Wednesday, April 19, 2017

GEOGRAFI ASIA TENGGARA

A. Pantai
Pantai merupakan bagian dari dataran rendah yang berbatasan dengan laut. Ancaman bencana di daerah pantai yang mengancam penduduk adalah tsunami. Apa yang sebaiknya dilakukan untuk menghindari bahaya tsunami? kalian sebaiknya menyiapkan diri terhadap kemungkinan terjadinya tsunami dengan memperhatikan hal-hal berikut ini.
Jika kalian tinggal di daerah pantai dan merasakan adanya gempa kuat yang disertai dengan suara ledakan di laut, sebaiknya segera bersiap-siap untuk menghadapi kemungkinan terjadinya tsunami. Segera tinggalkan daratan pantai tempat kalian tinggal jika gempa kuat terjadi.Jika melihat air pantai mendadak surut sehingga dasar laut tampak jelas, segera jauhi pantai karena hal itu merupakan peringatan alam bahwa akan terjadi tsunami.Tanda-tanda alam lainnya yang terkadang terjadi seperti banyaknya ikan di pantai dan tiba-tiba banyak terdapat burung.Seringkali gelombang tsunami yang kecil disusul oleh gelombang raksasa di belakangnya. Oleh karena itu, kalian harus waspada.Lembaga pemerintah yang berwenang biasanya selalu memantau kemungkinan terjadinya tsunami. Oleh karena itu, jika belum ada pernyataan “keadaan aman”,  sebaiknya tetap menjauhi pantai.
Bentuk muka bumi juga mempengaruhi potensi bencana alam, potensi bencana yang juga mengancam daerah pantai adalah gempa. Sebenarnya tidak semua wilayah pantai di Indonesia berpotensi gempa. Wilayah pantai Indonesia yang berpotensi gempa adalah Pantai barat Sumatra, pantai selatan Jawa sampai Nusa Tenggara berpotensi gempa. Pantai di Pulau Kalimantan relatif aman dari gempa karena jauh dari pusat gempa. Wilayah lainnya adalah Sulawesi, Maluku, Papua, dan sejumlah pulau lainnya. Ancaman gempa juga mungkin terjadi di daerah perbukitan dan pegunungan.

B. Bukit dan Perbukitan
Bentuk lain dari muka bumi adalah Bukit yang merupakan bagian dari permukaan bumi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah di sekelilingnya, dengan ketinggian kurang dari 600 m dpal. Bukit tidak tampak curam seperti gunung.Perbukitan berarti kumpulan dari sejumlah bukit pada suatu wilayah tertentu.Di daerah perbukitan, aktivitas permukiman penduduk tidak seperti di dataran rendah. Permukiman tersebar pada daerah-daerah tertentu atau membentuk kelompok-kelompok kecil. Penduduk biasanya memanfaatkan lahan datar yang luasnya terbatas di antara perbukitan. Permukiman umumnya dibangun di kaki-kaki perbukitan atau lembah perbukitan karena biasanya di tempat tersebut ditemukan mata air atau sungai sebagai sumber air untuk aktivitas penduduk.
Di daerah perbukitan, pada umumnya aktivitas pertanian adalah pertanian lahan kering. Pertanian lahan kering merupakan pertanian yang dilakukan di wilayah yang pasokan airnya terbatas atau hanya mengandalkan air hujan. Istilah pertanian lahan kering sama dengan ladang atau huma yang dilakukan secara menetap maupun berpindah-pindah seperti di Kalimantan. Tanaman yang ditanam umumnya berupa umbi-umbian atau palawija dan tanaman tahunan (kayu dan buah-buahan). Pada bagian lereng yang masih landai dan lembah perbukitan, sebagian penduduk juga memanfaatkan lahannya untuk tanaman padi.Aktivitas ekonomi di daerah perbukitan biasanya sulit berkembang menjadi sebuah pusat perekonomian. Di daerah perbukitan, mobilitas manusia tidak semudah di daerah dataran sehingga pemusatan permukiman dan industri relatif terbatas. Meskipun demikian, daerah perbukitan dapat dikembangkan menjadi daerah pariwisata karena panorama alamnya yang indah dan suhu udaranya yang sejuk. Aktivitas pariwisata yang dapat dikembangkan di daerah ini antara lain wisata alam yang tujuannya menikmati pemandangan daerah perbukitan yang indah.

Unsur Penduduk Asia Tenggara
Keadaan penduduk di Kawasan Asia Tenggara dapat kita lihat dari beberapa aspek/segi. Misalnya ras atau suku bangsanya, jumlah penduduknya, mata pencahariannya dan persebarannya.
®      Suku Bangsa di Kawasan Asia Tenggara
Menurut A. L Kroeber, suku bangsa yang tinggal di kawasan Asia Tenggara merupakan keturunan dari dua ras, yaitu sebagai berikut.
a . Ras Negroid yang menempati Semenanjung Melayu dan wilayah Negara Filipina.
b. Ras Mongoloid, yang menempati Kepulauan Indonesia, Malaysia, dan Filipina.
Ras Mongoloid yang ada di Indonesia dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Proto Melayu (Melayu Tua), yang menurunkan suku Batak, Dayak, dan Toraja;
2) Deutro Melayu (Melayu Muda), yang menurunkan suku Bali, Jawa, dan Minangkabau.
Adapun suku-suku yang jumlahnya besar di Asia Tenggara antara lain sebagai berikut.
a) Suku bangsa Lao Yao dan Thai di Laos dan Thailand.
b) Suku bangsa Semang dan Sakai di Malaysia.
c) Suku bangsa Khmer di Kamboja.
d) Suku bangsa Man, Tho, Muong ,dan Vietnam di Vietnam.
e) Suku bangsa Jawa, Sunda, Bali, Batak, dan Dayak di Indonesia.
f ) Suku bangsa Cina, India, Melayu, dan Pakistan di Singapura

Jumlah penduduk di kawasan Asia Tenggara cukup banyak, mencapai ± 556.017.753 jiwa. Jumlah penduduk tersebut terdiri atas berbagai macam ras dan suku bangsa asli dari masing-masing negara. Hal ini merupakan modal sumber daya manusia bagi pembangunan.
      Kendala yang dihadapi tiap-tiap negara adalah banyaknya jumlah penduduk tersebut tidak diimbangi dengan pemerataannya, sehingga terjadi pemusatan-pemusatan penduduk.

KEBUDAYAAN
RUMPUN BAHASA
Kawasan Asia Tenggara merupakan satu wilayah yang berada di bagian tenggara dari benua Asia yang terdiri dari kawasan daratan dan kepulauan Malaya. N. J. Enfield menyatakan bahwa setidaknya ada lima bahasa induk di kawasann Asia Teggara. Lima bahasa itu meliputi bahasa Mon-Khmer, Tai-Kadai, Sino-Tibet, Hmong Mien, dan Bahasa Austronesia. Enfield juga menjelaskan bahwa perbedaan bahasa di setiap wilayah itu berkaitan erat dengan politik dan wilayah geografis masing-masing wilayah.
Bahasa Induk di Asia Tenggara
Mon-Khmer merupakan rumpun bahasa induk yang memanjang dari Semenanjung Malaya dan barat melintas ke laut timur India dan Laut Andaman, Vietnam dan Kamboja. Bahasa Mon-Khemer juga digunakan sebagai bahasa nasional mereka. Mon-Khemer mempunyai sub bahasa antara lain Khmer dari Kamboja dan Vietnam selatan, Nicobarese dari kepulauan Nicobar, dan Khasi dari Assam di India.
Bahasa Tai-Kadai memiliki dua cabang utama yakni Tai dan Kadai. Bahasa Tai digunakan sebagai bahasa yang homogen yang tersebar luas di bagian barat Asia Tenggara hingga ke dataran tinggi Burma hingga ke timur Laut India. Sementara itu Bahasa Kadai merupakan sebuah bahasa yang kompleks dipakai di Guanxi, Yunnan, dan Guangdong (sebuah propinsi di barat daya Cina). Bahasa Tai-Kadai juga dikenal sebagai Daic, Kadai, Kradai, atau Dai. Bahasa ini pada mulanya dianggap sebagai bagian dari Keluarga Sino-Tibet, namun di luar China dikategorikan sabagai bahasa yang independen. Kosa kata yang digunakan sebagian besar menggunakan bahasa Sino Tibet. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa Tai-Kadai sangat erat hubungannya dengan bahasa Austronesia.
Hmong Mien merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat minoritas tradisional di Cina dengan  melalui kontak intensif dengan Sinitic dari segi budaya dan Sejarah.  Hmong Mien atau disebut juga Miao digunakan di daerah pegunungan di Selatan Cina, termasuk Guizhou, Hunan, Yunnan, Sichuan, Guangxi dan propinsi Hubei. Dalam 300-400 tahun terakhir para pengguna bahasa tersebut telah berpindah ke wilayah Thailand, Laos, dan Vietnam. Klasifikasi awal bahasa ini pada awalnya menempatkan Hmong-Mien tergolong pada rumpun Sino-Tibet. Namun para ahli bahasa barat menyebutkan bahwa Hmong-merupakan satu bahasa mereka sendiri. Hal itu disandarkan pada perkembangan fonologinya.
Sino-Tibet merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat yang memanjang dari utara melalui Cina dan barat laut di Himalaya. Bahasa ini juga mempunyai cabang bahasa antara lain bahasa Loloish diucapkan di dataran tinggi Burma, Laos Utara, Thailand Utara, dan barat daya Cina, dan Sinitic yaitu bahasa yang diucapkan secara kolektif oleh masyarakat Cina. Meskipun Loloish dan Sinitic itu biasanya disebut dialek padahal sebenarnya keduanya itu bukanlah dialek. Hal ini dapat dilihat bahwa antara satu dengan lainnya tidak saling mengerti bila mengucapkan bahasa masing-masing. Sekarang ini banyak peneliti yang menyelidiki bahasa Sinitic dalam konteks areal mereka. Satu pendekatan yang digunakan ialah kontak historis dengan bahasa lainnya di Asia Timur dan Tenggara.
Bahasa induk Austronesia merupakan rumpun yang sangat kaya dan luas penyebarannya. Austronesia merupakan istilah yang dipakai oleh para ahli linguistik untuk keluarga bahasa yang berkembang di Asia Tenggara Kepulauan, Micronesia, Melanesia Kepulauan dan Polynesia. Penyebaran bahasa ini dilakukan dengan cara ekaspansi para pelaut yang mengarungi samudera.
Pembentukan dan Perkembangan Bahasa di Asia Tenggara
            Kebudayaan Asia tenggara sangat terpengaruh oleh kebudayaan yang ada di India dan Cina. Hal serupa juga terjadi di bidang bahasa. Bahasa yang berkembang tidak dapat dipisahkan dari bahasa yang ada di Cina dan India. Sebagaimana  penjelasan sebelumnya bahwa kawasan Asia tenggara memiliki ratusan bahasa yang digunakan oleh masyarakat. Bahasa-bahasa tersebut merupakan hasil dari sebuah interaksi yang dilakukan oleh masyarakat di satu tempat ke tempat lainnya. Banyak faktor yang menjelaskan bahwa interaksi tersebut dilatarbelakangi oleh motif ekonomi, politis dan lainnya. Beberapa antropolog tertarik mengkaji fenomena sosial yang terjadi di Asia tenggara ini. Pada umumnya mereka tertarik pada banyaknya persamaan dan perbedaan bahasa di Asia Tenggara. Mereka memperdebatkan apakah fenomena tersebut merupakan sebuah warisan atau difusi dari dua atau beberapa kebudayaan yang berlainan.
Trubetzkoy berpendapat bahwa strukur bahasa dapat berdifusi dan menembus batas wilayah dan silsilah bahasa. Sebuah wilayah bahasa didefinisikan sebagai wilayah geografis dimana bahasa setempat dengan bahasa tetangga itu berbeda. Namun pernyataan itu mendapat banyak pertentang dari beberapa kalangan lainnya. Sebenarnya bahasa tidak bisa ditahan perkembangannya dan tidak bisa disamakan dengan satu kesatuan wilayah geografis. Untuk itu penyebaran bahasa sangat memungkinkan melintasi batasan wilayah geografis.
Secara geografis wilayah Asia Tenggra didominasi oleh wilayah yang dilalui sungai yang memanjang dari utara ke selatan. Sungai merupakan unsur yang sangat penting guna mendukung kehidupan manusia. Banyak peradaban besar yang lahir dan berkembang di sepanjang aliran sungai. Sungai memberikan kehidupan bagi masyarakat yang tinggal di daerah sekitarnya. Pada umumnya sungai digunakan oleh masyarakat sebagai sarana irigasi dan transportasi. Di wilayah yang dilalui oleh sungai tersebut muncul perkampungan petani dan areal pertanian dengan memanfaatkan sungai tersebut. Sungai juga menjadi sarana yang mendukung interaksi dan sarana mobilisasi masyarakat dalam kegiatan sehari-hari.
Enfield menjelaskan pola ini telah ada sejak dua ribuan tahun yang lalu. Sebagian migrasi dilakukan oleh orang-orang dari dataran tinggi ke dataran rendah. Migrasi yang paling signifikan terjadi ketika orang-orang yang berbahasa Tai menginpasi barat daya Cina. Orang-orang yang berbicara bahasa Tai tersebut melakukan migrasi untuk mencari lahan datar yang subur untuk dijadikan sawah. Orang tai terkenal dengan teknik pertanianyang maju. Dalam teknik pertaniannya orang-orang Tai terkenal dengan sistem parit dan tanggul. Dalam pencariannya itu mereka bertemu dan berinteraksi dengan orang yang menggunakan bahasa Mon-Khemer dan Sino-Tibet.
Seiring perkembangannya orang-orang berbahasa Tai ini menetap dan mnjalin hubungan dengan masyarakat berbahasa Mon-Khmer dan Sino-Tibet. Sekarang ini tidak semua pembicara bahasa Tai merupakan keturunan sebelumnya yang merupakan bahasa pendatang. Keturunan orang yang berbahasa Tai ini telah mengadopsi politik, budaya, teknologi, dan bahasa masyarakat tempat mereka tinggal. Dengan demikian wilayah Siam yang merupakan masyarakat dataran rendah Thailand lebih banyak pengaruh genetik dari penduduk berbahasa Khemer Kamboja dibandingkan dengan bahasa Tai. Proses perkembangan dan pergeseran budaya ini terus berlangsung hingga saat ini.
Para pendatang terbaru di daerah Asia Tenggara adalah orang yang berbahasa Hmong-Mien yang datang dari Cina Selatan setelah tiba di Laos, Thailand, dan Vietnam dalam beberapa ratus tahun terakhir. Mereka yang merupakan kalangan minoritas berinteraksi dengan masyarakat mayoritas di dataran rendah dalam hal sosial budaya. Orang-orang di dataran rendah telah membawa perubahan bagi masyarakat pendatang dan begitu juga sebaliknya. Masyarakat dataran rendah mendominasi politik dan ekonomi. Kondisi tersebut membawa kemajuan terutama dalam hal melek huruf, media massa, dan standarisasi lainnya.
Persilangan antara masyarakat dataran tinggi dengan masyarakat dataran rendah menciptakan dua perbedaan sosial budaya. Perkembangan tersebut membagi masyarakat ke dalam dua bagian yang berbeda yakni indosphere dan sinospher. Perbedaan mencolok dapat ditemui di bidang politik, budaya, dan agama yang berkembang dari India dan Cina. Perbedaan itu nampak di Vietnam yang semula merupakan sepupunya Khemer namun sekarang ini banyak terpengaruh oleh kebudayaan Cina. Hal itu terjadi karena Vietnam  telah menjadi propinsi Cina selama hampir 1000 tahun hingga 939 Masehi. Potret kebudayaan sebagian besar berwujud budaya Cina bahkan bahasa mereka menggunakan huruf Cina. Sebaliknya, Merah-, Lao-, dan Siam berada di bawah pengaruh India. Hal ini dapat dilihat dalam agama, seni, dan ikonografi budaya lainnya.
            Dengan inilah terdapat kebocoran sosial budaya di Asia tenggara. Sebagai contoh kita lihat apa yang terjadi pada bahasa Sinitic. Bahasa Sinitic sangat dipengaruhi oleh masyarakat indospheric. Hal ini dapat dilihat dalam pemakaian angka dan istilah-istilah umum seperti kertas, kuda, dan meja. Sebagai perbandingan, Indic/Sinitic adalah salah satu latar belakang dari budaya dan adat dataran tinggi yang sebagian besar merupakan Mon-Khemer atau Austroasiatic. Misalnya di sebagian besar Pura di Indospheric Thailand, Laos, dan Kamboja, tidak hanya unsur-unsur dan praktek keagamaan Budha melainkan praktek animist merupakan praktek keagamaan masyarakat minoritas di dataran tinggi. Tidak sedikit pula masyarakat dataran tinggi yang mengadopsi budaya masyarakat dataran rendah.
            Selain bahasa berkembang dengan menyebar dengan cara difusi, bahasa juga berkembang dengan cara menyebar dengan cara ekspansi. Bahasa Austronesia merupakan bahasa yang tersebar luas hampir di semua kawasan kepulauan Indo-Pasifik. Para ahli menjelaskan bahwa penyebaran bahasa tersebut disebabkan oleh ekspansi komunitas penutur rumpun bahasa tersebut. Hendrik Kern dalam penelitiannya tentang daerah asal bahasa Austronesia dengan pendekatan pemilihan kosa kata menyimpulkan bahwa daerah asal bahasa ini berasal dari suatu daerah tropis. Dari temuan tersebut Blust kemudian mengembangkan kajian serupa sehingga menyimpulkan bahwa Bahasa Austronesia berasal dari Pulau Taiwan (Formosa).
Seiring berkembangannya teknik perkapalan dan navigasi di Taiwan,  orang-orang Austronesia mulai berpindah dari Cina mengarungi selat Formosa. Dengan kemampuan di bidang teknik perladangan mereka berlayar hingga sampai di Madagaskar. Peristiwa tersebut membuktikan bahwa orang-orang Austronesia telah menguasai teknik navigasi dan difusi pengetahuan tentang ritme angin musim. Berpindahnya jalur perdagangan kuno darat (Jalur Sutera) ke perdagangan maritim semakin memperkokoh kedudukan Asia Tenggara dalam perdagangan internasional. Kegiatan perdagangan ini menuntun pada pola perdagangan antara dunia barat dan timur. Dalam waktu yang bersamaan Bahasa Austronesia kian banyak dikenal oleh masyarakat luar. Hal ini membuktikan bahwa Kebudayaan dapat melintasi tapal batas geografis, religi, dan etnis. Kemampuan berlayar yang dimiliki oleh masyarakat Austronesia berperan besar dam ekspansi bahasa ke seluruh pelosok di Indo-pasifik.


HURUF YANG DIPAKAI
Ada pendapat sebelum hadir abjad Arab dan Latin sekarang, tulisan yang lazim dipergunakan di kawasan Asia Tenggara (kecuali di Vietnam dan sebagian kalangan penduduk Cina Selatan) diduga sebagian besar dari pengaruh India. Begitu pun halnya yang terjadi di Nusantara. Para sarjana (pribumi dan asing) hampir selalu mengajukan pendapat senada bahwa aksara di Nusantara hadir sejalan dengan berkembangnya unsur (Hindu-Buddha) dari India yang datang dan menetap, melangsungkan kehidupannya dengan menikahi penduduk setempat. Maka sangat wajar, langsung atau tidak langsung disamping mengenalkan budaya dari negeri asalnya sambil mempelajari budaya setempat di lingkungan pemukiman baru, salah satu implikasinya adalah bentuk aksara (de Casparis:1975).
Namun sejauh fakta yang ada, pendapat itu tidak disertai penjelasan tuntas hingga pada suatu waktu seorang ahli epigrafi yang berkebangsaan Perancis bernama Louis Charles Damais (l951--55) yang menyatakan bahwa hipotesis para ahli tersebut belum benar-benar menegaskan dari mana dan bagaimana awal kehadiran serta mengalirnya arus kebudayaan India ke Nusantara kecuali diperkirakan tidak hanya berasal dari satu tempat saja, tetapi juga dari berbagai tempat lainnya. Walaupun tidak dipungkiri bahwa aksara-aksara di Nusantara memang menampakkan aliran India Selatan atau aliran India Utara, namun juga cukup rumit dan sulit ditentukan darimana kepastian awalnya sebab meskipun ada pengaruh India, tetapi kebudayaan India tidaklah berperan sepenuhnya terhadap lahirnya aksara di Nusantara khususnya suku bangsa yang menghasilkan sumber tertulis dengan mempergunakan aksara-aksara nasional atau aksara daerah yang tergolong kuno itu.
Ada asumsi bahwa kebudayaan India datang ke Nusantara semata karena peran cendekiawan Nusantara sendiri yang telah turut ambil bagian ke kancah pergaulan politik internasional, tetapi tidak berarti bahwa di kala itu bangsa Nusantara belum mengenal aksara sebagai alat melakukan interaksi sosial dengan bangsa-bangsa lain. Wujud ataupun bentuk aksara yang berperan pada periode itu pun sesungguh-sungguhnya merupakan hasil daya cipta cendekiawan lokal yang telah meramu secara selektif unsur-unsur asing dari berbagai aliran yang pada klimaksnya mencapai kesepakatan gaya jenis dan bentuk aksara sesuai kondisi wilayah budaya. Saat berlangsungnya proses inovasi, masyarakat Nusantara telah mencapai kondisi siap mental, karena itu tatkala inovasi asing (luar) tiba, khususnya dari India, masyarakat Nusantara segera dapat mencerna dan menyesuaikan diri tentu dengan melalui pengetahuan dan pengalaman kebudayaan setempat (Damais 1952; 1955).
Sejarah mencatat bahwa aksara tertua di Nusantara (Asia Tenggara umumnya) disebarluaskan seiring dengan menyebarnya agama Buddha. Jenis aksara yang semula dipergunakan untuk menulis ajaran. mantra-mantra suci atau teks-teks dengan jenis aksara yang dipakainya disebut Sidhhamatrika, disingkat Siddham. Tetapi sarjana Belanda lebih menyukai istilah Prenagari (Damais 1995; Sedyawati 1978). Jenis aksara inilah yang kemudian berkembang di Asia Tenggara walaupun hanya terbatas atau terpatri, untuk menulis teks-teks keagamaan pada media tablet, materai atau stupika yang dibuat dari tanah liat (bakar atau terakota) atau dijemur dan dikeringkan matahari. Objek tekstual jenis ini hampir dipastikan tidak atau jarang disertai unsur pertanggalan, karenanya sulit ditentukan periodenya secara tepat. Namun melalui analisis palaeografis yakni perbandingan kemiripan tipe, gaya, bentuk aksara dari zaman ke zaman, maka khusus aksara pada tablet, meterai atau stupika yang ditemukan di Asia Tenggara diperkirakan dari sekitar abad pertama sampai ketiga Masehi. Di Nusantara benda-benda seperti ini ditemukan di Sumatra, Jawa dan Bali dengan menggunakan bahasa Sanskerta.
Aksara yang kemudian lebih populer di Nusantara adalah aksara dari (dinasti) Pallava (India Selatan) selanjutnya disebut aksara Pallawa (saja), juga memiliki kecenderungan tidak menyertakan unsur pertanggalan, dijumpai pada prasasti tujuh Yupa (tugu peringatan kurban) kerajaan Kutai (Kalimantan timur) yang diperkirakan dari tahun 400 Masehi dan sejumlah prasasti dari kerajaan Tarumanagara (Jawa Barat) tahun 450 Masehi.
Kedua kerajaan yang cukup jauh letaknya sama-sama mengggunakan aksara Pallawa-Grantha dan bahasa Sanskerta dengan gaya khas inovasinya. Prasasti-prasasti masa Tarumanagara dipahatkan pada batu alam. Khusus prasasti Ciaruteun dan Muara Cianten (Kampung-muara), di tepi sungai Cisadane dan Cibungbulang (Bogor), Jawa Barat, disusun dan ditata dengan metrum (sloka) Sanskerta; ada juga yang berpahatkan pilin, umbi-umbian dan sulur-suluran. Beberapa sarjana menyebut pahatan pilin, umbi, dan sulur-suluran itu sebagai bentuk aksara khusus yang disebut kru-letters, conch-shell-script atau aksara sangkha. Sejauh mana kebenarannya, yang jelas pilin—pilin gandha ataupun sulur-suluran—merupakan citra gaya seni geometris yang paling tua dikenal manusia di bumi Nusantara, sebelum dikenal aksara (Djafar 1978).

7 Gunung Tertinggi di 7 Benua (Seven Summits)
1.      Asia: Gunung Everest
Menjulang dengan ketinggian 8.848 meter, Gunung Everest tak hanya tercatat sebagai gunung tertinggi di Asia tetapi juga dunia. Gunung yang menjadi bagian dari pegunungan Himalaya ini terletak di Nepal dan kawasan Tibet di Cina. Sebagai gunung tertinggi di dunia, nama Everest tercatat dalam Seven Summits dan Eight-thousanders (gunung dengan ketinggian 8.000 meter atau lebih).


2.      Afrika: Kilimanjaro
Gunung Kilimanjaro tak hanya terkenal akan ketinggiannya tetapi juga keunikan bentuknya yang terdiri dari 3 kerucut vulkanik bernama Kibo, Mawenzi, dan Shiba. Dua kerucut Kilimanjaro – Mawenzi dan Shira – telah dinyatakan mati, namun Kibo memiliki kemungkinan untuk aktif kembali. Gunung yang berlokasi di Tanzania, tepatnya di kawasan Kilimanjaro, memiliki ketinggian maksimal 5.895 meter.
3.      Eropa: Gunung Elbrus
Gunung Elbrus yang berlokasi di pegunungan Kaukasus Rusia menjulang setinggi 5.642 meter dan tercatat sebagai gunung tertinggi di Eropa, mengalahkan Mont Blanc (Gunung Putih) di Italia. Ada sedikit perdebatan mengenai penobatan Elbrus sebagai gunung tertinggi Eropa mengingat lokasinya yang berada di perbatasan benua Asia dan Eropa. Namun, sebagian besar setuju bahwa Elbrus yang terletak di wilayah  Kabardino-Balkaria dan Karachay–Cherkessia, Rusia, ini masih menjadi bagian dari Eropa.
4.      Amerika Utara: Gunung McKinley / Denali
Berdiri kokoh setinggi 6.194 meter di atas permukaan laut, Gunung McKinley atau Denali mendapat gelar sebagai gunung tertinggi di wilayah Amerika Utara. Ditinjau dari tonjolan topografinya, gunung di negara bagian Alaska, Amerika Serikat, ini menempati urutan ketiga setelah Gunung Everest dan Aconcagua. Gunung McKinley merupakan atraksi utama di Taman Nasional Denali, AS
5.      Antartika: Vinson Maasif
Berlokasi di benua Antartika, seluruh permukaan gunung Vinson Maasif tampak putih tertutup salju. Gunung setinggi 4.982 meter ini pertama kali ditemukan pada tahun 1958, dan mulai didaki pada 1966. Titik tertinggi di Gunung Vinson Maasif yaitu Vinson Peak berasal dari nama seorang anggota dewan Amerika Serikat dari negara bagian Georgia, Carl Vinson.
6.      Australia: Gunung Kosciuszko
Di antara seluruh anggota Seven Summits, Gunung Kosciuszko memiliki ketinggian paling rendah. Tinggi gunung bersalju yang terletak di Taman Nasional Kosciuszko, Australia, ini hanya 2.228 meter. Gunung ini tak termasuk dalam daftar Seven Summits versi Messner, namun menurut Richard Bass, Gunung Kosciuszko merupakan titik tertinggi di Australia
7.      Oseania: Puncak Jaya

Sejak dulu, Puncak Jaya telah dikenal sebagai titik tertinggi di Indonesia dan Oseania. Puncak Jaya atau Carstensz Pyramid yang menjadi bagian dari Barisan Sudirman di provinsi Papua memiliki ketinggian hingga 4.884 meter. Saking tingginya, bagian atas Puncak Jaya tertutup oleh salju abadi. Ketinggian Puncak Jaya banyak menantang para pendaki pemberani dari dalam dan luar negeri. Setidaknya, dibutuhkan waktu 8-10 hari untuk mendaki dan menuruni Puncak Jaya.

No comments:

Post a Comment

Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive