A. Pendidikan Anak Dimulai Sejak
Usia Dini
Sejak dalam rahim ibu pendidikan pada anak
secara tidak langsung sudah bisa dijalankan. Dalam tiga bulan pertama kehidupan
anak, kata psikolog Ieda Peornomo Sigit Sidi, rangsangan yang diterima oleh
anak sangat besar pengaruhnya pada perkembangan berikutnya. Untuk itu orang tua
terutama ibu sebaiknya mengaktifkan komunikasi dengan anak sejak dalam rahim.
Sejak memasuki bulan keenam dan ketujuh masa kehamilan, bayi mulai mendengar
tegur sapa kedua orang tuanya. Bayi sudah mulai bisa mendengar suara-suara,
seperti detak jantung ibu, suara dari usus, paru-paru dan sebagainya. Semua itu
dirasakan atau didengarkan melalui getaran pada ketuban yang ada di dalam
rahim. Kemampuan inilah yang membuat bayi menjadi tenang ketika ibunya
menepuk-nepuk perutnya sambil membisik-bisikan kata-kata manis. Dan kemampuan
inilah yang menggoreskan memori di otak anak. Karena itu sebaiknya orang tua
membiasakan bayinya mendengar suara-suara yang enak (baik) seperti alunan
ayat-ayat Al-Qur'an, atau kata-kata yang lembut dari ibunya.
Pada umumnya agama seseorang dtentukan
oleh pendidikan pengalaman dan latihan-latihan yang dilaluinya pada masa
kecilnya dahulu. Seseorang yang pada waktu kecilnya tidak pernah mendapatkan
pendidikan agama, maka pada dewasanyananti, ia tidak akan merasakanpentingnya
agama dalam hidupnya. Lain halnya dengan orang yang diwaktu kecilnya mempunyai
pengalaman-pengalaman agama misalnya ibu bapaknya orang yang mengenal agama,
lingkungan sosial dan kawan-kawannya juga hidup menjalankan agama, ditambah
pula dengan pendidikan agama secara disengaja di rumah, sekolah dan masyarakat.
Maka anak-anak itu akan dengan sendiriya mempunyai kecenderungan kepada hidup
dalam aturan-aturan agama, terbiasa menjalankan ibadah, takut melangkahi
larangan-larangan agama dan dapat merasakan nikmatnya hidup beragama.
B. Tujuan Pendidikan Anak
Anak wajib dididik agar kelak menjadi anak
yang shalih atau shalihah. Inilah harapan tertinggi orang tua untuk anaknya
yang terekam dalam al-Qur'an, yang merupakan do'a Nabi Zakaria (Ali Imran 38).
Anak yang shalih adalah anak yang memiliki kepribadian Islam. Dengan dasar
aqidah yang kuat, kepribadian Islam anak akan tercermin dari perilakunya dan cara berfikirnya. Perilakunya didasarkan pada aturan Islam
sebagai tolok ukur perbuatannya (miqyasu al-'amal). Dan ajaran Islam
dijadikannya sebagai landasan ia berfikir (qoidah fikriyah). Beberapa ciri anak
yang shaleh tergambar dalam beberapa ayat dari surah Luqman (13 - 19). Diantaranya
beraqidah lurus (tidak musyrik), birru al-walidayn, taat beribadah, mau
berdakwah dan berakhlaq mulia.
Oleh karena itu, pendidikan anak harus
dapat menanamkan aqidah Islam secara benar. Juga pemahaman terhadap semua aspek
ajaran Islam, baik itu menyangkut masalah ibadah, akhlaq, makanan, minuman,
pakaian, juga masalah dakwah dan muamalah. Dengan keshalihannya itulah ia akan
dapat menjalani kehidupan di dunia ini dengan cara yang Islami. Bila ia kelak
menjadi orang yang cantik atau gagah, pandai, kaya dan memiliki jabatan yang
tinggi, maka keshalihan itu akan membimbingnya sedemikian, sehingga semua
karunia Allah itu makin meningkatkan keIslaman dia, bukan sebaliknya. Begitu juga
bila ia, misalnya kelak hidup dalam kekurangan, berparas kurang bagus, akalnya
sedikit lemah, keshalihannya juga akan menjaga dirinya. Ia tidak kemudian
frustasi atau bahkan mengakhiri hidupnya sendiri. Tegasnya, keshalihan itulah
yang mampu menjamin anak hidup secara benar sesuai ajaran Islam.
C. PENDIDIKAN AGAMA PADA ANAK
C. PENDIDIKAN AGAMA PADA ANAK
Makna agama sendiri bukanlah sekedar
tindakan-tindakan ritual seperti sholat dan membaca do'a saja. Akan tetapi
agama lebih dari itu, yaitu agama mengatur keseluruhan tingkah laku manusia
demi memperoleh ridla Allah. Agama dengan kata lain, agama meliputi keseluruhan
tingkah laku manusia dalam hidup ini, yang tingkah laku itu membentuk keutuhan
manusia berbudi luhur (berakhlak karimah), atas dasar percaya atau iman kepada
Alllah dan bertanggung jawab secara pribadi di Hari Kemudian (Kiamat). Hal
tersebut di atas menyatakan bahwa shalat kita, darma bakti kita, hidup kita,
mati kita dan semua adalah untuk atau milik Allah seru sekalian alam.
Pendidikan agama sesungguhnya adalah
pendidikan untuk pertumbuhan total seorang anak didik. Dan tidak benar jika
dibatasi hanya kepada pengertian-pengertiannya konvensional dalam masyarakat.
Karena itu peran orang tua dalam mendidik anak melalui pendidikan keagamaan
yang benar adalah amat penting. Oleh Karena itu pendidikan agama keagamaan
dalam keluarga tidak hanya melibatkan orang tua saja, akan tetapi seluruh
keluarga dalam usaha menciptakan suasana keagamaan yang baik dan benar dalam
keluarga. Peran orang tua tidak hanya barupa pengajaran, tetapi juga berupa
peran tingkah laku, ketauladanan dan pola-pola hubungannya dengan anak yang
dijiwai dan disemangati oleh nilai-nilai keagamaan menyeluruh. Seperti pepatah
mengatakan bahwa pendidikan dengan bahasa perbuatan (perilaku) untuk anak
adalah lebih efektif dan lebih mantap dari pada pendidikan dengan bahasa
ucapan. Karena itu yang penting adalah adanya penghayatan kehidupan keagamaan
dalam suasana keluarga.
Perkembangan spiritualitas pada anak
terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil dalam keluarga, disekolah dan
dalam masyarakat lingkungan. Semakin banyak pengalaman yang bersifat agama atau
spiritualitas akan semakin banyak unsur agama, maka sikap, tindakan, kelakuan
dan caranya menghadapi hidup akan sesuai dengan ajaran agama.
D. Klasifikasi Pendidikan Agama
Dapat dikatakan bahwa pendidikan agama
berkisar antara dua dimensi hidup, yaitu :
1) Penanaman rasa taqwa kepada Allah
1) Penanaman rasa taqwa kepada Allah
Sebagai dimensi hidup yang
dimulai dengan pelaksanaan kewajiban-kewajiban formal agama yang berupa
ibadah-ibadah. Sedangkan pelaksanaannya harus disertai dengan penghayatan yang
sedalam-dalamnya akan makna ibadah-ibadah tersebut, sehingga ibadah-ibadah itu
tidak dikerjakan semata-mata sebagai ritual belaka, melainkan dengan keinsyafan
mendalam akan fungsi edukatifnya bagi kita semua.
Rasa taqwa kepada Allah itu kemudian dapat
dikembangkan dengan menghayati keagungan dan kebesaran Allah lewat perhatian
kepada alam semesta beserta segala isinya, dan kepada lingkungan sekitar. Sebab
menurut al-Qur'an hanya mereka yang memahami alam sekitar dan menghayati hikmah
dan kebesaran yang terkandung di dalamnya sebagai ciptaan Ilahi yang dapat
dengan benar-benar merasakan kehadiran Allah sehingga bertaqwa kepada-Nya.
Melalui hasil perhatian, pengamatan, dan penelitian kita terhadap gejala alam
dan sosial kemanusiaan tidak hanya menghasilkan ilmu pengetahuan yang bersifat
kognitif belaka, juga tidak hanya yang bersifat aplikatif dan penggunaan
praktis semata (penggunaan teknologi), tetapi dapat membawa kita kepada
keinsyafan Ketuhanan yang mendalam, melalui penghayatan keagungan Tuhan
sebagaimana tercermin dalam seluruh ciptaannya.
Keinsyafan merupakan unsur yang sangat penting dalam menumbuhkan rasa taqwa, maka pendidikan keagamaan dalam keluarga harus pula meliputi hal-hal yang diperintahkan Allah dalam al-Qur'an (sesuai dengan ajaran-Nya). Wujud nyata atau substansi jiwa Ketuhanan itu terdapat dalam nilai-nilai keagamaan pribadi yang amat penting yang harus ditanamkan kepada anak-anak. Kegiatan menanamkan nilai-nilai itulah yang sesungguhnya akan menjadi inti pendidikan keagamaan. Diantara nilai-nilai itu yang sangat mendasar adalah:
Keinsyafan merupakan unsur yang sangat penting dalam menumbuhkan rasa taqwa, maka pendidikan keagamaan dalam keluarga harus pula meliputi hal-hal yang diperintahkan Allah dalam al-Qur'an (sesuai dengan ajaran-Nya). Wujud nyata atau substansi jiwa Ketuhanan itu terdapat dalam nilai-nilai keagamaan pribadi yang amat penting yang harus ditanamkan kepada anak-anak. Kegiatan menanamkan nilai-nilai itulah yang sesungguhnya akan menjadi inti pendidikan keagamaan. Diantara nilai-nilai itu yang sangat mendasar adalah:
a.
Iman
Sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Allah.
Sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Allah.
b.
Islam
Sikap pasrah kepada-Nya dengan menyakini bahwa papun yang datang dari Allah tentunya membawa hikmah kebaikan, yang kita tidak mungkin mengetahui seluruh wujudnya.
Sikap pasrah kepada-Nya dengan menyakini bahwa papun yang datang dari Allah tentunya membawa hikmah kebaikan, yang kita tidak mungkin mengetahui seluruh wujudnya.
c.
Ihsan
Kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah senantiasa hadir atau berada bersama kita dimana pun kita berada.
Kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah senantiasa hadir atau berada bersama kita dimana pun kita berada.
d.
Taqwa
Sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu mengawasi kita, kemudian kita berbuat hanya sesuatu yang diridlai Allah dengan menjauhi dan menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridlai Allah.
Sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu mengawasi kita, kemudian kita berbuat hanya sesuatu yang diridlai Allah dengan menjauhi dan menjaga diri dari sesuatu yang tidak diridlai Allah.
e.
Ikhlash
Sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan, semata-mata demi memperoleh ridla Allah dan dan bebas dari pamrih lahir dan batin tersembunyi maupun terbuka.
Sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan, semata-mata demi memperoleh ridla Allah dan dan bebas dari pamrih lahir dan batin tersembunyi maupun terbuka.
f.
Tawakkal
Sikap senantiasa bersandarkan diri kepada Allah dengan penuh harapan dan dengan keyakinan kita pula bahwa Allah akan menolong kita dalam mencari dan menemukan jalan yang terbaik bagi kita.
Sikap senantiasa bersandarkan diri kepada Allah dengan penuh harapan dan dengan keyakinan kita pula bahwa Allah akan menolong kita dalam mencari dan menemukan jalan yang terbaik bagi kita.
g.
Syukur
Sikap penuh rasa terima kasih dan penghargaan atas nikmat dan karunia yang tidak terbilang banyaknya yang dianugrahkan Allah kepada kita.
Sikap penuh rasa terima kasih dan penghargaan atas nikmat dan karunia yang tidak terbilang banyaknya yang dianugrahkan Allah kepada kita.
h.
Sabar
Sikap tabah mengahadapi segala kepahitan hidup, besar atau kecil, lahir atau batin, karena keyakinan yang tidak tergoyahkan bahwa kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya.
Sikap tabah mengahadapi segala kepahitan hidup, besar atau kecil, lahir atau batin, karena keyakinan yang tidak tergoyahkan bahwa kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya.
2) Dimensi hidup manusia
yang lain adalah mengembangkan rasa kemanusian kepada sesama.
Keberhasilan pendidikan agama bagi
anak-anak tidak cukup diukur hanya dari segi seberapa jauh anak itu menguasai
hal-hal yang bersifat kognitif atau pengetahuan tentang ajaran agama
(ritual-ritual). Justru yang lebih penting adalah sejauhmana nilai-nilai
keagamaan itu dalam jiwa anak-anak diwujudkan dalam tingkah laku dan budi
pekerti sehari-hari, sehingga dapat melahirkan budi luhur (akhlakul karimah).
Sekedar untuk pegangan operatif dalam menjalankan pendidikan keagamaan kepada
anak, mungkin nilai-nilai akhlak berikut ini dapat dipertimbangkan oleh semua
orang tua untuk ditanamkan kepada anak-anak, yaitu:
a. Silaturrahmi
Pertalian rasa cinta kasih antara sesama manusia, khususnya antara saudar, kerabat, tetangga dan masyarakat.
Pertalian rasa cinta kasih antara sesama manusia, khususnya antara saudar, kerabat, tetangga dan masyarakat.
b. Persaudaraan
Semangat persaudaraan, lebih-lebih antara sesama kaum beriman Ukhuwah Islamiyah).
Semangat persaudaraan, lebih-lebih antara sesama kaum beriman Ukhuwah Islamiyah).
c. Persamaan
Pandangan bahwa sesama manusia tanpa memandang jenis kelamin, kebangsaan ataupun kesukuannya adalah sama dalam harkat dan martabat.
Pandangan bahwa sesama manusia tanpa memandang jenis kelamin, kebangsaan ataupun kesukuannya adalah sama dalam harkat dan martabat.
d. Adil
Wawasan yang seimbang dalam memandang menilai atau menyikapi sesuatu atau seseorang.
Wawasan yang seimbang dalam memandang menilai atau menyikapi sesuatu atau seseorang.
e. Berprasangka baik pada
yang lainnya
f. Rendah hati
Sikap yang tumbuh karena keinsafan bahwa segala kemuliaan hanya milik Allah, maka tidak sepantasnya manusia mengklaim kemuliaan itu kecuali dengan pikiran yang baik dengan perbuatan yang baik, yang itupun hanya Allah yang menilainya.
Sikap yang tumbuh karena keinsafan bahwa segala kemuliaan hanya milik Allah, maka tidak sepantasnya manusia mengklaim kemuliaan itu kecuali dengan pikiran yang baik dengan perbuatan yang baik, yang itupun hanya Allah yang menilainya.
g. Tepat
Janji
Salah satu sifat orang yang benar-benar beriman adalah sikap selalu menepati janji
bila membuat perjanjian.
h. Lapang dada
Sikap penuh kesediaan menghargai orang
lain dengan pendapat-pendapat dan pandangan-pandangan.
i.
Dapat
dipercaya
Salah satu konsekuensi iman adalah amanah
atau penampilan diri yang dapat dipercaya.
j.
Perwira
Sikap penuh harga diri namun tidak sombong
dan tidak mudah menunjukkan sikap memelas atau iba dengan maksud mengundang
belas kasihan orang lain dan mengharapkan pertolongannya.
k. Hemat
Sikap tidak boros dan tidak pula kikir
dalam menggunakan harta, melainkan sedang antara keduanya.
l.
Dermawan
Sikap kaum beriman yang memiliki kesediaan
yang besar untuk menolong sesama manusia terutama mereka yang kurang beruntung
dan terbelenggu oleh perbudakan dan kesulitan hidup lainnya dengan mendermakan
sebagian harta benda yang dikaruniakan Allah kepada mereka.
Dan masih banyak lagi nilai-nilai
keagamaan pribadi yang diajarkan dalam islam. Orang tua atau pendidik dapat
mengembangkan nilai-nilai keagamaan lainnya sesuai dengan perkembangan anak dan
keadaan.
E. Metode-Metode Dalam Mengenalkan Pendidikan Agama Pada Anak
1.
Memberikan Contoh Keteladanan.
Supaya anak bisa membaca Al-Quran orang tua atau
keluarga memberikan contoh dengan rutin baca Al-Qur’an. Supaya anak selalu
menjaga kebersihan, orang tua atau keluarga membiasakan menaruh dan membuang
sampah pada tempatnya. Dan contoh-contoh lainnya
2.
Menerapkan pertahapan dan pembiasaan
Sebagai implikasi dari pandangan Al-Quran tentang
proses pertumbuhan dan perkembangan jiwa manusia, Al-Quran dalam petunjuk-petunjuknya
menjadikan pentahapan dan pembiasaan sebagai salah satu ciri sekaligus metode
guna mencapai sasaran. Menggunakan alat peraga untuk menyampaikan pendidikan
agama, agar menyatu dengan kehidupan sehari-hari, sesuai dengan perkembangan
ilmu dan teknologi.
Mengusahakan suatu lingkungan yang kaya akan rangsangan, yaitu dengan menyediakan aneka ragam bahan dan sarana prasarana yang dapat merangsang semua alat indranya: penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dll. Anak belajar mengenal lingkungan melalui indranya (visual, auditorial dan kinestetikal).
Mengusahakan suatu lingkungan yang kaya akan rangsangan, yaitu dengan menyediakan aneka ragam bahan dan sarana prasarana yang dapat merangsang semua alat indranya: penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dll. Anak belajar mengenal lingkungan melalui indranya (visual, auditorial dan kinestetikal).
3.
Menerapkan Watak Positif
Bisa dilakukan dengan:
a) Fleksibilitas, kemampuan
untuk melihat adanya alternatif-alternatif pemecahan masalah, keterbukaan:
Suasana keterbukaan menghasilkan sikap demokrasi dan terbuka.
b) Ketegasan, era
globalisasi menghadapkan kita pada banyak pilihan yang menuntut kita untuk
bertindak tegas (bukan kasar). Ketegasan perlu dibatasi oleh etika dan prinsip
agama.
c) Percaya diri untuk
berinisiatif, kompetisi merupakan ciri globalisasi, menuntut kita memiliki
percaya untuk berinisiatif, toleransi kepada ketidakpastian yaitu sesuatu
selalu berubah dan hanya Allah yang konstan, kemandirian, berencana, disiplin, berani
ambil resiko, dll.
4.
Pendidikan dengan
nasihat
Nasihat merupakan salah satu pilar dalam
pendidikan Islam. Rasulullah bersabda: "Agama itu nasihat. Kami bertanya:
"Untuk siapa?" Jawab Nabi: "Bagi Allah, dan KitabNya, dan
RasulNya, dan pemimpin-pemimpin, serta kaum muslimin pada umumnya". (HR.
Muslim). Sering terjadi, sekalipun orang tua telah mengajarkan
hal-hal yang baik, tetapi anak tetap melakukan kesalahan. Selayaknya orang tua
harus
menyikapi dengan arif. Nasihat yang baik akan lebih mengena di hati anak dari pada kemarahan disertai caci maki dan pukulan. Dalam memberi nasihatpun harus dilakukan dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang untuk mengasah kepekaan anak. Pendidikan dengan Perhatian Merupakan kewajiban orang tua untuk mencurahkan perhatian pada anak-
anaknya dengan mengamati perkembangannya dan memberikan kasih sayang. Anak yang senantiasa diperhatikan akan merasa aman, hidup penuh rasa cinta, optimis dan memandang positif pada lingkungannya. Sebaliknya, jika kurang mendapat perhatian atau bahkan terlantar, anak akan tumbuh dalam rasa terabaikan. Ia akan memandang negatif dan acuh tak acuh pada lingkungannya. Jika pada tahap awal anak telah kehilangan tali kasih dengan orang tuanya, maka pada tahap selanjutnya akan sulit menyayangi orang lain.
menyikapi dengan arif. Nasihat yang baik akan lebih mengena di hati anak dari pada kemarahan disertai caci maki dan pukulan. Dalam memberi nasihatpun harus dilakukan dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang untuk mengasah kepekaan anak. Pendidikan dengan Perhatian Merupakan kewajiban orang tua untuk mencurahkan perhatian pada anak-
anaknya dengan mengamati perkembangannya dan memberikan kasih sayang. Anak yang senantiasa diperhatikan akan merasa aman, hidup penuh rasa cinta, optimis dan memandang positif pada lingkungannya. Sebaliknya, jika kurang mendapat perhatian atau bahkan terlantar, anak akan tumbuh dalam rasa terabaikan. Ia akan memandang negatif dan acuh tak acuh pada lingkungannya. Jika pada tahap awal anak telah kehilangan tali kasih dengan orang tuanya, maka pada tahap selanjutnya akan sulit menyayangi orang lain.
5.
Pendidikan dengan Memberikan Hukuman dan Penghargaan
Hukuman kadang diperlukan dalam pendidikan. Hukuman
merupakan sangsi fisik atau psikis yang hanya boleh diberikan ketika anak
melakukan kesalahan dengan sengaja. Rasulullah memerintahkan kepada orang tua
memukul anaknya ketika telah berumur 10 tahun masih juga lalai shalat. Tentu
saja dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Hukuman yang diberikan haruslah
proporsional (sesuai) dengan kesalahan anak. Berat ringannya hukuman
disesuaikan dengan besar kecilnya kesalahan, dan disesuaikan pula dengan
kemampuan anak melaksanakan hukuman tersebut. Menghukum anak yang memecahkan
gelas misalnya, harus berbeda dengan anak yang melailaikan shalat. Artinya,
pelanggaran syar'i harus mendapat porsi hukuman khusus (lebih berat misalnya)
dibandingkan kesalahan teknis yang tidak terlalu penting. Hikmah dari
pendidikan melalui hukuman ini diantaranya adalah untuk melatih disiplin dan
mengenalkan anak pada konsep balasan setiap amal perbuatan. Jika anak terlatih
sejak kecil untuk berhati-hati dengan larangan dan sungguh-sungguhmelaksanakan
kewajiban, maka akan memudahkan baginya untuk berbuat seperti itu ketika ia
dewasa. Tampaklah bahwa hukuman pun bermanfaat untuk melatih dan menanamkan
rasa tanggung jawab dalam diri anak. Penghargaan diberikan pada anak jika
mencapai hasil yang baik. Fungsinya untuk mendidik dan memotivasi anak untuk
mengulangi tingkah laku yang baik itu. Penghargaan dapat berupa pujian,
bingkisan, pengakuan atau perlakuan istimewa.
F. Pengenalan Pendidikan Agama Pada Anak Usia Dini
Manfaat pengenalan pendidikan agama pada anak sejak
usia dini cukuplah besar. Hal ini dibuktikan dengan beberapa fakta yang terkait
dengan pengenalan pendidikan agama sejak dini mempunyai manfaat yang besar
antara lain:
1.
Usia 3-5 tahun termasuk masa yang amat menentukan
perkembangan kepribadian anak. Pada usia balita anak masih banyak bertindak daripada berfikir, menjajagi, mencari tahu, menciptakan, dan sebagainya. Pada usia awal anak, pendidikan tingkah laku lebih penting dibanding ilmu. Islam mengajarkan ibu untuk menyusui anaknya selama 2 tahun, disitulah penanaman nilai-nilai baik. Dari segi ilmu kedokteran, usia 0-12 tahun adalah saat penting dalam perkembangan otak anak.
perkembangan kepribadian anak. Pada usia balita anak masih banyak bertindak daripada berfikir, menjajagi, mencari tahu, menciptakan, dan sebagainya. Pada usia awal anak, pendidikan tingkah laku lebih penting dibanding ilmu. Islam mengajarkan ibu untuk menyusui anaknya selama 2 tahun, disitulah penanaman nilai-nilai baik. Dari segi ilmu kedokteran, usia 0-12 tahun adalah saat penting dalam perkembangan otak anak.
2.
Menurut Benyamin Spock, usia 0-12 tahun merupakan masa
emas anak untuk dirangsang intelektual dan kreativitasnya, karena 80% perkembangan anak ditentukan pada usia tersebut. Penelitian mutakhir tentang otak, anak-anak cenderung berkembang lebih positif bila otaknya (kiri dan kanan) intensif dirangsang. Dari uraian tersebut bisa disimpulkan, niali-nilai agama selayaknya diperkenalkan sejak usia bayi dan dengan intensitas yang tinggi sampai dengan usia 12 tahun.
emas anak untuk dirangsang intelektual dan kreativitasnya, karena 80% perkembangan anak ditentukan pada usia tersebut. Penelitian mutakhir tentang otak, anak-anak cenderung berkembang lebih positif bila otaknya (kiri dan kanan) intensif dirangsang. Dari uraian tersebut bisa disimpulkan, niali-nilai agama selayaknya diperkenalkan sejak usia bayi dan dengan intensitas yang tinggi sampai dengan usia 12 tahun.
3.
Penelitian Universitas Erasmus Rotterdam (1989),
misalnya menemukan bahwa pelajar setingkat lanjutan pertama dan atas yang
sehari menonton televisi sampai 4 - 5 jam ternyata punya minat baca rendah.
Mereka cenderung hanya membaca buku-buku wajib karena sebagian besar waktunya
tersita oleh acara-acara televisi. Sementara itu, penelitian Carlsson Peige dan
Lesley di Amerika Serikat menemukan fakta bahwa penayangan film seri Power
Ranger di televisi menyebabkan anak-anak menjadi agresif. Anak-anak menjadi
sering terlibat baku hantam dengan sesamanya, bahkan sampai menyebabkan korban
tewas. Studi lain menemukan bahwa anak-anak yang banyak menonton adegan
kekerasan dalam televisi pada usia 8 tahun memiliki kecenderungan lebih tinggi
melakukan kejahatan kekerasan pada usia 30 tahun, termasuk memukul anak-anaknya
sendiri.
4.
Di AS, Inggris dan Australia, waktu yang dihabiskan
anak sekolah untuk menonton acara televisi rata-rata 3 jam sehari atau 20 - 25
jam perminggu. Itu hampir sama lamanya dengan kewajiban mereka untuk belajar
(Kompas, 19/4/95). Di kalangan anak prasekolah, lama anak nonton televisi lebih
banyak lagi, 26,3 jam perminggu di mana tiga jam diantaranya tayangan iklan.
Di Indonesia kendati belum ada penelitian
yang berskala nasional, diperkirakan polanya kurang lebih sama. Sepanjang film
dan acara televisi memiliki muatan edukatif yang positif bagi perkembangan
psikologis anak, barangkali waktu luang anak yang sebagian besar dimanfaatkan
untuk menonton televisi tidak menjadi soal. Namun masalahnya berkembang agak
lain ketika banyak orang menilai dan merasa bahwa adegan yang ditayangkan
ternyata lebih banyak yang tidak Islamy (bersifat anti sosial, mengajarkan kemusyrikan,
mengumbar aurat, pergaulan bebas dan sebagainya). Disamping itu, diyakini
televisi tidak hanya mempengaruhi perubahan pola konsumsi anak, tapi disinyalir
juga menyebabkan berbagai perubahan perilaku lain pada anak, seperti menurunnya
minat baca dan memicu munculnya berbagai aksi kekerasan pada anak.
Pengenalan pendidikan agama pada anak
sejak usia dini memiliki beberapa manfaat, diantaranya:
1) Terbentuknya kepribadian muslim yang unggul secara intelektual, anggun secara moral, dan terampil dalam beramal, agar ia kelak mampu hidup dalam suasana persaingan hidup yang semakin kompetitif tanpa kehilangan identitas dan jati dirinya sebagai seorang muslim
2) Dapat memberikan perencanaan yang jelas perihal masa depan mereka
3) Dapat menyelamatkan anak dari keruntuhan moral
4) Menanamkan benteng keimanan dan ketaqwaan yang kokoh
serta pedang keilmuan yang tajam., dan
5) Anak bisa menjadi orang yang nantinya bermanfaat bagi orang lain.
1) Terbentuknya kepribadian muslim yang unggul secara intelektual, anggun secara moral, dan terampil dalam beramal, agar ia kelak mampu hidup dalam suasana persaingan hidup yang semakin kompetitif tanpa kehilangan identitas dan jati dirinya sebagai seorang muslim
2) Dapat memberikan perencanaan yang jelas perihal masa depan mereka
3) Dapat menyelamatkan anak dari keruntuhan moral
4) Menanamkan benteng keimanan dan ketaqwaan yang kokoh
serta pedang keilmuan yang tajam., dan
5) Anak bisa menjadi orang yang nantinya bermanfaat bagi orang lain.
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat
diambil kesimpulan:
1.
Pertumbuhan jiwa agama atau spiritualitas pada anak
telah dimulai sejak lahir dan bekal itulah yang akan dibawanya ketika memasuki
pendidikan sekolah untuk pertama kali. Pendidikan agama pada umur ini melalui
semua pengalaman anak, baik melalui ucapan yang didengarnya, tindakan,
perbuatan, dan sikap yang dilihatnya maupun perlakuan yang dirasakannya.
2.
Pendidikan agama pada masa ini mulai ditujukan untuk
membentuk spiritualitas anak seutuhnya, mulai dari pembinaan sikap dan
pribadinya, sampai kepada pembinaan tingkah laku(akhlak) yang sesuai dengan
ajaran agama. Contohnya melalui sholat berjama’ah, pergi ke masjid
beramai-ramai dan ibadah sosial.
B. Saran
Untuk membentuk spritualitas pada anak,
seharusnya orang tua memberikan contoh keteladanan dengan melakukan tindakan
dan perilaku yang sesuai dengan ajaran agama, sehingga menimbulkan pada anak
pengalaman-pengalaman hidup yang sesuai dengan agama, yang kemudian akan
bertumbuh menjadi unsur-unsur, yang merupakan bagian dalam pribadinya nanti
No comments:
Post a Comment