Ia lahir
disuatu desa di Mesir Hilir. Di desa mana tidak dapat diketahui dengan pasti,
karena ibu bapaknya adalah orang desa biasa yang tidak mementingkan tanggal dan
tempat lahir anak-anaknya. Tahun 1849 adalah tahun yang umum dipakai sebagai
tanggal lahirnya. Ada yang mengatakan bahwa ia lahir sebelum tahun itu.
Perbedaan pendapat tentang tempat dan tanggal lahir M. Abduh timbul karena
suasana kacau yang terjadi di akhir Muhammad Ali (1805 – 1849).
Bapak Muhammad Abduh bernama Abduh
Hasan Khairullah berasal dari Turki yang telah lama tinggal di Mesir. Ibunya
menurut riwayat berasal dari bangsa Arab yang silsilahnya meningkat sampai ke
suku bangsa Umar Ibn Al-Khattab. Abduh Hasan Khairullah kawin dengan ibu
Muhammad Abduh sewaktu merantau dari desa ke desa itu dan ketika ia menetap di
Mahallah Nasr, Muhammad Abduh masih dalam ayunan dan gendongan ibunya. Muhammad
Abduh lahir dan menjadi dewasa dalam lingkungan di bawah asuhan ibu bapa yang
tak ada hubungannya dengan didikan sekolah, tetapi mempunyai jiwa keagamaan
yang teguh.
Muhammad Abduh mempunyai jiwa
keagamaan yang teguh agar kemudian dapat membaca dan menghafal Al-Qur’an.
Setelah mahir membaca dan menulis iapun diserahkan kepada satu guru untuk
dilatih menghafal Al-Qur’an. Ia dapat menghafalnya dalam masa dua tahun.
Kemudian ia dikirim ke Tanta untuk belajar agama di Mesjid Syekh Ahmad di tahun
1862. Setelah dua tahun belajar bahasa Arab, nahu, sarf, fiqh, dan sebagainya,
ia merasa tak mengerti apa-apa. Tentang pengalaman ini Muhammad Abduh
mengatakan “Satu setengah tahun saya belajar di Mesjid Syekh Ahmad dengan tak
mengerti suatu apapun. Ini adalah karena metodenya yang salah, guru-guru mulai
mengajak kita dengan menghafal istilah-istilah tentang nahu atau fiqh yang tak
kita ketahui artinya. Guru-guru tak merasa penting apa kita mengeerti atau
tidak mengerti arti-arti istilah itu. Metode yang dipakai pada waktu itu ialah
metode menghafal luar kepala. Pengaruh metode ini masih terdapat dalam zaman
kita sekarang terutama di sekolah-sekolah agama.
Karena yakin bahwa belajar itu tak
akan membawa hasil bainya ia pulang ke kampungnya dan berniat akan bekerja
sebagai petani. Di tahun 1865, sewaktu ia berumur 16 tahun iapun kawin. Tapi
nasibnya rupanya akan menjadi orang besar. Baru saja empat puluh hari kawin, ia
dipaksa orang tuanya kembali belajar ke Tanta. Dan disini ia bertemu dengan
seorang yang merobah jalan riwayat hidupnya. Orang itu bernama Syekh Darwisy
Khadr, paman dari ayah Muhammad Abduh. Syekh Darwisy Khadr telah pergi merantau
ke luar Mesir dan belajar agama Islam dan Tasawwuf (Tarikat Syadli) di Libia
dan Tripoli. Setelah selesai pelajarannya ia kembali ke kampungnya.
Setelah beberapa hari membaca buku
bersama-sama dengan cara yang diberikan Syekh Darwisy itu, Muhammad Abduhpun
berubahlah sikapnya terhadap buku dan ilmu pengetahuan. Ia sekarang mulai
mengerti apa yang dibacanya dan ingin mengerti dan mengetahui lebih banyak.
Akhirnya ia pergi ke Tanta untuk meneruskan pelajaran.
Setelah selesai belajar di sini, ia
meneruskan studinya ke Al-Azhar di tahun 1866. Di sinilah Muhammad Abduh buat
pertama kali berjumpa dengan Al-Afghani, ketika ia bersama dengan mahasiswa
lain pergi berkunjung ke tempat penginapan Al-Afghani di dekat Al-Azhar.
Di tahun 1877 studinya selesai di
Al-Azhar dengan mendapat gelaran Alim. Ia mulai mengajar, pertama di Al-Azhar.
Diantara buku-buku yang diajarkannya ialah buku akhlak karangan Ibn Mikawaih,
Mukaddimah Ibn Khaldun dan Sejarah Kebudayaan Eropa karangan Guizot, yang
diterjemahkan Al-Tahtawi ke dalam bahasa Arab di tahun 1857. sewaktu Al-Afghani
diusir dari Mesir di tahun 1879, karena dituduh mengadakan gerakan menentang
Khedewi Tawfik, Muhammad Abduh yang juga dipandang turut campur dalam soal ini,
dibuang keluar kota Cairo. Tetapi di tahun 1880 ia boleh kembali ke Ibukota dan
kemudian diangkat menjadi redaktur surat kabar resmi pemerintah mesir.
Peristiwa revolusi Urabi Pasya,
Muhammad Abduh turut memainkan peranan. Pada permulaannya ia pergi ke Beirut,
dan kemudian ke Paris. Di tahun 1884 ia bersama-sama dengan Al-Afghani
mengeluarkan : Al-Urwah Al-Wusqa. Umur majalah ini tak lama dan di tahun
1885 Muhammad Abduh kembali ke Beirut via Tunis, dan mengajar di sana. Di tahun
1894, ia diangkat menjadi anggota Majlis A’la dari Al-Azhar. Sebagai anggota
majlis ini ia membawa perubahan-perubahan dan perbaikan-perbaikan ke dalam
tubuh Al-Azhar sebagai Universitas. Di tahun 1899, ia diangkat menjadi Mufti
Mesir. Kedudukan tinggi ini dipegangnya sampai ia meninggal dunia di tahun
1905.
Ide-ide Muhammad Abduh, sebab yang
membawa kepada kemunduran, menurut pendapatnya adalah faham jumud yang
terdapat di kalangan umat Islam. Dalam kata jumud terkandung arti
keadaan membeku, keadaan statis, tak ada perubahan. Karena dipengaruhi faham jumud
umat Islam tidak menghendaki perubahan dan tidak mau menerima perubahan. Umat
Islam berpegang teguh pada tradisi.
Paham
Ibn Taimiyah bahwa ajaran-ajaran Islam terbagi dalam dua kategori, ibadat
dan mu’amalah (hidup kemasyarakatan manusia) diambil dan ditonjolkan
Muhammad Abduh. Ia melihat bahwa ajaran-ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an
dan Hadits mengenai ibadat bersifat tegas, jelas dan terperinci. Sebaliknya
ajaran-ajaran mengenai hidup kemasyarakatan umat hanya merupakan dasar-dasar
dan prinsip-prinsip umum yang tidak terperinci.
No comments:
Post a Comment