Sebagai makhluk sosial,
manusia memerlukan keberadaan suatu negara, baik sebagai wadah maupun
organisasi yang akan menjamin kelangsungan hidup mereka. Negara memiliki
sifat-sifat memaksa, memonopoli, dan mencakup semua. Dengan sifat-sifat
tersebut, negara melalui pemerintahnya dapat membuat peraturan perundang-undangan,
melaksanakannya untuk menjamin hak asasi dan kesejahteraan warga negaranya,
serta menegakkan peraturan perundangan yang dibuatnya.
Negara memiliki
sekurang-kurangnya tiga unsur konstitif, yaitu rakyat, wilayah dan pemerintah
yang berdaulat. Pengakuan dari negara lain baik yang de facto maupun de jure
merupakan unsur deklaratif dari negara yang diperlukan untuk memungkinkan
terjadinya hubungan dengan negara lain terutama dengan negara yang mengakuinya.
Dilihat dari asal mula
terjadinya, suatu negara dapat didekati secara factual, teoritis, dan proses
pertumbuhan. Secara factual suatu negara terjadi melalui/karena: pendudukan,
penyerahan, penaikan, peleburan, proklamasi, pembentukan baru, pencaplokan.
Secara teoritis suatu negara terjadi karena kehendak Tuhan, kekuasaan atau
karena perjanjian masyarakat. Sedangkan dilihat dari proses pertumbuhan negara
terjadi melalui proses: persekutuan masyarakat, kerajaan, negara nasional,
negara demokrasi.
Di lihat dari tujuannya
negara bertujuan untuk: mencapai kekuasaan, perdamaian dunia, dan menjamin hak
dan kebebasan. Sedangkan dilihat dari fungsinya negara melakukan fungsi
esensial, jasa, perniagaan, memelihara ketertiban, konservasi dan perkembangan.
Dalam kehidupan bernegara di
abad modern, keberadaan konstitusi mutlak diperlukan. Konstitusi bukan hanya
untuk membatasi kekuasaan pemerintah/penguasa melainkan lebih dari itu yaitu
untuk mengatur dan menjadi landasan bagi seluruh lembaga negara, lembaga
masyarakat, pemerintah daerah, maupun seluruh warga negara.
Dalam arti luas, konstitusi
meliputi keseluruhan hukum dasar baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis,
yang terdokumentasikan maupun yang tak terdokumentasikan. Sedangkan dalam arti
sempit, konstitusi bermakna sebagai hukum dasar yang tertulis atau
terdokumentasikan saja seperti UUD 1945.
Filsafat
yang dianut suatu negara biasanya menjadi konsideran bagi pembentukan
konstitusi di negara tersebut. Di samping itu dasar negara terkadang juga
secara implicit terdapat dalam mukadimah atau pembukaan konstitusi.
Dalam
dictum konstitusi pada umumnya mencatumkan identitas negara, daerah, bangsa,
bahasa, bendera, lagu kebangsaan, dan lambang negara, sifat negara, bentuk
negara, bentuk pemerintahan, jaminan hak asasi manusia, lembaga negara beserta
kedudukan, wewenang dan hubungannya satu sama lain serta prosedur perubahan
konstitusi itu.
Apabila
dilihat dari ideologi yang dianutnya maka kesamaan ideologi bagi negara-negara
tidak otomatis akan memiliki konstitusi yang sama antar negara-negara tersebut.
Dalam hal ideologi yang dianut negara berbeda, maka sudah pasti isi
konstitusinya akan berbeda pula. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan
hukum dasar tertulis yang merupakan keseluruhan naskah yang terdiri dari
Pembukaan (terdiri dari empat alinea), batang tubuh yang berisi pasal-pasal,
dan penjelasan UUD 1945.
