Pembelajaran yang
sebaiknya diberikan di Taman Kanak-kanak adalah pembelajaran yang menarik dan
menyenangkan, karena pembelajaran yang menarik artinya memiliki unsur
menyenangkan bagi anak untuk dapat terus diikuti. Sehingga, anak mempunyai
motivasi untuk terus mengikuti proses pembelajaran. Pembelajaran yang
menyenangkan berarti pembelajaran yang sesuai dengan suasana yang terjadi pada
diri anak sehingga anak memiliki perhatian yang lebih. Oleh sebab itu guru
harus mempunyai seni tersendiri dalam pembelajaran agar dapat menarik
perhatian, menyenangkan dan memberikan manfaat bagi anak.
Menurut Rachmawati dkk
(2007: 31), bermain peran yaitu permainan yang memerankan tokoh-tokoh atau
benda-benda sekitar anak yang akan mengembangkam imajinasi dan penghayatan
terhadap bahan kegiatan yang dilaksanakan. Nugraha & Rachmawati (2004: 8.9)
juga mengartikan bermain peran sebagai permainan yang dilakukan anak dengan
cara memerankan tokoh-tokoh, benda-benda, binatang ataupun tumbuhan yang ada di
sekitar anak, dimana melalui permainan ini daya imajinasi, kreativitas, empati,
serta penghayatan anak dapat berkembang.
Selain itu Harley (Nugraha
& Rachmawati, 2004: 8-10) mendefinisikan bermain peran sebagai salah satu
cara anak untuk menelusuri dunianya, dengan meniru tindakan dan karakter yang
berada di sekitarnya. Harley pun menambahkan bahwa ini merupakan ekspresi
paling awal dari bentuk drama, namun tidak boleh disamakan dengan drama atau
ditafsirkan sebagai penampilan (Nugraha & Rachmawati, 2004: 8.10).
Apabila ditinjau secara
istilah, metode bermain peran adalah bentuk metode mengajar dengan mendramakan/memerankan
cara bertingkah laku dalam hubungan sosial, yang lebih menekankan pada
kenyataan-kenyataan dimana para murid diikutsertakan dalam memainkan peranan di
dalam mendramakan masalah-masalah hubungan sosial, dan metote ini kadang-kadang
disebut dengan dramatisasi (Kartini, 2005: 35).
Masitoh dkk (2006:36)
mengemukakan bahwa metode bermain peran adalah suatu cara memainkan peran dalam
suatu cerita tertentu yang menuntut kerjasama secara utuh diantara para
pemainnya. Bermain peran dikenal juga dengan sebutan bermain pura-pura,
khayalan, fantasi, make-believe atau simbolik. Bermain peran membolehkan
anak memproyeksikan dirinya ke masa depan dan menciptakan kembali ke masa lalu dan
mengembangkan keterampilan khayalan.
Menurut Hurlock (1978:
329) bermain peran adalah bentuk bermain aktif di masa anak-anak, melalui
perilaku dan bahasa yang jelas berhubungan dengan materi atau situasi
seolah-olah hal itu mempunyai atribut yang lain ketimbang yang lainnya.
Rosalina (2008: 1) mengungkapkan bahwa permainan ini sangat bagus untuk
anak-anak, sebab di usia balita kemampuan berfantasi, kognitif, emosi, dan
sosialisasi anak tengah berkembang.
Wahyuningtyas (2006:17)
memberikan pengertian bermain peran sebagai berikut :
“Bermain peran adalah salah satu bentuk permainan
pendidikan (educational games) yang dipakai untuk menjelaskan perasaan, tingkah
laku dan nilai dengan tujuan untuk menghayati perasaan, sudut pandang dan cara
berpikir orang lain (menngembangkan diri sendiri dalam keadaan orang lain).”
Sedangkan Muhidin dalam
Wardani (1997:84) memberikan definisi bahwa
“Bermain peran adalah simulasi atau tiruan dari
perilaku orang yang diperankan. Inilah yang merupakan tekanan utama dengan bermain
peran yang mebedakan dengan simulasi. Simulasi lebih menekankan pada
pembentukan keterampilan, sedangkan bermain peran lebih menekankan pada
pembentukan sikap dan nilai. ”
Moeslichatoen (2004: 34)
menjelaskan bermain pura-pura adalah bermain yang menggunakan daya khayal yaitu
dengan memakai bahasa atau berpura-pura bertingkah laku seperti benda tertentu,
situasi tertentu, atau orang tertentu, dan binatang tertentu, yang di dalam
dunia nyata tidak dilakukan. Pada referensi yang berbeda, Piaget (Dit. PADU
Depdiknas, 2004:1) menjelaskan: awal bermain peran dapat menjadi bukti perilaku
anak yang telah berumur satu tahun. Bermain peran ditandai oleh penerapan
cerita pada objek dimana cerita itu sebenarnya tidak dapat diterapkan (anak
mengaduk pasir dalam sebuah mangkuk dengan sekop dan pura-pura mencicipinya)
dan mengulang ingatan yang menyenangkan (anak usia dini melihat sebuah botol
bayi dan mencoba memberi makan sebuah boneka).
Adapun menurut Moedjiono
dan Dimyati (1992:80) mengemukakan bahwa bermain peran yakni memainkan peranan
dari peran-peran yang sudah pasti berdasarkan kejadian terdahulu yang
dimaksudkan untuk menciptakan kembali situasi masa lalu atau masa yang akan
datang (alhafizh84.wordpress.com). Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bermain
peran merupakan salah satu metode yang selain menyenangkan bagi anak dan
efektif meningkatkan berbagai aspek perkembangan anak.
Bermain peran yang bermutu membutuhkan pengetahuan dan
dukungan orang dewasa yang mampu member pijakan dalam main anak, memfasilitasi
main melalui pertanyaan-pertanyaan yang mendukung dan memperluas pengalaman
main anak. Melalui bermain peran anak dapat melebihi tahap perkembangannya saat
ini. (Arriyani, 2010:27).
No comments:
Post a Comment