Menurut White dan Lippit yang dikutip oleh Reksohadprodjo dan Handoko
(1992 :
289) mengemukakan tiga
tipe gaya kepemimpinan, yaitu :
1.
Gaya kepemimpinan otokrasi (autocratic)
Dalam tipe gaya kepemimpinan ini, pemimpin
menentukan sendiri kebijaksanaan dan rencana untuk kelompoknya, membuat
keputusan-keputusan sendiri, namun mengharapkan tanggung jawab penuh dari
bawahan, serta bawahan harus patuh dan mengikuti perintahnya. Jadi pemimpin
tersebut menentukan atau mendikte aktivitas dari anggotanya.Dalam kepemimpinan
otokrasi terjadi adanya ketaatan dalam pengawasan, sehingga sukar bagi bawahan
dalam memuaskan kebutuhan egoistiknya.
Berikut
ini adalah kebaikan dan kelemahan dari gaya kepemimpinan ini menurut Reksohadprodjo dan Handoko
(1992 : 290 - 292) adalah :
Kebaikannya:
-
Keputusan
dapat diambil secara tepat.
-
Tipe ini baik digunakan pada bawahannya
yang kurang disiplin, kurang inisiatif, dan bergantung pada atasan saja, serta
kurang kecakapan (unskilled).
-
Pemusatan kekuasaan, tanggung jawab,
serta membuat keputusan terletak satu orang yaitu pimpinan.
Kelemahannya :
-
Dengan tidak disertakannyabawahan dalam mengambil keputusan tindakan,
maka bawahan tidak dapat belajar mengenai hal dalam pengambilan keputusan.
-
Kurang mendorong inisiatif bawahan dan
dapat mematikan insiatif bawahan.
-
Dapat menimbulkan rasa tidak puas dan
tertekan.
-
Bawahan kurang mampu menerima tanggung
jawab dan selalu bergantung pada atasan.
2.Gaya kepemimpinan
demokrasi (democratic)
Pada gaya ini pemimpin sering mengadakan konsultasi dengan mengikuti
bawahannya dan aktif dalam menentukan rencana kerja yang berhubungan dengan
kelompok. Disini pemimpin sebagai koordinator dan tidak memegang peranan
seperti pada kepemimpinan otoriter.Partisipasi antara pemimpin dan bawahan
digunakan pada kondisi yang tepat.Pemimpin memberikan kesempatan kepada bawahan
untuk mengisi atau memperoleh kebutuhan egoistiknya dan memotivasi bawahan
dalam menyelesaikan tugasnya untuk meningkatkan produktivitasnya.Berikut ini merupakan kebaikan dan kelemahan
dari gaya kepemimpinan demokrasi menurut Reksohadprodjo
dan Handoko (1992 :292)
Kebaikannya:
-
Memberikan
kebebasan lebih besar kepada bawahan untuk mengadakan kontrol terhadap
pimpinan.
-
Pimpinan
dan bawahan merasa lebih bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya.
-
Produktivitas
lebih tinggi dari yang diinginkan manajemen.
-
Ada
kesempatan untuk mengisi egoistik masing-masing diri individu.
-
Lebih
matang dan bertanggung jawab terhadap status dan pangkat yang lebih tinggi.
-
Kedua
belah pihak yaitu pemimpin dan bawahan dapat saling mengenal dan saling
mengerti lebih dalam tentang hubungan antar personal.
-
Bawahan
dapat membantu pimpinan dalam menghadapi persoalan, jadi keduanya dapat saling
mengisi kekurangan dan dapat saling menghargai.
-
Mengurangi
ketegangan didalam kelompok dan mengurangi konflik.
Kelemahannya:
-
Harus
banyak membutuhkan koordinasi
-
Membutuhkan
waktu yang relatif lama dalam mengambil keputusan
-
Memberikan
persyaratan tingkat kepandaian yang relatif tinggi bagi pimpinan
-
Diperlukannya
adanya toleransi yang besar pada kedua belah pihak. Karena jika tidak, dapat
menimbulkan selisih paham.
3. Gaya kepemimpinan (laissez faire)
Gaya kepemimpinan pada tipe ini melaksanakan
perannya atas dasar aktivitas kelompok dan pimpinan, dan kurang melakukan
pengontrolan terhadap bawahannya. Pada tipe ini, pemimpin akan meletakkan
tanggung jawab keputusan sepenuhnya kepada para bawahannya. Pemimpin pada gaya
ini sifatnya pasif dan seolah-olah tidak mampu memberikan pengaruhnya kepada
bawahan.
Menurut Reksohadprodjo
dan Handoko (1992 :292 – 293) ada beberapa kebaikan dan kelemahan dari tipe gaya kepemimpinan ini.
Kebaikannya :
-
Adanya
kemungkinan bawahan dapat mengembangkan kemampuannya, daya kreativitasnya untuk
memikirkan dan memecahkan persoalan serta mengembangkan rasa tanggung jawab
-
Bawahan
lebih bebas untuk menunjukkan persoalan yang dianggapnya penting dan tidak
bergantung pada atasan sehingga proses untuk pengambilan keputusan lebih cepat
Kelemahannya :
-
Bila
bawahan terlalu bebas tanpa pengawasan, ada kemungkinan terjadi penyimpangan
dari peraturan yang berlaku untuk bawahan, serta dapat mengakibatkan tindakan
yang salah dan memakan banyak waktu bila bawahan kurang memiliki pengalaman.
-
Pemimpin
sering sibuk sendiri dengan tugas-tugas dan terpisah dari bawahan. Beberapa
pemimpin tidak membuat tujuan tanpa suatu peraturan tertentu.
-
Kelompok
dapat membuat keadaan kurang stabil, frustasi, dan merasa kurang aman.
Program penelitian yang dilakukan oleh The Ohio State University
menyimpulkan bahwa ada dua macam gaya kepemimpinan yang dikutip oleh James A.F Stoner (2003 :167), yaitu :
1.
Initiating Structure
Mengacu pada
seberapa jauh seorang pemimpin berkemungkinan menetapkan dan menstrukturperannya dan peran
bawahannya dalam mengusahakan
tercapainya tujuan. Initiating structure ini mencakup gaya kepemimpinan yang
dilakukan oleh pemimpin berupaya mengorganisasi kerja, hubungan kerja, dan tujuan.
Pemimpin yang dicirikan dalam gaya kepemimpinan initiating structure dapat
dicontohkan dalam istilah seperti menugasi anggota kelompok dalam tugas-tugas
tertentu.
2.
Consideration
Mengacuseberapa jauh
seorang pemimpin berkemungkinan memiliki hubungan yang dicirikan oleh saling
percaya, menghargai gagasan bawahan, dan memperhatikan perasaan mereka. Juga
menunjukkan kepedulian akan kenikmatan, kesejahteraan, status, dan kepuasan
pengikut-pengikutnya. Seorang pemimpin yang tinggi dalam consideration dapat
dicontohkan sebagai seseorang yang membantu bawahan dalam menyelesaikan masalah
pribadi, ramah, dan dapat ditemui, dan memperlakukan semua bawahan sama.
Menurut Hersey
and Blanchard yang
dikutip oleh Marwansyah dan Mukaram (1999 :181) membagi gaya kepemimpinan kedalam
empat macam, yaitu :
1.
Gaya telling
digunakandalam situasi kematangan rendah, ketika pengikut tidak mampu dan tidak
mau atau sangat ragu untuk menerima tanggung jawab dari suatu tugas tertentu.
Dalam situasi ini, pemimpin memberikan arahan atau petunjuk spesifik tentang
apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya.
2.
Gaya selling digunakan
dalam situasi kematangan rendah sampai sedang, ketika pengikut tidak mampu tetapi
mau menerima tanggung jawab atau percaya bahwa ia mampu. Dalam situasi seperti
ini, sangat dibutuhkan penjelasan, persuasi, dan klarifikasi untuk memberikan
arah dan memelihara motivasi dan antusiasme bawahan untuk menerima tanggung
jawab pada saat mereka siap.
3.
Gaya participating digunakan pada tingkat kematangan sedang semakin
tinggi, ketika bawahan mampu menerima tanggung jawab tetapi tidak mau atau ragu
untuk melakukannya. Ketidakmauan ini biasanya disebabkan oleh kurangnya rasa
percaya diri atau rendahnya motivasi. Dalam situasi ini, gaya yang paling besar
kemungkinannya untuk berhasil adalah gaya partisipasi dan pemberian dukungan,
dengan penekanan pada komunikasi dua arah.
Gaya delegating digunakan pada tingkat kematangan tertinggi, ketika bawahan mampu dan
mau atau cuku percaya diri untuk menerima tanggung jawab. Pada situasi ini,
bawahan hanya membutuhkan hubungan dan arahan yang relatif sedikit, sehingga
gaya delegasi memiliki prospek yang besar untuk berhasil.
No comments:
Post a Comment