Wednesday, April 19, 2017

Makalah Spina Bifida

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Spina bifida adalah defek pada penutupan kolumna vertebralis dengan atau tanpa tingkatan protusi jaringan melalui celah tulang (Wong, 2003). Penyakit spina bifida atau sering dikenal sebagai sumbing tulang belakang adalah salah satu penyakit yang banyak terjadi pada bayi. Penyakit ini menyerang medula spinalis dimana ada suatu celah pada tulang belakang (vertebra). Hal ini terjadi karena satu atau beberapa bagian dari vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh dan dapat menyebabkan cacat berat pada bayi, ditambah lagi penyebab utama dari penyakit ini masih belum jelas. Hal ini jelas mengakibatkan gangguan pada sistem saraf karena medula spinalis termasuk sistem saraf pusat yang tentunya memiliki peranan yang sangat penting dalam sistem saraf manusia. Jika medula spinalis mengalami gangguan, sistem-sistem lain yang diatur oleh medula spinalis pasti juga akan terpengaruh dan akan mengalami gangguan pula. Hal ini akan semakin memperburuk kerja organ dalam tubuh manusia, apalagi pada bayi yang sistem tubuhnya belum berfungsi secara maksimal.
Fakta mengatakan dari 3 kasus yang sering terjadi pada bayi yang baru lahir di Indonesia yaitu ensefalus, anensefali, dan spina bifida, sebanyak 65% bayi yang baru lahir terkena spina bifida. Sementara itu fakta lain mengatakan 4,5% dari 10.000 bayi yang lahir di Belanda menderita penyakit ini atau sekitar 100 bayi setiap tahunnya. Bayi-bayi tersebut butuh perawatan medis intensif sepanjang hidup mereka. Biasanya mereka menderita lumpuh kaki, dan dimasa kanak-kanak harus dioperasi berulang kali.
Dalam hal ini perawat dituntut untuk dapat profesional dalam menangani hal-hal yang terkait dengan spina bifida misalnya saja dalam memberikan asuhan keperawatan harus tepat dan cermat agar dapat meminimalkan komplikasi yang terjadi akibat spina bifida.

1.2 Rumusan Masalah
1)     Apakah definisi dari spina bifida?
2)    Bagaimana etilogi dari spina bifida?
3)     Apakah manifestasi klinis dari spina bifida?
4)    Bagaimana patofisiologi pada spina bifida?
5)    Bagaimana penatalaksaan serta pencegahan pada spina bifida?
6)    Bagaimana pengkajian pada klien dengan spina bifida?
7)    Bagaimana diagnosa pada klien dengan spina bifida?
8)    Bagaimana intervensi pada klien dengan spina bifida?

1.3 Tujuan
1.    Tujuan Umum
Menjelaskan tentang konsep penyakit spina bifida serta pendekatan asuhan keperawatannya.
2.    Tujuan Khusus
1)     Mengidentifikasi definisi dari spina bifida.
2)    Mengidentifikasi etilogi spina bifida.
3)     Mengidentifikasi manifestasi klinis spina bifida.
4)    Menguraikan patofisiologi spina bifida
5)    Mengidentifikasi  penatalaksaan serta pencegahan pada spina bifida
6)    Mengidentifikasi pengkajian pada klien dengan spina bifida.
7)    Mengidentifikasi diagnosa pada klien dengan spina bifida.
8)    Mengidentifikasi intervensi pada klien dengan spina bifida.

1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit neurologis spina bifida serta mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan spina bifida.




BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Konsep Medis
Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus pascaerior tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis spinalis pada perkembangan awal embrio (Chairuddin Rasjad, 1998). Keadaan ini biasanya terjadi pada minggu ke empat masa embrio. Derajat dan lokalisasi defek bervariasi, pada keadaan yang ringan mungkin hanya ditemukan kegagalan fungsi satu atau lebih dari satu arkus pascaerior vertebra pada daerah lumosakral. Belum ada penyebab yang pasti tentang kasus spina bifida. Spina bifida juga bias disebabkan oleh gagal menutupnya columna vertebralis pada masa perkembangan fetus. Defek ini berhubugan dengan herniasi jaringan dan gangguan fusi tuba neural. Gangguan fusi tuba neural terjadi beberapa minggu (21 minggu sampai dengan 28 minggu) setelah konsepsi, sedangkan penyebabnya belum diketahui dengan jelas.
Resiko  melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan. Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau di bagian bawahnya.
Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida. Kebanyakan terjadi di punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir.
Penyebab spesifik spina bifida tidak diketahui. Banyak faktor, seperti hereditas dan lingkungan diduga menjadi penyebab terjadinya defek ini. Tuba neural umumnya lengkap 4 minggu setelah konsepsi. Hal berikut ini telah dietapkan sebagai factor penyebab: kadar vitamin maternal randah, termasuk asam folat; mengkonsumsi klomifen dan asam valproat; dan hiper termia selama kehamilan.Diperkirakan hampir 75 % defek tuba neural dapat dicegah jika wanita yang bersangkutan meminum vitamin-vitamin pra konsepsi, termasuk asam folat. Pada 95 % kasus spina bifida tidak ditemukan riwayat keluarga dengan defek neural tube. Resiko akan melahirkan anak dengan spina bifida 8 kali lebih besar bila sebelumnya pernah melahirkan anak spina bifida. Kelainan yang umumnya menyertai penderita spina bifida seperti hidrosefalus, siringomielia dan dislokasi pinggul.
Akibat spina bifida, terjadi sejumlah disfungsi tertentu pada rangka, kulit, dan saluran geniourinaria, tetapi semuanya bergantung pada bagian medulla spinalis yang terkena.
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala; sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar saraf yang terkena.
Gejalanya berupa:
1)        Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
2)        Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki
3)        Penurunan sensasi.
4)        Inkontinensia urin (beser) maupun inkontinensia tinja
5)        Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis).
6)        Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang).
7)        Lekukan pada daerah sakrum.
8)        Abnormalitas pada lower spine selalu bersamaan dengan abnormalitas upper spine (arnold chiari malformation) yang menyebabkan masalah koordinasi.
9)        Deformitas pada spine, hip, foot dan leg sering oleh karena imbalans kekuatan otot dan fungsi.
10)    Masalah bladder dan bowel berupa ketidakmampuan untuk merelakskan secara volunter otot (sphincter) sehingga menahan urine pada bladder dan feses pada rectum.
11)    Hidrosefalus mengenai 90% penderita spina bifida. Inteligen dapat normal bila hirosefalus di terapi dengan cepat.
Anak-anak dengan meningomyelocele banyak yang mengalami tethered spinal cord. Spinal cord melekat pada jaringan sekitarnya dan tidak dapat bergerak naik atau turun secara normal. Keadaan ini menyebabkan deformitas kaki, dislokasi hip atau skoliosis. Masalah ini akan bertambah buruk seiring pertumbuhan anak dan tethered cord akan terus teregang. Obesitas oleh karena inaktivitas. Fraktur patologis pada 25% penderita spina bifida, disebabkan karena kelemahan atau penyakit pada tulang. Defisiensi growth hormon menyebabkan short statue dan learning disorder. Masalah psikologis, sosial dan seksual. Alergi karet alami (latex).

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
a. Anamnesa :
a) Identitas anak :
Nama               : Farrel
b) Identitas ibu            : Ibu Ani
b. Riwayat Keluarga.
Anak sebelumnya menderita spina bifida
c. Riwayat atau adanya faktor resiko
Jenis kelamin laki-laki
2. Pemeriksaan Fisik.
Observasi adanya manifestasi mielomeningokel
a) Kantong yang dapat dilihat
b) Gangguan sensori biasanya disfungsi motorik parallel
c) Lakukan atau bantu dengan pemeriksaan neurologis untuk menentukan tingkat kerusakan motorik dan sensorik
d) Inspeksi mielomeningokel untuk adanya perubahan pada penampilan, sebagai contoh, abrasi, robekan, tanda-tanda infeksi.
e) Observasi adanya tanda-tanda hidrosefalus.
f) Observasi adanya tanda-tanda alergi lateks .
g) Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian.
h) Radiologi.
i) Tomografi

Tindakan yang dapat dilakukan :
1)      Beri dukungan emosional kepada orang tua Bantu keluarga dalam menghadapi kekhawatirannya terhadap situasi.
2)      Ciptakan lingkungan rumah yang bersifat pribadi dan mendukung untuk keluarga
3)      Libatkan anggota keluarga dalam perawatan anggota keluarganya yang sakit bila memungkinkan (member makan, memandikan, memakai baju, ambulasi)
4)      Bantu anggota keluarga mengubah harapan anggota keluarga yang sakit dengan sikap realistis.
Resiko tinggi penatalaksanaan program terapiutik tidak efektif berhubungan dengan ketidaktahuan tentang pengobatan atau teknik dan ketidakcukupan pengetahuan
Tujuan: Keluarga mengungkapkan maksud untuk melakukan perilaku kesehatan yang diperlukan atau keinginan untuk pulih dari penyakit dan pencegahan kekambuhan atau komplikasi. dengan criteria hasilAnsietas keluarga berkurang yang berhubungan dengan ketakutan karena ketidaktahuan, ketakutan karena kehilangan kontrol Anggota keluarga dapat menggambarkan proses penyakit, penyebab dan factor penunjang pada gejala, dan regimen untuk penyakit atau control gejala.
1)      Dapatkan jalan masuk ke dalam system keluarga, jangan mengambil alih.
2)      Hindari kesan memaksa Dengarkan untuk mengetahui kesesuaian antara kekhawatiran, hindari memberi harapan
3)      Upayakan untuk mengetahui kesesuaian antara kebutuhan yang diungkapkan dengan layanan yang diberikan perawat.
4)      Gali dengan orang tua tentang penatalaksanaan masalah yang telah berhasil pada masa lalu untuk meningkatkan percaya diri.
5)      Kumpulkan ekspresi tentang perasaan, keperhatinan, dan pertanyaan dari individu dan keluarga untuk mengetahui tingkat pengetahuan keluarga
6)      Beri dorongan keluarga untuk mencari informasi dan membuat keputusan berdasarkan informasi untuk meningkatkan sikap positif dan partisipasi aktif keluarga.
7)      Ajarkan pada orang tua tentang pelaksanaan pelatihan jangka panjang
8)      Beri informasi pada orang tua tentang teknik-teknik yang memfasilitasi mobilitas dan kemandirian
9)      Beri pendidikan pada orang tua tentang pertumbuhan dan perkembangan normal serta penyimpangan-penyimpangannya dari normal.








BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat.
Meningokel merupakan kelainan kongenital SSP yang paling sering terjadi. Biasanya terletak di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf). Tidak terdapat gangguan sensorik dan motorik. Bayi akan menjadi normal sesudah operasi.

B. Saran
Deteksi dini dan pencegahan pada awal kehamilan dianjurkan untuk semua ibu yang telah melahirkan anak dengan gangguan ini dan dan pemeriksaan ditawarkan bagi semua wanita hamil.





DAFTAR PUSTAKA



Doenges Marillyn E,dkk. 2000 Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3..Jakarta: EGC.

Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Bag. 3. EGC: Jakarta.

Sacharin, Rosa M.1986.Prinsip Kepeawatan Pediatrik.Jakarta:EGC

Wong , Donna L. 2004. Pedoman klinis keperawatan Pediatrik Edisi 4 . Jakarta:EGC

http://medicastore.com/penyakit/915/Spina_Bifida_Sumbin

Rizqi Hajar Dewi. 2010. Asuhan Keperawatan Anak Spina Bifida Dengan Meningokel.http://www.scribd.com/doc/30381861/Asuhan-Keperawatan-Spina-Bifida-Dengan-Meningokel?secret_password=&autodown=docx. 01 Mei 2010.


No comments:

Post a Comment

Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive