualitatif haruslah orang yang memiliki sifat open minded. Karenanya, melakukan penelitian kualitatif dengan baik dan benar bearti telah memiliki jendela untuk memahami dunia psikologi dan realitas sosial.
            Dalam penelitian sosial, masalah penelitian, tema, topik, dan judul penelitian berbeda secara kualitatif maupun kuantitatif. Baik substansial maupun materil kedua penelitian itu berbeda berdasarkan filosofis dan metedologis. Masalah kuantitatif umum memiliki wilayah yang luas, tingkat variasi yang kompleks namun berlokasi dipermukaan. Akan tetapi masalah-masalah kualitatif berwilayah pada ruang yang  sempit dengan tingkat variasi yang rendah namun memiliki kedalaman bahasa yang tak terbatas.
            Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan. Dalam penelitian kualitatif,  adalah instrumen kunci. Oleh karena itu, penelitian harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas jadi bisa bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi obyek yang diteliti menjadi lebih jelas. Penelitian ini lebih menekankan pada makna dan terikat nilai. Penelitian kualitatif digunakan jika masalah belum jelas, untuk mengetahui makna yang tersembunyi, untuk memahami interaksi sosial, untuk mengembangkan teori, untuk memastikan kebenaran data, dan meneliti sejarah perkembagan.
            Ada  ciri pokok dalam  karakteristik metode penelitian kualitatif yaitu:
1.       
1
Menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data. Penelitian kualitatif menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam suatu situasi sosial merupakan kajian utama penelitian kualitatif. Peneliti pergi ke lokasi tersebut, memahami dan mempelajari situasi. Studi dilakukan pada waktu interaksi berlangsung di tempat kejadian. Peneliti mengamati, mencatat, bertanya, menggali sumber yang erat hubungannya dengan peristiwa yang terjadi saat itu. Hasil-hasil yang diperoleh pada saat itu segera disusun saat itu pula. Apa yang diamati pada dasarnya tidak lepas dari konteks lingkungan di mana tingkah laku berlangsung.
2.        Memiliki sifat deskriptif analitik. Penelitian kualitatif sifatnya deskriptif analitik. Data yang diperoleh seperti hasil pengamatan, hasil wawancara, hasil pemotretan, analisis dokumen, catatan lapangan, disusun peneliti di lokasi penelitian, tidak dituangkan dalam bentuk dan angka-angka. Peneliti segera melakukan analisis data dengan memperkaya informasi, mencari hubungan, membandingkan, menemukan pola atas dasar data aslinya (tidak ditransformasi dalam bentuk angka). Hasil analisis data berupa pemaparan mengenai situasi yang diteliti yang disajikan dalam bentuk uraian naratif. Hakikat pemaparan data pada umumnya menjawab pertanyaan-pertanyaan mengapa dan bagaimana suatu fenomena terjadi. Untuk itu peneliti dituntut memahami dan menguasai bidang ilmu yang ditelitinya sehingga dapat memberikan justifikasi mengenai konsep dan makna yang terkandung dalam data.
3.        Tekanan pada proses bukan hasil. Tekanan penelitian kualitatif ada pada proses bukan pada hasil. Data dan informasi yang diperlukan berkenaan dengan pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana untuk mengungkap proses bukan hasil suatu kegiatan. Apa yang dilakukan, mengapa dilakukan dan bagaimana cara melakukannya memerlukan pemaparan suatu proses mengenai fenomena tidak dapar dilakukan dengan ukuran frekuensinya saja. Pertanyaan di atas menuntut gambaran nyata tentang kegiatan, prosedur, alasan-alasan, dan interaksi yang terjadi dalam konteks lingkungan di mana dan pada saat mana proses itu berlangsung. Proses alamiah dibiarkan terjadi tanpa intervensi peneliti, sebab proses yang terkontrol tidak akan menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Peneliti tidak perlu mentaransformasi data menjadi angka untuk mengindari hilangnya informasi yang telah diperoleh. Makna suatu proses dimunculkan konsep-konsepnya untuk membuat prinsip bahkan teori sebagai suatu temuan atau hasil penelitian tersebut.
4.        Bersifat induktif. Penelitian kualitatif sifatnya induktif. Penelitian kualitatif tidak dimulai dari deduksi teori, tetapi dimulai dari lapangan yakni fakta empiris. Peneliti terjun ke lapangan, mempelajari suatu proses atau penemuan yang tenjadi secara alami, mencatat, menganalisis, menafsirkan dan melaporkan serta menarik kesimpulan-kesimpulan dari proses tersebut. Kesimpulan atau generalisasi kepada lebih luas tidak dilakukan, sebab proses yang sama dalam konteks lingkungan tertentu, tidak mungkin sama dalam konteks lingkungan yang lain baik waktu maupun tempat. Temuan penelitian dalam bentuk konsep, prinsip, hukum, teori dibangun dan dikembangkan dari lapangan bukan dari teori yang telah ada. Prosesnya induktif yaitu dari data yang terpisah namun saling berkaitan.
5.        Mengutamakan makna. Penelitian kualitatif mengutamakan makna. Makna yang diungkap berkisar pada persepsi orang mengenai suatu peristiwa. Misalnya penelitian tentang peran kepala sekolah dalam pembinaan guru, peneliti memusatkan perhatian pada pendapat kepala sekolah tentang guru yang dibinanya. Peneliti mencari informasi dari kepala sekolah dan pandangannya tentang keberhasilan dan kegagalan membina guru. Apa yang dialami dalam membina guru, mengapa guru gagal dibina, dan bagaimana hal itu terjadi. Sebagai bahan pembanding peneliti mencari informasi dari guru agar dapat diperoleh titik-titik temu dan pandangan mengenai mutu pembinaan yang dilakukan kepala sekolah. Ketepatan informasi dari partisipan (kepala sekolah dan guru) diungkap oleh peneliti agar dapat menginterpretasikan hasil penelitian secara sahih dan tepat.

