Wednesday, April 19, 2017

Sosiologi Agama

1.      Definisi Sosiologi Agama
Sosiologi agama merupakan studi tentang fenomena social, dan memandang agama sebagai   fenomena social. Sosiologi agama selalu berusaha untuk menemukan pinsip-prinsip umum mengenai hubungan agama dengan masyarakat. Ia adalah suatu cabang sosiologi umum yang mempelajari masyarakat agama secara sosiologis guna mencapai keterangan-keterangan ilmiah dan pasti, demi kepentingan masyarakat agama itu sendiri dan masyarakat luas pada umumnya.
Namun menurut ahli sosiologi agama J. Milton Yinger memandang agama sebagai sistem kepercayaan dan praktik dengan mana suatu masyarakat atau kelompok manusia berjaga-jaga menghadapi masalah terakhir dari hidup ini. Sedangkan menurut J. Wach dalam agama ada tiga aspek yang perlu diperhatikan yaitu: aspek teoritis, bahwa agama adalah suatu sistem kepercayaan. Kedua aspek praktis, bahwa agama merupakan sistem kaidah yang mengikat penganutnya. Ketiga aspek sosiologis, bahwa agama mempunyai sistem interaksi sosial. 
Banyak sekali pengertian atau makna sosiologi agama yang dipaparkan oleh para tokoh sosiologi. Di mana ilmu sosiologi agama merupakan bagian atau cabang dari sosiologi umum, sehingga tokoh atau para ilmuan sosial yang berkicambung di dalam ilmu sosiologi juga ikut memberikan masukan serta pemikiran dalam memaknai atau memberikan pengertian sosiologi agama.
Menurut Dr. H. Goddijn/Dr. W. Goddijn definisi sosiologi agama adalah bagian dari sosiologi umum yang mempelajari suatu ilmu budaya empiris, profan dan positif yang menuju kepada pengetahuan umum, yang jernih dan pasti dari struktur, fungsi-fungsi dan perubahan-perubahan kelompok keagamaan dan gejala-gejala kekelompokan keagamaan. 
Definisi lain yang lebih jelas diberikan oleh Drs. D. Hendropuspito tentang sosiologi agama yaitu suatu cabang sosiologi umum yang mempelajari masyarakat agama secara sosiologis guna mencapai keterangan-keterangan ilmiah dan pasti demi kepentingan masyarakat agama itu sendiri dan masyarakat luas pada umumnya. 
Ahli sosiologi J. Wach juga merumuskan pengertian sosiologi agama secara luas sebagai suatu studi tentang interelasi dari agama dan masyarakat serta bentuk-bentuk interaksi yang terjadi antara mereka. 
Berdasarkan definisi di atas dapat dibedakan berdasarkan tugasnya antara sosiologi umum serta sosiologi agama yaitu jika tugas sosiologi umum adalah untuk mencapai hukum kemasyarakatan yang seluas-luasnya, maka tugas dari sosiologi agama adalah untuk mencapai keterangan-keterangan ilmiah tentang masyarakat agama khususnya. 

2.      Hakikat Dan Fungsi Sosiologi Agama
Sebagai suatu fakta sosial agama dipelajari oleh seseorang dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Disiplin ilmu yang dipergunakan oleh sosiolog dalam mempelajari masyarakat beragama itu disebut sosiologi agama. Sosiologi agama adalah suatu cabang ilmu yang otonom, muncul setelah akhir abad ke-19. Pada dasarnya, ilmu ini sama dengan sosiologi umum yang membedakannya adalah objek materinya. Seorangn ahli psikologi agam diindonesia, Hendropuspito mengatakan “Sosiolgi agama adalah suatu cabang dari sosiologi umum yang mempelajari masyarakat agama secara sosiologi, guna mencapai keterangan-keterangan ilmiah yang pasti demi kepentingan masyarakat agama itu sendiri dan masyarakat pada umumnya.
Sosiologi agama memusatkan perhatiannya terutama untuk memahami makna yang diberikan oleh suatu masyarakat kepada system agamanya sendiri dan berbagai hubungan antara agama dengan struktur sosial lainnya, juga dengan berbagai aspek budaya yang bukan agama seperti magic, Ilmu pengetahuan, teknologi. Ketika mengkaji suatu agama, para peneliti biasanya terhalang oleh keberpihakan mereka kepada keyakinan agama yang mereka yakini. Oleh karena itu, para sosiolog agama akan berusaha menetralkan emosi mereka ketika mengkaji agama yang berbeda dengan agama mereka sendiri.
Pada ahli sosiologi agama memandang agama sebagai suatu pengertian yang luas dan universal, dari sudut pandang sosial dan bukan dari sudut pandang individual. Pengkajiaannya bukan diarahkan kepada bagaimana cara seorang beragama, melainkan diarahkan kepada kehidupan agama secara kolektif terutama dipusatkan kepada fungsi agama dalam mengembangkan atau menghambat kelangsungan hidup dan pemeliharaan kelompok-kelompok masyarakat. Perhatiannya juga ditujukan pada agama sebagai salah satu aspek dari tingkah laku kelompok dan kepada peranan yang dimainkannya selama berabad-abad hingga sekarang.
Para ahli sosiologi agama sepakat bahwa intensitas pengaruh agama dalam kehidupan sosial masyarakat semakin lama semakin berkurang sejalan dengan menaiknya perkembangan kebudayaan masyarakat tersebut. Tetapi, berkurangnya pengaruh tersebut buka pada dataran keberagaman individual melainkan pada dataran kehidupan beragama ser komunal.

3.      Metode Sosiologi Agama
Metode berhubungan dengan proses-proses kognitif yang dituntut oleh persoalan-persoalan yang muncul dari ciri pokok studi itu atau dengan kata lain metode adalah kombinasi sistematik dari proses-proses kognitif dengan menggunakan teknis khusus. Klasifikasi, konseptualisasi, abstraksi, penilain, observasi, penilaian, observasi, eksperimen, generalisasi, induksi, deduksi, argumen dari analogi dan akhirnya pemahaman itu sendiri adalah proses-proses kognitif. Metode yang satu berbeda dengan metode yang lain, sesuai dengan perbedaan cara yang digunakan untuk pikiran manusia dan tugas-tugas yang dijalankan oleh pikiran tersebut. Dalam setiap metode ilmiah terdapat hubugan yang dekat dan sistematik antara teori dan pengalaman. Pengamatan dan eksperimen membantu kita dengan evidensi untuk membuat generalisasi dan hipotesis-hipotesis yang di tes lewat deduksi-deduksi darinya serta membandingkan semua ini dengan akibat-akibat dari pengamatan dan eksperimen-eksperimen lebih lanjut
Secara umum dalam ilmu sosiologi, metode yang digunakan hanya dua jenis yaitu metode empiris serta metode rasionalistis. Metode empiris yaitu metode yang menyandarkan diri pada keadaan-keadaan yang dengan nyata di dapat di dalam masyarakat. Metode empiris dalam sosiologi diwujudkan dalam reseach atau penelitian.
Teknik-teknik reseach sudah demikian rupa perkembangannya dan menjadi metode ilmu pada umumnya. Teknik-teknik empiris itu pada umumnya berdasarkan pengalaman dan observasi terutama melalui alat-alat indra manusia.
Di dalam ilmu sosial metode-metode empiris itu harus diperkuat oleh metode mengerti ( Verstehe ) yang akan membantu memberi penilaian terhadap hal-hal yang subyektif lainnya yang kesemuanya sebagian saja nampak oleh indra mata.
Sedangkan metode rasionalistis yaitu metode yang disandarkan pada pemikiran dan logika sehat untuk mencapai pengertian tentang masalah-masalah kemasyarakatan. 
Penelitian sosiologi agama menggunakan metode ilmiah. Bidang studinya meliputi fakta relegius yang bersifat subjektif seperti pikiran-pikiran, perasaan-perasaan dan maksud seseorang yang diungkapkan dalam tindakan-tindakan luar. Pemahaman ungkapan-ungkapan subjektif inilah yang membuat fakta menjadi suatu tindakan kebaktian, bukan sekedar gerakan biasa. Keadaan-keadaan itu dianggap bersifat subjektif karena terjadi dalam subjek manusia.

Penelitian agama sebagai penelitian ilmiah harus memenuhi karakteristik ilmiah yaitu:
1. Didasarkan atas analisis yang empiris
2. Memenuhi syarat verification and falsification
3. Memenuhi syarat konsistensi logis
4. Mempunyai karakteristik intersubjectif dan interkomunikatif 

Dengan demikian penelitian sosiologi agama adalah disiplin ilmiah yang mencari pengetahuan seobjektif mungkn mengenai agama atau agama-agama atau gejala agama.
Ada sedikit cara yang ditempuh oleh sosiologi agama untuk mencapai tujuannya. Sosiologi agama menempuh cara yang sama seperti sosiologi umum untuk mencapai maksudnya ialah dengan observasi, interview dan angket mengenai masalah-masalah keagamaan yang dianggap penting dan sanggup memberikan data-data yang dibutuhkan. 
Berdasarkan pengertian psikologik, observasi atau yang biasa disebut dengan pengamatan adalah kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Jadi mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba dan pengecap. 

Dalam penelitian, observasi dapat dikategorikan dalam dua jenis: 
1. Observasi non-sistematis yaitu yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan instrumen pengamatan.
2. Observasi sistematis yaitu yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan. 
Metode kedua yang digunakan di dalam sosiologi agama adalah interview atau yang biasa disebut dengan istilah wawancara. Wawancara itu sendiri merupakan proses interaksi dan komunikasi yang mencakupi beberapa komponen yaitu pewawancara, responden, serta alat (kuesioner). 
Metode berikutnya yang digunakan sosiologi agama dalam mencapai tujuannya adalah angket atau kuesioner yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. 
Beberapa keuntungan metode angket ini diantaranya adalah dapat dijawab responden menurut kepercayaannya masing-masing, dapat dibuat anonim sehingga responden bebas, jujur dan tidak malu-malu menjawab. Dan metode ini sangat relevan dengan sosiologi agama yang membahas agama dalam lingkup sosialnya bukan hanya teologinya.

-Karakteristik Metode penelitian sosiologi Agama
Dalam memahami sasaran kajiannya, sosiologi agama mempunyai karakteristik sendiri, diantaranya yaitu:

1. Agama adalah fenomena yang terjadi dalam subjek manusia serta terungapkan dalam tanda dan simbol. Oleh karena itu perlu kecermatan dari peneliti untuk bisa memilih dan mengkategorikan mana simbol dan tanda yang masuk pada sistem kepercayaan. Memahami gejala keagamaan tidak hanya bisa mmelihat gerakan-gerakan tertentu tetapi juga harus dimengerti gerakan itu dengan memahami kata-kata dan maksud sipelaku. Berdasarkan itu dapat disimpulkan bahwa suatu gerakan itu merupakan fenomena keagamaan.

2. Fakta relegius bersifat subyektif. Ia merupakan keadaan mental manusia relegius dalam melihat dan menginterptretasikan hal-hal tertentu. Bagi seorang peneliti, fakta relegius itu bisa bersifat objektif dengan cara membiarkan fakta berbicara untuk dirinya. Seorang peneliti harus bisa menempatkan suatu gejala keagamaan menjadi suatu fakta dengan cara memahami bahwa manusia relegius memberikan penilaian relegius yang mempengaruhi tindakan-tindakan dan perilakunya, bahwa mereka menerima norma-norma dan aturan-aturan dalam ungkapan keyakinan relegius mereka.

3. Pemahaman makna fenomena agama diperoleh melalui pemahaman ungkapan-ungkapan keagamaan. Ungkapan-ungkapan keagamaan meliputi kata-kata, tanda-tanda dan tingkah laku yang ekspresif, hanya melalui ekspresiflah seorang peneliti bisa menangkap pikiran-pikiran keagamaan seseorang dan hanya dengan jalan menyelami-melalui empati dan pengalaman keagamaan peneliti seorang peneliti dapat memahami pemikiran dan makna keagamaan orang lain

4. Pemahaman suatu fenomena relegius meliputi empati terhadap pengalaman, pemikiran, emosi, dan ide ide orang yang memluk suatu agama. Empati adalah usaha untuk mencoba memahami perilaku orang lain berdasarkan pengalaman dan perilaku dirinya sendiri

5. Fakta keagamaan adalah fakta psikis dan spiritual. Oleh karenanya cara yang tepat dalam penelitian sosiologi agama adalah oenelitian kualitatif dengan cara pemahaman tingkah laku orang beragama untuk menangkap lebbih dalam dan intensionalitas dari data relegius orang lain yang merupakan ekspresi dari pengalaman relegius dan iman yang lebih dalam.




No comments:

Post a Comment

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive