BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masa kolonial juga
membawa pengaruh besar ke dalam seni musik Indonesia. Masa kolonial ini dimulai
dengan masuknya bangsa Eropa ke Indonesia. Bangsa Eropa yang masuk ke Indonesia
dimulai dari bangsa Portugis, Inggris, lalu disusul oleh Belanda. Orang-orang
Eropa ini (khususnya Portugis) banyak memperkenalkan alat musik asal Negara
mereka. Alat musik tersebut diantaranya biola, selo (cello), gitar, seruling (flute),
dan ukulele. Alat musik ini akhirnya berkembang dengan sangat pesat
di daerah Pulau Jawa.Para musisi pun menciptakan musik dengan perpaduan musik
barat dan musik Indonesia yang dikenal dengan musik
keroncong.
Keroncong yang dikenal
sebagai musik khas daerah Jawa ternyata merupakan keturunan dari musik orang-orang
Portugis. Dalam perkembangannya, sejumlah unsur tradisional asli Nusantara
(Indonesia), seperti penggunaan seruling dan beberapa komponen gamelan membuat
keroncong menjadi khas Nusantara (Indonesia). Dahulu, dalam sejarahnya,
keroncong pertama kali dikenalkan oleh para pelaut asal Portugis di abad ke-16.
Keroncong itu merupakan sejenis musik yang dikenal dengan sebutan fado oleh
bangsa PortugisPada awal tahun 1900 musik keroncong menjadi musik yang jarang
diminati dan kadang di anggap musik randahan.
1
|
B.
Identifikasi
masalah
Sesuai
dengan judul Karya Tulis Ilmiah ini “Ismail Marzuki Bapak Kesenian Musik “dan
berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukan atas, masalah yang dapat
penulis indentifikasi sebagai berikut :
1.
Perkembangan musik pada zaman kolonial.
2.
Peranan Ismail Marzuki dalam Musik
Indonesia.
3.
Kondisi politik yang mempengaruhi
perkembangan musik Indonesia
C.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah
“Bagaimana peranan Ismail Marzuki dalam kesenian musik Indonesia?”
1.
Bagaimana perkembangan musik pada zaman
kolonial?
2.
Bagaimana peranan Ismail Marzuki dalam
Musik Indonesia?
3.
Bagaimana kondisi politik yang
mempengaruhi perkembangan musik Indonesia?
D.
Tujuan
Penulisaan
Pembuatan makalah Karya
Tulis Ilmiah (KTI) mengenai Ismail Marzuki Bapak Kesenian Musik bertujuan agar;
1.
Mengetahui perkembangan musik pada zaman
kolonial.
2.
Mengetahu peranan Ismail Marzuki dalam
Musik Indonesia
3.
Mengetahui kondisi politik yang
mempengaruhi perkembangan musik Indonesia khususnya pada zaman kolonial.
E.
Manfaat
Manfaat
dari penulisan ini adalah,
ü Penulis
Menambah
wawasan penulis mengenai peranan Ismail Marzuki dalam perkembangan musik
Indonesia.
ü Sekolah
Menjadikan bahan referensi dalam
mata pelajaran sejarah Indonesia.
ü Masyarakat
Menjadikan salah satu acuan dalam mempelajari
perkembangan musik Indonesia.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A.
Riwayat Hidup Ismail
Marzuki
Biografi Ismail
Marzuki. Ia lahir di Kwitang, Senen, Batavia, 11 Mei 1914, Ismail Marzuki
yang lebih dikenal dengan panggilan Maing ini merupakan salah satu maestro
musik legendaris di indonesia, memang memiliki bakat seni yang sulit dicari
bandingannya. Sosoknya pun mengagumkan. Ia terkenal sebagai pemuda yang
berkepribadian luhur dan tergolong anak pintar. Ismail sejak muda senang tampil
necis. Bajunya disetrika licin, sepatunya mengkilat dan ia senang berdasi.
Darah seni Ismail mengalir dari ayahnya, Marzuki, yang saat itu seorang pegawai
di perusahaan Ford Reparatieer TIO. Pak Marzuki dikenal gemar memainkan kecapi
dan piawai melagukan syair-syair yang bernapaskan Islam. Jadi tidak aneh kalau
kemudian Ismail sejak kecil sudah tertarik dengan lagu-lagu.
4
|
Ma'ing disekolahkan
ayahnya ke sebuah sekolah Kristen HIS Idenburg, Menteng. Nama panggilannya di
sekolah adalah Benyamin. Tapi kemudian ayahnya merasa khawatir kalau nantinya
bersifat kebelanda-belandaan, Ma'ing lalu dipindahkan ke Madrasah Unwanul-Falah
di Kwitang. Beranjak dewasa, dia dibelikan ayahnya alat musik sederhana. Bahkan
tiap naik kelas Ma'ing diberi hadiah harmonika, mandolin, dan gitar. Setelah
lulus, Ma'ing masuk sekolah MULO dan membentuk grup musik sendiri. Di situ dia
memainkan alat musik banyo dan gemar memainkan lagu-lagu gaya Dixieland serta
lagu-lagu Barat yang digandrungi pada masa itu.
Setelah tamat MULO,
Ma'ing bekerja di Socony Service Station sebagai kasir dengan gaji 30 gulden
sebulan, sehingga dia sanggup menabung untuk membeli biola. Namun, pekerjaan
sebagai kasir dirasakan kurang cocok baginya, sehingga ia pindah pekerjaan
dengan gaji tidak tetap sebagai verkoper (penjual) piringan hitam produksi
Columbia dan Polydor yang berkantor di Jalan Noordwijk (sekarang Jalan Ir. H. Juanda)
Jakarta. Penghasilannya tergantung pada jumlah piringan hitam yang dia jual.
Rupanya, pekerjaan ini hanya sebagai batu loncatan ke jenjang karier berikutnya
dalam bidang musik.
Selama bekerja sebagai
penjual piringan hitam, Ma'ing banyak berkenalan dengan artis pentas, film,
musik dan penyanyi, di antaranya Zahirdin, Yahya, Kartolo, dan Roekiah
(orangtua Rachmat Kartolo). Pada 1936, Ma'ing memasuki perkumpulan orkes musik
Lief Jawa sebagai pemain gitar, saksofon, dan harmonium pompa.
Tahun 1934, Belanda
membentuk Nederlands Indische Radio Omroep Maatshappij (NIROM) dan orkes musik
Lief Java mendapat kesempatan untuk mengisi acara siaran musik. Tapi Ma'ing
mulai menjauhkan diri dari lagu-lagu Barat, kemudian menciptakan lagu-lagu
sendiri antara lain "Ali Baba Rumba", "Ohle le di
Kotaraja", dan "Ya Aini". Lagu ciptaannya kemudian direkam ke
dalam piringan hitam di Singapura. Orkes musiknya punya sebuah lagu pembukaan
yang mereka namakan Sweet Jaya Islander. Lagu tersebut tanpa pemberitahuan
maupun basa-basi dijadikan lagu pembukaan siaran radio NIROM, sehingga grup
musik Ma'ing mengajukan protes, namun protes mereka tidak digubris oleh
direktur NIROM.
Pada periode 1936-1937,
Ma'ing mulai mempelajari berbagai jenis lagu tradisional dan lagu Barat. Ini
terlibat pada beberapa ciptaannya dalam periode tersebut, "My Hula-hula
Girl". Kemudian lagu ciptaannya "Bunga Mawar dari Mayangan" dan
"Duduk Termenung" dijadikan tema lagu untuk film "Terang
Bulan". Awal Perang Dunia II (1940) mulai mempengaruhi kehidupan di
Hindia-Belanda (Indonesia). Radio NIROM mulai membatasi acara siaran musiknya,
sehingga beberapa orang Indonesia di Betawi mulai membuat radio sendiri dengan
nama Vereneging Oostersche Radio Omroep (VORO) berlokasi di Karamat Raya.
Antene pemancar mereka buat sendiri dari batang bambu.
Tiap malam Minggu orkes
Lief Java mengadakan siaran khusus dengan penyanyi antara lain Annie Landouw.
Ma'ing malah jadi pemain musik sekaligus mengisi acara lawak dengan nama
samaran "Paman Lengser" dibantu oleh "Botol Kosong" alias
Memet. Karena Ma'ing sangat gemar memainkan berbagai jenis alat musik, suatu
waktu dia diberi hadiah sebuah saksofon oleh kawannya yang ternyata menderita
penyakit paru-paru. Setelah dokter menjelaskan pada Ma'ing, lalu alat tiup
tersebut dimusnahkan. Tapi, mulai saat itu pula penyakit paru-paru mengganggu
Ma'ing.
Ketika Ma'ing membentuk
organisasi Perikatan Radio Ketimuran (PRK), pihak Belanda memintanya untuk
memimpin orkes studio ketimuran yang berlokasi di Bandung (Tegal-Lega).
Orkesnya membawakan lagu-lagu Barat. Pada periode ini dia banyak mempelajari
bentuk-bentuk lagu Barat, yang digubahnya dan kemudian diterjemahkannya ke
dalam nada-nada Indonesia. Sebuah lagu Rusia ciptaan R. Karsov diterjemahkan ke
dalam bahasa Sunda menjadi "Panon Hideung". Sebuah lagu ciptaannya
berbahasa Belanda tapi memiliki intonasi Timur yakni lagu "Als de
orchideen bloeien". Lagu ini kemudian direkam oleh perusahaan piringan
hitam His Master Voice (HMV). Kelak lagu ini diterjemahkan lagi ke dalam bahasa
Indonesia dengan judul "Bila Anggrek Mulai Berbunga".
Tahun 1940, Ma'ing
menikah dengan penyanyi kroncong Bulis binti Empi. Pada Maret 1942, saat Jepang
menduduki seluruh Indonesia, Radio NIROM dibubarkan diganti dengan nama Hoso
Kanri Kyoku. PRK juga dibubarkan Jepang, dan orkes Lief Java berganti nama
Kireina Jawa. Saat itu Ma'ing mulai memasuki periode menciptakan lagu-lagu
perjuangan. Mula-mula syair lagunya masih berbentuk puitis yang lembut seperti
"Kalau Melati Mekar Setangkai", "Kembang Rampai dari Bali"
dan bentuk hiburan ringan, bahkan agak mengarah pada bentuk seriosa.
Pada periode 1943-1944,
Ma'ing menciptakan lagu yang mulai mengarah pada lagu-lagu perjuangan, antara
lain "Rayuan Pulau Kelapa", "Bisikan Tanah Air",
"Gagah Perwira", dan "Indonesia Tanah Pusaka". Kepala
bagian propaganda Jepang, Sumitsu, mencurigai lagu-lagu tersebut lalu
melaporkannya ke pihak Kenpetai (Polisi Militer Jepang), sehingga Ma'ing sempat
diancam oleh Kenpetai. Namun, putra Betawi ini tak gentar. Malah pada 1945
lahir lagu "Selamat Jalan Pahlawan Muda".
Setelah Perang Dunia
II, ciptaan Ma'ing terus mengalir, antara lain "Jauh di Mata di Hati
Jangan" (1947) dan "Halo-halo Bandung" (1948). Ketika itu Ma'ing
dan istrinya pindah ke Bandung karena rumah meraka di Jakarta kena serempet
peluru mortir. Ketika berada di Bandung selatan, ayah Ma'ing di Jakarta
meninggal. Ma'ing terlambat menerima berita. Ketika dia tiba di Jakarta,
ayahnya telah beberapa hari dimakamkan. Kembang-kembang yang menghiasi makam
ayahnya dan telah layu, mengilhaminya untuk menciptakan lagu "Gugur
Bunga".
Lagu-lagu ciptaan lainnya mengenai masa perjuangan yang
bergaya romantis tanpa mengurangi nilai-nilai semangat perjuangan antara lain
"Ke Medan Jaya", "Sepasang Mata Bola", "Selendang
Sutra", "Melati di Tapal Batas Bekasi", "Saputangan dari
Bandung Selatan", "Selamat Datang Pahlawan Muda". Lagu hiburan
populer yang (kental) bernafaskan cinta pun sampai-sampai diberi suasana kisah
perjuangan kemerdekaan. Misalnya syair lagu "Tinggi Gunung Seribu
Janji", dan "Juwita Malam". Lagu-lagu yang khusus mengisahkan
kehidupan para pejuang kemerekaan, syairnya dibuat ringan dalam bentuk populer,
tidak menggunakan bahasa Indonesia tinggi yang sulit dicerna. Simak saja syair
"Oh Kopral Jono" dan "Sersan Mayorku". Lagu-lagu ciptaannya
yang berbentuk romantis murni hiburan ringan, walaupun digarap secara populer
tapi bentuk syairnya berbobot seriosa. Misalnya lagu "Aryati",
"Oh Angin Sampaikan. Tahun 1950 dia masih mencipta lagu "Irian
Samba" dan tahun 1957 lagu "Inikah Bahagia" -- suatu lagu yang
banyak memancing tandatanya dari para pengamat musik.
B. Sejarah
Musik
Dari
perjalanan sejarah terlihat bahwa perekembangan musik nasional di Indonesia
pada masa kolonial Belanda (1908-1942) yaitu periode dalam sejarah pergerakan, bersamaan
dengan berdirinya Budi Utomo yang berjuang pada awal periode itu disebut
sebagai angkatan perintis kemerdekaan masa kolonialisme.Dalam perjalanan
sejarah di Indonesia bangsa Belanda pernah mengajarkan instrumen
musik asal Barat kepada abdi dalem Kesultanan Kraton Yogyakarta dan
Kasunanan Kraton Surakarta. Hal ini dilakukan,tujuannya agar dapat memainkan
lagu kebangsaan ‘Wilhelmus’ saat upacara kunjungan tamu resmi pejabat dari
negeri Belanda. Pada tanggal 26 mei 1923, terbentuklah tradisi musik diatonik
yang dikembangkan dengan baik oleh Walter Spies dan beberapa orang Eropa serta
seorang Letnan Angkatan Darat Hindia Belanda Dongelman.
Pada
tanggal 28 Oktober 1928, pemuda Indonesia mengucapkan ikrar sumpah pemuda,
yaitu Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa. Sebagai simbol ikrar teks sumpah
pemuda tersebut, berkumandanglah lagu ‘Indonesia Raya’ untuk pertama kalinya
yang diciptakan Wage Rudolf Supratman ( W.R. Supratman). Diakuinya bahasa
melayu sebagai bahasa nasional dan sekaligus diakuinya musik diatonis sebagai
musik nasional, disebabkan perlakuan istimewa terhadap lagu ‘Indonesia Raya’
sebagai akibat diakuinya bahasa melayu sebagai bahasa nasional.
Hal
ini memicu timbulnya konflik para cendekiawan Jawa pada masa itu yang
menginginkan lagu ‘Indonesia Raya’ menggunakan musik khas Jawa melalui
instrumen pukul gamelan. Upaya telah dilakukan dengan mencoba para empu gamelan
pada tahun 1930-an dengan memodernisir gamelan secara praktek maupun teori.
Perubahan-perubahan dalam notasi musik diantaranya pernah ditulis dalam buku
kecil Muhamad Yamin, bahwa usaha-usaha memainkan lagu ‘Indonesia Raya’ dengan
gamelan terbukti mengalami kegagalan, oleh karena secara teknis lagu itu
memakai sistem tangganada diatonis, sementara instrumen gamelan memakai sistem
tangga nada pentatonik.
Pada
masa pendudukan Jepang dan Orde Lama 1942-1965, yaitu diawali perjuangan
revolusi Indonesia, sebagai angkatan pendobrak hingga pasca kolonialisme.
Perkembangan musik menjadi isu politik yang beredar, karena perbedaan pendapat
di kalangan para pejuang seniman Indonesia. Perkembangan musik berfungsi
sebagai salah satu sarana pendidikan nasional mengalir setelah munculnya
generasi penerus sesudah W.R. Supratman dan Mochamad Syafei
pendiri INS Kayu Tanam di Sumatera Barat. Di Jawa di kenal generasi
berikutnya yaitu Ismail Marzuki, Kusbini, Bintang Sudibyo, R. Soenarjo, H.
Mutahar, R.A.J. Soedjasmin dan lain-lain..
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
A. Metode
Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini termasuk
metode Kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan
memahami realitas sosial, yaitu melihat dunia dari apa adanya, bukan dunia yang
seharusnya, maka seorang peneliti kualitatif haruslah orang yang memiliki sifat
open minded. Karenanya, melakukan penelitian kualitatif dengan baik dan
benar bearti telah memiliki jendela untuk memahami dunia psikologi dan realitas
sosial.
Dalam penelitian sosial, masalah
penelitian, tema, topik, dan judul penelitian berbeda secara kualitatif maupun
kuantitatif. Baik substansial maupun materil kedua penelitian itu berbeda
berdasarkan filosofis dan metedologis. Masalah kuantitatif umum memiliki
wilayah yang luas, tingkat variasi yang kompleks namun berlokasi dipermukaan.
Akan tetapi masalah-masalah kualitatif berwilayah pada ruang yang sempit
dengan tingkat variasi yang rendah namun memiliki kedalaman bahasa yang tak
terbatas.
Penelitian kualitatif dilakukan pada
kondisi alamiah dan bersifat penemuan. Dalam penelitian kualitatif,
adalah instrumen kunci. Oleh karena itu, penelitian harus memiliki bekal teori
dan wawasan yang luas jadi bisa bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi
obyek yang diteliti menjadi lebih jelas. Penelitian ini lebih menekankan pada makna
dan terikat nilai. Penelitian kualitatif digunakan jika masalah belum jelas,
untuk mengetahui makna yang tersembunyi, untuk memahami interaksi sosial, untuk
mengembangkan teori, untuk memastikan kebenaran data, dan meneliti sejarah
perkembagan.
Ada ciri pokok
dalam karakteristik metode
penelitian kualitatif yaitu:
1.
1
|
2.
Memiliki sifat deskriptif analitik. Penelitian kualitatif sifatnya
deskriptif analitik. Data yang diperoleh seperti hasil pengamatan,
hasil wawancara, hasil pemotretan, analisis dokumen, catatan lapangan, disusun
peneliti di lokasi penelitian, tidak dituangkan dalam bentuk dan angka-angka.
Peneliti segera melakukan analisis data dengan memperkaya informasi, mencari
hubungan, membandingkan, menemukan pola atas dasar data aslinya (tidak
ditransformasi dalam bentuk angka). Hasil analisis data berupa pemaparan
mengenai situasi yang diteliti yang disajikan dalam bentuk uraian naratif.
Hakikat pemaparan data pada umumnya menjawab pertanyaan-pertanyaan mengapa dan
bagaimana suatu fenomena terjadi. Untuk itu peneliti dituntut memahami dan
menguasai bidang ilmu yang ditelitinya sehingga dapat memberikan justifikasi
mengenai konsep dan makna yang terkandung dalam data.
3.
Tekanan pada proses bukan hasil. Tekanan
penelitian kualitatif ada pada proses bukan pada hasil. Data dan
informasi yang diperlukan berkenaan dengan pertanyaan apa, mengapa, dan
bagaimana untuk mengungkap proses bukan hasil suatu kegiatan. Apa yang
dilakukan, mengapa dilakukan dan bagaimana cara melakukannya memerlukan
pemaparan suatu proses mengenai fenomena tidak dapar dilakukan dengan ukuran
frekuensinya saja. Pertanyaan di atas menuntut gambaran nyata tentang kegiatan,
prosedur, alasan-alasan, dan interaksi yang terjadi dalam konteks lingkungan di
mana dan pada saat mana proses itu berlangsung. Proses alamiah dibiarkan
terjadi tanpa intervensi peneliti, sebab proses yang terkontrol tidak akan
menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Peneliti tidak perlu mentaransformasi
data menjadi angka untuk mengindari hilangnya informasi yang telah diperoleh.
Makna suatu proses dimunculkan konsep-konsepnya untuk membuat prinsip bahkan
teori sebagai suatu temuan atau hasil penelitian tersebut.
4.
Bersifat induktif. Penelitian kualitatif sifatnya induktif.
Penelitian kualitatif tidak dimulai dari deduksi teori, tetapi dimulai dari
lapangan yakni fakta empiris. Peneliti terjun ke lapangan, mempelajari suatu
proses atau penemuan yang tenjadi secara alami, mencatat, menganalisis,
menafsirkan dan melaporkan serta menarik kesimpulan-kesimpulan dari proses
tersebut. Kesimpulan atau generalisasi kepada lebih luas tidak dilakukan, sebab
proses yang sama dalam konteks lingkungan tertentu, tidak mungkin sama dalam
konteks lingkungan yang lain baik waktu maupun tempat. Temuan penelitian dalam
bentuk konsep, prinsip, hukum, teori dibangun dan dikembangkan dari lapangan
bukan dari teori yang telah ada. Prosesnya induktif yaitu dari data yang
terpisah namun saling berkaitan.
5.
Mengutamakan makna. Penelitian kualitatif mengutamakan makna. Makna
yang diungkap berkisar pada persepsi orang mengenai suatu peristiwa. Misalnya
penelitian tentang peran kepala sekolah dalam pembinaan guru, peneliti
memusatkan perhatian pada pendapat kepala sekolah tentang guru yang dibinanya.
Peneliti mencari informasi dari kepala sekolah dan pandangannya tentang
keberhasilan dan kegagalan membina guru. Apa yang dialami dalam membina guru,
mengapa guru gagal dibina, dan bagaimana hal itu terjadi. Sebagai bahan
pembanding peneliti mencari informasi dari guru agar dapat diperoleh
titik-titik temu dan pandangan mengenai mutu pembinaan yang dilakukan kepala
sekolah. Ketepatan informasi dari partisipan (kepala sekolah dan guru) diungkap
oleh peneliti agar dapat menginterpretasikan hasil penelitian secara sahih dan
tepat.
B.
Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data
dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam
pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang
merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, pertanyaan tertulis
maupun lisan. Apabila peneliti menggunakan teknik observasi,maka sumber datanya
bidang berupa benda, gerak atau proses sesuatu. Peneliti yang mengamati
tumbuhnya jagung, sumber datanya adalah jagung, sedang objek penelitiannya adalah
pertumbuhan jagung. Apabila peneliti menggunakan dokumentasi, maka dokumen dan
catatanlah yang menjadi sumber data, sedang isi catatan merupakan subjek
penelitian atau variabel penelitian.
Menulis Karya Tulis Ilmiah ini kami menggunakan sumber data berupa
tulisan yaitu: Dari internet, Sumber buku yang terkait dengan Ismail Marzuki,
dan lain-lain. Melalui pengumpulan data Heuristik kami dapat mengetahui sejarah
Ismail Marzuki dalam perkembangan musik.
Heuristik merupakan langkah awal dalam penelitian sejarah untuk berburu dan
mengumpulkan berbagi sumber data yang terkait dengan masalah yang sedang
diteliti.misalnya dengan melacak sumber sejarah tersebut dengan meneliti
berbagai dokumen, mengunjungi situs sejarah, mewawancarai para saksi sejarah.
Selain dari pada kami mencari sumber data melalui internet
browsing, kami juga mendapatkan informasi mengenai Ismail Marzuki dari
perpustakaan beserta teman-teman saya yang senantiasa membantu saya dalam
sumber ini.
C.
Teknik
Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan Data Penelitian Kualitatif. Studi
Kepustakaan. Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data sekunder dari
berbagai buku, dokumen dan tulisan yang relevan untuk menyusun konsep
penelitian serta mengungkap obyek penelitian. Studi kepustakaan dilakukan dengan
banyak melakukan telah dan pengutipan berbagai teori yang relevan utuk menyusun
konsep penelitian. Studi kepustakaan juga dilakukan untuk menggali berbagai
informasi dan data faktual yang terkait atau merepresentasikan masalah-masalah
yang dijadikan obyek penelitian. Selain dari pada perpustakaan kami juga
mendapatkan informasi mengenai Ismail Marzuki dari Perpustakaan sekolah dan browsing internet
atau yang lainnya.
BAB IV
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Perkembangan Musik Masa Kolonial
Sebelum
merdeka negara Indonesia lama sekali di jajah. Penjajahan itu pertam kali di
lakukan oleh bangsa Eropa. Bangsa Eropa memasuki wilayah Indonesia karena
keadaan alam Indonesia yang sangat kaya. Adalah Alfonso de
Albuquerque karena tokoh inilah, yang membuat kawasan Nusantara
(Indonesia) waktu itu di kenal oleh orang Eropa dan di mulainya Kolonisasi
berabad-abad oleh Portugis bersama bangsa Eropa lain, terutama Inggris dan
Belanda.Ketika orang-orang Eropa datang ke Indonesia pada awal abad
ke-16, mereka menemukan beberapa kerajaan yang dengan mudah dapat mereka kuasai
demi mendominasi perdagangan rempah-rempah.
Portugis
pertama kali mendarat di dua pelabuhan Kerajaan Sunda, yaitu Banten dan Sunda
Kelapa, tapi dapat diusir dan bergerak ke arah timur dan menguasai Maluku. Pada
abad ke-17, Belanda muncul sebagai negara yang terkuat di antara
negara-negara Eropa lainnya, mengalahkan Britania Raya dan Portugal (kecuali
untuk koloni mereka, Timor Portugis).Pada masa itulah agama Kristen masuk ke
Indonesia sebagai salah satu misi imperialisme lama yang dikenal
sebagai 3G, yaitu Gold, Glory, and Gospel Belanda menguasai
Indonesia sebagai koloni hingga Perang Dunia II, awalnya melalui VOC, dan
kemudian langsung oleh pemerintah Belanda sejak awal abad ke-19.Akibat dari
penjajahan ini bangsa Indonesia tertindas dan tersiksa. Mereka di jadikan budak
di negeri sendiri. Bangsa eropa bersenang-senang dengan hasil bumi yang telah
berhasil mereka rampas. Selama masa penjajahan ini bangsa Indonesia tidak bisa
hidup tenang, mereka di cekam rasa ketakutan. Dan karena itu mulailah banyak
bermunculan organisasi-organisasi yang ingin memerdekakan tanah air dari tangan
bangsa asing (penjajah).
B.
Peranan
Ismail Marzuki Dalam Perkembangan Musik Indonesia
Ismail Marzuki lahir
dan dibesarkan di Batavia, jantung kekuasaan Kolonial Belanda di Indonesia
waktu itu. Semangat zaman memang sangat mempengaruhi dan membentuk kepribadian
Ismail Marzuki dalam menekuni dan menjatuhkan pilihan sebagai musikus, profesi
yang saat itu masih di pandang sebelah mata. Menurut sejumlah sumber, untuk
kali pertama Ismail Marzuki mencipta lagu berjudul Oh Sarinah. Lagu dengan
syair bahasa Belanda itu dibuat saat dia berusia tujuh belas tahun (1931),
nyaris bersamaan waktunya dengan pembebasan Sukarno salah seorang pemimpin PNI
pada bulan Desember 1931.
Pada tahun 1947,
presiden pertama Republik Indonesia ini mengarang buku yang berjudul Sarinah.
Menurut Sukarno, “saya namakan Sarinah, sebagai tanda terima kasih. Ketika
masih kanak-kanak, pengasuh saya bernama Sarinah. Ia mbok saya. Dialah yang
mengajarku untuk mengenal cinta kasih, tetapi bukan dalam pengertian jasmaniah.
Mengajarku mencintai rakyat. Akan tetapi, Sarinah yang ini bukan wanita biasa.
Ia adalah kekuasaan terbesar dalam hidupku”. Hubungan antara judul lagu ciptaan
Ismail Marzuki dan judul buku karangan Sukarno mungkin tidak berkaitan, namun
jelas keduanya lebih dari sekedar nama seorang perempuan. Sarinah adalah
perlambang bangsa yang tertindas atau, menurut tafsir Firdaus Burhan, “istilah
nasional yang melambangkan seantero rakyat Indonesia yang tertindas ”. Uniknya,
radio NIROM justru yang kali pertama menyiarkan dan mempopulerkan lagu Oh
Sarinah.
Pada periode 1935-1937
Ismail marzuki mencipta beberapa lagu, di antaranya kroncong Serenata(1935), Oh
Jauh di Mata, Roselani (1936; bernuansa Hawaiian), Setambul Sejati(1937), dan
Kasim Baba (1937). Pengaruh kelompok-kelompok sandiwara yang tumbuh subur sejak
pertengahan tahun 1930-an tampak jelas dalam lagu ciptaan Ismail Marzuki.
Lagu-lagu tradisional dan barat pun ditekuninya sejak 1936 sampai 1937.
Lagu-lagu barat yang tenar waktu itu adalah Bei Mir bist du Schoen, Adios
Muchachos, Beer Barrel of Polka, White Chapel in the Moonlight, dan Amapola.
Ketika duduk dibangku
sekolah dasar (HIS), Marzuki Saeran mendorong Ismail Marzuki untuk mendaftarkan
diri sebagai salah satu anggota Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI), kwartir
Surya Wirawan, Gang Kenari. Ismail Marzuki mulai berkenalan dengan dunia
gerakan. Pada waktu hampir bersamaan, beberapa tokoh masyarakat Betawi,
termasuk Muhammad Husni Thamrin, mendirikan Perkumpulan Kaum Betawi. Organisasi
ini lebih mengutamakan persatuan dan kesatuan kaum Betawi, khususnya di bidang
budaya, bahasa, musik, pengajaran, perdagangan, kerajinan, perawatan, kesehatan,
dan sebagainya.
Ismail Marzuki pun ikut
bergerak di dalam organisasi itu, kendati hanya diberi tugas sebagai kurir
dengan wilayah operasi mulai dari daerah sekitar Kwitang sampai Laan Tegalan
(sekarang kawasan Matraman) dan Solitude. Perlahan-lahan nama Ismail Marzuki
mulai dikenal luas, khususnya dilingkuangan Sport Organisasi Pemuda Betawi
(salah satu Onderbouw Perhimpunan Kaum Betawi). Ismail Marzuki kemudian dipilih
sebagai ketua Modern Gambus dan Harmonium Orkes Kombinasi pada 1939.Selain Ismail
Marzuki, pengusur lain “cabang musik” yang bergabung dengan Sport Organisasi
Pemuda Betawi pada pertengahan 1938 ialah Halid Thabrani (penulis), Miming
(Bendahara), Mohammad Siradj, Muslim Abdul Gani, M. Bakrie (pembantu), M.
Nazirdan HM Jasin Aldjawi (Technisch-leider).
Saat-saat akhir
Kolonialisme Belanda di Indonesia, Ismail Marzuki mencipta sejumlah lagu yang
sebagian besar berkisar keresahan jiwa muda, berkisah tentang kehidupan
manusia, dan lain-lain. Hal tersebut dapat dilihat pada judul dan syair
lagu-lagu Malam Kemilau, Siapakah Namanya, Sederhana, Keroncong, Sukapuri,
Ani-ani Potong Padi Rumba, lagu-lagu tersebut diciptakan pada tahun 1940-an.
Ismail Marzuki yang bekerja di radio NIROM sejak 1938 sampai 1940 kemudian
pindah ke PPRK pada bulan November 1940. Dia memimpin orkes studio radio ini
sampai dengan kedatangan balatentara Jepang.
Kenyataan di atas kian
mempertegas keberadaan Ismail Marzuki selaku pemusik pejuang. Posisinya jelas:
berperan aktif dalam setiap keadaan. Bersama beberapa kawan, Ismail Marzuki
konsisten memegang nilai-nilai “merdeka” yang diperjuangkan selama itu. PPRK
dan VORO adalah hasil dari kesinambungan sikap perjuangan semacam itu.Mereka
memposisikan diri secara tepat dan mengambil setiap kesempatan, baik sebagai
pengubah(lagu kepahlawanan dan Cinta Tanah Air) maupun penyiar (melalui PPRK
dan VORO) pesan-pesan keindonesiaan. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita
memandang Ismail Marzuki sebagai salah satu orang Indonesia yang turut aktif
berjuang bagi kemerdekaan bangsa dan negerinya. Karena dikaruniai bakat luar
biasa dibidang musik, maka nilai-nilai kebebasan yang merupakan bagian dari
jati dirinya selaku manusia Indonesia tentunya di perjuangkan lewat musik.
Seaindainya Ismail marzuki mengungkapkan atau memberikan program-program
politik penjajahan dan penindasan melalui lagu-lagunya, sebutan yang akan di
sandangnya dalam konteks perjuangan kemerdekaan tentuakan menjadi lain.
Bulan Februari 1942
Jepang mengirim armada-armada kapal lengkap dengan berbagai rencana untuk membentuk
pemerintahan militer di wilayah pendudukan. Dua dokumen yang melandasi kegiatan
itu adalah “Asas-asas Mengenai Pemerintahan di Wilayah-wilayah Selatan yang
Diduduki” dan “Persetujuan Pokok antara Angkatan Darat dan Angkatan Laut
mengenai Pemerintahan Militer di Wilayah-wilayah Pendudukan.” Kedua dokumen
diambil dalam “Konferensi Penghubung” yang diadakan di Tokyo bulan November
1941. Markas Besar Angkatan Darat dan Angkatan Laut Jepang menyusun dan memakai
dokumen-dokumen khusus untuk setiap pemerintahan militer di daerah pendudukan.
Pada intinya, dokumen tersebut menekankan soal pemulihan ketertiban dan
keamanan, pencarian sumber kebutuhan vital, serta pemenuhan kebutuhan pasukan
tempur secara berdikari (swasembada). Pembentukan pemerintah di setiap daerah
pendudukan berlangsung dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah pemindahan
seluruh kekuasaan administrasi Belanda ke tangan tentara Jepang. Tahap
berikutnya diberlakukan pemerintahan militer sangat ketat. Semua jabatan
dipegang oleh perwira militer.
Tahap terakhir adalah
pergeseran dan peralihan ke pemerintahan “semi-militer.” Hampir semua jabatan
diserahkan kepada Gunzoku(orang-orang sipil yang bekerja pada dinas militer)
yang dikirim bergelombang ke nusantara sejak bulan Mei sampai Agustus 1942. Kebanyakan
dari mereka adalah pedagang, teknisi, perawat, juru tulis, ahli pertanian, ahli
kehutanan, ahli pertambangan, ahli kesehatan, perkapalan, minyak, geisha, dan
lain-lain. Sekitar 4.000 orang Jepang pernah tinggal di Indonesia.
Kedatangan Jepang
disertai pula dengan keinginan untuk menghapus semua pengaruh Belanda (politik,
ekonomi, dan budaya) sekaligus membangun hegemoni baru dalam kehidupan rakyat.
Patung Jan Pieterszoon Coen, salah satu simbol kekuasaan Belanda di Indonesia,
dibongkar. Semua nama jalan yang memakai bahasa belanda di ganti. Gubernur
Jendral beserta istri, para pegawai pemerintah kolonial, direktur perusahaan
serta pimpinan beberapa lembaga dijebloskan ke kamp-kamp tawanan perang.
Dua minggu setelah
berhasil menguasai Indonesia secara resmi, pemerintah pendudukan Jepang
melarang semua bentuk aktivitas politik. Simbol-simbol keindonesiaan seperti
bendera merah putih dan lagu Indonesia Raya dilarang dikibarkan dan
dinyanyikan. Partai-partai politik dibubarkan, pertemuan atau rapat-rapat organisasi
bisa diadakan asalkan telah mengantongi surat izin. Surat-surat kabar dan
majalah berbahasa Belanda, Cina dan Indonesia dilarang terbit. surat-surat
kabar Sipatahunan dan Nicork Expres di bandung dihentikan penerbitannya dan
diganti surat kabar Tjahaja. Surat kabar Mataram di Jogjakartra berganti nama
menjadi Sinar Matahari. Kecuali Sinar Baroe, seluruh surat kabar di Semarang
dilarang terbit. Semua surat kabar milik orang Indonesia, Cina, Belanda di
Surabaya dilarang beredar. Sebagai gantinya, pemerintah Jepang menerbitkan
surat kabar Soeara Asia.
Sebagaimana diketahui,
radio tidak kalah penting sebagai alat komunikasi massa. Setelah menutup dan
menghentikan semua aktivitas siaran radio, pemerintah Jepang mendirikan Djawa
Hoso Kanrikyoku pada tanggal 1 Oktober 1942. Badan yang mengurus dan
menyelenggarakan siaran radio di pusat maupun di daerah-daerah itu
mengambil-alih semua peran yang pernah dimainkan NIROM, VORO, PPRK dan
sebagainya.
C. Keadaan
Politik Yang Mendorong Inspirasi
Ismail Marzuki adalah
salah seorang musikus dan pengubah lagu yang sedikit banyak dipengaruhi oleh
perkembangan zaman. Proses kreatif Ismail Marzuki boleh dikatakan
berhubungan erat dengan perkembangan sosial politik di Indonesia pada masa
akhir kolonialisme Belanda dan sepanjang masa pendudukan Jepang. Perkembangan
di Indonesia sejak tahun 1930-an ditendai oleh berbagai gelombang pasang-surut
yang amat menentukan hubungan sosial-politik yang terjalin diantara pemerintah
kolonial Belanda dan rakyat jajahan, khususnya “kaum pergerakan.” Sebagaimana
diketahui, beberapa pemimpin Perserikatan Partai Nasional Indonesia (PNI)
kembali melanjutkan garis perjuangan lama setelah dibebaskan dari penjara.
Di sisi lain,
pemerintah kolonial Belanda memakai berbagai cara untuk meredam aktivitas
politik sekaligus menghambat gagasan-gagasan kaum pergerakan,, baik kooperatif
maupun non kooperatif. Selain menangkap, menahan, memenjarakan, atau membuang
sebagian dari mereka keluar Jawa, pemerintah juga mengeluarkan berbagai
peraturan. Surat kabar atau media yang dianggap melanggar undang-undang pers
kolonial dapat segera dibredel. Redakturnya ditangkap, ditahan, atau dimasukan
kedalam penjarah. Para guru sekolah dilarang menjadi anggota atau menghadiri
rapat organisasi pergerakan. Pemerintah kolonial berjanji akan ikut campur
tangan aparat keamanan (PID = Politieke Inlichtingen Dienst) apabila kaum
pergerakan mau bersikap lebih kooperatif.
Untuk mencegah
partai-partai politik bebas berkeliaran menarik simpati masyarakat luas,
pemerintah kolonial memberlakukan vergader verbod (larangan berkumpul dan
menyelenggarakan rapat). Rakyat dilarang keras mendendangkan lagi-lagu mars
milik beberapa organisasi sosial-politik. Indonesia Raya yang senantiasa
dinyanyikan dalam acara pembukaan dan penutupan rapat-rapat partai politik,
serta lagu-lagu mars Partai Indonesia Raya, Persatuan Bangsa Indonesia, dan
Gedung Nasional Indonesia (ciptaan Wongso Atmodjo), boleh diperdengarkan secara
instrumental, tetapi tidak boleh dinyanyikan. Semua itu atas nama menjaga rust
en orde (kemanan dan ketertiban) yang intinya adalah agar roda mesin kekuasaan
dapat dijalankan oleh pemerintah kolonial dengan lebih lancar.
Penguasa silih berganti
mengatur Indonesia. Sebagian berpaham liberal (lunak), sebagian lagi konserfatif
(keras). Keras ataupun lunak, penjajah tetap penjajah. Dalam kondisi represif
sekalipun toko partai harus tetap menjalin hubungan dengan rakyat. Rakyatpun
akan menaruh simpati jika partai politik memuat program-program yang merakyat.
Itulah yang membentuk persepsi rakyat tentang citra perhimpunan politik yang
sesungguhnya, itu pula yang megubah pandangan kaum pergerakan tentang arti
penjarah, suatu persepsi yang sedikit banyak dipengaruhi oleh beberapa kejadian
penangkapan dan pembuangan ke Boven Digul menyusul kegagalan pemberontakan kaum
komunis 1926-1927.
Situasi plotik di
Indonesia berkembang tidak menentu sejak 1934. Represi, baik terhadap pengurus
maupun partai politik, membuat kaum pergerakan dikubu non koopratif seolah-olah
berjalan ditempat. Aktifitas kaum pergerakan didalam partai Sarekat Islam,
misalnya. Organsiasi masa yang berganti nama menjadi partai Sarikat Islam
Indonesia (PSII) itu mengalami kemunduran cukup berarti sejak pertengahan tahun
1920-an. Sebagian kaum pergerakan memang mulai menggunakan pranata Volksraad
sebagai wahana menuju Indonesia merdeka.
Pembentukan Volksraad
diresmikan oleh Gubernur Jenderal Graaf van Limburg Stirum pada 19 Mei 1918.
Ketika dibentuk tali pertama, Volksraad beranggotakan 39 orang (termasuk ketua)
: 15 bumiputera dan 23 mewakili golongan Eropa dan Timur Asing. Pada 1927 dan
1930, anggotanya ditambah menjadi 55 orang dan 60 orang. Namun, mereka yang
mewakili kepentingan pribumi mayoritas rakyat di Indonesia hanya 25 orang dan
30 orang. Sebagian kaum pergerakan, baik didalam maupun diluar Volksraad,
menganggap lembaga ini tidak lebih sebagai meminjam istilah Agus Salim –“komedi
omong.” Parlemen tiruan (schijn parlement) itu dinilai mereka tidak bisa
menjalankan fungsi sebagai mana mestinya. Pemerintah kolonial belanda memang
selalu mengabaikan keputusan-keputusan lembaga tersebut. Pendek kata, Volksraad
merupakan basa basi politik perpanjangan tangan pemerintah kolonial, dan
pengelabuan terhadap semua aspek kehidupan rakyat Indonesia.
Menurut sejumlah
sumber, untuk kali pertama Ismail Marzuki mencipta lagu berjudul Oh Sarinah.
Lagu dengan syair Bahasa Belanda itu dibuat saat dia berusia 17 tahun (1931).
Sarinah adalah perlambang bangsa yang tertindas atau, menurut tafsir Firdaus
Burhan, “Istilah Nasional yang melambangkan santero rakyat Indonesia yang
tertindas.” Uniknya, radio NIROM justru yang tali pertama menyiarkan dan
mempopulerkan lagu Oh Sarinah. Namun demikian, ada semacam ruang kosong
diantara periode 1931 sampai 1935 dalam proses kreatif Ismail Marzuki di bidang
cipta mencipta lagu.
Dua tahun sesudah
mencipta Oh Sarinah, dia mengubah lagu Periangan ciptaan A Rivai. Perkembangan
sosial politik yang berlangsung di Indonesia pada periode tersebut ikut
mempengaruhi proses kreatif Ismail Marzuki. Pada periode 1935-1937 Ismail
Marzuki mulai mencipta beberapa lagu, diantaranya Kroncong Serenata (1935), Oh
Jauh Dimata, Roselani (1936), Stambul Sejati (1937) dan Kasim Baga (1937).
Stambul Sejati bermodus minor dengan melodi melayu Sumatra Utara yang kental dengan
keroncong stambul, sementara Kasim Baba mengambil latar cerita “Hikayat 1001
Malam.”[38]
Saat-saat akhir
kolonialisme Belanda di Hindia-Belanda, Ismail Marzuki mencipta sejumlah lagu
yang sebagian besar berkisar keresahan jiwa muda, berkisah tentang kehidupan
manusia, dan lain-lain. Hal tersebut dapat dilihat pada judul dan syair
lagu-lagu Malam Kemilau (1940; instrumental), Siapakah Namanja (1940),
Sederhana (1940), Krontjong Sukapuri (1940), Bintangku (19 40), dan Arjuna
Rumba (1940). Ismail Marzuki yang bekerja di Radio NIROM sejak 1938 sampai 1940
kemudian pindah ke PPRK pada bulan November 1940. Dia memimpin orkes studio
radio ini sampai dengan kedatangan balatentara Jepang.
Kenyataan diatas kian
mempertegas keberadaan Ismail Marzuki selain pemusik Pejuang. Posisinya jelas:
berperan aktif dalam setiap keadaan. Bersama beberapa kawan, Ismail Marzuki
konsisten memegang nilai-nilai “merdeka” yang diperjuangkan selama itu. PPRK
dan VORO adalah hasil dari kesinambungan sikap perjuangan semacam itu. Mereka memposisikan
diri secara tepat dan mengambil setiap kesempatan, baik sebagai pengubah (lagu
kepahlawanan dan cinta Tanah Air) maupun penyair (melalui VORO dan PPRK)
pesan-pesan keindonesiaan.
Oleh karena itu sudah
sepatutnya kita memandang Ismail Marzuki sebagai salah satu orang Indonesia
yang turut aktif berjuang bagi kemerdekaan bangsa dan negerinya. Karena
dikaruniai bakat luar biasa dibidang musik, maka nilai-nilai kebebasan yang
merupakan bagian dari jati dirinya selaku manusia Indonesia tentunya diperjuangkan
lewat musik. Seandainya Ismail Marzuki mengungkapkan atau membeberkan
program-program politik penjajahan dan penindasan melalui lagu-lagunya, sebutan
yang akan disandangnya dalam konteks perjuangan kemerdekaan tentu akan menjadi
lain.
.
BAB V
KESIMPULAN
DAN REKOMENDASI
A.
Kesimpulan
Ismail Marzuki adalah seorang komponis
besar Indonesia yang semasa hidupnya sudah menciptakan lebih dari 200 buah
lagu. Diantaranya lagu Sepasang Mata Bola, Rayuan Pulau kelapa, Indonesia
Pusaka, dan lain-lain. Namanya diabadikan sebagai nama pusat kesenian di
Jakarta, yaitu Taman Ismail Marzuki (TIM). Karyanya yang luar biasa bagi negara
membuat pemerintah juga memberikan gelar Pahlawan Nasional kepadanya pada 2004.
Perkembangan musik
menjadi isu politik yang beredar, karena perbedaan pendapat di kalangan para
pejuang seniman Indonesia. Perkembangan musik berfungsi sebagai salah satu
sarana pendidikan nasional mengalir setelah munculnya generasi penerus sesudah
W.R. Supratman dan Mochamad Syafei pendiri INS Kayu Tanam di
Sumatera Barat. Di Jawa di kenal generasi berikutnya yaitu Ismail Marzuki,
Kusbini, Bintang Sudibyo, R. Soenarjo, H. Mutahar, R.A.J. Soedjasmin dan
lain-lain.
B. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan
yang telah dipaparkan, maka penulis
mengajukan rekomendasi yang
dipandang bermanfaat bagi Pribadi,
Lembaga (sekolah), dan Masyarakat diantaranya yaitu :
Manfaat
untuk pribadi diharapkan dari karya tulis ilmiah ini bisa dipetik keteladanan,
kegigihan yang diberikan oleh Ismail Marzuki khususnya bagi para pembaca dan
generasi muda agar bisa dijadikan penyemangat atau motivasi dalam berjuang
mengisi kemerdekaan dengan menjadi pribadi yang baik, bertanggung jawab dan
berjuang baik untuk kehidupannya pribadi.
Manfaat untuk Lembaga
seperti sekolah diharapkan karya tulis ilmiah ini dapat membantu menambah
sumber referensi dalam belajar.
Manfaat untuk
Masyarakat diharapkan karya tulis ilmiah ini dapat membantu masyarakat untuk
Mengenal lebih dalam lagi sang tokoh islam Ismail Marzuki agar masyarakat bisa
lebih menghargai lagi perjuangan beliau.
DAFTAR
PUSAKA
http://irfansusukan.blogspot.com/2012/09/peranan-ismail-marzuki.html
http://biografinya.blogspot.com/2013/.../ismail-marzuki.html.
No comments:
Post a Comment