B.       Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, pertanyaan tertulis maupun lisan. Apabila peneliti menggunakan teknik observasi,maka sumber datanya bidang berupa benda, gerak atau proses sesuatu. Peneliti yang mengamati tumbuhnya jagung, sumber datanya adalah jagung, sedang objek penelitiannya adalah pertumbuhan jagung. Apabila peneliti menggunakan dokumentasi, maka dokumen dan catatanlah yang menjadi sumber data, sedang isi catatan merupakan subjek penelitian atau variabel penelitian.
Menulis Karya Tulis Ilmiah ini kami menggunakan sumber data berupa tulisan yaitu: Dari internet, Sumber buku yang terkait dengan Ismail Marzuki, dan lain-lain. Melalui pengumpulan data Heuristik kami dapat mengetahui sejarah  Ismail Marzuki dalam perkembangan musik. Heuristik merupakan langkah awal dalam penelitian sejarah untuk berburu dan mengumpulkan berbagi sumber data yang terkait dengan masalah yang sedang diteliti.misalnya dengan melacak sumber sejarah tersebut dengan meneliti berbagai dokumen, mengunjungi situs sejarah, mewawancarai para saksi sejarah.
Selain dari pada kami mencari sumber data melalui internet browsing, kami juga mendapatkan informasi mengenai Ismail Marzuki dari perpustakaan beserta teman-teman saya yang senantiasa membantu saya dalam sumber ini.

C.      Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan Data Penelitian Kualitatif. Studi Kepustakaan. Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data sekunder dari berbagai buku, dokumen dan tulisan yang relevan untuk menyusun konsep penelitian serta mengungkap obyek penelitian. Studi kepustakaan dilakukan dengan banyak melakukan telah dan pengutipan berbagai teori yang relevan utuk menyusun konsep penelitian. Studi kepustakaan juga dilakukan untuk menggali berbagai informasi dan data faktual yang terkait atau merepresentasikan masalah-masalah yang dijadikan obyek penelitian. Selain dari pada perpustakaan kami juga mendapatkan informasi mengenai Ismail Marzuki dari  Perpustakaan sekolah dan browsing internet atau yang lainnya.


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A.      Sejarah Perkembangan Musik Masa Kolonial
Sebelum merdeka negara Indonesia lama sekali di jajah. Penjajahan itu pertam kali di lakukan oleh bangsa Eropa. Bangsa Eropa memasuki wilayah Indonesia karena keadaan alam Indonesia yang sangat kaya. Adalah Alfonso de Albuquerque karena tokoh inilah, yang membuat kawasan Nusantara (Indonesia) waktu itu di kenal oleh orang Eropa dan di mulainya Kolonisasi berabad-abad oleh Portugis bersama bangsa Eropa lain, terutama Inggris dan Belanda.Ketika orang-orang Eropa datang ke Indonesia  pada awal abad ke-16, mereka menemukan beberapa kerajaan yang dengan mudah dapat mereka kuasai demi mendominasi perdagangan rempah-rempah.
Portugis pertama kali mendarat di dua pelabuhan Kerajaan Sunda, yaitu Banten dan Sunda Kelapa, tapi dapat diusir dan bergerak ke arah timur dan menguasai Maluku. Pada abad ke-17, Belanda muncul sebagai  negara yang terkuat di antara negara-negara Eropa lainnya, mengalahkan Britania Raya dan Portugal (kecuali untuk koloni mereka, Timor Portugis).Pada masa itulah agama Kristen masuk ke Indonesia sebagai salah satu misi imperialisme lama yang dikenal sebagai 3G, yaitu Gold, Glory, and Gospel Belanda menguasai Indonesia sebagai koloni hingga Perang Dunia II, awalnya melalui VOC, dan kemudian langsung oleh pemerintah Belanda sejak awal abad ke-19.Akibat dari penjajahan ini bangsa Indonesia tertindas dan tersiksa. Mereka di jadikan budak di negeri sendiri. Bangsa eropa bersenang-senang dengan hasil bumi yang telah berhasil mereka rampas. Selama masa penjajahan ini bangsa Indonesia tidak bisa hidup tenang, mereka di cekam rasa ketakutan. Dan karena itu mulailah banyak bermunculan organisasi-organisasi yang ingin memerdekakan tanah air dari tangan bangsa asing (penjajah).


 
B.       Peranan Ismail Marzuki Dalam Perkembangan Musik Indonesia
Ismail Marzuki lahir dan dibesarkan di Batavia, jantung kekuasaan Kolonial Belanda di Indonesia waktu itu. Semangat zaman memang sangat mempengaruhi dan membentuk kepribadian Ismail Marzuki dalam menekuni dan menjatuhkan pilihan sebagai musikus, profesi yang saat itu masih di pandang sebelah mata. Menurut sejumlah sumber, untuk kali pertama Ismail Marzuki mencipta lagu berjudul Oh Sarinah. Lagu dengan syair bahasa Belanda itu dibuat saat dia berusia tujuh belas tahun (1931), nyaris bersamaan waktunya dengan pembebasan Sukarno salah seorang pemimpin PNI pada bulan Desember 1931.
Pada tahun 1947, presiden pertama Republik Indonesia ini mengarang buku yang berjudul Sarinah. Menurut Sukarno, “saya namakan Sarinah, sebagai tanda terima kasih. Ketika masih kanak-kanak, pengasuh saya bernama Sarinah. Ia mbok saya. Dialah yang mengajarku untuk mengenal cinta kasih, tetapi bukan dalam pengertian jasmaniah. Mengajarku mencintai rakyat. Akan tetapi, Sarinah yang ini bukan wanita biasa. Ia adalah kekuasaan terbesar dalam hidupku”. Hubungan antara judul lagu ciptaan Ismail Marzuki dan judul buku karangan Sukarno mungkin tidak berkaitan, namun jelas keduanya lebih dari sekedar nama seorang perempuan. Sarinah adalah perlambang bangsa yang tertindas atau, menurut tafsir Firdaus Burhan, “istilah nasional yang melambangkan seantero rakyat Indonesia yang tertindas ”. Uniknya, radio NIROM justru yang kali pertama menyiarkan dan mempopulerkan lagu Oh Sarinah.
Pada periode 1935-1937 Ismail marzuki mencipta beberapa lagu, di antaranya kroncong Serenata(1935), Oh Jauh di Mata, Roselani (1936; bernuansa Hawaiian), Setambul Sejati(1937), dan Kasim Baba (1937). Pengaruh kelompok-kelompok sandiwara yang tumbuh subur sejak pertengahan tahun 1930-an tampak jelas dalam lagu ciptaan Ismail Marzuki. Lagu-lagu tradisional dan barat pun ditekuninya sejak 1936 sampai 1937. Lagu-lagu barat yang tenar waktu itu adalah Bei Mir bist du Schoen, Adios Muchachos, Beer Barrel of Polka, White Chapel in the Moonlight, dan Amapola.