UUD 1945 hanyalah merupakan sebagian dari hukum dasar negara kita, karena
selain UUD 1945 masih terdapat konvensi yang merupakan hukum dasar tidak
tertulis yang berlaku bagi negara Indonesia. Dalam perjalanannya UUD 1945 sejak
disahkan sampai dengan tahun 1999 belum pernah mengalami perubahan (amandemen).
Namun setelah pemerintahan reformasi, UUD 1945 diamandemen dengan berbagai
latar belakang dan alasan yang kuat.
Perubahan UUD 1945 dilakukan
secara bertahap dan menjadi salah satu agenda sidang MPR dari 1999 hingga 2002.
Perubahan pertama dilakukan dalam Sidang Umum MPR tahun 1999. Arah perubahan
pertama UUD 1945 adalah membatasi kekuasaan presiden dan memperkuat kedudukan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga legislatif. Perubahan kedua
dilakukan dalam sidang tahunan MPR Tahun 2000. Perubahan kedua menghasilkan
rumusan perubahan pasal-pasal yang meliputi masalah wilayah Negara dan
pembagian pemerintahan daerah, menyempurnakan perubahan pertama dalam hal
memperkuat kedudukan DPR, dan ketentuan-ketentuan terperinci tentang HAM.
Perubahan ketiga ditetapkan
pada Sidang Tahunan MPR 2001. Perubahan tahap ini mengubah dan atau menambah
ketentuan-ketentuan pasal tentang asas-asas landasan bernegara, kelembagaan
Negara, dan hubungan antar lembaga Negara, serta ketentuan-ketentuan tentang
Pemilihan Umum. Sedangkan perubahan keempat dilakukan dalam Sidang tahunan MPR
Tahun 2002. Perubahan tersebut meliputi ketentuan tentang kelembagaan Negara
dan hubungan antar lembaga Negara, penghapusan Dewan Pertimbangan Agung (DPA),
pendidikan dan kebudayaan, perekonomian dan kesejahteraan sosial dan aturan
peralihan dan aturan tambahan.
Empat tahap perubahan UUD 1945
tersebut meliputi hampir keseluruhan materi UUD 1945. Naskah asli UUD 1945
berisi 71 butir ketentuan, sedangkan perubahan yang dilakukan menghasilkan 199
butir ketentuan. Saat ini, dari 199 butir ketentuan yang ada dalam UUD 1945,
hanya 25 (12%) butir ketentuan yng tidak mengalami perubahan. Selebihnya
sebanyak 174 (88%) butir ketentuan merupakan materi yang baru atau telah
mengalami perubahan.
Dari sisi kualitatif, perubahan
UUD 1945 bersifat sangat mendasar karena mengubah prinsip kedaulatan rakyat
yang semula dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR menjadi dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar. Hal itu menyebabkan semua lembaga Negara dalam UUD 1945
berkedudukan sederajat dan melaksanakan kedaulatan rakyat dalam lingkup
wewenangnya masing-masing. Perubahan lain adalah dari kekuasaan Presiden yang
sangat besar menjadi prinsip saling mengawasi dan mengimbangi. Prinsip-prinsip
tersebut menegaskan cita negara yang hendak dibangun, yaitu negara hukum yang
demokratis.
Setelah
berhasil melakuan perubahan konstitusional, tahapan selanjutnya yang harus dilakukan adalah pelaksanaan UUD 1945 yang
telah diubah tersebut. Pelaksanaan UUD 1945 harus dilakukan mulai dari
konsolidasi norma hukum hingga dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagai hukum dasar, UUD 1945 harus menjadi acuan dasar sehingga benar-benar
hidup dan berkembang dalam penyelenggaraan Negara dan kehidupan warga
Negara.
Tentu saja hasil-hasil amandemen itu harus disosialisasi kepada segenap
lapisan masyarakat Indonesia agar mereka memahami dengan benar sebagai bahan
implementasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Lebih jauh lagi
lembaga-lembaga negara dan pemerintah harus menjadi contoh bagi pelaksanaan dan
penegakkan UUD 1945 hasil amandemen.
No comments:
Post a Comment