Jamaluddin lahir di Afghanistan pada
tahun 1839 dan meniggal dunia di Istambul di tahun 1897. ketika baru usia 20
tahun ia telah menjadi pembantu bagi pangeran Dost Muhammad Khan di Afghanistan.
Di tahun 1864 ia menjadi penasehat Sher Ali Khan. Beberapa tahun kemudian ia
diangkat oleh Muhammad A’zam Khan menjadi Perdana Menteri. Karena Inggris telah
mencampuri dunia politik di Afghanistan dan terjadi pergolakan, Al-Afghani
lebih memilih tempat kelahirannya dan pergi ke India di tahun 1869. Begitupun
ketika tinggal di India ia merasa tidak bebas bergerak karena negara tersebut
telah jatuh ke tangan Inggris. Ia lebih memilih pindah ke Mesir pada tahun
1871. rumah tinggalnya dijadikan tempat pertemuan murid-murid dan pengikutnya.
Di sanalah beliau memberikan kuliah dan mengadakan diskusi, dan menurut
keterangan Muhammad Salam Madkur ada salah seorang muridnya yang menjadi
pemimpin kenamaan di Mesir seperti Muhammad Abduh dan Sa’ad Zaghlul, pemimpin
kemerdekaan Mesir.
Ketika ide-ide baru yang disiarkan
Al-Tahtawi melalui buku-buku terjemahannya dan karangannya telah mulai meluas
di kalangan masyarakat Mesir, diantaranya ide trias politica dan patriotisme. Telah matang waktunya untuk
membentuk suatu partai politik, maka pada tahun 1879 atas usaha Al-Afghani
terbentuklah partai Al-Hizb Al-Watani (Partai Nasional). Slogan “Mesir untuk
orang Mesir” mulai kedengaran. Tujuan partai ini selanjutnya ialah
memperjuangkan pendidikan universal, kemerdekaan pers dan pemasukan unsur-unsur
Mesir ke dalam posisi-posisi dalam bidang militer.
Dari Mesir Al-Afghani pergi ke Paris
dan di sini ia dirikan perkumpulan Al-‘Urwah Al-Wusqa. Di antara tujuan
yang hendak dicapai ialah memperkuat rasa persaudaraan Islam, membela Islam dan
membawa umat Islam kepada kemajuan. Sewaktu di Eropa Al-Afghani mengadakan
perundingan dengan Sir Randolph Churchil dan Drummond Wolf tentang masalah
Mesir dan tentang penyelesaian pemberontakan Al-Mahdi di Sudan secara damai.
Wolf meminta bantuannya untuk mewujudkan hubungan persahabatan antara kerajaan
Usmani, Persia, dan Afghanistan. Persahabatan ketiga negara itu perlu bagi
Inggris dalam menentang politik Rusia di Timur Tengah. Tetapi kedua usaha itu
tidak membawa hasil.
Atas undangan Sultan Abdul Hamid,
Al-Afghani selanjutnya pindah ke Istambul di tahun 1892. Bantuan dari
negara-negara Islam amat dibutuhkan Sultan Abdul Hamid untuk menentang Eropa
yang di waktu itu telah kian mendesak kedudukan Kerajaan Usmani di Timur
Tengah.
Karena takut akan pengaruh
Al-Afghani yang demikian besar, kebebasannya dibatasi Sultan dan ia tak dapat
keluar dari Istambul. Ia tetap tinggal di sana sampai ia wafat di tahun 1897,
pada lahirnya sebagai tamu yang mendapat penghormatan, tetapi pada hakekatnya
sebagai tahanan Sultan.
Jalan untuk memperbaiki keadaan umat
Islam, menurut Al-Afghani ialah melenyapkan pengertian-pengertian salah yang
dianut umat pada umumnya, dan kembali kepada ajaran-ajaran dasar Islam yang
sebenarnya. Hati mesti disucikan, budi pekerti luhur dihidupkan kembali, dan
demikian pula kesediaan berkorban untuk kepentingan umat. Dengan berpedoman
pada ajaran-ajaran dasar umat Islam akan dapat bergerak maju mencapai kemajuan.
No comments:
Post a Comment