Ketika duduk dibangku sekolah dasar (HIS), Marzuki Saeran mendorong Ismail Marzuki untuk mendaftarkan diri sebagai salah satu anggota Kepanduan Bangsa  Indonesia (KBI), kwartir Surya Wirawan, Gang Kenari. Ismail Marzuki mulai berkenalan dengan dunia gerakan. Pada waktu hampir bersamaan, beberapa tokoh masyarakat Betawi, termasuk Muhammad Husni Thamrin, mendirikan Perkumpulan Kaum Betawi. Organisasi ini lebih mengutamakan persatuan dan kesatuan kaum Betawi, khususnya di bidang budaya, bahasa, musik, pengajaran, perdagangan, kerajinan, perawatan, kesehatan, dan sebagainya.
Ismail Marzuki pun ikut bergerak di dalam organisasi itu, kendati hanya diberi tugas sebagai kurir dengan wilayah operasi mulai dari daerah sekitar Kwitang sampai Laan Tegalan (sekarang kawasan Matraman) dan Solitude. Perlahan-lahan nama Ismail Marzuki mulai dikenal luas, khususnya dilingkuangan Sport Organisasi Pemuda Betawi (salah satu Onderbouw Perhimpunan Kaum Betawi). Ismail Marzuki kemudian dipilih sebagai ketua Modern Gambus dan Harmonium Orkes Kombinasi pada 1939.Selain Ismail Marzuki, pengusur lain “cabang musik” yang bergabung dengan Sport Organisasi Pemuda Betawi pada pertengahan 1938 ialah Halid Thabrani (penulis), Miming (Bendahara), Mohammad Siradj, Muslim Abdul Gani, M. Bakrie (pembantu), M. Nazirdan HM Jasin Aldjawi (Technisch-leider).
Saat-saat akhir Kolonialisme Belanda di Indonesia, Ismail Marzuki mencipta sejumlah lagu yang sebagian besar berkisar keresahan jiwa muda, berkisah tentang kehidupan manusia, dan lain-lain. Hal tersebut dapat dilihat pada judul dan syair lagu-lagu Malam Kemilau, Siapakah Namanya, Sederhana, Keroncong, Sukapuri, Ani-ani Potong Padi Rumba, lagu-lagu tersebut diciptakan pada tahun 1940-an. Ismail Marzuki yang bekerja di radio NIROM sejak 1938 sampai 1940 kemudian pindah ke PPRK pada bulan November 1940. Dia memimpin orkes studio radio ini sampai dengan kedatangan balatentara Jepang.
Kenyataan di atas kian mempertegas keberadaan Ismail Marzuki selaku pemusik pejuang. Posisinya jelas: berperan aktif dalam setiap keadaan. Bersama beberapa kawan, Ismail Marzuki konsisten memegang nilai-nilai “merdeka” yang diperjuangkan selama itu. PPRK dan VORO adalah hasil dari kesinambungan sikap perjuangan semacam itu.Mereka memposisikan diri secara tepat dan mengambil setiap kesempatan, baik sebagai pengubah(lagu kepahlawanan dan Cinta Tanah Air) maupun penyiar (melalui PPRK dan VORO) pesan-pesan keindonesiaan. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita memandang Ismail Marzuki sebagai salah satu orang Indonesia yang turut aktif berjuang bagi kemerdekaan bangsa dan negerinya. Karena dikaruniai bakat luar biasa dibidang musik, maka nilai-nilai kebebasan yang merupakan bagian dari jati dirinya selaku manusia Indonesia tentunya di perjuangkan lewat musik. Seaindainya Ismail marzuki mengungkapkan atau memberikan program-program politik penjajahan dan penindasan melalui lagu-lagunya, sebutan yang akan di sandangnya dalam konteks perjuangan kemerdekaan tentuakan menjadi lain.
Bulan Februari 1942 Jepang mengirim armada-armada kapal lengkap dengan berbagai rencana untuk membentuk pemerintahan militer di wilayah pendudukan. Dua dokumen yang melandasi kegiatan itu adalah “Asas-asas Mengenai Pemerintahan di Wilayah-wilayah Selatan yang Diduduki” dan “Persetujuan Pokok antara Angkatan Darat dan Angkatan Laut mengenai Pemerintahan Militer di Wilayah-wilayah Pendudukan.” Kedua dokumen diambil dalam “Konferensi Penghubung” yang diadakan di Tokyo bulan November 1941. Markas Besar Angkatan Darat dan Angkatan Laut Jepang menyusun dan memakai dokumen-dokumen khusus untuk setiap pemerintahan militer di daerah pendudukan. Pada intinya, dokumen tersebut menekankan soal pemulihan ketertiban dan keamanan, pencarian sumber kebutuhan vital, serta pemenuhan kebutuhan pasukan tempur secara berdikari (swasembada). Pembentukan pemerintah di setiap daerah pendudukan berlangsung dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah pemindahan seluruh kekuasaan administrasi Belanda ke tangan tentara Jepang. Tahap berikutnya diberlakukan pemerintahan militer sangat ketat. Semua jabatan dipegang oleh perwira militer.
Tahap terakhir adalah pergeseran dan peralihan ke pemerintahan “semi-militer.” Hampir semua jabatan diserahkan kepada Gunzoku(orang-orang sipil yang bekerja pada dinas militer) yang dikirim bergelombang ke nusantara sejak bulan Mei sampai Agustus 1942. Kebanyakan dari mereka adalah pedagang, teknisi, perawat, juru tulis, ahli pertanian, ahli kehutanan, ahli pertambangan, ahli kesehatan, perkapalan, minyak, geisha, dan lain-lain. Sekitar 4.000 orang Jepang pernah tinggal di Indonesia.
Kedatangan Jepang disertai pula dengan keinginan untuk menghapus semua pengaruh Belanda (politik, ekonomi, dan budaya) sekaligus membangun hegemoni baru dalam kehidupan rakyat. Patung Jan Pieterszoon Coen, salah satu simbol kekuasaan Belanda di Indonesia, dibongkar. Semua nama jalan yang memakai bahasa belanda di ganti. Gubernur Jendral beserta istri, para pegawai pemerintah kolonial, direktur perusahaan serta pimpinan beberapa lembaga dijebloskan ke kamp-kamp tawanan perang.
Dua minggu setelah berhasil menguasai Indonesia secara resmi, pemerintah pendudukan Jepang melarang semua bentuk aktivitas politik. Simbol-simbol keindonesiaan seperti bendera merah putih dan lagu Indonesia Raya dilarang dikibarkan dan dinyanyikan. Partai-partai politik dibubarkan, pertemuan atau rapat-rapat organisasi bisa diadakan asalkan telah mengantongi surat izin. Surat-surat kabar dan majalah berbahasa Belanda, Cina dan Indonesia dilarang terbit. surat-surat kabar Sipatahunan dan Nicork Expres di bandung dihentikan penerbitannya dan diganti surat kabar Tjahaja. Surat kabar Mataram di Jogjakartra berganti nama menjadi Sinar Matahari. Kecuali Sinar Baroe, seluruh surat kabar di Semarang dilarang terbit. Semua surat kabar milik orang Indonesia, Cina, Belanda di Surabaya dilarang beredar. Sebagai gantinya, pemerintah Jepang menerbitkan surat kabar Soeara Asia.  
Sebagaimana diketahui, radio tidak kalah penting sebagai alat komunikasi massa. Setelah menutup dan menghentikan semua aktivitas siaran radio, pemerintah Jepang mendirikan Djawa Hoso Kanrikyoku pada tanggal 1 Oktober 1942. Badan yang mengurus dan menyelenggarakan siaran radio di pusat maupun di daerah-daerah itu mengambil-alih semua peran yang pernah dimainkan NIROM, VORO, PPRK dan sebagainya.



C.   Keadaan Politik Yang Mendorong Inspirasi
Ismail Marzuki adalah salah seorang musikus dan pengubah lagu yang sedikit banyak dipengaruhi oleh perkembangan zaman. Proses kreatif  Ismail Marzuki boleh dikatakan berhubungan erat dengan perkembangan sosial politik di Indonesia pada masa akhir kolonialisme Belanda dan sepanjang masa pendudukan Jepang. Perkembangan di Indonesia sejak tahun 1930-an ditendai oleh berbagai gelombang pasang-surut yang amat menentukan hubungan sosial-politik yang terjalin diantara pemerintah kolonial Belanda dan rakyat jajahan, khususnya “kaum pergerakan.” Sebagaimana diketahui, beberapa pemimpin Perserikatan Partai Nasional Indonesia (PNI) kembali melanjutkan garis perjuangan lama setelah dibebaskan dari penjara.
Di sisi lain, pemerintah kolonial Belanda memakai berbagai cara untuk meredam aktivitas politik sekaligus menghambat gagasan-gagasan kaum pergerakan,, baik kooperatif maupun non kooperatif. Selain menangkap, menahan, memenjarakan, atau membuang sebagian dari mereka keluar Jawa, pemerintah juga mengeluarkan berbagai peraturan. Surat kabar atau media yang dianggap melanggar undang-undang pers kolonial dapat segera dibredel. Redakturnya ditangkap, ditahan, atau dimasukan kedalam penjarah. Para guru sekolah dilarang menjadi anggota atau menghadiri rapat organisasi pergerakan. Pemerintah kolonial berjanji akan ikut campur tangan aparat keamanan (PID = Politieke Inlichtingen Dienst) apabila kaum pergerakan mau bersikap lebih kooperatif.
Untuk mencegah partai-partai politik bebas berkeliaran menarik simpati masyarakat luas, pemerintah kolonial memberlakukan vergader verbod (larangan berkumpul dan menyelenggarakan rapat). Rakyat dilarang keras mendendangkan lagi-lagu mars milik beberapa organisasi sosial-politik. Indonesia Raya yang senantiasa dinyanyikan dalam acara pembukaan dan penutupan rapat-rapat partai politik, serta lagu-lagu mars Partai Indonesia Raya, Persatuan Bangsa Indonesia, dan Gedung Nasional Indonesia (ciptaan Wongso Atmodjo), boleh diperdengarkan secara instrumental, tetapi tidak boleh dinyanyikan. Semua itu atas nama menjaga rust en orde (kemanan dan ketertiban) yang intinya adalah agar roda mesin kekuasaan dapat dijalankan oleh pemerintah kolonial dengan lebih lancar.
Penguasa silih berganti mengatur Indonesia. Sebagian berpaham liberal (lunak), sebagian lagi konserfatif (keras). Keras ataupun lunak, penjajah tetap penjajah. Dalam kondisi represif sekalipun toko partai harus tetap menjalin hubungan dengan rakyat. Rakyatpun akan menaruh simpati jika partai politik memuat program-program yang merakyat. Itulah yang membentuk persepsi rakyat tentang citra perhimpunan politik yang sesungguhnya, itu pula yang megubah pandangan kaum pergerakan tentang arti penjarah, suatu persepsi yang sedikit banyak dipengaruhi oleh beberapa kejadian penangkapan dan pembuangan ke Boven Digul menyusul kegagalan pemberontakan kaum komunis 1926-1927.
Situasi plotik di Indonesia berkembang tidak menentu sejak 1934. Represi, baik terhadap pengurus maupun partai politik, membuat kaum pergerakan dikubu non koopratif seolah-olah berjalan ditempat. Aktifitas kaum pergerakan didalam partai Sarekat Islam, misalnya. Organsiasi masa yang berganti nama menjadi partai Sarikat Islam Indonesia (PSII) itu mengalami kemunduran cukup berarti sejak pertengahan tahun 1920-an. Sebagian kaum pergerakan memang mulai menggunakan pranata Volksraad sebagai wahana menuju Indonesia merdeka.
Pembentukan Volksraad diresmikan oleh Gubernur Jenderal Graaf van Limburg Stirum pada 19 Mei 1918. Ketika dibentuk tali pertama, Volksraad beranggotakan 39 orang (termasuk ketua) : 15 bumiputera dan 23 mewakili golongan Eropa dan Timur Asing. Pada 1927 dan 1930, anggotanya ditambah menjadi 55 orang dan 60 orang. Namun, mereka yang mewakili kepentingan pribumi mayoritas rakyat di Indonesia hanya 25 orang dan 30 orang. Sebagian kaum pergerakan, baik didalam maupun diluar Volksraad, menganggap lembaga ini tidak lebih sebagai meminjam istilah Agus Salim –“komedi omong.” Parlemen tiruan (schijn parlement) itu dinilai mereka tidak bisa menjalankan fungsi sebagai mana mestinya. Pemerintah kolonial belanda memang selalu mengabaikan keputusan-keputusan lembaga tersebut. Pendek kata, Volksraad merupakan basa basi politik perpanjangan tangan pemerintah kolonial, dan pengelabuan terhadap semua aspek kehidupan rakyat Indonesia.
Menurut sejumlah sumber, untuk kali pertama Ismail Marzuki mencipta lagu berjudul Oh Sarinah. Lagu dengan syair Bahasa Belanda itu dibuat saat dia berusia 17 tahun (1931). Sarinah adalah perlambang bangsa yang tertindas atau, menurut tafsir Firdaus Burhan, “Istilah Nasional yang melambangkan santero rakyat Indonesia yang tertindas.” Uniknya, radio NIROM justru yang tali pertama menyiarkan dan mempopulerkan lagu Oh Sarinah. Namun demikian, ada semacam ruang kosong diantara periode 1931 sampai 1935 dalam proses kreatif Ismail Marzuki di bidang cipta mencipta lagu.
Dua tahun sesudah mencipta Oh Sarinah, dia mengubah lagu Periangan ciptaan A Rivai. Perkembangan sosial politik yang berlangsung di Indonesia pada  periode tersebut ikut mempengaruhi proses kreatif Ismail Marzuki. Pada periode 1935-1937 Ismail Marzuki mulai mencipta beberapa lagu, diantaranya Kroncong Serenata (1935), Oh Jauh Dimata, Roselani (1936), Stambul Sejati (1937) dan Kasim Baga (1937). Stambul Sejati bermodus minor dengan melodi melayu Sumatra Utara yang kental dengan keroncong stambul, sementara Kasim Baba mengambil latar cerita “Hikayat 1001 Malam.”[38]
Saat-saat akhir kolonialisme Belanda di Hindia-Belanda, Ismail Marzuki mencipta sejumlah lagu yang sebagian besar berkisar keresahan jiwa muda, berkisah tentang kehidupan manusia, dan lain-lain. Hal tersebut dapat dilihat pada judul dan syair lagu-lagu Malam Kemilau (1940; instrumental), Siapakah Namanja (1940), Sederhana (1940), Krontjong Sukapuri (1940), Bintangku (19 40), dan Arjuna Rumba (1940). Ismail Marzuki yang bekerja di Radio NIROM sejak 1938 sampai 1940 kemudian pindah ke PPRK pada bulan November 1940. Dia memimpin orkes studio radio ini sampai dengan kedatangan balatentara Jepang.
Kenyataan diatas kian mempertegas keberadaan Ismail Marzuki selain pemusik Pejuang. Posisinya jelas: berperan aktif dalam setiap keadaan. Bersama beberapa kawan, Ismail Marzuki konsisten memegang nilai-nilai “merdeka” yang diperjuangkan selama itu. PPRK dan VORO adalah hasil dari kesinambungan sikap perjuangan semacam itu. Mereka memposisikan diri secara tepat dan mengambil setiap kesempatan, baik sebagai pengubah (lagu kepahlawanan dan cinta Tanah Air) maupun penyair (melalui  VORO dan PPRK) pesan-pesan keindonesiaan.
Oleh karena itu sudah sepatutnya kita memandang Ismail Marzuki sebagai salah satu orang Indonesia yang turut aktif berjuang bagi kemerdekaan bangsa dan negerinya. Karena dikaruniai bakat luar biasa dibidang musik, maka nilai-nilai kebebasan yang merupakan bagian dari jati dirinya selaku manusia Indonesia tentunya diperjuangkan lewat musik. Seandainya Ismail Marzuki mengungkapkan atau membeberkan program-program politik penjajahan dan penindasan melalui lagu-lagunya, sebutan yang akan disandangnya dalam konteks perjuangan kemerdekaan tentu akan menjadi lain.

.



 BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


A. Kesimpulan
            Ismail Marzuki adalah seorang komponis besar Indonesia yang semasa hidupnya sudah menciptakan lebih dari 200 buah lagu. Diantaranya lagu Sepasang Mata Bola, Rayuan Pulau kelapa, Indonesia Pusaka, dan lain-lain. Namanya diabadikan sebagai nama pusat kesenian di Jakarta, yaitu Taman Ismail Marzuki (TIM). Karyanya yang luar biasa bagi negara membuat pemerintah juga memberikan gelar Pahlawan Nasional kepadanya pada 2004.
Perkembangan musik menjadi isu politik yang beredar, karena perbedaan pendapat di kalangan para pejuang seniman Indonesia. Perkembangan musik berfungsi sebagai salah satu sarana pendidikan nasional mengalir setelah munculnya generasi penerus sesudah W.R. Supratman dan Mochamad Syafei pendiri  INS Kayu Tanam di Sumatera Barat. Di Jawa di kenal generasi berikutnya yaitu Ismail Marzuki, Kusbini, Bintang Sudibyo, R. Soenarjo, H. Mutahar, R.A.J. Soedjasmin dan lain-lain.

B. Rekomendasi
Berdasarkan  kesimpulan  yang telah dipaparkan,  maka  penulis  mengajukan  rekomendasi  yang  dipandang  bermanfaat bagi Pribadi, Lembaga (sekolah), dan Masyarakat diantaranya yaitu :
            Manfaat untuk pribadi diharapkan dari karya tulis ilmiah ini bisa dipetik keteladanan, kegigihan yang diberikan oleh Ismail Marzuki khususnya bagi para pembaca dan generasi muda agar bisa dijadikan penyemangat atau motivasi dalam berjuang mengisi kemerdekaan dengan menjadi pribadi yang baik, bertanggung jawab dan berjuang baik untuk kehidupannya pribadi.



 
Manfaat untuk Lembaga seperti sekolah diharapkan karya tulis ilmiah ini dapat membantu menambah sumber referensi dalam belajar.
Manfaat untuk Masyarakat diharapkan karya tulis ilmiah ini dapat membantu masyarakat untuk Mengenal lebih dalam lagi sang tokoh islam Ismail Marzuki agar masyarakat bisa lebih menghargai lagi perjuangan beliau.



DAFTAR PUSAKA


http://irfansusukan.blogspot.com/2012/09/peranan-ismail-marzuki.html
http://biografinya.blogspot.com/2013/.../ismail-marzuki.html.




                                           















No comments:

Post a Comment

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive