A. PENGERTIAN KENAKALAN REMAJA
Kenakalan
remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana
yang dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri
dan orang-orang di sekitarnya. Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja
adalah mereka yang berusia 13-18 tahun. Pada usia tersebut, seseorang sudah
melampaui masa kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat
dikatakan dewasa. Ia berada pada masa transisi.
Kenakalan
remaja sering disebut juga dengan Juvenile Delinquency ialah perilaku jahat
(dursila) atau kejahatan anak-anak muda. Anak-anak muda yang jahat itu disebut
juga sebagai anak cacat secara sosial.
Juvenile
berasal dari bahasa Latin “Juvenilus”, artinya anak-anak, anak muda, ciri
karakteristik pada masa remaja dan Delinquent berasal dari kata Latin
“Delinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas lagi
maknanya menjadi jahat.
Definisi
kenakalan remaja menurut para ahli adalah sebagai berikut.
1. Kartono, ilmuwan sosiologi
Kenakalan Remaja atau dalam bahasa
Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala patologis
sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial.
Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang”.
2. Santrock
“Kenakalan remaja merupakan kumpulan
dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga
terjadi tindakan kriminal.”
Mengenal siapa remaja dan apa problema yang dihadapinya
adalah suatu keharusan bagi orang tua. Dengan bekal pengetahuan ini orang tua
dapat membimbing anaknya menataki masa-masa krisis tersebut dengan mulus. Hal
ini sangat dirasakan oleh semua karena di bahu remaja masa kini terletak
tanggung jawab moral sebagai generasi penerus, menggantikan generasi yang ada
saat ini. Mereka inilah yang kelak berperan menjadi sumber daya manusia yang
tangguh dan berkualitas, menjadi aset nasional dan tumpuan harapan bangsa dalam
kompetisi global, yang tentunya kian hiruk pikuk di abad ke XXI.
B. BENTUK-BENTUK KENAKALAN
REMAJA
Singgih D. Gumarso (1988 : 19),
mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang
berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu :
1. Kenakalan yang bersifat
amoral dan sosial serta tidak diantar dalam undang-undang sehingga tidak dapat
atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hokum.
2. Kenakalan yang bersifat
melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang
berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bila dilakukan orang dewasa.
Menurut bentuknya, Sunarwiyati S
(1985) membagi kenakalan remaja kedalam tiga tingkatan ;
1. Kenakalan biasa, seperti
suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit
.
2. Kenakalan yang menjurus pada
pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai mobil tanpa SIM, mengambil barang
orang tua tanpa izin.
3. Kenakalan khusus seperti
penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar nikah, pemerkosaan dll. Kategori
di atas yang dijadikan ukuran kenakalan remaja dalam penelitian.
C. PENYEBAB TERJADINYA
KENAKALAN REMAJA
Perilaku kenakalan remaja bisa
disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari
luar (eksternal).
1. Faktor Internal (Dalam)
a. Reaksi Frustasi Diri
Dengan semakin pesatnya usaha
pembangunan, modernisasi yang berakibat pada banyaknya anak remaja yang tidak
mampu menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan sosial itu. Mereka lalu
mengalami banyak kejutan, frustasi, ketegangan batin dan bahkan sampai kepada
gangguan jiwa.
b. Gangguan Pengamatan dan
Tanggapan Pada Anak Remaja
Adanya gangguan pengamatan dan
tanggapan di atas sangat mengganggu daya adaptasi dan perkembangan pribadi anak
yang sehat.
Gangguan pengamatan dan tanggapan itu, antara lain : halusinasi,
ilusi dan gambaran semua.
Tanggapan anak tidak merupakan
pencerminan realitas lingkungan yang nyata, tetapi berupa pengolahan batin yang
keliru, sehingga timbul interpretasi dan pengertian yang salah. Sebabnya ialah
semua itu diwarnai harapan yang terlalu muluk, dan kecemasan yang berlebihan.
c. Gangguan Berfikir dan
Intelegensi Pada Diri Remaja
Berfikir mutlak perlu bagi kemampuan
orientasi yang sehat dan adaptasi yang wajar terhadap tuntutan lingkungan.
Berpikir juga penting bagi upaya pemecahan kesulitan dan permasalahan hidup
sehari-hari. Jika anak remaja tidak mampu mengoreksi pekiran-pekirannya yang
salah dan tidak sesuai dengan realita yang ada, maka pikirannya terganggu.
d. Gangguan Perasaan Pada Anak
Remaja
Perasaan memberikan nilai pada situasi
kehidupan dan menentukan sekali besar kecilnya kebahagiaan serta rasa kepuasan.
Perasaan bergandengan dengan pemuasan terhadap harapan, keinginan dan kebutuhan
manusia. Jika semua tadi terpuaskan, orang merasa senang dan bahagia.
Gangguan-gangguan fungsi perasaan tersebut, antara lain :
1) Inkontinensi emosional ialah
tidak terkendalinya perasaan yang meledak-ledak, tidak bisa dikekang.
2) Labilitas emosional ialah
suasana hati yang terus menerus berganti-ganti dan tidak tetap. Sehingga anak
remaja akan cepat marah, gelisah, tidak tenang dan sebagainya.
3) Ketidak pekaan dan mempunyai
perasaan biasa disebabkan oleh sejak kecil anak tidak pernah diperkenalkan
dengan kasih sayang, kelembutan, kebaikan dan perhatian.
4) Kecemasan merupakan bentuk
“ketakutan” pada hal-hal yang tidak jelas, tidak riil, dan dirasakan sebagai
ancaman yang tidak bisa dihindari.
2. Faktor Eksternal (Luar)
Selain faktor dari dalam ada juga
faktor yang datang dari luar anak tersebut, antara lain :
a. Keluarga
Tidak diragukan bahwa keluarga
memegang peranan penting dalam pembentukan pribadi remaja dan menentukan masa
depannya. Mayoritas remaja yang terlibat dalam kenakalan atau melakukan tindak
kekerasan biasanya berasal dari keluarga yang berantakan, keluarga yang tidak
harmonis di mana pertengkaran ayah dan ibu menjadi santapan sehari-hari remaja.
Bapak yang otoriter, pemabuk, suka
menyiksa anak, atau ibu yang acuh tak acuh, ibu yang lemah kepribadian dalam
atri kata tidak tegas menghadapi remaja, kemiskinan yang membelit keluarga,
kurangnya nilai-nilai agama yang diamalkan dll semuanya menjadi faktor yang
mendorong remaja melakukan tindak kekerasan dan kenakalan.
b. Lingkungan Sekolah yang
Tidak Menguntungkan
Sekolah kita sampai waktu sekarang
masih banyak berfungsi sebagai “sekolah dengar” daripada memberikan kesempatan
luas untuk membangun aktivitas, kreativitas dan inventivitas anak. Dengan
demikian sekolah tidak membangun dinamisme anak, dan tidak merangsang
kegairahan belajar anak.
Selanjutnya, berjam-jam lamanya
setiap hari anak-anak harus melakukan kegiatan yang tertekan, duduk, dan pasif
mendengarkan, sehingga mereka menjadi jemu, jengkel dan apatis.
Di kelas, anak-anak-terutama para
remajanya sering mengalami frustasi dan tekanan batin, merasa seperti dihukum
atau terbelenggu oleh peraturan yang “tidak adil”. Di satu pihak pada dirinya
anak ada dorongan naluriah untuk bergiat, aktif dinamis, banyak bergerak dan
berbuat; tetapi di pihak lain anak dikekang ketat oleh disiplin mati di
sekolah serta sistem sekolah dengar.
Ada pula guru yang kurang simpatik,
sedikit memiliki dedikasi pada profesi, dan tidak menguasai metodik mengajar.
Tidak jarang profesi guru/dosen dikomersialkan, dan pengajar hanya
berkepentingan dengan pengoperan materi ajaran belaka. Perkembangan kepribadian
anak sama sekali tidak diperhatikan oleh guru, sebab mereka lebih
berkepentingan dengan masalah mengajar atau mengoperkan informasi belaka.
c. Media Elektronik
Tv, video, film dan sebagainya nampaknya ikut berperan
merusak mental remaja, padahal mayoritas ibu-ibu yang sibuk menyuruh anaknya
menonton tv sebagai upaya menghindari tuntutan anak yang tak ada habisnya.
Sebuah penelitian lapangan yang pernah dilakukan di Amerika menunjukkan bahwa
film-film yang memamerkan tindak kekerasan sangat berdampak buruk pada tingkah
laku remaja. Anak yang sering menonton film-film keras lebih terlibat dalam
tindak kekerasan ketika remaja dibandingkan dengan teman-temannya yang jarang
menonton film sejenis. Polisi Amerika menyebutkan bahwa sejumlah tindak
kekerasan yang pernah ditangani polisi ternyata dilakukan oleh remaja persis
sama dengan adegan-adegan film yang ditontonnya. Ternyata anak meniru dan
mengindentifikasi film-film yang ditontonnya.
d. Pengaruh Pergaulan
Di usia remaja, anak mulai meluaskan pergaulan sosialnya
dengan teman-tema sebayanya. Remaja mulai betah berbicara berjam jam melalui
telepon. Topik pembicaraan biasanya seputar pelajaran, film, tv atau
membicarakan cowok / cewek yang ditaksir dsb.
Hubungan sosial di masa remaja ini dinilai positif karena
bisa mengembangkan orientasi remaja memperluas visi pandang dan wawasan serta
menambah informasi, bahkan dari hubungan sosial ini remaja menyerap nilai-nilai
sosial yang ada di sekelilingnya. Semua faktor ini menjadi penyokong dalam
pembentukan kepribadiannya dan menambah rasa percaya diri karena pengaruh
pergaulan yang begitu besar pada diri remaja, maka hubungan remaja dengan teman
sebayanya menentukan kualitas remaja itu. Kalau ini disadari oleh remaja, maka
dengan sadar remaja akan menyeleksi teman pergaulannya.
D. MENGATASI KENAKALAN REMAJA
Kenakalan remaja biasanya dilakukan
oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani proses-proses perkembangan
jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-kanaknya. Masa
kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan perkembangan
fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Secara sosiologis, kenakalan remaja
merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada
masa kanak-kanak maupun remaja para pelakunya. Seringkali didapati bahwa ada
trauma dalam masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari
lingkungannya, maupun trauma terhadap kondisi lingkungan, seperti kondisi
ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri, dan sebagainya.
Mengatasi kenakalan remaja, berarti
menata kembali emosi remaja yang tercabik-cabik itu. Emosi dan perasaan mereka
rusak karena merasa ditolak oleh keluarga, orang tua, teman-teman, maupun
lingkungannya sejak kecil, dan gagalnya proses perkembangan jiwa remaja
tersebut. Trauma-trauma dalam hidupnya harus diselesaikan, konflik-konflik
psikologis yang menggantung harus diselesaikan, dan mereka harus diberi
lingkungan yang berbeda dari lingkungan sebelumnya.
Memberikan lingkungan yang baik
sejak dini, disertai pemahaman akan perkembangan anak-anak kita dengan baik,
akan banyak membantu mengurangi kenakalan remaja. Minimal tidak menambah jumlah
kasus yang ada.
Hal-hal yang bisa dilakukan untuk
mengatasi kenakalan remaja :
1. Kegagalan mencapai identitas
peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah atau diatasi dengan prinsip
keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin figur orang-orang
dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan baik juga mereka yang
berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada tahap ini.
2. Adanya motivasi dari
keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan point pertama.
3. Kemauan orangtua untuk
membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga yang harmonis,
komunikatif, dan nyaman bagi remaja.
4. Remaja pandai memilih teman
dan lingkungan yang baik serta orangtua memberi arahan dengan siapa dan di
komunitas mana remaja harus bergaul.
5. Remaja membentuk ketahanan
diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata teman sebaya atau komunitas
yang ada tidak sesuai dengan harapan.
No comments:
Post a Comment